BRUAKK...(Suara meja di pukul keras)
“Apa-apaan sih Rika ??, mau kamu tuh apa?...ini permen karet pasti kamu
yang pasang!!!” Suara Citra melengking dan begitu terdengar panas
ditelinga. Suara 7 oktaf di atas nada dasar itu sangat melengking mirip
vokalis stillheart saat menyanyikan lagu she's gone.
“Ih kamseupay...biasa aja kalee Citt...heboh amat sih lu udikk...lu
orang mikir sana dulu di WC baru ngomong !!..ngapain juga gue ngejahilin
lu...najis ahh !!” Jawab lawan bicara Citra yang bernama Rika dengan
nada sombong, congkak, dan penuh keangkuhan yang tiada tara.
Memang teriakan Citra itu bukan tiada alasan. Baru 5 menit yang lalu
kursi duduknya ditempelin ranjau permen karet oleh Rika. Dan berita
buruknya, Citra dengan sukses terkena ranjau itu sehingga membuat celana
katun warna creamnya lengket. Nyata sekali nampaknya noda itu
menghinggapi bagian pantat celana Citra, menodai keseksian pantat Citra
yang sebelumnya terlihat padat menggoda apalagi dengan dipadu kain katun
warna cream yang membuat bagian bumpernya itu terlihat bersih
menggiurkan.
Rika and the gank memang terbiasa memanggil nama Citra bukan seperti
yang tercetak di KTP Citra, tapi mereka lebih senang memanggil Citra
dengan sebutan CITT. Mereka memberikan julukan itu dengan mengartikan
bahwa CIT adalah CITRA dan T yang terakhir adalah TENGIK sehingga jika
digabungkan menjadi CITRA TENGIK. Sungguh julukan yang sangat tidak
manusiawi.
Di kampus, Rika and the gank terkenal sebagai biang onar dan murni kaum
jahiliyah (suka jahil). Kemana dan dimanapun Rika berada, pasti
keributan akan timbul disana. Nama Rika sudah cukup terkenal di seputar
kampus. Kecantikannya dan 'Kebrengsekan' nya membuat ia laksana bintang
di setiap obrolan warga kampus. Dua Lusin Kaum Adam yang pernah naksir
kecantikannya, satu persatu mundur teratur setelah akhirnya merasakan
mual dan berbagai efek samping lainnya saat melihat kejahilan, keusilan,
keributan, keonaran, dan keangkuhan Rika.
“Hei...cewek usil...jelas-jelas lu yang tukang bikin jebakan...masih
nyangkal juga !” Teriak seorang cowok kepada Rika setelah melihat
pertikaian mulut antara Citra dan Rika.
“Yee...penggemar Citt ngebelain tuh...hihihi...iihh ganteng-ganteng kok
mau ya sama Citt yang ndeso itu hihihihi...” Sambut Rika dengan tertawa
geli.
“Hehh...kalo ngomong dijaga dong...kamu sukanya bikin gosip murahan tau
ga ??!!!” Bentak Citra dengan tangan terkepal dan penuh amarah.
“Upss...maaf tuan putri udik...maaf....hahahaha...!!!” Jawab Rika dengan
menghina dan kemudian ngacir pergi meninggalkan Citra dan Si Cowok
“pembela' yang masih dirundung kekesalan akibat ulah Rika.
>>>>>>>>>>>
Bingung ?
Dibaca lagi aja yukk...
Seorang laki-laki bernama Lintang Timur adalah seorang dosen serabutan
alias honorer di Kampus Ungu. Ia mengajar pelajaran tambahan komputer
secara part time. Pelajaran komputer memang tidak menjadi mata kuliah di
kampus ungu, UTS ataupun UAS juga tidak ada di pelajaran komputer.
Namun, pihak kampus memberikan keleluasaan sebesar-besarnya pada para
mahasiswa dan mahasiswinya untuk belajar komputer meski tak ada satupun
jurusan tentang komputer disana. Perkembangan teknologi yang semakin
maju menuntut setiap manusia di bumi ini untuk mengenal komputer. Oleh
karena itulah, setiap siapa saja di kampus ungu tersebut diperbolehkan
mempelajari komputer dengan terlebih dahulu mendaftar sebagai peserta
pelajaran agar jadwal pembelajaran bisa disusun dengan rapi.
Kembali pada sosok Lintang Timur. Usianya belum tua, baru memasuki usia
26 tahun pada Februari 2012 kemarin. Orangnya smart dan telaten. Meski
demikian, dandanannya tidak lantas kucel dan tidak pula berwajah wajah
kutu buku banget. Ahli komputer ini terlihat sangat fleksibel dan
santai. Wajah yang lumayan membuat cewek terkiwir-kiwir, pakaian yang
selalu terlihat santai namun sopan, dilengkapi dengan potongan rambut
cepak dan sebuah kacamata minus yang nangkring di hidungnya yang mancung
membuat cowok yang satu ini terlihat begitu bersinar di usianya yang
cukup dewasa. Cowok inilah yang telah menjadi 'pembela' Citra.
“Udah...biarin aja...cewek aneh macam itu ga perlu dipikirin...yang
waras yang mengalah ya...” Ucap Lintang pada Citra yang masih saja
memanyunkan bibirnya yang mungil imut hingga tujuh kilometer.
“Nyebelin banget tuh anak...huhh..!” Balas Citra dengan kesal.
“Tenanglah Citra...aku akan selalu menjagamu..” Batin Lintang dengan
memandang lekat-lekat wajah cantik putih yang ada dihadapannya.
Sejak tiga bulan yang lalu saat pertama kali Lintang menginjakkan kaki
di kampus ungu, wajah Citra Ida Harun sudah demikian menyita
perhatiannya. Wajah cantik, kulit putih mulus, hidung mancung, rambut
hitam panjang laksana gadis sunsilk, bentuk dada yang menarik meski
tidak terlalu besar, dan bongkahan buah pantat yang seksi saat sesekali
terlihat waktu Citra memakai celana panjang ketat sungguh benar-benar
membuat Lintang 'kemecer'.
Lain sekali dengan Rika Ratih si tukang onar. Wajah jutek bin ngeselin
selalu berpadu dengan tingkah laku yang cenderung negatif. Selalu saja
ada keributan akibat tingkah laku Rika yang kelewat menyebalkan. Wajah
Rika sebenarnya tak kalah cantik dibanding Citra. Namun sikap dan
kelakuannya selalu saja 'memaksa' berbagai pejantan yang menyukainya
menjadi berpindah haluan dan pergi.
>>>>>>>>>>>>>
Suatu hari di suatu siang. Udara segar menyeruak dan berhembus
menyejukkan. Udara sejuk dan segar tersebut terus berputar-putar di
sekeliling kampus ungu dan siap membius setiap tubuh yang rela
menyumbangkan matanya untuk mengikuti kegiatan mengantuk ber-regu.
Tak terkecuali, kelas pembelajaran komputer yang siang itu sedang
berlangsung dibawah asuhan lintang juga menerima serangan udara sejuk.
Beberapa mata mahasiswa sudah mulai terlihat sayu dan siap terlelap.
JEPRETTT...
“Waduuhh...!!!” Teriak seorang mahasiswi bernama Dina. Awalnya ia sudah
demikian terkantuk-kantuk di kursinya. Namun sebuah karet gelang yang
menumbuk pipinya dengan keras membuatnya menjadi terkaget-kaget setengah
mati.
“Hihihi...rasain lu tukang tidur...!!!” Ucap si pelaku penjepretan karet
dengan pelan karena takut ketahuan Lintang yang sedang berdiri di muka
kelas.
“Heiii...lagi-lagi kamu yah bikin onar...ga bisa diem apa?” Teriak
seorang cewek yang ternyata adalah Citra dengan lantang karena merasa
tidak terima atas perlakuan Rika terhadap Dina, sahabatnya.
“Aduhh Putri udik...ndeso...udah deh...ikut-ikutan nyamber kayak kompor
aja lu ! Kampungan banget !!” Balas Rika dengan lantang pula.
“Apa kamu bilang ???” Citra terpancing dan berdiri karena marah.
“Ehh...apa-apaan ya kalian...ini jam belajar...!!!” Bentak Lintang setelah tahu keributan yang terjadi di kursi belakang.
“Pak Lintang yang terhormat...bagaimanakah menurut anda jika ada
mahasiswi anda yang tidur saat pelajaran anda berlangsung???” Ucap Rika
dengan mencibir.
“Sudah !!!....saya tidak mau tahu siapa yang salah dan siapa yang benar
!! Rika...Kamu saya minta...DIAMM !! buat yang lain...silahkan cuci muka
kalian bila mengantuk dan segera kembali kesini lagi !!” Hardik Lintang
dengan emosi.
Pelajaran kembali berlangsung. Waktu pelajaran yang kurang 30 menit
dirasakan Lintang sungguh begitu lama. Ia sudah tak terkonsentrasi lagi
pada penyampaian materi. Penguasaan emosi bagi seorang Lintang Timur
yang masih muda dalam dunia mengajar sungguh begitu sulit. Perasaan
marah terhadap kelakuan Rika yang tidak menghargai jam pembelajarannya
Lintang dan juga perasaan perhatian terhadap Citra sungguh sangat
mengusik konsentrasi mengajarnya. Untuk menjadi pengajar yang baik
memerlukan jam terbang yang tak sedikit.
>>>>>>>>>>>>>>>
Denting Piano
kala-jemari menari
nada merambat pelan
di kesunyian malam
saat datang rintik hujan
bersama sebuah bayang
yang pernah terlupakan
hati kecil berbisik
untuk kembali padanya
s'ribu kata menggoda
s'ribu sesal di depan mata
seperti menjelma
saat aku tertawa
kala memberimu dosa
ooo...maafkanlah
ooo...maafkanlah
reff: rasa sesal di dasar hati
diam tak mau pergi
haruskah aku lari dari
kenyataan ini
pernah kumencoba tuk sembunyi
namun senyummu
tetap mengikuti*
Alunan lagu Iwan Fals berjudul Denting Piano sayup terdengar dari tape
compo Lintang yangg tergeletak di atas meja belajarnya. Lintang belum
tidur, pikirannya melayang mencari jawaban dan cara merengkuh hati Citra
yang sudah menyesakkan jiwanya. Semakin lama ia berpikir, semakin jauh
khayalannya melayang tak tentu arah. Bahkan hingga ia berandai-andai
jika Citra menjadi istrinya, melahirkan anak-anak mereka, dan setumpuk
khayalan tingkat tinggi yang terus saja membumbung hingga serasa
memenuhi seluruh ruangan kamarnya.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>
“Citra, kubuka seluruh pakaianmu ya...” Ucap Lintang lirih disamping
telinga Citra sehingga terasa sangat menggelikan dan membuat bulu remang
Citra berdiri.
“Lakukan mas...lakukan untukku...semuanya buat kamu mas...ahh” Bisik
Citra dengan lembut diiringi desahan tertahan akibat nafsu yang kian
meninggi.
Dengan lembut, Lintang melepas satu persatu penutup tubuh Citra yang
masih tersisa. Sejurus kemudian telah terlihat tubuh polos Citra tanpa
terbungkus apapun. Wajah Citra yang dihiasi senyuman penuh godaan
membuat mata Lintang seakan melompat. Tubuhnya terlihat begitu indah
menawan. Rambut panjangnya tergerai indah terbelah leher jenjang nan
mulus. Rambut itu terus menjuntai menyusuri tepi kanan dan kiri leher
Citra dan menggantung bebas didepan dada Citra seakan rambut itu
mencumbui dan menikmati sendiri keindahan buad dada mancung dengan
hiasan puting bulat mungil.
Perut rata dan langsing milik seorang pesenam aerobik terpampang di
depan Lintang. Pinggul yang ramping terus beralur menurun dan kemudian
menanjak membentuk belokan curam dan melekuk indah menjadi sepasang buah
pantat yang sungguh membuat jantung berdebar. Tepat dibalik buah pantat
yang menggetarkan jiwa tersebut, bertengger serumpun rerumputan perdu
yang tertata rapi dan menarik. Rerumputan itu terus berjajar kebawah dan
berpisah di sebuah ceruk yang menjorok kedalam. Disamping kanan dan
kiri ceruk itu tersusun manis beberapa bongkahan kecil seperti daging
yang seakan menari-nari dan memanggil Lintang untuk mendekat dan
mendekat.
Lintang sudah tak sabar lagi. Dengan tergesa ia tanggalkan sendiri
pakaian yang menutupi tubuhnya. Kini Lintang dan Citra sudah sama-sama
bugil dan saling berhadapan satu sama lain. Dengan tergesa pula ia
rengkuh tubuh mulus indah dihadapannya. Dikecupnya bibir mungil Citra
dengan penuh nafsu meraja lela. Citra dibuat kelabakan dibuatnya. Nafas
Citra memburu seakan berpacu dengan dengus nafas Lintang yang sekian
waktu terus menghembus menembus kerongkongan Citra. Lidah saling
bertaut, daun bibir saling memagut, kecipak air mulut yang saling
berebut menghisap dan mengulum terdengar bagai irama lagu tanpa nada.
Kedua tangan dalam sokongan dua lengan kekar Lintang yang semula
tergantung bebas kini mulai 'berulah' dibawah perintah sang otak. Kedua
telapaknya menengadah. Kembang kempis kumpulan jemarinya mencari gugusan
gunung mancung yang tidak terlalu besar itu namun sangat menarik dan
indah dipandang mata. Tak lama berselang, kini kedua telapak tangan
berikut kesepuluh jemari Lintang telah asyik bermain dengan dua barang
kenyal yang lembut halus laksana puding yang sangat menggiurkan untuk di
kunyah dan ditelan.
“Uhhhm...” Citra mendesah lirih dalam keadaan menikmati perlakuan manja
pada bibir dan buah dadanya. Lintang semakin giat dan penuh 'kerelaan'
mengumbar hasratnya merengkuh gayung demi gayung mutira kenikmatan
bercinta yang semakin deras tercurah dari liuk tubuh, desahan, dan
pelukan Citra yang semakin lama semakin panas.
Tak tahan merasakan semua rasa yang kian menyesak memenuhi alam
pikirnya, Lintang segera membawa Citra pada sebuah kursi. Didudukkannya
Citra dengan berhadapan di pangkuannya. Dimintanya Citra agak berdiri
sejenak, diarahkannya sang batang Pens kelubang yang sudah siap dam
menganga diatasnya. Suasana hening sejenak. Desahan Citra yang tadinya
menyeruak sesaat sirna. Masing-masing sedaang sibuk saling membantu
terlesakkannya si Pens ke sarang barunya. Setelah berusaha beberapa saat
lamanya, akhirnya dengan sukses si Pens dapat tertelan sepenuhnya ke
Vegs Citra.
“Uhh...hkk” Teriak Citra tercekat dikerongkongan saat merasakan Vegs nya
berhasil menelan penuh batang Pens Lintang. Sesaat mereka terdiam
sejenak meresapi suasana baru dan penuh perkenalan.
Lintang seketika mengangkat buah pantat Citra dan melepaskannya kembali
berulang kali. Otomatis terjadilah peristiwa tusuk tarik yang
menggetarkan jiwa.
“auhh auh..” Citra hanya menjerit tertahan setiap kali batang Lintang
habis ditelan Vegs nya. Citra mendongak-dongakkan kepala semakin
kebelakang setiap kali merasakan kenikmatan. Mendongaknya Citra membuat
buah dadanya semain terlihat membusung menggoda tepat di depan hidung
Lintang. Dengan buas Lintang menyambut buah dada itu dan mengenyotnya
dengan penuh nafsu.
Tangan Citra meremas rambut dikepala Lintang dengan gemas. Ia acak-acak
rambut Lintang sambil terus saja mulutnya mendesis dan merancau tak
jelas. Terkadang terdengar suara Citra seperti menyebut nama Lintang
namun kemudian hilang kembali ditelan raungan nikmat yang terlontar dari
bibirnya yang mungil imut.
“Mass..Lin..tang...auhh sshh” Begitulag suara Citra setiap kali ia
merasakan kenikmatan tak berujung yang terus dan terus saja menderanya
tiada henti. Lintang pun tak tahu apakah Citra sudah mencapai orgasm nya
atau belum. Atau bahkan sudah berulang kali mencapai orgasm, Lintang
juga tak menyadarinya. Mereka berdua merasakan kenimtana yang amat
sangat pada 'perkenalan” perdana ini. Orgasm Citra belum menjadi
perhatian yang serius bagi mereka. Bagi mereka, yang penting mereka
terus saja mereguk dan mereguk apapun kenikmatan yang ada seakan tiada
mau berhenti.
Kelelahan dan cucuran peluh tak menyurutkan nafsu mereka. Gerak tubuh
dan ayunan pinggul seakan kompak seirama demi menggapai puncak yang
sangat tinggi. Semakin di daki, puncak itu semakin meninggi dan terus
meninggi. Seperti puncak yang tiada berujung. Kepuasan yang seakan tak
pernah mau berhenti mencari titik balik.
Tiba-tiba Lintang merasakan kedutan dahsyat yang bergulung kian
mendekat. Semakin Lintang menghindar, gulungan denyut itu semakin
mengejar. Hingga akhirnya Lintang pun menyerah, tenaganya serasa telah
habis untuk terus menghindar. Gulungan denyut itu menggempur tubuh
Lintang dengan keras. Deras semburan terlontar dari sela Pens nya.
Laksana lahar hangat bergulung datang dan meleleh memenuhi lubang Vegs
Citra. Sebagian lagi mengalir di paha Lintang.
Lelehan itu terus saja mengalir membentuk anak sungai di paha Lintang
dan semakin lama terasa seperti celana pendek Lintang basah...
Dan Lintang pun terbangun...
Huffhh...Ternyata yang dialami Lintang hanyalah mimpi. Lintang baru saja
merasakan mimpi basah yang luar biasa. Khayalan dalam mimpi itu timbul
setelah semalaman Lintang melamunkan Citra dengan segala keinginan yang
belum bisa terpenuhi.
>>>>>>>>>>>>>>>>
Hari ini Lintang sudah bertekat untuk memberikan perhatian yang lebih
pada Citra. Langkah kakinya dengan mantap dan yakin menyusuri lorong
kampus ungu menuju lab komputer yang terletak diujung lorong.
“Rika...tahu Citra dimana gak?” Tanya Lintang pada Rika setelah tiba di
tempat yang ia tuju namun tak menemukan sosok seorang Citra disana.
Hanya ada Rika yang sibuk browsing dan membuka sebuah toko online di
internet.
“Tau...!! Pulang kampung ke ndeso kalii...!!” Jawab Rika dengan asal.
“Ih kamu ya...ditanyai juga...huhh..!!!” Balas Lintang dengan cemberut
kemudian segera berlalu keluar untuk melanjutkan mencari Citra.
Langkah yakin Lintang terhenti. Sekitar 10 meter dihadapannya tengah
duduk seorang Citra bersama dengan seorang mahasiswa. Mereka terlihat
begitu akrab. Sendau gurau mereka terdengar sangat asyik dan seru
sekali. Sesekali nampak si cowok mencolek pinggang Citra seperti hendak
menggelitik. Tangan Citra kemudian terlihat membalas perlakuan si cowok
dengan memberikan hadiah cubitan di lengan.
Lintang tertegun. Matanya begitu tajam memandang kedua insan tersebut.
Tatapan mata dingin sedingin es tergambar di balik kelopak mata Lintang.
Hatinya berdesir-desir menyuarakan teriakan kepedihan yang tak cukup
kuat untuk ia lontarkan melalui mulutnya yang masih terlihat terkunci
dengan rapat tanpa mampu berucap. Sekejap pandangan dan rona muka
Lintang berubah menjadi dingin dan datar. Tatapan mata tanpa cinta,
kosong, penuh kebencian...
PRAKKK...BUKK..BUKK!!!
Tiga bogem mentah Lintang melayang tanpa permisi ke rahang dan perut
mahasiswa teman Citra. Setelah pukulan itu berhenti, Citra dan Lintang
menjadi saling pandang. Begitu juga dengan si mahasiswa korban Lintang,
ia memandang heran ke arah Lintang kemudian berganti memandang Citra
dengan penuh tanda tanya. Lintang sendiri bingung dengan keadaan
dirinya, dengan apa yang sudah dilakukannya, dan dengan kekalutannya. Ia
seperti sedang bermimpi, namun semua ini nyata adanya. Dan sekarang,
seorang korban telah berdiri tegak di depan Lintang untuk bersiap
menuntut balas.
“Apa-apaan sih lu Pak? Main pukul aja tanpa alasan !!!” Bentak si
mahasiswa bernama Sonny dengan berang sekaligus tengsin karena beberapa
mahasiswa lain memperhatikan kejadian itu dari jauh.
Lintang hanya terdiam tanpa ada sepatah katapun terucap. Lidahnya
seperti kelu, mulutnya terkunci. Hanya binar matanya yang masih
menyiratkan sebuah amarah yang terbelenggu dalam ruang hampa dan
terletak nun jauh di kotak berkelambu dalam dada Lintang, sebuah kotak
tempat berkeluhnya. Sebuah kotak berkelambu yang disebut dengan
sebongkah daging bernama hati.
“Hei...!!! ngomong....!!!” Bentak Sonny lagi dengan gusar dan penuh kekecewaan.
“Mas Lintang...ada apa mas??? kenapa mas???” Imbuh Citra dengan lembut
namun sungguh menggetarkan hati sanubari Lintang yang dikala itu sedang
kelam. Sekelam awan yang berarak mendung diatas sana.
Hati Lintang kembali pilu tatkala suara Citra kembali menyeruak dan
mengalir di lubang telinganya. Menghempas keras menumbuk gendang
telinganya. Lalu kemudian merasuk jauh...jauh hingga dasar samudera hati
yang gelap tanpa cahaya.
“Pak...maunya apa? Hahh!!!” PRAKKK !!!!, satu hadiah bogem mentah Sonny
mengarah tepat di tulang hidung Lintang akibat kegusaran Sonny yang
sudah di ubun-ubun. Lintang terdorong tiga langkah kebelakang. Darah
segar mengalir pelan menyusuri lubang hidungnya dan menjalar pelan
hingga menyentuh bibir atas Lintang.
Citra terpekik. Ia begitu kaget dengan kejadian mendadak tersebut. Tanpa
ada alasan dan juga tanpa ada ucapan sepatah katapun dari Lintang,
namun begitu membuat takut Citra yang berhati lembut. Seketika Citra
menangis demi menghadapi pertengkaran tanpa nama tersebut. Sonny hanya
terdiam ditempatnya berdiri tanpa mengucapkan kata apa-apa. Terlintas
dari sorot matanya menyiratkan kepuasan karena telah melakukan
pembalasan atas perbuatan 'gila' Lintang.
“Sudah...!!!!...hikk..hiiiik” Citra berteriak dan menangis.
Dengan tatapan kosong, Lintang berusaha memperbaiki posisinya berdiri.
Sedetik kemudian terlihat ia berjalan menjauh dan pergi tanpa
mengucapkan apapun. Citra dan Sonny saling berpandangan penuh tanda
tanya. Sepasang mata dibalik gedung kampus memandang dengan iba pada
kejadian itu.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Satu minggu setelah kejadian. Jam pembelajaran komputer kembali
berjalan. Hingga hari itu, tak ada satupun obrolan antara Lintang dan
Citra. Meski Citra berusaha mendekat dan mengajak berbicara Lintang,
tetap tak ada tanggapan. Tetap saja mata Lintang kini telah berubah.
Tatapan mata tanpa cinta, kosong, penuh kebencian...
Dalam hati Citra bertanya-tanya, apakah ada kesalahan Citra yang begitu
membuat Lintang gelap mata?. Namun Citra seperti tak menemukan titik
terang. Citra dibuat bingung sendiri oleh tingkah aneh Lintang.
Hari itu Lintang pulang dengan wajah kuyu dan lesu. Tak ada gairah dan
api semangat di matanya. Semuanya terlihat hampa. Setelah menyalakan
mobil Katana kesayangannya, Lintang segera meluncur meninggalkan kampus
ungu. Tiba di kosannya, Lintang lantas menjatuhkan tubuhnya di atas
kasur tanpa melepas sepatu maupun berganti pakaian. Tak terasa
airmatanya mengalir. Bukan airmata cengeng, melainkan airmata duka yang
begitu dalam dan berat tak terhingga.
….......................
Apa dan apa...
Pikiran dan hatiku berkutat pada kata 'apa',
Apa yang kujalani?
Apa yang kurindui?
Apa dan apa ku tak tahu lagi.
Gelisah menggelepar di sisi tiang pancang gantungan,
Rinduku meradang,
kisahku malang,
binarku gersang.
Bisik nuraniku sudah tak bekerja lagi,
Teriakan hatiku telah mati,
jiwa bengisku lahir kini,
mengikis perih menjadi pilu,
menghunus kasih menjadi sendu,
Jiwaku kosong,
Berjalang sempoyong,
memapah keranda cinta,
mengubur rasa...
….................................................
Bunyi tuts keypad HP Lintang bersahutan, berbait-bait puisi luka ia
torehkan di notepad HP nya. Kepedihan yang dirasakannya seperti telah
menguap dan pergi seiring dengan tertulisnya bait demi bait puisi
curahan jerit hati. Lama matanya nanar memandang kesekeliling ruangan
kamarnya tanpa ada gairah. Perut lapar yang sedari pagi belum terisi tak
diacuhkan pula oleh Lintang. Nyala api jiwanya seperti telah padam,
sirna, dan tenggelam di dasar laut terdalam yang gelap, kelam, dan
nista.
TOKK..TOK.TOOKK !!!
Suara Pintu kamar Lintang diketuk seseorang dari luar sana. Lintang berdiri, dengan langkah gontai ia putar gagang pintu.
“Mas Lintang...mas....perbolehkan aku masuk..!!!” Suara lembut seorang
cewek yang pernah menggetarkan jiwa Lintang tiba-tiba menyeruak di
ruangan kamar Lintang. Citra telah berdiri dengan cemas dihadapan
Lintang, di ambang pintu kamar Lintang.
Lintang hanya berdiri tanpa suara. Langkahnya berputar dan kembali ia
menuju tempat tidur tanpa memperdulikan kehadiran Citra. Citra segera
menyusul Lintang dan menutup pintu kamar Lintang. Sesaat kemudian
terlihat Citra duduk di tempat tidur, sekitar satu meter disamping
Lintang yang juga duduk dengan tertunduk. Mata Lintang masih kosong
menatap silang silih garis ubin yang sedari dulu memang sudah bergaris
seperti itu.
“Mas...mas...Mas Lintang ada apa sih...??? cerita ke Citra dong..!!”
Ucap Citra membuka pembicaraan. Namun Lintang tetap saja diam, diam dan
diam tanpa suara.
“Mas...ngomongg dong !!!”
“Mas...!!!”
“Uhh Mas Lintang kok gitu sih...”
“Citra sudah capek-capek naik taksi ngejar mobil mas sampai kesini...eh disuguhin sama DIEM doang !!”
“Ayo dong mas...”
“Mas...Mas Lintangg !!!”
“Ma........”
Suara Citra yang terakhir tak berlanjut karena dengan cepat tiba-tiba
Lintang merengkuh tubuh Citra dan dengan kasar memaksa Citra untuk rebah
di tempat tidur. Citra panik, namun keadaan telah membelenggu Citra
dengan ketidak berdayaan. Dengan mudah Lintang merebahkan Citra dan
sekejab kemudian Lintang telah berada di atas tubuh Citra.
Citra terus saja meronta dan mencoba melepaskan diri dari terkaman
Lintang namun semakin ia meronta, semakin erat pula himpitan yang
diberikan Lintang. Dengan kasar, Lintang memaksa mencium bibir Citra.
Citra tak bergeming, mulutnya terkatup rapat. Namun tangan kiri Lintang
beranjak membantu dan memaksa menekan rahang Citra untuk membuka.
Akhirnya dengan kaku Lintang berhasil mengulum dan melumat wanita cantik
yang sedang ada dalam kekuasaannya.
“Ehmm Mas...jangan...!!!” Citra berteriak demikian panik diantara
ronjokan lidah Lintang yang berusaha terus menyodok relung bibir Citra.
Citra semakin gelagapan dan hilang nafas akibat perbuatan paksa Lintang.
“Ufhh...jang...ngan..” Terus saja Citra meminta Lintang untuk menghentikan aksi gilanya. Namun Lintang seperti sudah gelap mata.
Pada satu kesempatan, kaki Citra berhasil menekan mundur perut Lintang
yang sedang menindihnya. Kesempatan itu dimanfaatkan Citra untuk segera
bangun dan beringsut menghindar. Tapi kekuatan Lintang lebih cepat,
kembali ia menindih dan menghimpit sehingga Citra yang sudah hampir
bangun menjadi terhempas kembali ke tempat tidur dengan keras.
“Aduuhh Mas kok begini sih hiikks hikk” Citra mengaduh kesakitan saat
kepalanya berasa seperti terpelanting ke kasur. Tangisan mulai terdengar
lirih di sela bibir Citra yang mungil.
Dengan kasar Lintang memaksa membuka kaos yang dipakai Citra. Tak
berhenti di situ saja, celana jeans yang melekat seksi di kaki jenjang
Citra ditarik paksa oleh Lintang agar terlepas. Kini Citra hanya
terlihat mengenakan Bra dan CD yang sangat minim dan tak cukup sempurna
menutupi bagian-bagian menarik di tubuh indah Citra.
Buah dada yang mancung terbungkus Bra warna coklat tua sungguh terlihat
menggemaskan dan pantang untuk tidak dicoba kekenyalannya. CD mini
berwarna putih dibagian bawah tubuh Citra yang membungkus ketat bagian
Vegs intimnya terlihat sangat kurang bisa menutupi bagian mahkota
kewanitaan Citra. Beberapa bulu pubis tipis menyembul nakal di sisi
samping kanan dan kiri CD nya. Tubuh yang putih dan bulatan buah pantat
yang menggoda menambah keindahan tubuh semi bugil Citra.
Citra berusaha menutup kedua pakaian terakhirnya dengan tangan dan
lengan. Namun tentu saja tak membuahkan hasil, bahkan hanya membuat
Lintang semakin kalap karena ketidak patuhan Citra padanya.
“Jangan mas...jangan diteruskan...ampuunnn !!! hikkss huaaa” Citra
berteriak dan menangis memohon agar Lintang melepaskannya. Lintang hanya
menoleh sesaat dan kemudian kembali melanjutkan serangan demi serangan
brutalnya.
Tak bertahan lama, akhirnya terlepaslah penutup buah dada Citra dengan
satu tarikan pada kaitan bra Citra yang terletak di depan dadanya.
Dengan satu tarikan panjang pula Lintang mampu menarik paksa CD Citra
hingga terbetot lepas dengan cepat dan tanpa sopan dari kaki Citra yang
mulus.
Demi melihat tubuh molek Citra, Lintang bergidik menggila. Dengan posisi
masih menindih tubuh Citra, Lintang melepaskan satu persatu pakaiannya
sendiri. Sekejab Lintang telah bugil dengan sempurna. Batang Pens nya
yang sudah berdiri mengeras terihat berkilat bagian kepalanya akibat
lelehan pelumas yang sepertinya sudah beberapa kali mengucur keluar
karena begitu tergiurnya mata Lintang pada lekuk indah dan seksi dari
tubuh Citra.
Posisi Lintang yang sedikit condong kedepan dalam menghimpit tubuh Citra
membuat Pens Lintang menekan bagian perut Citra. Citra begitu terkaget
dibuatnya. Ia sangat kalut. Ia tak tahu lagi apakah yang akan
dilakukannya setelah ini. Apakah ia harus terus meronta tanpa daya?.
Ataukah ia pasrah saja menerima ini semua?, toh ini juga permainan
nikmat yang disukai orang dewasa manapun. Dan lagi Citra juga sudah
tidak perawan lagi akibat persetubuhannya dengan mantan pacar kala SMA
dahulu. Pikiran Citra terus berkecamuk antara berlaku menolak perbuatan
Lintang dan menerima kenikmatan yang diberikan Lintang. Pikiran Citra
sudah demikian kusut untuk bisa menentukan pilihan. Ia hanya bisa
terombang-ambing terhempas dalam ketidak kuasaan diri.
Lintang dengan kasar dan keras meremas bagian buah dada Citra. Citra
hanya mengaduh menerima perlakuan kasar Lintang. Perlakuan yang sama
sekali jauh dari kata lembut, mesra, dan geli. Semuanya begitu terasa
menyiksa bagi Citra. Meski dari dalam lubuk hatinya terasa sebuah
getaran aneh yang seakan meluluskan setiap tindakan kasar Lintang
kepadanya. Ia merasakan sebuah sensasi langka, unik, berdesir, namun
juga menyakitkan.
Lintang sudah seperti harimau lapar yang siap menerkam mangsanya yang
tak berdaya. Ia telah lupa pada cita-cita dan lamunannya untuk
memperistri dan menggauli Citra dengan lembut. Angan-angan untuk
memiliki rumah tangga dan anak bersama Citra seperti telah ditelan
gulungan ombak keruh dan sirna tanpa bekas.
“Jangannnn !!!” Citra meronta tiada henti meski upaya apapun tak akan
membantunya terselamatkan dari terkaman harimau bernama Lintang Timur.
Meski Citra kini telah 'sedikit' terbiasa dan 'sedikit' pula menikmati
perlakuan aneh Lintang kepadanya, namun akal sehat Citra lebih berkuasa
menumbuhkan hasrat untuk membela harkatnya sebagai wanita. Ia juga
sangat tidak menginginkan Lintang berubah seperti ini. Lintang yang
sekarang bukan seperti Lintang smart dan lembut yang dikenal Citra.
Lintang yang sekarang adalah Lintang yang seperti kerasukan Jin harimau
dari gunung merapi yang dijaga mak lampir. Begitu gahar, beringas, dan
tak mengenal kebaikan sedikitpun.
Perlahan terlihat Lintang beringsut maju. Nampak Lintang menyodorkan
batang Pens nya ke arah mulut Citra seakan sedang menyuapi seorang bayi
dengan sebuah pisang raja yang besar mengenyangkan. Citra mendelik super
kaget dibuatnya. Namun sisa-sisa kesadarannya mampu menumbuk otak dan
pemikirannya untuk melakukan sebuah rencana jitu demi untuk melumpuhkan
kebuasan sang harimau dari merapi.
Dengan patuh Citra membuka mulutnya seakan siap sedia menerima
persetubuhan antara batang Pens Lintang dan rongga mulutnya. Perlahan
namun pasti batang Pens Lintang yang kekar berurat menerobos menyusuri
milimeter demi milimeter rongga mulut Citra. Nafas Citra tertahan,
jantungnya berdegup dengan kencang. Perasaan takutnya demikian besar
meyeruak dan berulang kali seperti sedang menekan-nekan tombol sirine
tanda bahaya. Namun hati Citra berusaha sekuat mungkin untuk tidak
goyah. Dengan berani dan penuh semangat ia terima ronjokan batang Pens
Lintang.
Satu...Dua...Tiga tusukan Pens ke mulut Citra berhasil berjalan dengan
mulus dibalik empotan bibir dan lidah Citra. Jujur sebenarnya Citra
mulai menyukai tugas barunya itu. Namun Rencana besar tengah ia siapkan
demi untuk menyadarkan seorang Lintang. Rencana apaan sih ???.
Masuk pada tusukan ke 4, Dengan cepat Citra MENGGIGIT sekuat-kuatnya
batang nikmat Lintang. Meski diakui Citra tak menggigit terlalu keras
seperti hendak memutuskan batang tersebut. Namun tindakan cepat dan
meyakitkan itu sontak membuat Lintang kaget dan menjerit bukan kepalang.
“Addduhhh !!!!” Lintang melengking dengan keras dan kencang merasakan
siksaan pada bagian tengah batang jantannya. Ini adalah ucapan pertama
yang keluar dari mulut Lintang terhadap Citra setelah terakhir Citra
ngobrol dengan Lintang sekitar seminggu yang lalu sebelum terjadi
peristiwa pemukulan itu.
Seketika terlihat Lintang melompat turun dari tempat tidur dan beringsut
ke pojok kamar. Sejurus kemudian terlihat ia berjongkok dan memegangi
batangnya yang dirasa sangat sakit. Awalnya Citra merasakan takut yang
luar biasa, ia takut jika Lintang semakin marah dan tak terkontrol yang
kemudian berlaku sadis kepadanya akibat perlakuan 'menggigit' Citra.
Suasana menjadi hening seketika. Sesekali hanya terdengar suara lirih
Lintang yang mengaduh menahan rasa sakit yang sepertinya belum juga
hilang.
“Mas...sadarlah mass...Mas Lintanggg !!!” Citra berteriak galau kepada Lintang dengan mengerahkan sisa-sisa keberaniannya.
Lintang mengangkat mukanya dengan lemah. Ia pandang wajah Citra
lekat-lekat. Citra diam menunggu reaksi yang dilakukan Lintang. Beberapa
detik kemudian, Lintang terlihat tersedu. Bukan karena rasa sakit amat
sangat yang menderanya, namun lebih pada bentuk bukti penyesalan yang
dalam karena perbuatan bejatnya. Isak tangisnya begitu membuat hati
Citra teriris. Isak tangis penuh kepiluan dan kedukaan yang sangat
mendalam.
“Kenapa mas berlaku seperti ini mas??...Kenapa???” Sambung Citra mengisi diam diantara mereka.
Suasana kembali hening kembali tanpa ada ucapan jawaban dari Lintang.
Senyap, hanya terdengar dengus dan isak Lintang yang seperti ditahannya.
Suara kipas angin yang terus berputar dan telah menjadi saksi bisu
kejadian itu mengiringi isak Lintang.
Semuanya diam dan saling menunggu. Lintang masih berjongkok di sudut
ruangan. Citra juga masih terpekur membisu di atas ranjang Lintang. Ia
telah lupa bahwa ia masih dalam keadaan bugil. Namun gejolak perubahan
Lintang yang di inginkan Citra mengalahkan rasa malu akan ketelanjangan
Citra.
“Aku....aa..aku...Cinta sama kamu...!!!” Ucapan Lintang terbata memecahkan keheningan dan mengagetkan Citra.
“Aku cemburu dengan....Sonny yang kupukul itu...Maaf...!!!” Lanjut
Lintang lagi dan semakin membuat kaget Citra yang menampakkan wajah
heran plus bingung tujuh turunan.
Seorang lelaki yang sedang dirundung cinta kadangkala berubah menjadi
irasional dan lebih meningkat sensitifitas dalam jiwanya. Kadangkala
sensitifitas itu akan semakin berlipat ganda jika dilumuri oleh duka dan
sakit hati yang mendalam. Tak terkecuali pada apa yang telah dirasakan
Lintang. Bukan ia gila, bukan pula ia posesif atau pencemburu akut, tapi
ini adalah murni bersitan reflek jiwa yang terkadang hadir membawa
kalut tak berujung tanpa bisa menemukan jalan keluar bagi masalah yang
dihadapinya. Ini bisa saja terjadi pada siapapun meski dalam kadar dan
prosentase sensitifitas yang berbeda-beda.
Intermezo :
[ Nona-nona, mbak-mbak, ibu-ibu, dan semua
perempuan di negeri ini...jika (weleh2 jangan sampai !) misalnya
terpaksa telah terjadi pemerkosaan terhadap diri anda, silahkan dicoba
trik Citra diatas. Dijamin tokcer kwadrat ampuhnya. …silahkan bagikan
trik ini kepada siapapun kerabat dan kenalan anda yang cewek demi
menyelamatkan harkat dan martabat perempuan di negeri tercinta kita.
Intermezo ini hanya sekedar saran belaka tanpa ada unsur paksaan
sedikitpun.]
“Citra, Lihatlah aku disini...melawan getirnya takdirku
sendiri...tanpamu...aku lemah dan tiada berarti...!!!” Lanjut Lintang
dengan menirukan potongan syair lagu Naff yang sangat dalam dan
menyentuh.
“Mas Lintang...dengerin aku mas...tatap mataku !! aku tak ada hubungan
cinta dengan Sonny, malahan dia itu adalah anak tanteku
mas...tapi....sebenarnya jujur...aku sudah punya tunangan di kotaku sana
yang kata Rika disebut ndeso atau udik itu !!....sebentar mas jangan
kaget dulu....sebenarnya aku juga menaruh simpatik pada sosok mas
Lintang...terus terang aku ga bisa menjanjikan ikatan hubungan apa-apa
sama mas untuk saat ini, Meski begitu...aku mau kok mas jalan bareng
sama mas di sini !!...toh tunanganku juga jauh disana...tapi sekali lagi
plisss...jangan menganggap aku memanfaatkan mas atau menduakan
mas...aku hanya ingin murni bisa menjalani kisah bersama mas meski tanpa
ikatan...roda itu bulat dan bisa berputar mas...mas mau kan???” Ungkap
Citra dengan gamblang tanpa tedeng aling-aling.
Lintang hanya diam dan memandang wajah cantik Citra lekat-lekat. Tak ada
lagi ucapan yang keluar dari bibirnya. Anggukan kepalanya mewakili
semua perkataan yang tak mampu lagi terlontar dari bibirnya. Matanya
masih berkaca-kaca. Kisah cintanya telah menemukan labuhan meski tak
sepenuhnya memuaskan kejiwaannya. Namun yang pasti, hal itu sedikit
banyak telah menyelamatkan keterpurukan dan kekelaman hati Lintang yang
awalnya sudah tak berpayungkan keteduhan.
Perlahan Citra bangkit, ia kenakan kembali pakaiannya. Tak lupa,
onggokan pakaian Lintang yang tergeletak di lantai ia angsurkan ke arah
Lintang untuk juga dikenakan. Beberapa saat mereka sibuk dengan
kegiatannya masing-masing dalam berbenah pakaian. Kesakitan yang
diderita Lintang sepertinya telah berangsur-angsur membaik. Untunglah
tak ada luka disana. Sekilas Citra melihat guratan bekas giginya
membentuk alur cekung di pertengahan batang Pens Lintang.
Citra beringsut maju ke arah Lintang. Dengan penuh perasaan ia rengkuh
tubuh kekar dihadapannya. Mereka saling berpelukan hangat. Isak tangis
Citra kembali berderai membunuh keheningan di ruangan kamar Lintang.
Sedangkan Lintang, ia masih sulit berkata-kata. Kenyataan yang baru saja
ia dapatkan dan ia hadapi begitu cepat melintas dan membuatnya begitu
shock. Namun keadaan Lintang sudah jauh lebih baik sekarang. Ketenangan
wajah Lintang yang seminggu ini telah hilang, kini telah kembali. Senyum
tipis menghiasi bibirnya meski guratan keletihan dan kesedihan masih
belum sepenuhnya sirna dari keningnya. Berkali-kali ia lepas dan pakai
kembali kacamata minusnya hanya untuk menyeka lelehan airmata yang sudah
hampir surut.
“Terimakasih banyak Citra...aku tak tahu lagi harus ngomong
apa...setelah ini tolong kamu pulang dulu ya...aku butuh waktu sebentar
untuk sendiri !!!” Ucap Lintang dengan pelan.
Citra Memeluk Lintang dengan erat. Sebentar kemudian ia kecup pipi
lelaki gagah itu dengan cepat dan kemudian beranjak pergi meninggalkan
kamar Lintang dengan sebelumnya melambaikan tangan halusnya kearah
Lintang. Tubuh indah Citra hilang dibalik pintu kamar Lintang diiringi
tatapan mata Lintang yang terus mengikuti langkah Citra.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
….........................................
Waktu terus berlalu
Tanpa kusadari yang ada hanya aku dan kenangan
Masih teringat jelas
Senyum terakhir yang kau beri untukku
Tak pernah ku mencoba
Dan tak ingin ku mengisi hati ku dengan cinta yang lain
Kan kubiarkan ruang hampa didalam hidupku
Bila aku harus mencintai dan berbagi hati itu hanya denganmu,
Namun bila kuharus tanpamu,
Akan tetap kuarungi hidup tanpa bercinta
Hanya dirimu yang pernah tenangkanku
Dalam pelukmu saat ku menangis
…........................................
Lintang menyalakan tape componya dan memutar sebuah lagu berjudul :
Rahasia Hati yang dipopulerkan oleh grup band Element. Bait demi bait
syair pada lagu itu ia resapi dalam keheningan jiwa. Sayup laksana
burung-burung mulai bernyanyi kembali dalam lubuk hati Lintang yang
gersang dan kosong. Dedaunan hijau yang rindang mulai kembali bersemi di
pematang jiwanya. Angin sepoi sejuk membelah puing-puing keretakan jiwa
dan mengeras disana membentuk tebing dinding kelambu jiwa baru yang
bersih dan bercahaya.
TOKK TOKK TOK !!!
Pintu kamar Lintang kembali terdengar diketuk dari luar. Dengan berat hati kembali Lintang berjalan menuju pintu.
“Aden....!!!” Seorang kakek-kakek sekitar berumur 73,5 tahun muncul diambang pintu kamar Lintang.
“Oh kakek...silahkan kek masuk...maaf berantakan...” Ucap Lintang begitu
tahu siapa yang menjadi tamunya kali itu. Sang kakek adalah induk
semang atau istilah lainnya adalah bapak kos Lintang. Bapak tua itu
adalah pemilik tunggal rumah kos Lintang. Ketiga anaknya telah
berkeluarga dan tinggal diluar kota. Hari-hari sang kakek hanya di isi
dengan kesibukan mengurus kosan miliknya.
“Aden...tadi saya lihat teman cewekmu itu kok pulang sambil
menangis...ada apa aden ??? cerita sama kakek saja....kamu sudah kakek
anggap seperti cucu kakek sendiri !!!” Lanjut sang kakek bernama Kakek
Seno itu setelah duduk di kursi yang berada di depan meja belajar
Lintang.
“Hehehe...iya kek...Lintang sedang menghadapi masalah
percintaan...biasalah kek...sedang sibuk-sibuknya mencari pendamping
hidup...” Jawab Lintang dengan senyum ramahnya.
“Ceritanya begini kek....Lintang jatuh cinta pada salah satu mahasiswi
di Kampus tempat Lintang bekerja part time.....” Lanjut Lintang namun
segera dipotong oleh sang kakek dengan tiba-tiba.
“Sik...sik..sik....prat apa itu tadi...prat tem kuwi opooo???...itu apa
den...??? kakek orang kuno...jangan diajak bicara pakai bahasa planet
macam itu tohh!!!” Cerocos kakek Seno dengan menggaruk-garuk kepala.
“Hehe...iya kek maaf...jadi begini kek...Lintang jatuh cinta sama
seorang mahasiswi di kampus tempat Lintang bekerja sambilan....Nah cewek
itu ternyata sudah memiliki tunangan kek...tapi dia sebenarnya juga
menaruh simpatik ke saya...jadi akhirnya tadi kita sepakat untuk...ya
katakanlah pacaran...meski tanpa ada simbol ikatan cinta....bisa
dibilang kalau si cewek yang Lintang taksir ini mendua bersama Lintang
kek...!!...terus terang lintang cemburu dan iri bila melihat cewek yang
Lintang cintai dekat atau bahkan milik orang lain kek...ya...namanya
cinta buta kek...!!!” Ungkap Lintang dengan runtut dan tanpa menggunakan
istilah kebarat-baratan lagi.
“Oalah begitu...!! Aden, coba dengarkan cerita kakek tentang kisah cinta
dalam pewayangan ini.....Kamu tahu Arjuna kan den??? Dia memang
ganteng, gagah, ehhhmm...istilah anak jaman sekarang itu keren dan
fangki lah.....tapi kelemahan seorang Arjuna adalah memiliki sifat iri.
Pada suatu cerita, dikisahkan bahwa Arjuna iri terhadap kemampuan
memanah Ekalaya. Bahkan juga iri terhadap Ekalaya yang beristri cantik
jelita dan setia bernama Dewi Anggraeni. Namun keiriannya ini berakibat
fatal den...Ibu jari Ekalaya menjadi putus dan tak bisa digunakan untuk
memanah lagi gara-gara pertikaian dengan Arjuna....Selain itu, Arjuna
juga dikenal sebagai lelaki Thukmis...tahu apa itu thukmis???....bukan
gethuk manis lho ya...!!! Thukmis itu sifat suka lirak-lirik dan
PDKT....setiap melihat ada cewek cling sedikit langsung saja
disambar...Sok ganteng...sok gagah....!!!. Jadi den, pesan
kakek....janganlah kamu tiru tabiat buruk Arjuna...bolehlah kamu sama
nggantengnya seperti Arjuna...tapi biarkanlah kekasih barumu itu dekat
sama lelaki mana saja termasuk dengan tunangannya...jangan kau iri
melihatnya....wanita sejagad erat ini masih buanyuak denn !!!....Mau
model apa saja aden bisa pilih sesuka hati...belajarlah untuk memiliki
jiwa besar!!” Kakek Seno berpetuah dengan bijak. Suaranya terdengar
telah renta, namun tarikan nafas dan tekanan suara yang berat sungguh
membuat Lintang tertunduk seperti kerbau ditusuk hidungnya.
Lintang sadar. Semua yang telah dilakukannya semata hanyalah ulah nurani
dan pikiran Lintang yang terkungkung dalam sebuah kerajaan Egosentris.
Tak memiliki empati, simpati, atau juga tepo sliro. Lintang hanya
mengejar keinginannya tanpa memperdulikan perasaan orang lain. Baginya,
apapun yang ia inginkan harus ia dapatkan. Sifat iri dan cemburu yang
mengharu biru telah membutakan mata hati dan jiwa Lintang. Namun dalam
hati Lintang masih cukup berat untuk meninggalkan Citra. Baru saja ia
hendak merangkai kisah indah bersama Citra. Apakah harus ia gugurkan
niatan itu?.
“Terimakasih kek....Lintang menjadi paham...” Sambut Lintang setelah kakek Seno mengakhiri ceritanya.
“Tapi....saya belum siap untuk meninggalkan Citra kek...saya akan tetap
menjalani ini sambil terus berpikir untuk menemukan jalan keluar yang
tercipta dari alam pikir dan jiwa saya sendiri...bukan karena dorongan
dari orang lain...!!!” Lanjut Lintang namun hanya membatin dalam hati
tanpa mengucapkannya secara verbal kepada kakek Seno.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Satu bulan telah berlalu. Kedekatan antara Lintang dan Citra tetap
terjalin hangat-hangat kuku. Keceriaan Lintang telah kembali pulih
seperti sedia kala. Tak ada lagi noda derita yang mengotori lubuk
hatinya. Bunga-bunga dimana -mana...
Siang hari ketika pembelajaran komputer telah selesai, Lintang segera
melakukan kontrol pada setiap komputer. Setelah dirasa semuanya beres,
Lintang segera men-shut down setiap komputer dan bersiap untuk segera
pulang. Suasana sudah lengang saat Lintang melangkahkan kaki menuju
tempat parkir mobilnya. Saat melewati ruang klinik kesehatan sempat ia
sapa nona Sonya si penjaga gawang klinik. Nampak ia sedang sendirian
mengisi shift dua siang itu. Lambaian tangan dan senyum manis nona Sonya
mengiringi langkah ringan Lintang yang terus berlalu menuju mobilnya.
Sebagian besar mahasiswa telah pulang. Di kejauhan hanya terlihat
kelompok Mapala (Mahasiswa pecinta alam) yang sedang asyik berlatih
panjat tebing dan bermain flying fox.
Tiba disamping pintu mobil, Lintang dikejutkan dengan tarikan sebuah
tangan kekar di bahu kanannya. Saat Lintang berbalik, terlihat empat
orang berbadan gelap kekar dan berpakaian lusuh berdiri bengis memandang
Lintang dengan jarak tak kurang dari dua meter.
“Ada apa ya mas???” tanya Lintang sopan pada ke empat pria sangar
tersebut. Seorang sangar terlihat tengah memukul-mukulkan sebilah kayu
berukuran sedang ke telapak tangannya yang lain. Satu orang lainnya
sibuk memutar-mutar sebuah rantai besar seukuran ikat pinggang.
Tanpa mengucapkan satu katapun, ke empat pria aneh tersebut menghambur
ke arah Lintang dengan ganas. Demi melihat gelagat kurang baik, Lintang
segera memasang kuda-kuda. Salah satu dari ke empat pria tersebut
melesakkan satu pukulan keras ke arah rahang Lintang, dengan gesit
Lintang menghindar dan beringsut kesamping kanan. Disamping kanannya
telah menunggu satu orang lagi yang dengan cepat menyabetkan kayu yang
dipegangnya ke arah Lintang. Dengan gerakan martial art yang pernah ia
pelajari sejak SD hingga SMP, Lintang sekali lagi menghindar. Satu
hentakan kakinya segera melayang mematahkan serangan kibas kayu. Kayu
tersebut pun terpelanting ke tanah dengan keras. Tanpa membuang waktu,
Lintang secepat kilat menendang jauh kayu tersebut. Namun malang bagi
Lintang, meski ia cukup berpengalaman dan berbakat dalam kemampuan
beladiri, tetap saja ia bukanlah Iko Uwais sang maestro martial art atau
di Indonesia di sebut dengan silat. Saat Lintang sibuk mengurus
kegiatan si tukang kayu, dari arah belakangnya terlontar sebuah pukulan
rantai yang secara telak menghantam pelipisnya hingga lebam dan memar.
Lintang tersungkur, sekonyong-konyong ke empat pria tak
berprikemanusiaan itu mengerubuti Lintang dan menghujamkan belasan
tendangan ke sekujur badan Lintang. Na'as dialami Lintang, sebuah sepatu
bertepian tajam milik salah satu pria biadab itu menggores lengan dan
pahanya. Darah bercucuran membasahi baju dan celana Lintang.
“Heiii...apa yang kalian lakukan ???!!! Saya panggilkan security kalian
!!!” Sebuah suara cewek yang lembut terlontar dari kejauhan. Nampak nona
Sonya berlari-lari kecil kearah Lintang. Sontak pria-pria jahanam
tersebut bubar dan lari tak tentu arah. Lintang hanya bisa meringis
dalam posisi masih tersungkur di atas tanah. Sekelebat terlihat wajah
Sonny di ujung tempat parkir tersenyum sinis dan mengisyaratkan jari
tengahnya ke arah Lintang sebelum kemudian pergi menghilang dibalik
rerimbunan gedung kampus ungu yang menjulang dan saling berhimpit satu
sama lain.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
---- I ----
“Aduh non...pelann...sakitt...!!!” Teriak tertahan Lintang saat nona
Sonya menyeka bekas luka di lengan dan paha Lintang dengan menggunakan
Revanol. Lintang telah dituntun nona Sonya ke klinik untuk mendapatkan
pertolongan pertama setelah mengalami luka-luka dan memar akibat
perkelahian dengan gank lusuh yang ditengarai Lintang adalah gerombolan
suruhan dari Sonny yang bisa jadi masih sakit hati.
“Tahan dikit dong...cowok harus kuat !!!” Bentak nona Sonya sambil
melangkah membelakangi tempat duduk Lintang menuju sebuah lemari obat.
Lenggak-lenggok buah pantat Sonya yang sedang berjalan tertangkap kamera
pengintai Lintang. Memang sungguh molek dan seksi wanita yang satu ini.
Usianya sekitar 27 tahun, sedikit lebih tua dari Lintang. Namun Sonya
masih lajang. Orangnya putih dan cantik, rambutnya bergelombang sebahu.
Begitu putihnya wajah Sonya mengingatkan Lintang pada wajah seorang
penyanyi korea terkenal di televisi.
“Lintang...rebahan sana di kasur periksa...agak susah nih bersihkan luka
kamu di bagian paha jika dalam posisi duduk !!” Teriak Sonya dari depan
lemari obat.
Lintang menurut saja dan segera beranjak dengan tertatih menuju tempat
tidur pasien yang terletak di dalam ruangan sebelah. Pikirannya melayang
memikirkan Sonny. Memang tak salah jika Sonny marah kepadanya. Lintang
sudah menghajar Sonny dengan seenak udelnya kala itu. Dan kini adalah
masa bagi Lintang untuk menerima kiriman balik dari Sonny. Lintang
berusaha untuk lapang dada atas apa yang dialaminya siang itu.
---- II ----
Sonya telah selesai merawat dan membalutkan kain kasa di lengan dan paha
Lintang. Namun entah mengapa Sonya masih terlihat berdiri di samping
pembaringan Lintang. Sonya hanya diam, hanya matanya yang terlihat
menjalar nakal menyusuri tubuh tegap Lintang. Tak henti-hentinya Sonya
melemparkan senyuman kepada Lintang.
“Lintang....kamu ada masalah apa sih dengan preman-preman itu?? aku jadi
ikutan khawatir lho..!!!” Ucap Sonya sambil melirik kearah wajah
Lintang yang masih tidur telentang disampingnya.
“Ga tau non...biarin aja lah...itung-itung amal !” Jawab Lintang kalem.
“Yee...amal gimana !!! badan kok dibuat amal gebuk-gebukan...!!!” Balas Sonya dengan mimik tidak suka.
“Aduhh gerah banget sih udaranya...!!!” Ucap Sonya lagi sambil membuka
jas putih khas klin miliknya. Kini Sonya hanya mengenakan semacam kemben
berwarna biru tua dipadu dengan rok pendek warna putih.
Lintang dibuat melotot melihat penampakan buah dada Sonya yang masih
tertutup kemben. Sonya tahu bahwa Lintang sedang memandangi bagian
dadanya.
“Lintang...lihat apa hayo??” Tegor Sonya kepada Lintang dengan mengerlikan matanya dengan genit.
“Owhh...tidak kok tidak...” jawab Lintang gugup.
“Kalau suka ga usah jaim gitu ah...!!! Sini nih dipegang aja...atau mau
dibuka aja...???” Sonya dengan genit menarik tangan Lintang dan
membawanya menempel diatas tonjolan kemben yang sedari tadi menjadi
pusat perhatian Lintang. Bahkan tanpa permisi, Sonya menarik kebawah
kembennya hingga nyata mencolok terlihat dua buah daging besar terlompat
keluar dengan bebas.
Lintang terbelalak tanpa bisa berucap. Ia tak menyangka bahwa dibalik
kemben itu ternyata Sonya tak mengenakan bra. Berani dan nekat sekali
nampaknya si Sonya ini. Kini tangan Lintang sudah menempel erat langsung
di buah daging kenyal milik Sonya dengan dituntun oleh Sonya.
Sebenarnya Lintang sangat takut akan keberanian Sonya ini. Apalagi pintu
klinik sedang terbuka dengan lebarnya. Meski mahasiswa telah banyak
yang pulang, bisa jadi ada satu dua orang yang belum pulang. Lintang
semakin khawatir dengan perbuatan pemaksaan Sonya terhadap tangannya.
Lintang memang lelaki tulen yang akan tergiur bila melihat hal semacam
itu. Namun Lintang memiliki pendirian berbeda. Ia sangat suka pada hal
yang menyangkut tentang keindahan tubuh wanita, namun ia sangat takut
dan merasa tidak nyaman bila bertemu wanita yang terlalu agresif dalam
mengumbar kebinalannya. Justru Sonya membuat Lintang lebih bergidik
ketimbang menikmati buah dada yang menggantung itu.
“Mas...mas Lintang !!!” Benar saja, sebuah suara muncul dari arah pintu
depan klinik. Sebuah suara lembut yang sangat dikenal Lintang. Suara
cewek itu segera tenggelam diiringi langkah kakinya yang berlari menjauh
dengan menutup mulutnya.
“Citra !!!” Lintang terbangun dan segera berlari mengejar Citra.
Langkah kaki Citra berhenti di kursi tempat ia bersama Sonny
bercengkrama kala itu. Lintang dengan tertatih menahan perih di pahanya
terus saja berjalan menghampiri Citra.
“Jangan...jangan kesini...aku kecewa sama mas Lintang....!!! Buat apa
kemarin mas sampai lesu dan menangis dalam mengharapkan Citra jika
ternyata pada akhirnya begini !!??!...Jadi selama ini mas hanya mengejar
tubuh-tubuh gadis?? mencari kepuasan nafsu saja mas !!!” Teriak Citra
dalam iring tangisnya yang semakin meledak.
“Ini hanya salah paham Citra !!! yang kamu lihat tak mewakili penjelasanku ini !!!....” Jawab Lintang menggebu.
“Semua lelaki memang pembohong !!!...aku tak percaya mas...!!” Teriak Citra lagi.
“Dengarkan aku dulu !!! Pliss...” Sergah Lintang dengan penuh kecemasan melanda.
“Mendengarkan apa? Mendengarkan bualan dan karangan cerita buah karya
pengarang bernama Lintang Timur ??!!....Aku tadi bertengkar dengan Sonny
mas...ia bercerita tentang penganiayaan terhadap mas...serta merta aku
meluncur ke kampus demi melihat keadaan mas...tapi...yang kulihat
sungguh berbeda...aku terluka...tiada gunanya kita dekat jika semua ini
hanya aksi sandiwara mas untuk mendapatkan tubuh-tubuh wanita mas...!!”
Lanjut Citra dengan suara parau.
“Citra...sekarang kita ke ruang klinik...biar si Sonya yang akan
menjelaskan perbuatannya...aku merasa dijebak sekarang Citra !!! ini
sungguh sulit bagiku !!!” Ucap Lintang dengan sedih dan kecewa.
Permintaan Lintang agar Sonya jujur terpaksa dituruti Sonya demi
menghindari luap amuk Lintang. Sonya merasa ini sungguh berat baginya.
Dalam hatinya tumbuh kebencian yang bersatu bersama perasaan cintanya
terhadap Lintang meski selama ini Lintang tak pernha menyadarinya.
Sebaliknya Citra, emosinya mereda. Prasangka buruk terhadap kelakuan
Lintang perlahan sirna. Ia mulai percaya kembali pada Lintang. Namun nun
jauh di dalam hatinya, tersimpan sebuah kecurigaan tersendiri terhadap
Lintang. Sesekali ia berpikir bahwa bisa jadi ini adalah akal-akalan
Lintang dengan pastinya mengontrol Sonya terlebih dahulu untuk
mengatakan dan mendukung alibi seolah Lintang tak bersalah. Semuanya
membuat Citra mamang.
---- III ----
Satu minggu kemudian...
Hari yang mendung. Gelap dan kelam menyelimuti bumi pertiwi. Lintang
sedang duduk termenung di teras rumah kosannya. Sesekali terdengar suara
kaleng pengukur arah angin buatan Kakek Seno yang terikat di ujung
pohon palem. Suara kaleng itu semakin rapat terdengar seiring suara
gemuruh angin yang menghantarkan titik air hujan. Lintang masih saja
terdiam dan memandang kosong.
Lintang sedang berpikir keras tentang hubungannya dengan Citra. Meski
Citra telah dekat dengannya, bukan berarti perasaan Lintang telah
tenang. Ia membayangkan jika seandainya ia mempunyai tunangan, namun di
lain pihak tunangannya itu tengah menjalin cinta diam-diam dengan orang
lain, tentu ia akan terluka. Begitu juga dengan yang akan dirasakan
tunangan Citra bila mengetahui hal tersebut. Lintang tak ingin jika hal
itu akan menimpanya di masa yang akan datang.
Akhirnya dengan tekat bulat Lintang memutuskan untuk mendatangi Citra
untuk menyelesaikan semua itu. Ia tak ingin hubungan pacaran back street
bersama Citra ini berkepanjangan.
“Memang benar apa yang dikatakan Kakek Seno, buat apa aku terus menerus
menginginkan dan iri pada tunangan orang lain...sedangkan cewek lain
masih banyak tersebar diluar sana...kini tiba saatnya aku harus belajar
untuk berjiwa besar...tanpa Citra...aku masih bisa hidup dan menjadi
Lintang Timur yang seutuhnya....!!!” Gumam Lintang dalam hati dengan
membulat tekat.
Dengan penuh kebulatan tekat, hari itu juga Lintang berangkat menemui
Citra dirumahnya. Baginya, tak ada gunanya lagi menunda penentuan
hubungannya. Hari ini atau lusa, atau bahkan nanti akan sama saja
hasilnya. Namun semakin cepat ia melangkah, semakin cepat pula ia
memiliki kesempatan lebih untuk meraih harapan-harapan yang lain. Yaitu
harapan baru yang akan membuat hatinya tetap bersinar meski tanpa ada
kecintan yang mendalam pada sosok Citra Ida harun yang sudah sekian masa
telah menguras perasaan dan pikirannya.
“Citra...aku ingin ngomong..!”
“Mas Lintang...Citra ingin ngomong...!”
Tak sengaja, secara bersamaan Lintang dan Citra ingin saling terlebih dahulu menyampaikan apa yang hendak dibicarakan.
“Owhh...Citra dulu deh silahkan...!!” Ucap Lintang memberikan kesempatan
kepada sang dara untuk berbicara terlebih dahulu. Bagi Lintang, dalam
hal kecilpun ia wajib memberikan hak terlebih dahulu kepada kaum wanita
dan mengutamakannya dimanapun ia temui. Sungguh sebuah pekerti yang
layak diacungi jempol.
“Mas Lintang...sebelumnya mohon maf jika nantinya ini akan membuat mas
tersinggung atau juga marah. Tapi ini sengaja dan harus Citra sampaikan
agar tak berlarut-larut....Mas Lintang...Kemarin sore keluarga Mas
Gangga tunangan Citra, datang ke orang tua Citra. Mereka meminta agar
rencana pernikahanku dengan Mas Gangga dipercepat. Ini berkaitan dengan
rencana kenaikan jabatan Mas Gangga yang nantinya akan ditempatkan di
luar negeri pada jabatan barunya tersebut. Maff mas Lintang...terus
terang...sebagai seorang wanita dewasa...aku berpikir secara
realistis...Aku punya banyak kebutuhan yang harus dimiliki seorang
wanita...belum lagi kebutuhan belanja jika nantinya aku telah
menikah...Aku juga seorang wanita yang pastinya mengharap sebuah
kenyamanan rumah tangga jika telah bersuami....aku ingin tersedianya
rumah bagi naungan kami...dan kesemuanya itu secara jujur, Mas Gangga
lebih unggul dibanding Mas Lintang. Kehidupan Mas Gangga lebih mapan dan
lebih punya harapan untuk Citra....Sekali lagi maaf mas, mungkin hari
ini adalah akhir dari hubungan kita..!!” Citra mengungkapkan perasaannya
dengan penuh debaran ketakutan pada amarah Lintang.
“Iya Citra aku mencoba untuk memahami itu...kamu tak perlu takut akan
kekecewaanku maupun amarahku. Perlu kamu ketahui, bahwa kedatanganku
kesini hari ini juga sebenarnya ingin menyelesaikan hubungan kita. Dalam
sudut pandangku, aku tak ingin berkepanjangan mengusik kehidupan
pertunanganmu...tapi satu yang ingin aku sangkal dari semua ucapanmu
tadi...Kebahagiaan tidak akan bisa jika kamu ukur dengan besarnya
materi. Bukan ku tak suka jika tunanganmu mapan, tapi aku tak suka pada
sikap fanatisme kamu yang seakan merendahkan kaum pria yang kurang
mapan. Tapi...ya sudahlah Citra, mungkin dengan percakapan ini membuatku
menemukan hikmah atas keputusanku dan keputusanmu...baiklah Citra...aku
mohon diri...esok hari dan seterusnya kita adalah tetap menjadi
teman...namun hanya dalam batas itu...!!” Sambut Lintang pada ucapan
Citra yang sebelumnya sempat membuat Lintang sedikit mengkerutkan
dahinya.
Intermezo : [ Berbicaralah dengan bijak pada
hatimu sendiri. Berdamailah dengan kesedihan, amarah, dan kegundahan.
Tanyakan pada hatimu dengan sepenuh-penuhnya kejujuran, apa yang hendak
kau cari dari cinta ?. Kemudian tanyakan pada hatimu tentang kejernihan
dan kesucian cinta, apakah ia telah berjalan tanpa mengusung ego nya?,
temukan bersih hati, jernih jiwa dalam dekapan ketulusan dibalik tabir
fatamorgana yang sering membuatmu sendiri lupa akan cinta yang
sebenarnya. ]
---- IV ----
Hari belum terlalu sore saat Lintang melintas di depan klinik kesehatan
kampus. Sayup terdengar suara seperti orang merintih. Langkah Lintang
terhenti, ia mencoba mencari asal suara tersebut yang ternyata bersumber
dari dalam klinik. Dengan waspada Lintang melangkah memasuki klinik
tersebut. Ia terus melangkah hingga sampai di ambang pintu kamar
periksa. Secara tiba-tiba dan cepat, sebuah bayangan menarik tangan
Lintang hingga terseret ke dalam ruangan kamar. Dengan cepat pula
tiba-tiba sosok itu memeluk dan merangkul Lintang di iringi tangisan
meronta. Pakaian kerja klik yang digunakannya sudah sobek -sobek
dibagian dada dan roknya. Nampak ia begitu terlihat compang-camping
dengan pakaian itu. Keseksian menyembul diantara celah sobekan di dada
dan bagian buah pantatnya. Masih dalam meraung-raung dan menangis ia
memeluk tubuh Lintang yang sedari tadi masih berdiri mematung tanpa bisa
berucap.
“Tolong...tolong...saya mau diperkosa !!! tolonggg !!!” Tiba-tiba wanita
compang-camping yang ternyata adalah Sonya itu berteriak histeris dan
mengagetkan Lintang. Apalagi Lintang dibuat sangat terbelalak dengan
tuduhan Sonya yang mengatakan bahwa Lintang hendak memperkosanya.
“Hei kamu...kepar*at kamu ya !!! hentikan ulah bejat mu...!!!” Seseorang
tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar klinik dan menghardik Lintang.
Seseorang itu adalah Pak Eko pegawai tata usaha di kampus.
Lintang menjadi celingukan tak percaya pada tuduhan yang dilemparkan
kepadanya. Iia merasa ini adalah jeratan fitnah yang telah direncanakan
Sonya. Namun sekuat apapun ia menyangkal, bukti pakaian Sonya yang
sobek-sobek dan juga teriakan histeris Sonya tentu akan lebih
memberatkan posisi Lintang sebagai tertuduh. Tak lama berselang,
beberapa mahasiswa muncul dan menyaksikan kejadian itu. Lintang semakin
bingung akan apa yang sedang mengalaminya.
Serta merta Pak Eko dan beberapa mahasiswa menggiring Lintang ke ruang
pertemuan dosen. Sonya juga dibawa ikut serta setelah dipersilahkan
berganti pakaian, tentunya bertindak sebagai saksi sekaligus korban
dalam kejadian pemerkosaan itu.
Berbagai hujatan dan cacian disuarakan beberapa mahasiswa ke arah
Lintang. Namun untungnya hari sudah beranjak sore sehingga tak banyak
mahasiswa yang tersisa di kampus ungu.
“Tidak !!! aku tidak melakukan apapun padanya !!!” Teriak Lintang
nyaring sambil menunjuk ke arah Sonya ketika mereka tiba di ruang
pertemuan dewan dosen. Sekitar sepuluh dosen telah duduk berjajar sambil
memandang kecut ke arah Lintang.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^ ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
“Saudara Lintang...anda dituduh telah melakukan percobaan pemerkosaan
terhadap saudari Sonya...dalam hal ini kami segenap dewan dosen sangat
menyayangkan...anda yang tercatat sebagai staf pengajar meski hanya part
time, seyogyanya memberikan contoh yang baik bagi mahasiswa yang ada di
sini !” Seorang dosen senior bernama Pak Jarwo mengucapkan kalimat
tuduhannya dengan tegas di ruang pertemuan dosen.
“Apa pak? Saya tidak merasa pernah melakukannya...ini fitnah pak !!” Sangkal Lintang dengan nyaring.
“Apa lagi yang hendak anda sangkal ? Saksi pun ada...!! Anda tak akan bisa mengelak lagi !”
“Tapi...tapi...” Lirih Lintang dengan berselimutkan kebingungan.
“Cukup sudah !!!...demi kehormatan kampus kita, hanya ada satu
cara...anda harus menikahi saudari Sonya...ini dibutuhkan untuk meredam
pemberitaan di luar sana !”
“Tidak bisa seperti itu Pakk !!” Sanggah Lintang sekali lagi dengan tangan gemetar.
“Anda harus menikahinya atau anda kami keluarkan dari jajaran pengajar
kampus !...kami tak ingin kebobolan untuk kedua kalinya...kami punya
aturan dan anda wajib mengikutinya !!” Lanjut Pak Jarwo dengan muka
panas. Kumisnya yang melintang di atas bibir menambah terlihat semakin
sangar wajahnya saat marah seperti itu.
Lintang terduduk lesu di kursinya. Ia tak bisa membayangkan jika ia
harus berhenti bekerja di kampus itu. Meski pekerjaan utamanya sebagai
teknisi komputer panggilan masih bisa dikembangkan, namun untuk jangka
waktu beberapa bulan ke depan ia tak tahu harus menghidupi orang tuanya
di kampung dengan apa. Selama ini hanya Lintang tempat bersandar orang
tuanya. Semua kebutuhan sehari-hari selalu ditanggung oleh Lintang
sebagai anak tertua. Adik satu-satunya Lintang adalah seorang cewek yang
masih duduk di bangku SMA, sehingga tak mungkin Lintang meminta bantuan
kepada adiknya.
Pikiran Lintang begitu kalut, namun daya apalagi yang ia punya selain
menyerah kepada keadaan yang semakin menyudutkannya. Saksi telah menjadi
kunci atas kejadian ini, dan telah nyata bahwa saksi telah berpihak
pada Sonya dari awal.
“A..apakah tidak ada solusi lainnya pak ???” Tanya Lintang mengiba.
“Solusi apa yang anda inginkan??....Saksi sudah jelas...korban sudah ada...mau apa lagi anda??” Sergah Pak Jarwo gusar.
Lintang kembali lesu, harapan sepertinya telah punah. Ia tak tahu harus
berbuat apa lagi. Wajahnya tertunduk, tubuhnya gemetar, awan kelam
seperti sedang bergelayut di atas kepalanya.
“Tunggu dulu....!!!!” Tiba-tiba sebuah suara muncul dari balik pintu ruang pertemuan dan mengagetkan seluruh yang hadir disana.
“Saya punya bukti yang lebih otentik daripada sekedar saksi yang belum
tentu bisa dipercaya !!!” Imbuh suara itu lagi. Seorang Mahasiswi tengah
berdiri di antara kursi sambil berteriak lantang.
“Heeii kamu...apa yang dapat kamu lakukan bagi pemerkosa ini ??” tanya
seorang dosen wanita bernama Bu Siska dengan menunjukkan jarinya kearah
cewek yang baru datang tersebut.
“Disini...ya disini...di dalam HP ini ada rekaman video Nona Sonya saat
menghubungi Pak Eko demi mengatur strategi fitnah licik ini !!....video
lainnya juga menunjukkan kegiatan saat Nona Sonya dengan sengaja
mengganti pakaiannya dengan pakaian sobek-sobek untuk menambah keyakinan
alibinya !!....” Ungkap si cewek dengan nyaring hingga menggema di
dalam ruangan tersebut.
“Darimana kamu mendapatkan video-video itu Rika??” Tanya Bu Siska dengan
lebih lunak, tidak sekeras waktu pertama berbicara tadi. Ternyata cewek
yang nekat masuk ke ruangan tersebut adalah Rika si ratu jahil.
“Ibu....seringkali saya disebut sebagai cewek jahil di kampus ini...tapi
kejahilan saya hari ini berbuah manis bu...Mula-mula saya curiga dengan
gerak-gerik aneh Nona Sonya saat tiba di ruang klinik tadi pagi. Nampak
ia sedang menjinjing sebuah tas yang ternyata saya ketahui berisi
pakaian sobek miliknya. Dengan jahil saya ikuti dia, saya pun nguping
pembicaraannya di telepon dengan Pak Eko. Nona Sonya menjanjikan bayaran
dengan tubuhnya jika Pak Eko bisa membantunya bermain akting. Saat Nona
Sonya ke kamar mandi klinik untuk berganti pakaian pun saya juga
mengikutinya. Saya pasang layar kamera saya pada celah bagian atas kamar
mandi yang memang dindingnya tidak tertutup hingga ke atas...bagaimana
Bu Siska...sudah jelas?” Lanjut Rika dengan melotot. Rupanya kali ini ia
telah menjadi dewi penolong bagi Lintang.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
^^^^^^^^^^^^^
Mobil katana Lintang sudah melaju di jalanan menuju sebuah rumah makan
di ujung kota. Duduk di sebelahnya seorang Rika sang dewi jahil nan
penolong.
“Seribu terimakasihku buat kamu Rika, ternyata jahilmu bermanfaat juga
ya...sebagai ucapan terimakasih, sore ini gue akan traktir
lu...sepuasnya...!!!” Ungkap Lintang dengan air muka ceria penuh
kelegaan.
“Yee...sekarang aja baru sumringah...nah tadiii...muka ditekuk mengkerut
kayak kanebo kurang air !!!” Sergah Rika sambil mencibir tetap dengan
nuansa juteknya yang semerbak.
“Ya bukan gitu Ka !!!...siapa yang gak kaget kalau dituduh sekeji itu
padahal tidak ngelakuin!!” Sanggah Lintang dengan malu-malu kucing.
“Pembelaan Persuasif !!!” Timpal Rika dengan tak mau kalah.
Acara makan besar dinikmati Rika dengan penuh suka cita. Beragam menu
masakan dipesan Rika tanpa ampun. Lintang hanya bisa menggeleng-geleng
melihat ulah si jahil yang rakus itu.
“Kamu jadi cewek...sadis bener...kayak mesin giling padi...hahaha...” Ucap Lintang demi melihat ulah makan Rika yang menggila.
“Udah deehh...ikhlas kagak ??? kalau ga ikhlas....mending gue....TETEP
MAKAN AJE...hahahaha!!!” Balas Rika dengan kocak namun tetap dengan
wajah bengis khas penjahat jahiliyah.
Lintang kembali tersenyum memandang wajah Rika yang memerah kekenyangan
seperti daging rebus. Lamat-lamat ia perhatikan wajah Rika dihadapannya.
Cukup cantik, lesung pipit menambah menarik suasana.
“Rika...lu buru-buru gak?? Abis ini temenin gue merenung ya !!” Ucap
Lintang sesaat setelah mas kasir menerima pembayaran dari Lintang.
“Merenung ??? Dimana emang ??” Balas Rika dengan gaya asli cuek bebek.
“Di WC hahaha !!!” Serobot Lintang dengan dibarengi bahaknya yang membahana.
“Pretttt....garing tauu !!!” Timpal Rika sambil mencubit keras pipi
Lintang hingga sang korban meringis kesakitan. Kedua makhluk aneh itu
beranjak berjalan menuju mobil dan tancap gas cap cus meninggalkan
pelataran rumah makan yang kini terasa begitu tidak nyaman karena harus
bayar.
“Di pantai nonn!!!...gue pengen melamun dan merenung di pantai...gue
suntuk dengan semua ini...huhhfhh..” Lanjut Lintang sambil menghela
nafas panjang saat mobil sudah melaju pada gigi 4. Mobil pun segera
melesak membelah jalanan kota menuju bibir pantai di ujung sebelah utara
kota. Disana terhampar ber mil-mil tepian pantai laut jawa yang tenang
ombaknya namun tetap asin rasa airnya.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
^^^^^^^^^^
Angin sepoi sejuk terhembus meniup dedaunan nyiur dan membuatnya
melambai seakan memanggil setiap insan untuk bersedia sejenak berhenti,
menatap, dan menikmati hamparan pantai indah saat matahari mulai
tenggelam. Sulur jilatan cahaya matahari yang hampir hilang ditelan
petang terlihat memerah di ufuk barat. Goyang ombak nan gemulai terlihat
dikejauhan dan seakan bersatu dalam pertemuan garis dengan langit.
Diantara keduanya ternoktah berkas merah temaram mentari yang kian
memudar mengejar peraduan.Burung-burung camar bersiul bersahutan
kemudian terbang menukik mengejar mangsanya yang sedang asyik berenang
di lautan lepas. Di atas camar, bergerombol sekumpulan merpati terbang
beregu membuat iri kaum manusia yang tak pernah berhenti bertikai dan
menjauh dari kata persatuan. Nuansa indah tepi pantai.
“Tuh liat tuh mataharinya ampir tenggelem...bagus kan..???” Ucap Lintang
pada Rika yang sedari tadi nampak bengong. Pergi ke pantai merupakan
sebuah kegiatan yang sangat super jarang dilakukan rika. Selama ini ia
hanya sibuk dengan segala hal yang berkaitan dengan jahil, jutek, usil,
angkuh dan sekarung sifat batu lainnya. Namun dalam hati Rika lambat
laun menikmati juga pemandangan yang jarang dilihatnya itu.
“Iyahh...lumayann!!!” Jawab Rika dengan nada sok bete, padahal suka sebenarnya.
“Ah lu payah...ini nih anugerah Tuhan...nikmati dong...biar ati lu kagak
panas mulu bawaannya!!!” Sambung Lintang dengan pandangan mata aneh
melihat Rika yang ogah-ogahan.
“Iya...bagus..!!” Ucap Rika seperti terdengar terpaksa.
“Eh pak eh...anu...mas...atau abang aja yah...aduh enaknya gue panggil
apa nih ??” Lanjut Rika dengan aksi garuk kepala seperti pemeran iklan
shampo kutumbamba yang belum memakai shamponya.
“Kang aja...biar lain daripada yang lain...kalau situ gue panggil Adek
aja ya...kan tua-an gue juga kan!!” Jawab Lintang dan sekaligus bertanya
balik.
“Iya Kang Lintang...ehm..lagi suntuk pa'an sih??? Yaaa...meski gue suka
usil...tapi satu-satunya temen Akang di pinggir pantai ini cuma gue...ga
ada salahnya kalee kalo Kang Lintang sedikit berbagi biar agak ringanan
gitu..!!” Lanjut Rika dengan penasaran pada perihal kesuntukan Lintang.
“Gue akhir-akhir ni didera beberapa masalah yang bikin pusing
Dek...Awalnya gue...jujur neh...awas jangan cerita anak kampus...awalnya
gue suka sama Citra..kita sempat deket, terus terang gue dibuat gila
oleh pesonanya...tapi akhirnya gue mundur karena dia sudah punya
tunangan. Kedua...kapan hari gue digebukin orang-orang
serem...ehmm...sepertinya orang suruhannya Sonny yang pernah gue pukul
gara-gara gue nyemburuin dia sama Citra...Terakhir tadi...Sonya ngapain
juga ngejebak gue kayak gitu...huuffhh...suntuk ni kepala...kenapa gue
sial mulu ya...??!!” Ucap Lintang dengan terbuka. Matanya menatap jauh
kedepan, menerawang lapis-lapis sinar matahari yang semakin memudar
ditelan petang seakan matanya ingin melihat apa yang ada dibalik sinar
matahari yang meredup itu.
“Ohh...Akang sudah ngejauhin Citra...bagus deh...!!!” Jawab Rika kalem.
“Maksudnya ???” Tanya Lintang balik karena merasa janggal dengan ungkaan Rika barusan.
“Ehh..enggak...ga papa kok...udah terusin aja ceritanya...!!” Jawab Rika
yang masih terlihat fokus mendengarkan keluhan Lintang.
“Akang yang sabar aja menghadapi semua masalah...masalah apapun itu
pasti ada jalan keluarnya !!!” Lanjut Rika dengan sedikit sok serius.
“Dek Rika...gue boleh jujur kan??” Tanya Lintang tiba-tiba.
“Jujur tentang apa...?? Ngomong aja kalee Kang...jangan sungkan gitu!!”
Jawab Rika dengan nada tidak suka. Rika memiliki tipe yang suka
keterusterangan.
“Terus terang...sejak awal dulu...gue sering merhatiin Citra dan juga
Eluu Rika...gue rasa kalian sama-sama cantik..cuman masalahnya...gue
kurang suka tabiat lu...akhirnya gue lebih condong ke Citra...” Ungkap
Lintang tanpa tedeng aling-aling.
“Kang...ehmm...boleh jujur juga ga??” tanya Rika dengan muka menunduk. Mungkin baru kali ini ia terlihat begitu serius.
“Apa Dek...ngomong aja !!!” Sambut Lintang antusias.
“Gue sebenernya sudah tertarik sama Akang dari dulu...terang aja gue
sewot ngeliat Citra deket sama Akang...tahu gak kang???...waktu Sonny
mukul Akang sampai hidung Akang berdarah, gue ngintip lho
Kang...kasihannn banget lihat Akang kayak gitu...tapi gue cuma bisa diem
aja waktu itu...”Sambung Rika dengan polos.
“Aduhh...kenapa gue harus muter ngadepin banyak masalah dulu baru bisa ketemu lu hari ini Dek ???” Keluh Lintang.
“Semua sudah ada jalannya kan Kang ??!!” Jawab Rika mantap.
“Bagi gue...Akang itu MAHAL...tak cukup cinta biasa yang sanggup
membelinya..Akang itu baik, pinter, berjiwa penolong, ganteng
lagi...jangan Ge-Er Kang...gue cuma mencoba jujur...bagi gue, Akang itu
umpama POHON PALEM...indah, menarik, eksklusif, dan mahal..!!!” Lanjut
Rika yang kali ini terlihat lebih rapuh ketimbang hari biasanya.
“Hari ini gue merasa bersyukur Dek...ini semua membuka mata gue...”
“Dek...gue ingin hati gue yang mahal ini...lu yang beli ya??? diskon
gede-gede-an deh khusus hari ini...tapi dengan satu syarat.....lu harus
rubah tabiat jelek lu...gue ingin lu mengalami METAMORFOSIS
total...bagaimana?” Sambut Lintang yang bergaya seperti makelar yang
sedang tawar menawar barang dagangan.
Rika hanya tersenyum manis. Sungguh-sungguh manis tak seperti biasanya
yang terlihat masam. Sore itu Rika laksana dewi yang baru lahir, dan
Rika dihadapkan pada pilihan yang mau tidak mau harus dipilihnya. Ia
harus menjalani hari esok sebagai Rika yang santun. Bisakah Rika???
“Besok ada kuliah gak Dek??” Tanya Lintang sambil mencoba menatap wajah cantik yang selama ini di hindari Lintang.
“Harusnya sih ada 1 mata kuliah jam 1 siang, tapi dosennya lagi sakit
Kang...jadi libur dehh...emang kenapa kang??” Jawab Rika sambil mulai
berani tersenyum menggoda ke arah Lintang yang sebenarnya sedang
berbunga-bunga di penghujung kedukaanya.
“Besok pagi lu siap ya Dek...gue mo make over lu...hehehe...Kita cari
baju yang feminin...kita ke salon..yahhh pokoknya 1 hari buat
nge-bengkelin lu deh Dek...oya satu lagi...gue mulai besok akan pakai
kata-kata 'aku dan kamu' bukan 'lu gue' lagi...Adek bisa ikut adaptasi
kan ???” Sambut Lintang dengan bersemangat.
“Hiahhhchh....banyak bener syaratnya !!!....tapi iya deh...buat beli
Pohon Palem yang mahal...gue akan berusaha...hihihi” Rika membalas
dengan nada riangnya.
“Oya sampai lupa...nama lu kan Rika Ratih...gue mulai besok akan panggil
nama Adek Ratih aja...Super Metamorfosis total deh pokoknya..!!” Lanjut
Lintang dengan mata berbinar.
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;
“Dipilih saja yang sekiranya bagus Dek...nanti aku yang bayar...aku
masih ada sisa gaji kok!!!” Lintang berucap lembut pada 'calon'
kekasihnya yang sedianya akan resmi menjadi pacar setelah lulus permak
tabiat kelakuan.
“Gak ah Kang...Rika bayar sendiri aja, ini ada uang tabungan kok...aku
ga mau ngrepotin Akang...lagian yang pakai kan juga aku kan ??!!” Rika
menjawab dengan santun.
“Wesss lupa ya...RATIH...jangan RIKA dong !!!....Wah ya jangan
begitu...yang ingin kamu berubah kan aku...jadi ya aku yang tanggung
jawab...!!!”
“Ga Kang...Ratih sungkan...!!!” Lanjut Sang cewek yang berganti nama panggilan menjadi Ratih.
“ya udah gini aja...kita 50:50 ya...jadi adil...!!!” Usul Lintang menengahi.
“Ok deh Akang...!!!” Sambut Ratih dengan senyum manisnya yang pastinya
sudah ia latih didepan cermin sejak tadi malam demi menunjukkan senyuman
cewek santun.
Tiga pasang pakaian telah masuk ke dalam tas jinjing Ratih. Sejurus
kemudian mereka nampak melenggang menuju sebuah Salon Kecantikan untuk
'menyelesaikan' dandanan Ratih. Sambil menunggu, Lintang istirahat
disebuah restoran fastfood sembari menyedot rokok filternya. Dua cangkir
kopi pahit dan separuh bungkus rokok telah ia habiskan selama 2 jam
lebih menunggu Ratih dipermak.
“Kang....!!!” Sebuah suara muncul di sisi kanan Lintang yang nampak terkantuk-kantuk.
“Hahh Ratih....Perfect...luar biasa...woww...!!!” Lintang tak berhenti
berdecak setelah melihat Ratih hadir di sampingnya dengan penampilan
memukau.
Hampir 60% Rika telah berhasil di bentuk menjadi Ratih. Tatanan rambut
yang dipadu dengan perawatan wajah telah membantu merubah penampilan
Ratih menjadi memukau. Kini terlihat Ratih sebagai 'cewek banget'.
Pakaian yang baru di beli juga sekaligus dipakai Ratih, kemeja motif
bunga-bunga bertemu dengan celana katun ¾ yang melekat di kaki jenjang
nan putih milik Ratih.
“Wow...kamu benar-benar membiusku Dek Ratih...sangat cantik...nah
sekarang duduklah...satu syarat terakhir buat Adek...jaga
omongan...santunlah dalam berucap...hindari kata-kata yang membuat orang
lain tersinggung...ok Dek..??” Lintang berucap sambil tak jemu-jemu
memandang wajah cantik nan ayu milik Rika Ratih.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
Satu bulan sudah Lintang resmi jadian dengan Ratih. Sudah satu bulan
pula Ratih telah menjauh dari dunia perjahilan nan menyesatkan. Hari itu
Lintang sedang sendiri, dua hari yang lalu Ratih berpamitan untuk pergi
ke Lombok bersama orang tuanya dalam rangka kunjungan ke rumah pamannya
yang sedang menikahkan anaknya.
…................................................. ...........
Bersamamu jalani hari...
menyusun puing cinta,
Kini ku rangkai indahnya nurani..
ku sematkan nyanyian rasa,
bersamamu jalani hari,
menyusun puing cinta.
Jiwa berdendang lagu taman bunga pagi...
cerita agung butiran tawa,
langkah elok terbentuk kini,
bianglala...
bersama jalani hari...
menyusun puing cinta.
…................................................. ......
Dalam lamun kembali Lintang tuliskan bait-bait indahnya suara hati ke
dalam notepad dalam HP nya. Puisi alunan jiwa aktif dan rutin dibuatnya
karena itulah cara ia menyuarakan hatinya. Sejak usia muda belia, ia
telah terbiasa membuat puisi bagi setiap cerita dalam hidupnya.
Bersamaan dengan itu, di sebuah motel sekitar 7 kilometer dari kampus ungu.
“Sonya....sekarang saya tagih janjimu padaku...!!!” Ucap seorang pria kepada Sonya yang nampak terduduk pasrah di bibir ranjang.
“Tapi kan rencana kita gagal Mas...bahkan sekarang saya dikeluarkan dari klinik kampus...!!!Sonya membalas dengan galau.
“Apapun hasilnya...janji adalah janji kan ???” Sambung si pria yang
ternyata adalah Pak Eko yang meminta bayaran tubuh Sonya atas bantuannya
memperdayai Lintang.
Sonya hanya diam tertunduk. Pak Eko melangkah maju, ia dorong tubuh
Sonya hingga terlihat rebah di tempat tidur. Sonya tak menunjukka
perlawanan, ia seperti telah pasrah pada kenyataan dan juga pasrah pada
dentuman birahi yang mulai menjalari otak dan sekujur tubuhnya.
Pak Eko kembali berdiri dan mundur. Dengan pasti ia tanggalkan satu
persatu pakaian yang melekat pada tubuhnya yang kekar. Sekejab ia
terlihat telah bugil total. Tubuhnya masih terlihat tegap di usianya
yang hampir menginjak kepala 4. Perutnya juga tak buncit seperti pria
dewasa seumurannya. Mungkin olahraga atletik yang digemarinya mampu
menjaga kondisi tubuhnya sehingga tidak gembrot.
Sonya melirik pada bagian pangkal paha Pak Eko yang terbuka. Sekilas ia
nampak terkejut. Batang Pak Eko terlihat besar, berotot dan hitam gelap.
“Uhhh...gede sekali kayaknya tuh Konkon!!!...punya si Bram ama si Joko
ga segede itu deh pas maen ama gue !!!...ehmm...pasti mantap tuh...gak
nolak dehhh...hihihi” Sonya membatin sembari matanya berkejap-kejap
memandang batang Konkon Pak Eko yang menjulang.
Sonya berdiri dari posisi tidurnya namun masih tetap diatas ranjang. Pak
Eko mendekat dan kemudian ikut berdiri berdua bersama Sonya diatas
Ranjang. Jemari tangan Pak Eko terlihat mulai membelai pelipis dan pipi
Sonya. Dengan lambat namun pasti kedua bibir mereka saling mendekat.
Bibir Pak Eko memagut cepat bibir Sonya dengan ganas. Sonya juga
menyambutnya dengan sedotan dan empotan yang beringas. Lidah dan lidah
seperti sedang bertempur saling melesakkan ujungnya. Suara kecipak
french kiss yang membara terdengar sangat sensasional. Tangan Pak Eko
sedikit merambat turun menyusuri leher Sonya dan berhenti di depan
gundukan besar di dada Sonya. Pak Eko tak langsung meremasnya, melainkan
jemarinya terlihat sibuk membuka kancing kemeja yang membungkus dada
ranum Sonya. Sonya membantu mempermudah dengan membuka sendiri Bra nya.
Kemudian ia juga membantu melepas celana panjangnya berikut CD yang
melekat di pangkal pahanya yang semok.
Kedua manusia itu nampak kini telah sama-sama polos tanpa pakaian.
Sambil tetap berciuman, Pak Eko meremas keras bagian dada Sonya hingga
membuat si empunya dada menjadi menjerit tertahan. Namun teriakannya
terbendung oleh ronjokan lidah dan bibir Pak Eko yang masih saja
berkutat di wilayah pertahanan bibir Sonya.
Secara tiba-tiba Pak Eko membalikkan tubuh Sonya hingga membelakanginya.
Masih dengan posisi sama-sama berdiri, Pak Eko mencoba mendorongkan
Konkon nya yang panjang ke celah Meymey Sonya dari arah belakang.
Sepertinya tidak terlalu sulit bagi Pak Eko untuk melakukannya mengingat
ukuran Konkonnya juga cukup panjang.
Perlahan batang itu mulai melesak dan menyusuri rongga berdaging nan
lembab. Kedua tangan Sonya menggapai ke arah belakang tengkuk Pak Eko
demi mempertahankan posisi saat menerima kenikmatan itu.
“Ufffhh...Pak...” Sonya mulai mengeluarkan raungan harimau betina saat
seluruh batang Konkon Pak Eko terbenam dan melesak jauh ke lubang
surgawinya.
Dengan gerakan penuh kematangan, Pak Eko terus menggenjot Meymey Sonya
sembari sesekali ia menorehkan kecupan dan cupangan di tengkuk dan
samping leher Sonya. Nampak Sonya kini agak membungkuk. Kakinya nampak
semakin tak kuasa menopang tubuhnya sendiri yang terus saja di hajar
oleh Pak Eko dengan nikmat.
“Hekhh...hekkh..ufff...” Sonya semakin mengaum ganas dan menyeringai laksana harimau betina yang sedang lapar dan dahaga.
15 Menit telah berlalu dan Pak Eko masih terlihat gagah dalam
pertahanannya yang prima. Didorongnya tubuh Sonya hingga tertungging
dengan bertumpu pada bantalan sandar springbed. Kembali Pak Eko tak
bosan-bosan menggenjot Meymey yang terlihat semakin merekah indah di
antara dua bongkahan buah pantat yang membusung akibat posisi nungging
Sonya.
“Pakk...uhh ampun...gak kuathh..ini mauuh nyampehh ahhh” Sonyya
mengerang dan meraung mendapati puncak orgasm nya yang pertama dalam
labuhan nafsu bersama Pak Eko.
Pak Eko tak bergeming. Ia masih saja terlihat belum ada tanda-tanda
hendak mencapai klimaks. Mungkin usianya yang matang telah mematangkan
pula jam terbang dan pengalaman Pak Eko dalam dunia per-ehem-an.Tanpa
memberikan kesempatan pada Sonya untuk menghela nafas setelah capaian
orgasm nya, Pak Eko kembali menggenjot tetap dalam posisi dog dog an.
“auhh Pak...ufhh..” Sonya kembali terhenyak dan terkaget nikmat saat hajaran Pak Eko hadir kembali.
“Pak...aduhh g tahan laggii...sebenttar laa gi ahhh nyampai lagii nihh
aahhh” Orgasm Sonya kembali menyusul 2 menit setelah orgasm nya yang
pertama. Gaya permainan Pak Eko sang maestro ehem dan juga ditunjang
Konkon Pak Eko yang aduhai membuat Sonya menderita kenikmatan yang
bertubi-tubi.
Sesaat kemudian nampak Pak Eko menarik dengan cepat Konkonnya hingga
menimbulkan bunyi 'PLOOPHH'. Secepat kilat pula Pak Eko mengarahkan
Konkonnya ke bagian bongkahan pantat bohay Sonya sambil mengocoknya.
Mengetahui Pak Eko hendak mencapai klimaks, Sonya berbalik kemudian
berjongkok. Ia kulum batang Pak Eko dengan susah payah akibat ukurannya
yang sedikit over.
Pak Eko terlihat merem melek menikmati kuluman di batangnya.
“Ohh ohh Sonnya kamu hebatt ngulumnya...oohh aku keluarrr aargghhh...”
Pak Eko meraung disusul semburan hebat dari lubang di kepala Konkonnya.
Beberapa semburan melesak masuk kedalam mulut Sonya hingga
terbatuk-batuk.
“Tengkyu Sonya...bayarannya siipp benerrr !!!” Ucap Pak Eko setelah ia duduk kembali di sisi Sonya yang masih telanjang.
“Hehh...memang mantap punya kamu Pak...tapi...gue masih tidak
terima...gue harus ngedapetin Lintang bagaimanapun caranya !!!” Sambut
Sonya sembari mengikat rambtnya yang basah oleh keringat.
“Main sama aku belum cukup??? masih aja ngejar si Lintang ceking itu
!!!” Pak Eko berucap dengan menunjukkan sedikit wajah kecewanya.
“Bukan begitu...Bapak boleh mainin tubuh gue...gue juga
suka...tapi...cinta gue cuma buat Lintang...!!” Sonya membalas dengan
sorot mata berapi-api dan gemeletuk gigi menahan gejolak di dadanya.
“Kamu sudah gila ya...??? jelas-jelas Lintang benci kamu !!!” Pak Eko membentak kesal.
“Hahhh !!!...lihat saja nanti....Lintang akan menjadi milikku....seutuhnya....!!!” Sonya menjawab dengan penuh keyakinan tinggi.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :::::::::::
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;
Lintang sedang rebah di atas kasurnya ketika ia dengar bunyi pintu
diketuk dari luar sana. Dengan malas ia buka pintu itu dan mendapati
Sonya sedang berdiri di depan pintu.
“Oww...korban pemerkosaan...mau apa lagi mengusikku hahh ???” Ucap
Lintang langsung dengan nada tinggi demi melihat sosok menyebalkan
didepannya yang sebenarnya cukup cantik dan seksi untuk dinikmati.
“Lintang....gue...gue mo ngomong...boleh masuk ya...plisss...sebentar
saja...gue mau minta maaf..!!!” Sonya berucap sembari menunjukkan mimik
muka yang sedih.
“Ok...gue beri waktu beberapa menit saja !!!” Lintang membalas sambil
memberikan jalan masuk kepada Sonya yang terlihat mematung di depan
pintu.
“Gue minta maaf atas kelakuan parah gue di kampus …!!! gue lakuin itu
semua karena gue cinta sama kamu Lintang !!!” Ucap Sonya terbata.
Setelah mengucapkan cinta, secara tiba-tiba Sonya mendorong tubuh
Lintang hingga terjatuh di tempat tidur. Dengan penuh gairah Sonya
menindih tubuh Lintang. Secepat kilat Sonya menarik celana kolor beserta
CD Lintang ke arah lutut sehingga spontan menyembullah batang Konkon
Lintang.
“Lintang...jadikanlah aku kekasihmu Lintang !!!” Sonya berucap sambil
berusaha mengocok batang Lintang yang belum sepenuhnya berdiri.
“Sudah Sonya...sudah kubilang !!! cukup....aku tidak mau menuruti semua
permintaan gila mu itu...!!!” Bentak Lintang dengan berang dan berusaha
mendorong tubuh Sonya.
“Jadiin gue pacarmu atau......gue potong Konkon ini hahhh???!!” Sonya
mendelik dan secara tiba-tiba meraih sebuah cutter yang tergeletak di
meja belajar Lintang.
“Hei gila kamu ya !!!” PLAKKK DUKKK !! Lintang memekik dan secara cepat
mengeluarkan gerakan tendangan melingkar sehingga cutter yang di pegang
Sonya menjadi terlepas dan jatuh ke lantai.
“Bodoh !!!” Bentak Lintang galak.
“Gue...gue...Lintang gue suka kamu...!!! hiks...hiks...” Sonya histeris
dan menangis. Terlihat ia sangat tertekan dengan perasaan cintanya.
“Sonya !!! dengerin aku....Kamu itu cantik....seksi...buat apa sih kamu
rela mati-matian ngejar aku yang jelas-jelas tidak suka sama kamu
!!....yang realistis dong....!!”
“Ok begini.....jika kamu memang suka sama aku dan cinta sama aku....kamu
harus bisa nurutin perkataan orang yang kamu cintai....aku minta jangan
ganggu hidupku lagi...aku punya teman cowok...akan kucoba
merekomendasikan mu....jika cocok...jadilah kekasihnya demi untuk
menurutiku..!!...kamu tentu bisa mencerna ucapanku !!”
“Sekarang pulanglah !!! temanku bernama Bima...ia sudah lama
memperhatikanmu dan tertarik padamu...tanamkan dalam pikiranmu bahwa aku
memintamu menjalin kasih dengan Bima...in permintaan orang yang sangat
kau cintai...Mengerti Sonya !!???” Lintang memutar otak dan menemukan
solusi mujarab demi meluruhkan kaku hati Sonya.
Sonya mengangguk patuh. Sesaat kemudian ia telah melangkah pergi
meninggalkan Lintang yang masih terlihat kaget dan tak percaya pada
kejadian yang baru saja ia hadapi.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::::::::::::
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :::::::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;
Dalam malam nan gelap. Taburan bitang hiasi langit yang luas terbentang.
Lintang sedang terdiam di teras kosan dan memandang indahnya langit
malam yang terhampar. Tak aga gemuruh petir yang mengusik keindahan
malam itu. Semuanya hanya senyap yang bersatu bersama decak kecil
jangkrik dan beberapa serangga malam lain.
Lintang mengambil HP dari saku celana kolornya. Dengan penuh penjiwaan
kembali ia torehkan gooresan puisi hati ke dalam notepad Hpnya sembari
sesekali memandang langit nan indah memukau mata hati.
…................................................. ....................
Baru sebentar kau pergi,
namun rinduku mengusik hati,
rindu pada senyuman cantikmu yang berseri,
rindu pada jiwamu yang laksana putri mimpi.
Yang kualami hari ini semakin membuatku rindu pada dirimu..
aku begitu rapuh tanpamu,
kuingin kau segera kembali,
disini...didalam hati...
…................................................. ......................
“Proses instalasi Linux Zorin seri 5.0 sedang berjalan Mas...ga lama
kok...emmm..sekitar 15 menit lah Mas !!! Suara Lintang terdengar sedang
memberikan penjelasan kepada salah satu pemakai jasa komputerisasi
Lintang.
“Ok Mas...sekalian pasangin compiz nya ya Mas...gue suka tampilan
effect-nya...Oya sampai lupa...Sekalian aktifkan Gimp ama Inkspace nya
ya...buat desain-desain...!!” Balas si Mas customer dengan jelas.
“Siap deh...bakal dibuat super cantik dah linux-nya..!!” Sambut Lintang dengan senyum bersahaja.
“Ngomong-ngomong...biayanya berapa ya Mas..???” Tanya Mas customer sedikit bingung.
“Ohh...nyantai aja Mas...ini OS dan berbagai software yang terpasang
bersifat open-source...jadi ga pakai beli kayak di windows Mas...tinggal
update repository nya...terus cari deh tambahan software apa yang di
mau...ya meski harus dengan koneksi internet tentunya !!...tapi biaya
inet-nya ga semahal kalo beli windows kok...pakai modem + gsm unlimited
yang 25ribu udah bisa ngejos sebulan penuh Mas. Kalo buat ongkos
pasangnya...aku ga pasang tarif !!...suka-suka Mas aja mo kasih berapa
buat ongkos lelahnya..!!” Lintang menjelaskan dengan gamblang hingga
membuat si Mas customer manggut-manggut tanda mengerti.
TULITT TULITT...TULITT TULITT...
Bunyi Hp Lintang menandakan bahwa sedang ada SMS received.
“Kang...aku sudah pulang nih...kalau kangen, kesini ya..aku tunggu !!!”
Sebuah SMS yang ternyata dari Ratih membuat mata Lintang yang tadinya
sudah letih karena jenuh bekerja menjadi berbinar kembali.
“Emang kamu gak kangen juga??” Balas Lintang dalam SMS.
“Emmm...gimana ya....lihat entar deh!!! hehehe” Jawab Ratih dengan gaya jual mahal.
“Huhh dasar...malu-malu mau!!! Ok...setengah jam lagi aku meluncur...ini
masih install OS di rumah customer !!” Balas Lintang dengan cepat
karena harus segera menggarap kerjaannya agar segera selesai.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
“Jalan kemana nih kita Dek..??? apa kamu ga capek abis dari perjalanan
jauh ??!!” Ucap Lintang saat si cantik Ratih telah duduk di jok mobil
katana Lintang.
“Biasa aja kok Kang...tadi di pesawat juga tidur mulu...jadinya ga
capek...swearr !!” Balas Ratih sambil bergelayut manja di bahu kekasih
barunya.
Akhirnya Lintang berinisiatif untuk mengajak Ratih makan siang dahulu
walaupun sebenarnya hari lebih tepat disebut dengan sore karena teriknya
telah lewat. Kesibukan instalasi Lintang membuatnya lupa bahwa ia belum
sempat makan siang. Ratih hanya mengangguk setia mengikuti permintaan
kekasihnya.
Sebuah restoran fastfood bergenre kentucky alias ayam goreng bungkus
tepung kriuk menjadi pilihan bagi Lintang untuk mengobral hasrat
makannya yang menggebu-gebu. Ratih hanya menemani dengan memesan segelas
milo dan sebungkus french fries ukuran medium.
“Bagaimana kabar keluarga di Lombok Dek ??? seru gak acaranya ??”
Lintang menghamburkan berbagai pertanyaan sembari mulutnya sibuk
mengunyah serat-serat daging ayam dalam potongan besar.
“Keluarga disana baik-baik aja Kang...wuihh seru banget acara
nikahannya...mempelai wanitanya cuantik buanget deh...pinter juga
sepupuku ngedapetin cewek secantik itu !!! Riasannya juga pas
banget...gak menor tapi juga gak hambar...sip deh pokoknya...!! Betapa
bahagianya mereka ya Kang??!...bikin ngiri aja !!” Terang Ratih dengan
penuh antusias.
“Kamu juga cantik kok...beneran !!! Emang kamu mau kalau segera menikah
??? masa depanmu masih panjang lho !!...bisa jalan-jalan
dulu...shopping...nonton...dan semuanya tanpa diributin suami !!!” Tanya
Lintang memancing di air keruh.
“Ah gombal deh...preman cewek mana ada yang cantikk!!!...kalau masalah
nikah muda...siapa takut !!?? emang setelah nikah ga bisa jalan-jalan,
nonton, dan belanja??? makin nyaman lagi kalo kemana-mana bareng
suami...!!!” Ungkap Ratih dan membuat Lintang menyunggingkan senyum
simpul penuh keyakinan dan kemantapan.
“Trus kalo ga takut nikah muda, kapan dong siapnya??? Akang nungguin nih
!!” Tanya Lintang berlanjut semakin menjurus ke dalam topik kerangka
perkawinan.
“Akang ngebet amat jadi orang...!!! udah kepengen uhu-uhu ya ??!!!” Seloroh Ratih membuat Lintang salting tak berdaya.
“Ahh...jangan gitu ah...lagian, kamu apa juga gak pengen si uhu itu ???
Atau jangan-jangan kamu ga cinta sama aku !!!??” Jawab Lintang sambil
memberikan smash balik ke Ratih dengan telak.
“Ihh apaan sih Abang...bikin Ratih malu saja...!!!.. Kalau ga cinta,
ngapain juga Ratih bela-belain ikut kelayapan gini ??!! enakan tidur di
rumah kali, bisa tidur, bisa nonton tipi !!!” Ratih menjawab diiringi
semu merah di pipinya membuat hati Lintang semakin berbunga dan mekar.
“Eh Dek...omong punya omong...entar pengen pakai pakaian adat atau gaya
international nih nikahnya ??” Lintang tiba-tiba bergeser pada bahasan
yang lebih fundamental.
“Heh...sudah ah bahas itu...yang penting Akang segera lamar Ratih,
setelah itu mo ngobrolin nikah model gimana Ratih siap...kalau sekarang
pamali atuhh...!!! Ratih balik berucap sambil kedua pasang jari telunjuk
beserta jempolnya menyubit manja kedua pipi Lintang dengan gemas.
Lintang hanya meringis bahagia. Ia bertekat akan segera melamar gadis
pujaannya itu.
Selesai makan, Lintang mengajak Ratih untuk bersantai di taman buah di
pinggiran kota. Disana mereka bisa asyik bersenda gurau dan bercengkrama
sambil menikmati beragam buah-buahan yang tergantung bebas di
pepohonan.
…................................................. ...
Indah nian nuansa makna hati,
bertabur tebar pesona kesyahduan,
menuntun rasa cinta menorehkan tinta kesetiaan,
mengubur duka menjadi gempita,
menepis luka menjadi gelora.
Ditanganku tersusun segenggam harapan,
ku genggam erat dan ku semayamkan dalam sukma,
Sebuah harapan tentang masa depan,
rangkaian setapak cita,
maghligai di remang-remang.
Kau adalah dewi penyusun kepingan jiwaku,
yang selalu terbitkan sinar indah terangi kelopak sanubari,
dalam tenang ku kabarkan padamu tentang arungan biduk,
layar telah terkembang menjuntai,
kupadu rindu dan karsa meraih bidadariku...
…................................................. ..............................
“Bagaimana Dek Ratih karangan puisiku??? ini kutulis selama kau pergi ke
Lombok...hanya buat kamu sayang !!!” Ucap Lintang sok romantis abis.
“Bagus banget !!!...makasih yang Akangku yang ganteng...i love u!!”
Cuppss..Ratih merasa terbuai oleh alunan puisi Lintang. Satu ciuman di
pipi Lintang dari Ratih laksana bagai bola salju sejuk menghempas jiwa
Lintang jauh ke dalam jurang keindahan, keteduhan, ketentraman yang
fana.
PRAKKK...
Ratih terhenyak, disampingnya terlihat Lintang telah limbung. Sesaat
kemudian Lintang terlihat hendak bangun ketika satu injakan keras
menekan siku tangan Lintang hingga berbunyi Krakkk..!!. Tangan Lintang
patah. Lintang mengaduh tak tertahankan. Ratih menoleh ke belakang.
Terlihat Seorang pria bercadar bersama 7 orang berbadan gelap kekar
menunjukkan senyum sadisnya ke arah Ratih yang memekik tertahan.
“Hahaha...Lintang Timur bangs*t...rasakan lu hahaha.. !!! kampret !!
Huhh rasakan sekarang Hahaha...” Seorang pria bercadar terbahak ditengah
raungan sakit yang dirasakan Lintang.
Ratih menjerit histeris. Ia segera mendekat ke arah Lintang yang
tergeletak merintih tak jauh dari kakinya. Namun baru sekitar sejengkal
kaki Ratih melangkah, tiba-tiba...BUKKK..salah satu pria berbadan gelap
memukulkan sebatang kayu ke tengkuk Ratih. Pukulan telak itu serta merta
membuat ratih pingsan tak sadarkan diri. Lintang mengetahui itu namun
derita di tangannya yang patah menghambat laju geraknya yang masih
mencoba merangkak untuk bangun.
BUUKK BUKK...selusin dua lusin tendangan ke arah perut, dada, dan wajah
Lintang yang masih dalam posisi bersimpuh dilesakkan pria bercadar
melengkapi rasa sakit yang mendera Lintang. Lintang terpental dan
terkapar. Ke delapan pria itu mengangkat tubuh Ratih dan membawanya,
Lintang hampir tak sadarkan diri saat menyaksikan kekasihnya dibawa
kabur tanpa ia bisa menolongnya. Sisa kesadaran Lintang yang masih ada
mengingatkannya untuk menekan tombol navigasi yang ada di HP nya.
Sebagai ahli komputer, tak sulit bagi Lintang untuk menambahkan setup
alat pelacak GPS dari HP Ratih yang langsung terintegrasi dengan HP
Lintang. Apalagi HP Lintang maupun Ratih sama-sama berbasis OS Android
yang merupakan turunan dari keluarga Linux, sehingga lebih mudah dalam
mengoprek dan menjejalinya dengan berbagai varian perangkat lunak yang
dibutuhkan.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;
Sebuah mobil berwarna coklat gelap memasuki areal perumahan mewah di
pinggiran kota. Memasuki tikungan pertama, mobil berbelok kiri dan
langsung membelok masuk ke carport rumah di deretan ketiga sebelah kiri.
Perumahan masih sangat baru dan baru beberapa rumah yang telah
ditempati.
Pintu mobil terbuka, delapan pria turun dan membopong seorang gadis
manis yang tak sadarkan diri. Gadis itu adalah Ratih. Ia dibawa paksa
oleh segerombolan pria bengis itu setelah sebelumnya menghajar Lintang
hingga patah tulang dan luka-luka.
“Bos...apa bos masih demen ama nih cewek???...siapa tahu dia sudah
bekas di-ewe sama si Lintang !!” Salah satu pria berbadan gelap membuka
pembicaraan saat semua pria telah masuk ke dalam rumah bertipe 70 itu.
“Hohoho...gue emang ngidam n suka ama nih cewek...tapi itu
dulu...sebelum Lintang ngerebutnya !!!...Kalo sekarang sih...ogah
jack!!! emangnya gue tukang loak, siap menampung barang bekas model
apapun ???...no no no!!!...gue lebih milih untuk ngebales Lintang
aja!!!” Balas pria bercadar sambil terkekeh.
“Trus...mo diapain nih dara cantik bos??” Tanya seorang pria lainnya.
“Kita gagahi rame-rame....Hahahaha...biar mampus tuh Lintang...biar dia
tahu rasa...Hahaha !!” Pria bercadar kembali berucap sembari ngakak
meledakkan tawanya yang tidak sedap didengar.
“Hoii cewek cantik...bangun yukk...waktunya makan malam...hahaha...!!!”
Lanjut sang Pria bercadar sambil menggoyang tubuh Ratih yang masih
pingsan.
Seorang pria melangkah masuk ke bagian gudang dan kembali dengan membawa
sebotol Jack .D ditangan kirinya. Tangan kanannya memegang sebuah spon
lusuh berbentuk kotak, sepertinya adalah spon bekas cuci piring.
“Pakai ini bos !!! Bau alkohol yang menyengat akan membangunkan gadis
seksi ini !!” Ucap sang pria pembawa botol sembari menuangkan sebagian
isi botol ke spon yang dibawanya dan mengulurkannya ke arah pria
bercadar.
“Wahaa...pinter juga lu jack...ga salah gue pilih anak buah macam
kalian...” Si cadar berucap sembari tangannya sibuk mengoleskan spon
basah tersebut ke depan hidung Ratih.
“Ehm uhh...aku dimana...???” Ratih mulai tersadar, matanya terlihat bingung memandang ruangan yang tak dikenalnya.
“Halo Rika...makin cantik aja lu !!!” Pria bercadar mencoba menyapa
Ratih sambil tangannya sibuk membuka cadar yang menutupi sebagian hidung
dan mulutnya.
Ratih kaget bukan kepalang. Ia berangsur-angsur ingat bahwa ia dan
Lintang baru saja mengalami penganiayaan. Dan saat itu ia telah bersama
kedelepan pria penganiaya, namun ia tak mendapati keberadaan sosok
Lintang disana. Lebih kaget lagi saat ia memandang wajah pria yang
sekarang telah menanggalkan cadarnya.
“SS..SS..Sonny !!” Teriak Ratih tercekat.
“Ow oww..jangan kaget seperti itulah cantik !!! biasa aja...kalem-kalem
aja lah hahaha...” Pria yang disebut Ratih sebagai Sonny itu menjawab.
“Apa yang kau lakukan Sonny??!!” Hardik Ratih dengan suara bergetar karena amarah dan takut yang silih berganti hadir.
“Apa yang gue lakuin? Hahaha...tanya saja sama pacarmu Lintang itu !!
Upss..lupa...dia kan sudah mampus ya tadi !!! Hahahaha...Tanya sama
tembok aja dehh...!!” Jawab Sonny tanpa beban.
“Kang Lintang meninggal ??? itu tak mungkin....tak mungkin Huu hhu Hikss..” Ratih mulai menangis dan berteriak tanpa kontrol.
“Kang kang...kang kampret mu itu memang kepar*t !!!...Dulu dia pukul gue
gara-gara Citra...Sekarang dia rebut lu yang udah gue idam-idamin
lama...apa itu ga namanya tukang rebut cap kamprett ??!!” Bentak Sonny
bengal.
“Lu denger ya...gue emang dari dulu suka sama lu...lu nya aja yang sok
banget jadi cewek...mati-matian gue bikin perhatian ke elu...lu cuman
cuek aja...ehh ujung-ujungnya malah Lintang sialan itu yang jadi pacar
lu...!!!...Jadi sekarang...gue mo rebut kembali idaman gue itu tapi
bukan cintanya seperti dulu....hanya tubuhnya saja Hahahaha...!!!” Ucap
Sonny tanpa perasaan. Terlihat Ratih semakin mengkerut takut, apalagi di
sekelilingnya telah berdiri 7 pria lain selain Sonny yang memandangnya
dengan tatapan sadis dan mesum.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
Sonny segera memberikan instruksi kepada anak buahnya agar memulai aksi
terhadap Ratih. Ratih yang melihat gelagat tak sedap itu sontak berdiri
dan mencoba untuk berlari menuju pintu. Namun Ratih bukan tandingan buat
delapan orang pria tersebut. Baru pada langkah ke dua, tubuh Ratih
telah ditarik kembali dan di seret menuju kamar di ruang tengah.
Diruangan itu ada selembar kasur gulung berukuran single. Ratih
dihempaskan ke sana hingga kepalanya membentur tembok di sisi kiri
kasur. Ratih mengaduh, namun suaranya kemudian hilang ditelan bahak tawa
para pria yang memenuhi ruangan 4 x 5 Meter itu.
Sonny melangkah maju, ia tarik paksa kemeja pink Ratih yang menutupi
bagian atas tubuhnya. Kancing-kancing bergelindingan jatuh ke lantai.
Ratih meronta namun kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang lain
hingga ia tak mampu berbuat apa-apa lagi.
Kini bra Ratih berwarna pink terlihat jelas diantara sisi-sisi kemejanya
yang terbuka dan tak berkancing lagi. Dada indah dan putih Ratih ter
ekspos dengan jelas. Lehernya yang jenjang, tepian atas dadanya yang
putih mulus, dan belahan buah dada yang sekal membuat seluruh hadirin
menelan ludah. Sekali lagi Sonny menarik paksa pakaian Ratih. Kali ini
bra pink Ratih yang menjadi korban. Tanpa membuka kaitannya, Sonny
menarik keras bra tersebut sehingga karet pengikatnya menjepret keras
kulit punggung ratih yang mulus tanpa noda. Kawat pengait yang terbetot
lepas dengan keras menggores bagai kuku tajam di punggung ratih.
Terlihat luka-luka goresan merembeskan darah segar memedihkan.
“Aduhh jangann !!” Ratih menjerit dan meronta, namun pegangan yang kuat
pada tangan dan kakinya membuat usahanya menjadi sia-sia.
Gugusan buah dada mulus montok dengan ujung puting merah muda membusung
indah dan bergoyang-goyang menggiurkan seiring rontaan Ratih yang tiada
henti meski tak akan membuahkan hasil.
“Jangan Sonny...jangan...!! kepara*t kau !!! ratih memohon dan
mengumpat seperti kesurupan, namun Sonny hanya terkekeh tak bergeming.
“Diam kau sunda*l !!!” PLAKKK...Sonny menghardik kotor dan menampar pipi
gadis manis itu dengan keras membuat si Ratih yang kacau jiwanya
menjadi semakin histeris dan menangis meraung-raung.
“Jangannn !!! jangannn !! tidakk..uhukk uhukk..” Ratih terus menjerit
keras memekakkan telinga hingga terbatuk-batuk dan suaranya terdengar
parau.
Rok Ratih yang tidak terlalu panjang ditarik keatas dengan cepat oleh
Sonny hingga menampakkan kedua paha mulus Ratih yang padat, putih dan
sekal. Diujung paha itu bersemayam sebuah lembah subur dengan rerumputan
perdu yang masih terpagari secarik CD berenda berwarna merah menyala
membuat api nafsu birahi Sonny and d'genk ikut memerah panas.
Sonny menarik paksa CD Ratih hingga terlepas sempurna dari kakinya yang
jenjang gemulai. Pemandangan indah bagi para kaum adam bejat disana
tatkala teronggok sebongkah daging berbelah tengah mengatup rapat nan
memukau.
“Wahh indah sekali bos Meymeynya...sepertinya masih keset nih
hihihi...jarang dipakai !!!!” Seorang anak buah Sonny bernama panggilan
Joker berucap sambil mencoba meraba belahan Meymey Ratih yang kini tak
berpenutup.
PLEKK..
“Heii...gue dulu, bodoh !!! lu sisanya aja entaran ya !!!” Sonny menampik tangan Joker dengan uring-uringan.
“Sonn...sudah Sonn...lepaskan aku...jangannn !!!” Ratih masih saja meraung seperti tiada bisa berhenti.
Tanpa menggubris teriakan Ratih, Sonny segera melepas ikatan sabuknya
dan memelorotkan celana jean's beserta CD nya. Nampak Konkonnya
menjulang dengan kilap di ujungnya yang tumpul.
Sonny melangkah maju dan menindih tubuh Ratih yang tak berdaya. Ia
tempatkan kedua telapak tangannya ke atas dua buah dada Ratih dan
meremasnya dengan keras. Ia lakukan berulang-ulang remasan keras itu
hingga Ratih menjerit-jerit kesakitan. Kepala Ratih menggeleng ke kanan
dan kiri seperti ingin segera berdiri dan berlari menyelamatkan diri.
Namun, demi melihat Ratih yang semakin menggila dan meronta, Sonny
dengan cepat mengarahkan batang Konkonnya ke bagian pintu gerbang Meymey
Ratih yang masih kering tak berpelumas.
“Auuuww...jangan!!!!...sakitt Sonn !!! Teriak Ratih menghiba. Namun
teriakan Ratih hanya membuat Sonny semakin gila dan semakin memperdalam
tusukannya dengan kasar.
“Auhh tidak!!!! aduhh ….sakiitt !!!” Teriak Ratih nyaring saat batang
Sonny menusuk penuh dan merobek lapisan hymen Ratih yang ternyata masih
perawan. Berikutnya Hanya terdengar Sonny terengah memompa Meymey Ratih
dengan tusukan keras, kasar, dan cepat.
Joker melihat hal itu dengan sangat bernafsu. Ia merangsek maju dan
menarik kepala Ratih agar menoleh ke samping. Ia siapkan batangnya yang
keras dan hitam dan kemudian menyumpalkan batang itu ke mulut Ratih yang
sedari tadi hanya berteriak dan menjerit histeris.
Dua pria lain yang bernama Heru dan Ponirin ikut mendekat dan menyiapkan
senjata masing-masing. Mereka genggamkan kedua tangan Ratih pada kedua
burung mereka dan memaksanya dengan menuntun genggaman itu untuk
mengocok.
“Ufhh..hukk...” Suara jerit Ratih kini tak terdengar. Suara itu tertelan
ronjokan Konkon Joker yang bersarang dimulut Ratih. Butiran tetes
airmata membanjiri pelipis dan pipi Ratih. Matanya memerah sembab.
Sonny dan Joker yang sudah 'naik' duluan terlihat mulai terengah dan
bersiap untuk menembakkan peluru air ke rahim dan tenggorokan Ratih. 30
detik kemudian mereka mengerang.
“Ohhh....gila...enak brooo..!!!”
“Ahhh...mantapp pisan...hehhh”
Teriakan Sonny dan Joker bersahutan demi menggapai klimaks mereka yang
bergulung nikmat. Ratih terbatuk-batuk tersedak cairan Joker yang
menembus kerongkongannya. Tangisnya kembali terdengar pilu menyayat
hati.
Empat orang yang tersisa dan belum mendapat jatah segera berganti Maju.
Mereka merubah posisi Ratih menjadi tengkurap. Si Budhi kebagian mulut
Ratih menggantikan Konkon Joker yang sudah letoy. Si Joni meminta Budhi
untuk silih berganti dengannya 'mengerjai' mulut Ratih. Si Rukiman
'menyusruk' kebawah Ratih dan segera menancapkan batangnya yang paling
gede diantara mereka ke Meymey Ratih. Terakhir si Lucky yang
berinisiatif memerawani lobang Dubay Ratih yang terlihat berdenyut
menahan sakit di sekujur tubuhnya.
Ratih masih sedikit sadar ketika ia rasakan ada sebuah benda tumpul yang
berusaha menyeruak lubang dubay nya dengan paksa. Ia berteriak dan
memohon agar hal itu urung dilakukan. Namun Lucky tetap saja pada
pendiriannya dalam mengobrak-abrik lubang yang satu itu.
“Jangann..!!! Kurang aj*r kau....awwggh” Ratih berteriak pilu dan
mengumpat sekenanya tatkala batang Lucky centimeter demi centimeter
mulai menerobos liang fesesnya. Tak lama kemudian suara Ratih kembali
terbungkam oleh ulah Budhi dan Joni yang keasyikan mengobok muut Ratih
dengan barang berharga mereka.
Siksaan demi siksaan datang terus menerus seperti tiada pernah berhenti.
Setiap tusukan Konkon di semua lubang ditubuhnya menimbulkan rasa sakit
yang teramat sangat. Derita itu semakin terasa ketika Ratih mencoba
menahannya. Rasa sakit tak tertahankan menderanya hingga membuatnya
hidup diantara sadar dan pingsan.
“Ufhh...mmhh.....!!!” Ratih mendelik demi menerima siksaan berantai di
semua bagian tubuhnya. persendiannya terasa sangat lemas untuk bisa
meronta lagi.
Genjotan dan gebretan terus saja menghujam setiap lobang di tubuh Ratih.
Rintihan, tangisan, jeritan, dan segala keluh kesah yang terlontar dari
bibir Ratih seperti hanya dianggap angin lalu oleh pria-pria bejat
tersebut.
Sodokan bertubi di Meymey dan Dubay terus saja merejam suasana kelam
yang meyelimuti jiwa dan alam pikir Ratih. Bathin Ratih terguncang,
pikirannya menerawang jauh, kegetiran jiwa begitu menyakitkan psikologis
Ratih.
Sekian menit berselang, para pelaku bola sodok di Meymey dan Dubay Ratih
mencapai klimaksnya. Hampir bersamaan mereka membanjiri kedua liang
Ratih dengan sesuatu yang kental. Namun tak sempat Ratih berdiam, Budhi
dan Joni berhambur menggantikan tugas Rukiman dan Lucky yang baru saja
turun mesin. Sedangkan Heru dan Ponirin meminta mulut Ratih untuk
melumati kedua batang mereka yang sudah separuh jalan sebelumnya bersama
kocongan jemari lentik Ratih.
“Hkk...sudd..ahh !!” Suara Ratih semakin lemah terdengar. Ia sudah
hampir tak sadarkan diri. Beberapa pria yang telah Letoy terlihat asyik
mempermainkan buah dada Ratih dengan memilin dan meremasnya secara
bergantian.
Sebelum ke-empat pria terakhir mencapai klimaksnya, tiba-tiba...
BRUUAKK...ANGKAT TANGAN ANDA !!!
Tanpa dinyana, tanpa dikira, tanpa diduga, segerombolan manusia
berseragam coklat mendobrak pintu ruang tamu. Polisi berseragam lengkap
merangsek maju. Serta merta para pria bejat diringkus tanpa ada
perlawanan yang berarti karena asyiknya mereka menghajar Ratih tanpa ada
yang berjaga. Meski kedatangan polisi-polisi ini cukup terlambat, namun
lacakan GPS Lintang sudah cukup banyak membantu memberikan informasi
kepada polisi agar bisa secepatnya membekuk kawanan kriminal ini.
Dua orang polisi wanita menghambur maju dengan membawa selimut lebar dan
segera membawa Ratih keluar dari tempat jahanam tersebut. Kondisi Ratih
sungguh sangat memprihatinkan. Tangisnya telah hilang lenyap. Ia hanya
terdiam tanpa kata dengan pandangan kosong. Hati dan pikirannya
benar-benar terguncang hebat. Bahkan saat memasuki mobil patrolipun
nampak ia sangat ketakutan setengah mati seperti orang yang kesurupan.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;
Satu minggu telah berjalan. Angin bertiup lambat disuatu siang yang
panas. Terik matahari begitu menyengat hingga serasa membakar ubun-ubun.
Jiwa-jiwa yang melata di pelataran persada begitu tersiksa oleh
sengatan sang surya.
Disebuah kamar rumah sakit, tengah terkapar seorang pria dengan lilitan
tebal kasa di tangan kirinya. Warna merah gelap dan memar menghiasi
beberapa bahian tubuhnya. Masa istirahat yang kurang beberapa hari lagi
di pembaringan begitu ia rasakan menyiksa. Pikirannya melayang, jiwanya
mendekam dalam asa yang terpangkas.
Pria merana itu adalah Litang Timur yang sedang menjalani perawatan inap
akibat luka-luka dan patah tulang lengan yang dialaminya. Kabar tentang
penderitaan Ratih telah ia dengar dari Citra yang beberapa kali muncul
dan menjenguknya. Ribuan permintaan maaf dari Citra dan keluarga besar
Citra kepada Lintang dan Ratih bertubi-tubi terucap beriring rasa
penyesalan yang dalam. Perbuatan Sonny yang notabene adalah keluarga
besar Citra sungguh sangat memalukan dan mencoreng nama keluarga. Senyum
kecut Lintang menghiasi bibirnya setiap kali Citra maupun keluarganya
muncul di kamar inap Lintang. Hati Lintang benar-benar terluka akibat
perlakuan terkutuk Sonny meski Sonny sekarang telah diringkus polisi dan
mendekam dalam tahanan.
Di sebuah kamar pengap dan tertutup, duduk seorang dara cantik dengan
dandanan kusut tak terurus. Ratih telah seminggu ini menjalani proses
rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa akibat syok yang dialaminya. Hingga
detik ini, Ratih masih berdiam diri dengan pandangan yang tetap kosong.
Siapapun yang mengajaknya bicara seperti tak didengarnya. Ia seperti
linglung. Matanya memandang dinding putih di kamarnya tanpa henti.
Kejiwaan Ratih sedang terguncang. Mmenurut dokter, kejiwaan Ratih ini
bisa saja sembuh dengan cepat atau juga bisaa saja akan demikian
selama-lamanya. Hanya getaran tertentu yang bisa membangunkan kembali
daya sadarnya seperti semula.
Lintang yang mendengar berita gangguan kejiwaan Ratih itu dari Citra
hanya bisa termenung. Airmatanya menetes membasahi wajah tampannya
setiap kali ia mengingat kekasihnya yang sedang sakit. Dunia ini terasa
begitu sempit dan menghimpit. Entah sampai kapan...
Dalam lamunnya, Lintang menorehkan bait-bait duka dalam notepad HP dengan iringan linang air mata.
…............................................ ..
Dukamu dukaku jua...
Rasamu rasaku meregang nestapa,
hingar bingar terbungkam,
ceria terendam kelam.
Tetes airmata mengejar harapan yang tak berujung,
Dunia ini hilang dari genggaman,
bidadari pergi sesaat atau akan kah kembali ku tak tahu,
linang sudut mataku mengusung duka lara.
Rindu terputus bagai bait puisi yang belum pernah usai,
renda kasih belum juga terajut sempurna,
sukma melayang dan menghujam bumi,
hampa dan pedih terkapar di hamparan cinta tanpa asa,
…................................................. .........................
Mendung bergelayut di atas sana. Gelap telah menelan ceria sinaran
matahari. Awan kelam berkuasa dan berderet panjang membentuk kumpulan
kapas gelap raksasa. Beban air yang di tanggung sang awan begitu
menggelayut dan siap ter-semprot ke bumi persada dengan deras.
Begitu juga dengan suasana hati Lintang yang siang itu tengah berjalan
menyusuri lorong rumah sakit jiwa tempat Ratih menjalani rehabilitasi.
Hati Lintang yang kelam dan muram telah mempengaruhi keceriaan wajahnya.
Tak ada lagi kini tawa di bibirnya, wajahnya begitu kusut dan kalut
bagai segerombol buah salak yang berwarna gelap, kasar, dan kecut.
“Nak Lintang, bagaimana keadaan kesehatanmu ??” Tanya Ibunda Ratih saat Lintang muncul di teras kamar inap Ratih.
“Jauh lebih baik Bu. Beberapa luka sudah kering, Memar juga sudah
hilang, tapi tangan yang patah ini masih belum bisa digunakan...!!” Ucap
Lintang sambil menunjuk tangan kirinya yang di perban dan digendongnya
di depan dada.
“Ratih di dalam Bu??? bagaimana perkembangannya??? sejak kejadian itu,
saya belum ketemu dia sama sekali !!!” Lintang bertanya kepada Ibunda
Ratih yang nampak letih dan murung. Wajahnya semakin terlihat 'sepuh'
jika dalam keadaan murung seperti itu.
“Iya Nak Lintang, tolonglah dia Nak...hingga hari ini dia masih saja
seperti itu...diam tanpa berkata apa-apa...pandangannya kosong...tapi
untunglah ia masih mau makan..!!” Balas sang Ibunda dengan mulai
dibarengi tetesan airmata kesedihan.
Lintang memasuki ruangan tempat Ratih dirawat. Nampak Ratih yang agak
kurus duduk di pojok ranjang tanpa ada reaksi pada kedatangan Lintang.
Hati Lintang semakin remuk redam menyaksikan kondisi kekasihnya yang
memprihatinkan itu. Wajah Ratih yang terlihat pucat dan kurus sebagian
tertutupi rambut panjangnya yang lumayan awut-awutan. Sungguh
memprihatinkan.
“Adek...!!”
“Adek Ratih...!!!”
“Jawab Dek...jangan diam saja !!”
“Adek....dekk..!!”
Suara Lintang seperti sedang berbicara sendiri tanpa ada lawan bicara. Ratih hanya diam tanpa memandang Lintang sedikitpun.
“Dek...aku Lintang dik...kamu inget aku kan ???
“Kok masih diem Dek...!!”
“Kamu sudah lupa pada cinta kita ???”
“Kamu sudah lupa pada kisah kita !!??”
Tiba-tiba Ratih melotot ke arah Lintang setelah Lintang menyebutkan kata
'Kisah'. Sepertinya Ratih cukup sensitif dengan kata tersebut. Sejurus
kemudian Ratih terlihat menangis dan menunjuk-nunjuk Lintang dengan
penuh amarah.
“Pergi kau...jangan mendekat....jangan perkosa aku !!!
Pergi...pergi...!!!” Ucap Ratih dan sontak membuat Lintang kaget. Namun
Tarikan tangan perawat di bahu Lintang membuat Lintang terpaksa
mengikuti ajakan si perawat untuk meninggalkan ruangan itu.
“Mas yang sabar ya...Ratih masih dalam kondisi labil...ia begitu
sensitif dengan yang namanya lelaki...kemarin dia juga sempat
marah-marah saat paman dan sepupu laki-lakinya datang...mungkin dia
butuh waktu Mas !!!” Ungkap si perawat saat beriring dengan Lintang
keluar dari Ruangan Ratih.
Tiba di depan kamar Ratih, Lintang bertemu kembali dengan Ibunda Ratih
yang saat itu sedang ditemani oleh paman Ratih yang tadi dibcarakan oleh
perawat.
“Nak...bagaimana Rika tadi Nak ??? apa reaksi dia saat bertemu kamu ??” Tanya Ibunda Ratih terlihat cemas.
“Heffhh...Nasib Mas ini sama dengan para tamu pria lainnya Bu...” Ucap si perawat sambil menghela nafas panjang.
“Nak Lintang...tolong bantu Ibu ya...jangan tinggalkan Rika Nak...Ibu
mohon...tolongggg banget Nak...Jangan kamu mundur gara-gara Rika sakit
seperti ini...mari kita usahakan bersama untuk kesembuhan Rika..!!!
Hanya Nak Lintang yang mampu merubah tabiat buruk Rika selama ini...!!”
Ibunda Ratih memohon dengan sangat kepada Lintang.
“Iya Ibu....saya memahami itu...dan kejadian ini kan musibah kami
berdua...semoga kami sanggup menghadapi cobaan ini..!!!” Balas Lintang
serius meski sebenarnya dari dalam lubuk hatinya mulai bersemayam
kepedihan yang membeku dan mengeras. Harapan apa lagi yang harus ia
dambakan?. Hanyalah kepasrahan tanpa ujung. Disudut hatinya yang lain
terbesit sebuah keinginan untuk tetap meraih kebahagiaan bagi jiwa
mudanya tanpa harus menanti sesuatu yang tak pasti.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :
“”””””””””””””””””””””””””””””””
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;
Lintang kini sedang diliputi kegundahan yang menjelma menjadi momok
menakutkan dan membayangi setiap langkah kaki Lintang. Dalam hati ia
sangat-sangat merasa kehilangan atas sakitnya Ratih. Namun di sisi lain,
sebagai jiwa dan pribadi yang normal, ia juga menginginkan sebuah
kepastian atas hubungan yang telah hilang ujungnya itu.
Penderitaan Ratih memang memiliki keterkaitan yang erat dengan Lintang
sebagai aktor utama dalam kejadian menyedihkan yang ia alami. Rasa sedih
Lintang selalu muncul setiap kali ia teringat akan keadaan Ratih.
Namung gamang dan mamang turut menyembul memperkeruh suasana hati
Lintang yang tengah mendung. Ia mencoba untuk berpikir lebih logis pada
pengejawantahan keadaan Ratih. Jika seandainya Ratih selamaya seperti
itu, berarti selama itu pula Lintang akan menjalani hari-harinya dengan
kesendirian dan kesedihan yang tak berujung.
Lintang masih termenung di dalam kamarnya ketika terdengar suara ketukan pintu kamarnya dari luar sana.
CEKLEKK...
“Owhh Kakek Seno...ada apa Kek ???” Sambut Lintang ramah saat mengetahui
bahwa tamu yang sedang berada di ambang pintu kamarnya itu adalah induk
semang kosan Lintang sendiri.
“Boleh kakek masuk Den???” Tanya Kakek Seno sopan.
“Silahkan...silahkan Kek...!!!” Jawab Lintang antusias.
“Kakek dengar dari teman Aden si Bimo itu, bahwa pacarmu sedang
mengalami gangguan kejiwaan ya???” Ucap Kek Seno setelah duduk di bibir
ranjang Lintang dengan gerakan super pelan karena pinggang tuanya yang
sering kambuh reumatik susah diajak berkompromi.
“Benar sekali Kek...tapi nama teman Lintang itu Bima...bukan Bimo !!”
Lanjut Lintang berusaha menjelaskan sekaligus mengiyakan pertanyaan Kek
Seno barusan.
“Halah Den...podo wae...sama saja...Bima Bimo – Bimo Bima !!!...wong
artinya juga sama kok!!!” Serobot Kek Seno dengan memonyongkan bibirnya.
Dengan usia beliau yang sudah berkepala 7 adakalanya tumbuh kembali
sikap kekanakan dan seenaknya sendiri. Maklumlah, namanya juga orang
tua.
“Iya deh...'sak kerso' Kakek saja...!!!. Mungkin Kakek ada saran untuk
musibah yang saya alami ini Kek ??” Jawab Lintang dilanjutkan dengan
pertanyaan to de point pada topik pembicaraan.
“Aden setuju tidak dengan istilah CINTA MATI...???” Tanya Kakek menyelidik.
“Setuju sih Kek...meski kelihatannya berat !!!” Jawab Lintang sambil mengerutkan dahi.
“Lha kok pakai 'sih' segala to...!!! kayaknya kok susah banget bilang
IYA...!!. Den...Kalau Kakek... kurang setuju dengan istilah itu. Kakek
lebih tertarik untuk menyebutnya sebagai CINTA YANG PENUH
KESETIAAN....jadi....cinta itu bukan 'kebodohan' yang mauuuu... aja
diajak mati bareng berdua...itu namanya blo'on!!!. Tapi kalau setia itu
pengertiannya lain lagi...Aden bisa membayangkan jika Aden merokok merek
A, meski diganti dan dipaksa merek apa aja tetep akan lebih enak merek
A. Itulah setia. Di dalam hal kesetiaan berkaitan dengan hubungan sesama
manusia, setia itu ada pengorbanan, perhatian, kasih sayang, pemberian,
dan juga kebersamaan!!!”.
“Nah...Kakek berharap Aden bisa seperti itu...!!! Tanggalkanlah seribu
kekhawatiran yang selalu datang. Fokuslah pada kesembuhan gadis itu.
Jiwa pesimis, khawatir, ragu-ragu, dan dangkal hanyalah milik
manusia-manusia berjiwa rapuh. Kekhawatiran yang terus menerus akan
menumbuhkan jiwa pecundang bagi pemiliknya. Bahasa inggris kata anak
muda jaman sekarang kalo ga salah NDELOSOR !!” Ucap sang Kakek dengan
mimik muka serius.
“The Looser maksudnya Kek ??” Tanya Lintang membenarkan istilah inggrisan Kakek Seno yang amburadul.
“Hehe...iya..iya..bener...itu..apa tadi..eee..NDELOSOR !!!” Balas Kakek
tetap dengan ejaan yang salah. Akhirnya Lintang hanya bisa mengiyakan di
iringi senyum simpul tanda maklum.
“Jadi Den...berjuanglah menuntun jiwa dalam kadar kesetiaan yang tinggi!!!”
Lintang hanya bisa bengong sambil dagunya terlihat turun naik
mengangguk-angguk setiap kali Kakek Seno menyelesaikan kalimatnya.
“Jika seandainya keadaan masih seperti ini terus, sampai kapan saya harus menunggu Kek??” Tanya Lintang datar.
“Sampai semampu kamu Den !!! Jangan paksakan untuk terus setia jika
hatimu tak kuasa. Kesetiaan itu keikhlasan Den...!!, jadi jika kamu
sanggup untuk setia maka tak ada ujung waktu yang akan mengakhirinya.
Namun jika kamu memilih untuk tak menunggu, maka batasan itu hanya Aden
sendiri yang bisa menentukan.” Lanjut sang Kakek tetap dengan suara
manulanya yang berat.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
“”””””””””””””””””””””””””””””
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
Sekian bulan berjalan...
Malam minggu yang sepi. Kesepian itu hanya bersemayam di hati Lintang
yang senantiasa kacau merasakan keindahan yang tercekat. Sayap-sayap
cinta yang telah terkembang, kini layu dan tak mampu lagi terbangkan
dirinya keatas menggapai rembulan. Burung-burung malam suarakan nadanya
yang ganjil dan aneh seakan mengejek dan menghina Lintang yang sedari
tadi hanya terpekur sendiri di depan meja belajarnya. Dalam diam,
jemarinya seperti biasa berusaha merangkai jalinan puisi gundah gulana
sebagai curahan rasa.
…................................................. .......
Rasa Cinta....rasa luka,
Rasa Rindu...sendu,
Kasih sayang...kisah malang,
Harapan...impian.
Biru Hati...kegetiran nurani,
Hasrat jiwa...duka lara..
Hanya duduk dalam keresahan,
menanti belit berujung sakit,
Matahati sirna,
Sinaran jiwa pergi,
Dendang ini tersekat,
Irama melambat,
Suka menjadi sekarat,
Aku lapar pada hidangan cinta,
Jiwaku gersang, meranggas, dan terbang,
Ku tak ingin meradang...
…................................................. .............
Jemari tangan Lintang sesaat berhenti mengetikkan kata demi kata di
notepad HP nya. Ia baca sekali lagi rangkaian kata-kata puisi yang baru
saja dirampungkannya. Matanya terlihat sayu tanpa gairah.
Merasa suntuk dengan semua itu, Lintang berniat untuk pergi ke salah
satu pusat layanan karaoke. Ia berharap dengan bernyanyi dapat sedikit
melepaskan beban pikirannya. Dengan gontai Lintang pun melangkah untuk
berbenah diri dan segera memacu mobil kesayangannya menuju sebuah tempat
karaoke yang cukup ternama. Tangannya yang patah sudah membaik dan bisa
digunakan meski harus dengan berhati-hati.
“Sendirian Mas??? mo konser tunggal nih ceritanya???...sewa berapa jam
Mas?” Tanya resepsionis karaoke ramah saat Lintang muncul di meja
reservasi kamar karaoke.
“Dua Jam dulu deh Mbak...nanti kalau kurang, bisa nambah kan???” Jawab
Lintang sambil bertanya balik. Mata Lintang agak nakal memandang baju
seragam mbak-mbak itu yang kancing atasnya terbuka dan mempertontonkan
belahan tengah dadanya yang ehem suit suit. Bisa jadi tak sengaja
kancing itu terbuka, tapi ada kemungkinan juga jika memang kancing itu
sengaja dibuka untuk menarik perhatian pengunjung karaoke.
“Boleh Mas...boleh...silahkan menuju kamar 201, disana staf kami telah
menunggu!!!” Jawab Mbak resepsionis lagi dengan agak centil
menggemaskan.
“Ditunggu sebentar Mas...semenit lagi penyewa sebelumnya akan selesai” Ucap Mas penjaga kamar 201 ramah.
CEKLEKK..Suara pintu kamar terbuka.
“Mas...boleh nambah ga Mas ???” Tanya seorang cewek yang baru saja membuka pintu kamar 201.
“Maaf Mbak...ruangan ini sudah dipesan antrian berikutnya...kalau Mbak
mau, bisa dioper ke kamar lain untuk tambahan jam nya !!!” Jawab Mas
yang tadi dengan tetap ramah dan penuh senyum.
“Wah nanggung Mas...lagu kesukaan gue sudah mo muter sebentar
lagi...apalagi nih ruangan sangat nyaman Mas...gue comfort di ruangan
ini...gue kan udah langganan disini lama Mas...nomer kamar yang gue
minta pasti 201...ga mau yang laen !!!” Ucap Mbak itu agak cemberut.
“Maaf Mbak...ini saya yang mau sewa...lha nasib saya bagaimana dong
kalau Mbak ga mau pindah kamar !!!” Sambut Lintang sambil berusaha
tersenyum semanis Mas penjaga yang tadi.
“Lho...Mas mo karaoke sendiri aja ???” Tanya si Mbak lugas.
“Emmm..iya Mbak..!!” Jawab Lintang ikut-ikutan lugas.
“Gue gabung Mas aja deh...boleh kan??? Daripada bengong sendirian
Mas...mending kita bareng...mo duet juga ayukkk !!!” si Mbak mencoba
merayu Lintang agar dibolehkan ikut gabung di ruangan karaoke yang sudah
dipesan Lintang.
“Lho...Mbak juga sendiri???...boleh deh Mbak...!” Jawab Lintang kalem.
Ia berpikir tidak ada salahnya juga menerima Mbak itu daripada ga ada
teman ngobrol.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::::::
“””””””””””””””””””””””””””””””””””””
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;
Degup jantung terasa begitu nyaring terdengar seiring suara musik grup
band kotak yang sedang diputar menghentak. Si Mbak suka nge-rock juga
ternyata. Lagu yang dia tunggu tadi adalah lagu 'beraksi' nya kotak yang
nge-beat dan hingar bingar. Gahar banget bokkk.
Lintang mencoba menikmati suasana refreshing itu. Sejenak ia ingin lupakan apa yang sedang membebani pikiran dan perasaannya.
“Mbak...belum kenalan...namaku Lintang...” Ucap Lintang berinisiatif saat lagu kotak telah selesai diputar.
“Oh iya...nama gue Shinta...gue kerja di salah satu pabrik snack...!”
Balas si cewek bernama Shinta dengan dihiasi senyuman dibibirnya.
“Pinter bikin snack dong...!!!” Ucap Lintang melanjutkan.
“Ga juga...gue di bagian HRD nya..!!!” Sambung Shinta tetap dengan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya yang cukup cantik.
“Menakutkan...!!” Sahut Lintang pendek.
“Emang kenapa Mas???” Shinta bertanya balik karena merasa janggal dengan pernyataan Lintang.
“Biasanya orang HRD itu galak hehehe !!!” Cerocos Lintang asal.
Lamat-lamat Lintang memandang sosok cantik di depannya. Cukup cantik
rupanya. Wajahnya khas keturunan Pakistan atau India. Hidungnya
mancung, wajahnya ramping disempurnakan oleh bentuk kelopak mata yang
lebar mirip tokoh-tokoh kartun di tivi. Tubuhnya sangat tinggi, kurang
lebih 175 centimeter. Buah dadanya mendesak ketat dan besar dibalik kaos
kuning pressbody yang dipadu dengan sebuah rok jeans sedikit diatas
lutut berwarna biru gelap. Paha dan buah pantatnya yang terkesan penuh
terbentuk indah sekali di bawah roknya.
“Mbak kok sendiri aja???” Tanya Lintang penasaran.
“Iya nih...gue lagi suntuk banget masalah kerjaan...HRD kan emang tukang
bikin disiplin orang...tukang ngebentak....ahh...jadi kebawa emosi
gue!!!...mumpung lagi libur, ya gue bawa refreshing aja deh..!!” Jawab
Shinta ringan sambil mengemil kacang kulit yang sudah ia pesan dari
tadi.
“Emang ga kencan Mbak malem minggu begini ???” Tanya Lintang lagi terkesan ceriwis yo wis.
“Jomblis Mas...alias Jomblo Abis hihihi...Mas kenapa juga ga ngapel sono
hayooo ??!!!” Jawab Shinta sekaligus bertanya balik dengan nada genit
membuat hati Lintang Sir...sirr..sirr.
“Nah itu dia...lagi suntuk ama pacar nih...galau bin gundah Mbak..!!!” Sambung Lintang bernada resah.
“Dibikin santai aja Mas...kita bareng-bareng lepasin sumpek di sini...!!!” Ucap Shinta memngaruhi.
“Ok deh!!!...Mbak lagu Judika yang baru dong...!!!” Sambut Lintang
dengan wajah yang terlihat lebih fresh dari pada sebelum masuk ke ruang
karaoke tadi.
Pernahkah kau merasa jarak antara kita
Kini semakin terasa setelah kau kenal dia
Aku tiada percaya teganya kau putuskan
Indahnya cinta kita yang tak ingin ku akhiri
Kau pergi tinggalkanku
Tak pernahkah kau sadari akulah yang kau sakiti
Engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkari
Oh tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku
Aku pun ingin bahagia wala tak bersama dia
Memang takkan mudah bagiku tuk lupakan segalanya
Aku pergi untuk dia
Tak pernahkah kau sadari akulah yang kau sakiti
Engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkari
Oh tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku
Aku pun ingin bahagia walau tak bersama dia
(walau tak bersama dia)
Oh tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku
Aku pun ingin bahagia walau tak bersama dia
Silih berganti mereka bergoyang, berdendang, dan berjoget. Selama itu
pula mereka mencoba untuk saling lebih akrab satu sama lain. Senda gurau
dan seloroh jahil mewarnai keakraban mereka yang baru tercipta dalam
kurun waktu 2 jam itu. Tak terasa waktu telah mengakhiri, dengan berat
hati mereka berangsur meninggalkan ruangan karaoke.
“ Naik apa tadi Shin ??” Tanya Lintang begitu mereka keluar dari tempat karaoke.
“Taxi Mas...!!” Balas Shinta singkat.
“Bareng aja sama aku...diantar sampai tujuan kok !!!” Ucap Lintang berusaha memberikan tawaran.
“Boleh deh kalo ga ngrepotin !!” Jawab Shinta lagi.
Perjalanan menuju tempat tinggal Shinta hanya di isi dengan saling
membisu hingga 20 menit kemudian mobil Lintang berhenti di depan halaman
sebuah rumah. Shinta bukan anak kos-kosan, ia menyewa rumah tipe 36 di
sebuah perumahan. Pertimbangannya, cost sewa rumah 1 tahun akan lebih
murah dibanding hidup di kos-kosan yang hanya satu kamar dan tentunya
total cost untuk pertahunnya akan lebih mahal.
“Aku langsung balik aja ya Shin...udah malem...!!!” Ucap Lintang sesaat setelah mobil berhenti sempurna di depan rumah Shinta.
“Lho kok langsung??!...duduk lah sebentar Mas di rumahku...ya sekedar
minum kopi atau teh sebagai ucapan terima kasih karena udah diantar Mas
kesini !!!” Kata Shinta dengan wajah memelas.
“Ok deh...apa gak di grebek Pak RT ntar kalau ketahuan kamu terima tamu malem-malem ??” Jawab Lintang sambil bertanya balik.
“Ini kan perumahan Mas...orang di sini pada cuek...Ketua RT nya juga belum dibentuk...santai aja Mas !!” Sambut Shinta mantap.
Shnta mengeluarkan sekumpulan kunci dari dalam tas nya dan memasukkan
satu kunci ber berkepala segi lima ke lubang kunci rumahnya. Begitu
Lintang masuk, ia dibuat terpana oleh tatanan interior Shinta yang
sungguh unik dan etnik. Ruang tamu itu hanya beralaskan lampit bambu
dengan ornamen bambu pula sebagai meja. Di atas meja itu ada sebuah
hiasan dari bambu yang membentuk semacam lampion dan memancarkan berkas
lampu berwarna hijau dari dalamnya. Dibagian dinding, tergantung sebuah
rak besar dan lagi-lagi dari bahan bambu. Di dalam rak tersebut
terpajang beberapa pigura foto dan pernik-pernik lainnya. Dibawah rak
besar ada sebuah televisi yang diletakkan dalam sebuah kotak berbahan
bambu. Sungguh tatanan rumah yang apik dan menarik.
“Silahkan duduk dulu Mas, gue mau ke kamar mandi dulu...!!” Ucap Shinta begitu mereka telah memasuki rumah Shinta.
“Shin, orang tua tinggal dimana??” Teriak Lintang kearah Shinta yang masih ada di dalam kamar mandi.
“Semua keluarga gue ada di Malang Mas...gue tinggal sendiri di sini sambil kerja !!” Teriak Shinta membalas teriakan Lintang.
Beberapa saat Lintang menunggu, Shinta muncul dengan membawa secangkir
kopi panas di tangan kanannya. Ditangan kiri ia membawa satu toples kue
kering. Kedua tangan yang terbuka itu membuat bagian dada Shinta yang
masih tertutup menjadi lebih kentara tonjolannya. Darah perjaka Lintang
dibuat berdesir karenanya.
“Mas ngopi dulu...ini kopi mantep lho Mas !!...campuran tongkat ali dan
purwaceng...rasanya sedap rempah...efeknya bikin melek dan grenggg..!!!”
Ucap Shinta sambil meletakkan kopi itu diatas meja. Posisi Shinta yang
membungkuk membuat bagian leher kaosnya sedikit melonggar. Mata Lintang
dibuat tak bisa berkedip, bagian leher yang terbuka itu mempertontonkan
buah dada sekal Shinta yang bergelayut dalam bra warna hitamnya. Bagian
leher dan atas dada yang terbuka membuktikan kualitas kebersihan kulit
Shinta. Kulit itu demikian putih bersih dan mulus.
“Lho kamu koleksi kopi begituan ngapain ???” Tanya Lintang penasaran.
“Ini kopi kiriman dari saudara di Malang...rencana sih mo Shinta tawarin
buat trial di warkop-warkop...siapa tahu laku keras!!!...kan lumayan
buat bisnis sampingan Mas..!!!” Jawab Shinta sambil beralih duduk di
sisi kanan Lintang. Kaki Shinta yang dilipat untuk bisa duduk lesehan
membuat kain rok jean's di pahanya tertarik keatas. Dua pasang paha
putih mulus dan tembem seksi terbuka dengan cepat hingga hampir
mendekati pangkalnya, namun Shinta dengan cepat pula menarik kembali
roknya ke bawah dengan wajah tersipu malu. Dua, tiga sruputan di bibir
cangkir kopi dilakukan Lintang dengan hati-hati. Suhu panas air cukup
mempengaruhi ke hati-hatiannya.
“Hemmm...sedap Shin..!!” Ucap Lintang sambil tersenyum kearah Shinta.
“Ya harus dihabisin kalau gitu Mas...!!” Lanjut Shinta dengan cepat.
“Waduhh...ga muat perutku Shin...tadi aja udah minum 2 botol air mineral
pas nyanyi karaoke..bantuin ya...50:50 deh...hehehe” Seloroh Lintang
sambil terkekeh.
Tanpa menunggu persetujuan dari Shinta, Lintang langsung saja
mengarahkan cangkir ke bibir Shinta. Mau tidak mau Shinta harus membuka
mulutnya untuk menerima suapan kopi dari Lintang. Jarak wajah Lintang
tak kurang dari 20 centimeter saat menyuapkan kopi ke Shinta. Sesaat
setelah cangkir kopi telah kembali ke meja, wajah mereka yang saling
berdekatan menjadi saling pandang. Tak tahu siapa yang memulai,
tahu-tahu bibir Lintang sudah menyatu dengan bibir Shinta. Kecipak suara
perciuman mulai menyebar memenuhi ruangan.
Silih berganti bibir mereka saling melumat dan mengulum tiada henti.
Kepala Shinta sedikit terdongak demi menerima serbuan bibir Lintang yang
terus menyerang dan menyerang. Kehausan jiwa Lintang pada kasih telah
menghantarkannya merengkuh perciuman mesra bersama Shinta. Sejenak ia
terlupa pada Ratih yang masih termenung memandang dinding-dinding putih
ruang inap RSJ.
Sekian menit berlangsung, Shinta seperti tersadar. Ia tarik bibirnya
dari perciuman itu. Lintang dan Shinta saling berpandangan. Bibir Shinta
menyunggingkan senyum malu-malu. Pipinya memerah, entah karena malu
ataukah telah terbakar bara api nafsu.
Lama saling berpandangan, dengan tatapan sayu Shinta merengkuh pundak
Lintang dan merangkulnya. Sejurus kemudian mereka terlihat kembali
berciuman penuh gairah. Telapak tangan Lintang mulai mengelus punggung
dan pundak Shinta dengan lembut. Jemari tangan Shinta membalas elusan
itu dengan remasan lemah di bahu Lintang.
Lidah Lintang melesak jauh menerobos gugusan gigi bersih Shinta dan
berusaha meraih lidah Shinta. Lidah mereka pun bertemu. Pipi Shinta
terlihat kempong karena begitu kuatnya menyedot lidah Lintang yang
terjulur. Daun bibir Shinta yang atau maupun yang bawah juga menjadi
bulan-bulanan sedotan dan jilatan Lintang. Sesekali Lintang menggigit
bibir Shinta lembut membuat si empunya merajuk manja dengan mencubit
perut Lintang.
Beberapa saat kemudian terlihat Lintang mendorong Shinta untuk telentang
di lantai yang beralaskan lampit bambu. Shinta menurut, namun Shinta
menahan tangan Lintang saat Lintang hendak membuka kaos ketat Shinta.
Lintang terkaget dan berhenti saat itu juga. Nafasnya terdengar memburu.
“Sttt...jangan disini...kita ke kamar aja yukk...!!!” Ucap Shinta sambil berbisik manja di telinga Lintang.
Serta merta Lintang membopong tubuh Shinta dan mengikuti instruksi
Shinta menuju kamarnya. Lintang meletakkan tubuh sintal Shinta diatas
spring bed. Namun Shinta bangun kembali. Ia maju kearah Lintang dan
berjongkok. Dengan pelan ia lepaskan ikat pinggang Lintang dan membuka
resleutingnya. Celana Lintang langsung meluncur turun hingga mata kaki
saat resleutingnya terbuka. Kemudian dengan agak terburu-buru Shinta
membuka CD Lintang dan mendapati tonjolan batang keras Lintang dibalik
CD itu.
Shinta memandang takjub pada batang berurat Lintang dan kemudian
mengarahkan batang keren itu ke mulutnya sendiri. Satu dua sedotan
ringan di barengi jilatan di bagian kepala Konkon dan ditutup dengan
satu sedotan kuat. Tehnik itu dilakukan Shinta berulang-ulang membuat
Lintang merem melek tak tertahankan. Sesekali kuluman itu beralih ke
bagian skrotum Lintang yang bergelayut di bawah pangkal Konkonnya.
Lintang semakin melayang dibuatnya.
“hkk...kulumanmu...jj..jago banget Shin...mmantapp bangett...ehh!!!”
Ucap Lintang terbata demi menerima perlakuan menggetarkan di sekujur
batang saktinya.
“Mmmhm...!!” Jawab Shinta tak jelas.
Lintang membuka sendiri pakaian atasnya sambil berdiri dan menerima
service onderdil. Kini tubuh tegap Lintang telah benar-benar polos tanpa
penutup apapun. Tak lama kemudian, Lintang menuntun Shinta untuk
berdiri. Dibantunya Shinta melepaskan kaos ketat yang membungkus tubuh
seksi itu. Menyembullah sepasang bukit ranum bergizi tinggi yang masih
tertutup bra warna hitam. Lintang merengkuh tubuh semi Shinta dan
dicobanya membuka kaitan bra yang ada di punggung Shinta. Seketika itu
terlontarlah dua buah gunung milik Shinta dengan bebasnya. Wajah yang
cantik penuh aura sensualitas, dipadu dengan bentuk tubuh dan buah dada
yang membusung menggoda. Sungguh pengalaman yang indah bagi Lintang.
Lintang mengajak Shinta menaiki Ranjang sembari tangannya sibuk melepas
rok beserta CD Shinta. Belahan Meymey yang montok dan berbulu lebat
terpampang sedemikian jelasnya di depan mata Lintang. Berkali-kali
Lintang tertegun memandangi buah dada dan Meymey bergantian tiada henti.
Meski cukup banyak mengenal cewek, namun pengalaman berhubungan badan
baru kali ini dialami Lintang.
Lintang memposisikan tubuhnya telentang. Ia isyaratnya kepada Shinta
untuk melanjutkan pekerjaan kulum-mengulumnya terhadap batang Lintang.
Lintang menarik tubuh Shinta sejajar dengan tubuhnya sehingga menyerupai
bentukan angka 69. Dengan ganas, Lintang membalas kuluman di batangnya
dengan memberikan terkaman harimau ke arah Meymey legit Shinta.
“Emmhh...!!!” Shinta menggelinjang saat lidah Lintang menggesek bagian klit-nya.
Mendengar desahan tertahan Shinta, Lintang semakin tertarik untuk
mengobrak-abrik lubang buaya Shinta. Semakin lama semakin intensif dan
meningkat frekuensi terkaman dan jilatan ke bibir Meymey Shinta itu. Tak
ayal Shinta dibuat semakin menggelinjang dan menegang. Berbagai gumaman
tak jelas terdengar di sela Konkon yang di kulum Shinta.
Sekian menit berkutat dengan kesibukan masing-masing 'menggarap' senjata
sakti, akhirnya Lintang berinisiatif untuk mengakhiri kuluman itu.
Diputanya tubuh Shinta dan diminta olehnya untuk telentang. Dengan cepat
Lintang menyambar bukit di dada Shinta sebelah kanan. Tangan Lintang
sibuk memainkan buah dada Shinta sebelah kiri. Lidah Lintang
menggetar-getar puting Shinta dengan cepat membuat Shinta terpekik geli.
“Uhh Mass...aduhh gelii..auww!!” Ucap Shinta sembari punggungnya
terlihat melengkung keatas menahan gejolak rasa nikmat yang menjalari
seputar puting dan dadanya.
Melihat itu Lintang semakin berani, ia emut dengan gemas semua bagian di
dada Shinta. Sesekali ia tinggalkan cupang maut di kulit putih Shinta.
Shinta hanya mampu mengerang dan mendesah menerimanya.
Tangan kanan Lintang menjalar turun. Ia gapai belanttara montok di
pangkal paha Shinta dan mengoboknya perlahan. Sambil terus mengulum buah
dada Shinta bergantian kanan dan kiri, tangan Lintang semakin sibuk
menusuk dan menggosok semua bagian di Meymey Shinta. Begitu menemukan
tonjolan kecil di ujung bagian atas Meymey Shinta, Lintang semakin
menggosoknya. Bagian klit itu ia perlakukan dengan pelayanan eksklusif.
“Auww...auww..sstt Mass...hhh!!” Shinta mendesah dan mendesik menerima perlakuan nikmat di Meymeynya itu.
Semakin lama tempo gosokan dan tusukan di Meymey Shinta semakin cepat.
Shinta dibuat semakin melonjak-lonjak oleh jari Lintang yang 'nakal'.
Kuluman dan emutan di Buah dada sekal Shinta juga belum berhenti. Shinta
menjadi melayang merasakan double attack di tubuhnya.
“Mass...ahh...sstt...mhhmhh...!!” Shinta semakin mendesah tanpa kontrol.
Kakinya menjejak-jejak kasur sehingga membuat sprei nya menjadi
awut-awutan.
“Ahh Mass auwwhh..mhh” Shinta semakin menggila dan meraung.
“Ahhummm...ssshh”
“hhkk....aahh...”
“Aiihh...ssshhh..Mass aduhh”
“Mas...Mass.. aduhh ...Shin...Shintaa...keluarr...ahhwwhh” Mata Shinta
mendelik lebar. Mulutnya merancau kacau. Kedua tangannya meremas kuat
lengan Lintang hingga meninggalkan belas kuku disana. Shinta mendapatkan
orgasm-nya yang pertama bersama pria yang baru beberapa jam lalu
dikenalnya.
Melihat reaksi panas Shinta, Lintang menjadi semakin bersemangat. Ia
segera beralih posisi dan mendekatkan Konkonnya ke Meymey Shinta secara
konvensional. Tubuh Lintang merangkak diatas tubuh Shinta yang masih
menikmati sisa-sisa orgasm yang belum surut.
Lintang mulai menciumi lagi bibir Shinta. Perlahan Lintang mengarahkan
kepala Konkon nya ke bibir Meymey Shinta. Shinta menggenggam batang
Lintang yang semakin mendekati lubang itu dan ia arahkan agar lebih pas
menyusuri lorong cinta. Dorongan lembut 3 kali telah mampu
menenggelamkan hampir separuh batang Lintang di lorong itu. 2 dorongan
keras mengakhiri perjuangan Lintang merogoh Meymey Shinta.
“Ufhhh...” Shinta mendesah tertahan.
“Hekkh...ahh ahh” Desah Shinta ketika Lintang mulai memompa batangnya dengan kecepatan rendah.
“Ehmm...ketat sekali cengkraman punya kamu Shin...enak sekali...!!!”
Bisik Lintang di telinga Shinta dan membuat Shinta tersenyum bangga.
“Uhhkkh...uhh..hukkh” Desah Shinta semakin menjadi-jadi kala Lintang
menaikkan kecepatan pompaan pada kecepatan sedang. Batang gagah Lintang
mengaduk-aduk dengan mantap jaya.
Melihat Shinta yang semakin menggelepar, Lintang berusaha menaikkan
kecepatan pompaannya menjadi full speed. Suara kecipak air kenikmatan
yang tergesek Konkon bersatu dengan suara skrotum Lintan yang membentur
bagian buah pantat Shinta menjadikan suasana terkesan lebih membara.
Shinta terlihat semakin tak kuasa untuk hanya bertahan dengan diam.
Mulutnya merancau tak jelas. Matanya hampir terkatup, hanya sebagian
putih bola matanya yang terlihat. Kedua paha sekal Shinta menggamit erat
dan melingkar di seputar pinggul Lintang.
“Huukkhh..Mas...ehmmhh” Rancau Shinta dalam buaian kenikmatan surgawi yang menggelora.
“Ehmm...huuhh ahh ahh” Mulut Lintang mengiringi rancauan Shinta dengan
desahan-desahan sejenis yang alami terlontar akibat ledakan api nafsu
yang menggelegak.
Keringat bercucuran di tubuh kedua insan yang sedang dimabuk nafsu itu.
Detak detik jam dinding berjalan seirama dengan tusukan Lintang yang
sedikit menurun kecepatannya akibat rasa lelah yang menghampirinya.
Lintang mengangkat kedua paha mulus Shinta dan meletakkaan barang mulus
itu di kedua bahunya. Lintang kembai menyodok Meymey Shinta yang
terbuka. Dengan penuh nafsu, Lintang juga menjilati jemari kaki Shinta
yang putih mulus dan sedang ada di pundaknya.
“Mas...ahh Mass..” Shinta kembali merintih dan merintih.
Bermenit—menit telah berlalu dan Lintang terlihat sudah mulai
mengkerutkan keningnya pertanda puncak klimaks yang ia buru sudah
semakin dekat. Speed semakin ditingkatkan oleh Lintang dan dilesakkan
sedalam mungkin.
“Mas...auhh enn..nnak Mas...gue...ufhh..nyampai lagiiii ahhh” Shinta
mendesah panjang dan menuntaskan capaian orgasm-nya yang kedua itu
dengan erangan nikmat.
“Shin...akkku...juga mo keluarr...di mana nih Shin keluarinnya..??”
Tanya Lintang terbata karena gelombang denyut yang semakin tak
tertahankan di batang saktinya.
“Di dalem aja Mas...lagi masa tidak subur kok!!!...awhhh” Teriak Shinta di sela desahan orgasm.
“Auhh..ahhh.ahhrrgghh” Lintang mengaum panjang laksana harimau.
Batangnya menyemburkan sekitar 7 kali sembur cairan hangat yang langsung
menggenangi lubang Meymey Shinta. Perlahan Lintang telentang di samping
tubuh seksi bugil Shinta. Wajah mereka saling berhadapan. Shinta
tersenyum manis dan mencium manja bibir Lintang. Ciuman lembut pun
terjadi. Bibir dan lidah yang saling melumat lambat menjadi hidangan
penutup.
“Kita hanya having fun ya Mas...gue gak mau melangkah lebih
serius!!!...gue gak mau kalau kita pacaran...karena....gue udah punya
pacar...!!!” Shinta menarik sejenak bibirnya dan berucap lembut.
“Ehh..eee..tapi..ap..” Ucapan Lintang terpotong oleh bibir Shinta yang
mulai kembali menciumnya. Sejurus kemudian mereka kembali berciuman
mesra, lembut, dan dalam.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
“””””””””””””””””””””””””””
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
“Tapp...tapi...katanya kamu gak punya pacar...kok sekarang jadi punya
???” Tanya Lintang heran plus terbata demi menerima pernyataan Shinta.
“Sebenernya sih ada...cuman lagi berantem...yahhh jadinya menjomblokan
diri sejenak di hari yang melelahkan ini....ehmmm...btw, permainan Mas
Lintang boleh juga Mas...!!! Garang...hihihi” Ucap Shinta sambil
melipatkan kedua tangannya di dada Lintang dibarengi dengan sandaran
kepala di atas kedua tangannya yang terlipat. Sesekali hembusan nafas
Shinta yang masih belum teratur membuat buah dadanya yang ranum
menggesek lembut bagian perut atas Lintang.
“Owhh...I see I see !!!” Jawab Lintang manggut-manggut sok ke
bule-bulean sehingga membuat Shinta menjadi gemas dan mencubit manja
hidung pria yang sedang telanjang itu.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@
@@@@@
@@
@
Senin pagi yang sejuk segar. Tetes embun masih membekas di helai
dedaunan yang belum sepenuhnya tersapu terik mentari. Kicau burung
bersahutan mengiringi kepak sayap kupu-kupu yang pagi itu sedang sibuk
mengitari setangkai bunga mawar yang mekar di depan pelataran kosan
Lintang.
Lintang sudah bersedia diatas mobil katana nya dan bersiap meluncur
memecah hiruk pikuk jalanan. Setiap sisi jalan semakin dipadati pelajar
yang saling berpacu mengejar jam upacara bendera yang 10 menit lagi akan
berlangsung.
Sekian menit kemudian...
“Permisi....!!!” Ucap Lintang di depan pintu sebuah rumah yang masih nampak hening.
“Oh Mas Lintang...ada apa nih pagi-pagi sudah nongol...awas ya kalau
minta secelup dua celup...gue lagi buru-buru ngantor Mas...!!!” Ucap
seorang cewek yang ternyata adalah Shinta.
“Ye....siapa juga yang mo uhu-uhu...aku mah mo nawarin kamu buat dianter
kerja...!!!” Balas Lintang dengan senyum simpulnya yang menawan.
“Oalah...iya deh terserah...lagian cowok gue kalau lagi marahan gini
suka ga mau nganterin gue kerja...tunggu bentar ya Mas...abis gue pakai
bedak ama lipstick, kita berangkat !!!” Teriak Shnta dari dalam kamarnya
yang beberapa hari lalu menjadi saksi bisu pergumulan nan seru.
Begitulah, Lintang semakin dibuat sibuk dengan rutinitas barunya untuk
antar jemput Shinta. Bulan semakin lama berjalan dan semakin dekat pula
hubungan mereka berdua. Tak terasa 6 bulan telah berlalu. Selama itupun
Shinta dan Lintang asyik jalan bersama tanpa sepengetahuan kekasih
Shinta.
Selama enam bulan pula Lintang telah lupa dengan keadaan Rika Ratih.
Sesekali memang ia sempatkan sejenak bertandang ke tempat perawatan
Ratih. Namun meski cinta Lintang begitu dalam terhadap Ratih, kenyataan
hanya mampu membuat Lintang menanti tanpa ujung yang pasti. Kehadiran
Shinta dalam kehidupan Lintang menjadi air penyejuk tersendiri bagi
keresahan jiwa Lintang. Sekitar 30% dari perasaan Lintang telah berbelok
dan menghembus dalam kisah bersama Shinta.
Hingga pada suatu saat...
“Shinta....lama sudah kita jalan bersama...mungkin sekaranglah waktunya
bagi aku untuk menyatakan perasaanku kepadamu. Kamu telah tahu cerita
tentang keadaan kekasihku Ratih. Aku tak ingin kau anggap aku hanya
menggunakanmu sebagai pelampiasan. Jujur, aku sangat nyaman ketika
dengan kamu....kamu mampu mengisi ruang kosong yang selama ini hampa dan
terisi harapan semu pada penantianku yang pedih...maka,
kumohon....jadilah kekasihku Shinta !!!” Lintang mengucapkan kalimat
saktinya kepada Shinta yang siang itu sedang berdua bersama Lintang di
sebuah cafe.
“Mas....memang gue barusan putus dengan pacar gue seminggu yang lalu!!!
tapi bukan berarti gue lantas akan menerima Mas jadi kekasih!!....punya
kekasih itu berat Mas...!! Gue trauma...mending seperti kita selama ini,
tanpa ikatan...tapi bisa jalan bareng...makan bareng...nonton
bareng...bahkan have fun in sex section juga bisa !!!” Balas Shinta
sambil mengerutkan dahinya.
“Tapi...aku butuh kepastian Shin !!!....sampai kapan kita seperti ini???
apa kamu gak pingin nikah suatu saat nanti ???” Sergah Lintang dengan
serius.
“Apalah arti pacaran Mas jika nantinya juga putus lagi putus lagi
!!!...kita jalani aja ya Mas...kita lihat nanti apa kita berjodoh hingga
pernikahan ataukah tidak !!” Imbuh Shinta bernada menasehati. Lintang
hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya.
“Tapi Shin...tapi...” Serang Lintang seakan tidak terima dengan jawaban Shinta yang terdengar kurang nyaman di telinganya.
“Sttt !!!...jangan berisik....gak enak di dengar orang!!!” Bisik Shinta
sambil mengisyaratkan jari telunjuk di depan bibir seksinya.
“Shin aku...aku...” Serobot Lintang dengan muka yang semakin masam.
“Hemmm....!!!” Jawab Shinta dengan sekali lagi mengisyaratkan jari
telunjuknya namun kali ini di depan bibir Lintang sembari Shinta
menggeleng-gelengkan kepalanya.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@
@@@@@
@@
@
Malam semakin larut ketika terlihat seorang cewek cantik sedang
termenung sendiri sambil bersila diatas kasur kamarnya. Potongan celana
pendek bermotif hawaii yang membungkus paha bagian atasnya terlihat
semakin terangkat keatas akibat posisi duduk bersila. Paha yang putih
mulus tanpa noda terlihat begitu berisi dan indah dipandang mata.
Lilitan kaos berbentuk kemben terlihat menantang dan menyuguhkan
tonjolan buah dada montok di balik lilitannya. Celah sempit di antara
dada atasnya menunjukkan sebuah lorong sempit menggiurkan.
Gadis itu semakin merenung. Sebentar kemudian terlihat ia merebahkan
diri dengan bertelekan kedua tangan di balik tengkuk. Nafasnya terlihat
teratur meski sesekali di selipi helaan panjang seakan sedang menyimpan
kegundahan. Setiap kali ia menghela nafas panjang, dinding buah dadanya
terlihat meregang lebar dan membuat busungan buah ranum semakin terlihat
membesar memndesak.
“Mas Lintang...mengapa nasib cinta mu demikian menyedihkan...??, dulu ku
tolak kamu...trus dijebak dalam kisah Sonya, nah sekarang...bersama
Rika juga kamu tersiksa...aku sangat prihatin menyaksikan kisahmu!!”
Bisik hati gadis manis yang sedang berada di dalam kamar tersebut
sembari matanya nanar memandang langit-langit kamar berwarna putih
bersih yang sama sekali tidak indah.
“Seandainya dulu ku terima kamu...tentu kisahmu tak akan sesulit ini
sekarang!!!...Ehmm.....Apa aku harus kembali padanya dan memintanya
menjadi kekasihku???...Kulihat perjuangannya dalam cinta sungguh kuat.
Menyesal rasanya diriku tak menerimanya waktu itu !!”
“Inikah jalan untuk ku agar bisa bersama dengannya???....haruskah aku berlari mengejar kamu...??”
Haruskah aku berlari mengejar kamu...
bila ku cinta padamu...
seribu cara tuk buktikan kepadamu...
bahwa ku sayang padamu...
Bait-bait lagu ST-12 seperti menggema di dalam gendang telinga gadis
manis yang sedang terpaku itu. Gadis itu adalah Citra yang telah lama
jauh dari kehidupan Lintang. Namun bukan berarti mereka tak pernah
saling ketemu, setiap hari bahkan mereka punya kans untuk bertemu di
kampus ungu.
“Aku harus segera datang padanya !!!” Tekad Citra membulat sebulat buah dadanya yang indah menggetarkan lubuk sukma.
“Uhhhmm...tapiii...gengsi juga kalau harus menjilat ludah
sendiri....lagian...aku kan dulu bilang udah punya tunangan..!!!Uhh
gimana nihh...?? sebelll...!!” Gumam Citra memasang muka cemberut namun
tetap saja terlihat cantik.
Citra menerawang membayangkan peristiwa penggigitan Konkon Lintang
olehnya. Tiba-tiba darahnya terasa berdesir. Bayangan Konkon yang besar
dan keras itu begitu menerobos alam nafsunya. Citra menjadi
tersenyum-senyum sendiri membayangkan batang unik Lintang. Tak sadar,
Citra menggerayangi sendiri bagian tengah celana hawaii nya. Lamunan
terhadap batang kekar Lintang telah mampu membuat api gejolak birahi
Citra menyala.
Dengan lembut ia belai permukaan Meymeynya yang masih tertutup celana
pendek. Tangannya yang lain mulai meremas buah dada montoknya dengan
lembut pula. Tak puas melakukan itu, dengan cepat ia lucuti semua
pakaiannya tanpa sisa. Ia remas kembali bukit menjulang di dadanya
dengan penuh perasaan. Bersamaan dengan itu, ia juga menggosok dan
membelai lembut dinding Meymeynya yang mulai berdenyut-denyut
terangsang.
Kaki Citra terlihat menggelepar-gelepar menikmati perlakuan magis dari
kedua tangannya. Kepalanya sesekali terdongak dan mendorong buah dadanya
semakin membusung setiap kali desiran nikmat birahi mengalir di
tubuhnya.
Tangan Citra yang sedang bermain di area terlarang yang terletak
diantara dua kakinya terlihat semakin bersemangat. Meski ia tak berani
merogoh ke dalam dengan jarinya, namun gosokan intensif semakin
meningkat. Dan bahkan sekarang telah beranjak menuju kepusat klits yang
ada di puncak labia.
“Hemmhh.....” Citra mengerang tertahan. Ia berusaha menyembunyikan
desahannya agar tak nyata terdengar keluarganya di luar kamar sana.
Kedua paha sekal putih yang sedang mengapit daging nikmat Citra terlihat
mengejang. Dengan sekuat tenaga ia membuka lebih lebar kedua paha itu
agar aksi individunya di area nikmat semakin leluasa dilakukan.
Sekitar 10 menit berselang, kedua paha itu seperti tak kuasa lagi untuk
dibuka lebih lebar. Seketika itu juga, kedua paha indah putih Citra
menjepit erat tangan Citra yang sedang asyik menggosok klits dengan
kecepatan Tinggi.
“Auwwhh....ahhhh...!!!” Citra menghentak-hentak. Orgasm ia raih dengan
ber solo karir. Matanya sayu menikmati rasa yang tak bisa diungkapkan.
Nafasnya memburu, keringatnya bercucuran membasahi kening, leher hingga
mengalir ke dua buah dada montoknya sehingga terlihat begitu mengkilat
menggoda. Hentakan itu juga membuat sang buah dada bohay bergerak-gerak
stasis. Pemandangan yang sangat menggairahkan dan memukau.
Sesaat kemudian Citra terdiam diliputi rasa lemah di sekujur tubuhnya.
Pikirannya kembali terasa fresh. Sejenak ia kembali berpikir pada
rencana yang sedari tadi ia pikirkan.
“Tapi....mungkin aku perlu sedikit nekad....nekad nolongin perasaan
Lintang...nekad juga memilih jalan bersama Lintang !!!...hidup kan
pilihan....mau jalan ke kanan, ke kiri, maju kedepan, atau juga mundur
lagi kan terserah kita sendiri-sendiri....!!! Sergah sisi hatinya yang
lain. Citra seperti sedang menyaksikan kedua sikapnya sedang bertarung
mempertahankan aspirasi putih masing-masing.
“Mungkin lebih baik aku besuk Rika dulu saja...sambil melihat
keadaannya, mungkin aku bisa mendapatkan satu ketetapan hati untuk
melanjutkan derap langkah hati yang telah ada namun belum terarah dan
tertuju!!!” Ungkap Citra dalam hati saja.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@
@@@@@@
@@
@
Disudut kota yang sama namun di lain lokasi nampak seorang pria tegap
dan ganteng sedang asyik menggenjot tubuh seksi diatas sebuah ranjang
hingga menimbulkan derit di ranjang yang terbuat dari besi.
Dalam posisi konvensional, sang pria menyodok bertubi-tubi Meymey si
cewek bertubuh telanjang seksi yang sedang telentang dengan mata
terpejam. Buah dada yang besar dan montok bergoyang-goyang seperti
hendak terlempar dari tempatnya akibat goyangan keras di tubuhnya.
Batang Konkon yang besar dan berurat berkali-kali menghujam dalam ke
rongga nikmat di bawah selangkangan si gadis seksi. Namun si gadis hanya
diam tanpa suara. Matanya terpejam seperti sedang tidur.
“Uhh..uhh...Sonya...enak sekali Meymey muu..uhhmm!!!” Teriak pria yang
menindih tubuh cewek yang ternyata adalah Sonya itu. Namun Sonya tetap
saja hanya diam. Hanya goyangan buah dadanya yang terlihat meliuk
menggemaskan.
Si pria segera menyambar bukit dada montok itu dan meremasnya dengan
keras penuh kegemasan tingkat tinggi. Sebentar kemudian ia menyorongkan
tubuhnya lebih maju dan mencaplok bukit indah Sonya yang menjulang.
Variasi antara gerakan menggenjot dan kuluman bibir di buah dada Sonya
terlihat begitu mempesona. Si pria seperti tak mau melewatkan segala
keindahan dan kenikmatan yang terpampang bebas di hadapannya.
Tusukan dan kuluman terus saja terjadi hingga hampir 5 menit berselang.
Sonya masih dalm posisi mata terpejam tanpa menyuarakan desahan atau
rintihan apapun. Sangat kontras berbeda dengan kebinalan Sonya saat
meraih puncak nafsu bersama Pak Eko dahulu. Kala itu Sonya terlihat
begitu agresif dan aktif.
Si pria yang masih asyik menggarap tubuh Sonya sepertinya tak peduli
pada aksi tutup mulut yang dilakukan Sonya. Namun dari kerut di dahinya,
terlihat bahwa ia telah menangkap kejanggalan itu. Dengan tusukan yang
semakin cepat dan keras, sang pria berusaha meraih puncak klimaksnya.
“Ahhh Sonya....akuu tidak tahannn....”
“Ahh ahhh......!!!!” Si Pria serta merta mencabut Konkon dari Meymey
Sonya dan mengocoknya diatas buah dada besar Sonya yang bergerak-gerak
seiring irama nafas Sonya. Dalam hitungan detik, cairan putih kental
telah menyembur dan menyemprot-dot-com buah dada besar montok Sonya. Si
pria menggeram tak jelas saat mendapati klimaksnya telah tiba di gerbang
kemerdekaan.
Suasana hening sejenak. Si pria terlihat sedang merebahkan diri di
samping tubuh seksi Sonya. Mata Sonya terbuka sejenak untuk melihat
lelehan sperm yang sepertinya mengalir dari bongkahan buah dadanya
menuju tepian leher jenjang miliknya.
“Sonya...kenapa sih kamu diem aja !!!” Tanya si pria mengawali percakapan sambil mengajak Sonya untuk duduk.
“Gak apa-apa Mas Bima!!” Sahut Sonya terhadap pria didepannya yang ternyata adalah Bima.
“Jangan di tutup-tutupi ah..!!! sejak kita jadian...belum pernah tuh
yang namanya kita menikmati making love panas...aku berasa sedang
meniduri patung !!!...ekspresi kamu ga ada Sonya !!!”
“Sepertinya kamu terpaksa ya ngelakuin ini semua ???
atauu....jangan-jangan....jadian sama aku juga terpaksa ???!!” Sergah
Bima datar namun menusuk dalam.
Sonya kaget dan memandang wajah pria yang sedang duduk di depannya.
Namun sesaat kemudian wajah Sonya tertunduk tanpa berucap. Mulutnya
seperti kelu dan terkunci.
“Sonya !!! dengerin aku !!!” Ucap Bima lagi sambil memegang kedua bahu Sonya.
“Aku tahu bahwa kamu pernah mencintai Lintang dengan amat sangat...atau
bahkan sekarang pun masih...!!! Jadi menurut aku...mending kamu kembali
saja pada cita-cita luhurmu itu untuk mendapatkan Lintang. Dan lagi,
Lintang saat ini sedang dalam kondisi hampa. Siapa tahu kehadiranmu akan
menjadi penyejuk bagi dahaga cintanya!!!....aku sih gak
apa-apa...selama cewek yang aku cintai bahagia...bahkan bahagianya
dengan sahabatku sendiri yang sangat ku percaya dan kupahami semua
karakternya...aku tak masalah !!!....lagian apa enaknya main kuda-kuda
an sama patung yang bisanya dieeemmm aja !!!” Tandas Bima tegas.
Sonya semakin tertunduk tanpa mampu memandang wajah teduh Bima yang sebenarnya tak kalah rupawan dibanding wajah Lintang.
“Sonya....lebih baik kita kunjungi Rika dan kita lihat keadaannya...jika
memang masih tak ada perkembangan bagi kesadaran Rika, maka segera
datanglah kepada Lintang!!...penuhilah pundi-pundi cinta kalian berdua
dengan air kesejukan...meski awalnya sakit bagi ku...tapi ini adalah
pilihan tepat bagi kebaikan kita bersama !!!” Imbuh Bima dengan masih
dalam rona wajah penuh ketegasan yang membuat Sonya bergidik dan
mengkerut.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@
@@@@@
@@
@
Siang hari yang cukup terik. Beberapa burung masih sanggup melayang
diatas sana meski panas matahari tentu akan membuat panas sayap-sayap
mereka. Di sebuah lorong di Rumah Sakit Jiwa, Citra sedang berjalan
bergegas menuju kamar inap Rika.
Disebuah persimpangan lorong, Citra terhenyak. Hampir saja ia
bertubrukan dengan dua orang pasangan muda yang sepertinya juga sedang
bergegas. Citra memandang wajah kedua pasangan itu dan kembali terkaget.
“Nona Sonya...!!!” Ucap Citra dengan nada heran.
“Lho Citra???!!” Balas Sonya juga dengan wajah kaget.
Singkat cerita, mereka bertiga akhirnya melangkah bersama menuju kamar
Rika yang sudah tidak jauh lagi dari tempat mereka berhenti tadi. Tiba
di kamar, mereka mendapati Rika sedang duduk mendekap kedua lututnya di
pojok ranjang. Sontak suasana haru dan trenyuh menghembus pelan tapi
pasti di setiap relung ketiga tamu Rika tersebut. Tak kuasa melihat
semua itu, Citra terlihat mulai menangis haru. Begitu juga Sonya, ia
seperti sedang membayangkan jika dirinya yang ada di posisi Rika, tentu
akan menyedihkan sekali.
“Haruskah aku merebut kekasih cewek yang sudah lemah ini???....betapa
teganya diriku jika melakukan itu !!!...apakah itu bukan namanya mencari
kesempatan dalam kesempitan...!!! hiks...hikss...aku sungguh
keterlaluan !!!” Bathin Citra sembari menahan tangisnya.
Begitu pula dengan Sonya. Rasa cintanya kepada Lintang yang besar
seperti sedang menghadapi tembok tinggi menjulang. Kembali ia berpikir
tentang pengandai-andaian jika ia yang sedang dalam posisi Rika.
Sepertinya ia tak akan sanggup menjalani semua itu.
“Rika !!!...sadarlah!!!” Bisik Citra lembut.
“Rika....!!” Ucap Sonya mengikuti ucapan Citra.
Rika hanya diam. Namun suara Citra dan Sonya yang sepertinya sangat
dikenal Rika agak mengusik telinga Rika. Sedikit Rika menoleh dan
mencari tahu darimana suara itu berasal.
“Rika !!!”
“Rika.....”
“Rika...apa kamu ingat tentang kelakuan kamu saat jahil dan usil
terhadapku dulu ???” Ucap Citra berusaha menggugah ingatan Rika dengan
mengulas kembali kisah lama. Sepertinya cara itu cukup efektif. Dengan
cepat Rika menoleh kearah Citra namun dengan pandangan yang masih
kosong. Melihat itu, Citra dan Sonya saling berpandangan. Kemudian
mereka seperti mengerti apa yang harus dilakukan. Terlihat mereka berdua
mengangguk seperti sedang menyepakati sesuatu.
“Heh cewek rese !!!...Jahil banget jadi anak ya!!!” Bentak Sonya
terhadap Rika dengan nada tinggi. Rika terlihat mengerutkan kening
seperti sedang berusaha berpikir tentang sesuatu.
“Nih lihat celanaku...bekas tempelan permen karet akibat kelakuan jahil
kamu dulu !!! Imbuh Citra sambil menunjukkan bagian pantat semoks nya.
“Heh lu...berani-beraninya ya membongkar rencana gue ke dewan dosen !!!” Bentak Sonya lagi dengan kasar.
“Kamu bilang kalau aku kamseupay....kamu tuh yang kamseupay !!! ndeso !!” Ucap Citra saling menimpali dengan ucapan Sonya.
“Dasar cewek ga berpendidikan !!! Jangan sok jadi pahlawan deh...pakai
acara nyelametin Lintang segala !!!” Tambah Sonya menarik perhatian
Rika.
“Hehh kamseupay...pantesan aja kamu ga dapet-dapet cowok...jutek gitu
minta cowok !!! Hahaha” Lanjut Citra berusaha meledek dan tertawa meski
sulit dilakukannya dalam keadaan murung seperti itu.
“Arrrrggggghhhhh....sudahhhhh !!!!”
“Citra...!!! Nona Sonya !!!...cukup sudah !!! Apa-apaan sih kalian ini
ngomel terus !!!” Tiba-tiba Rika berteriak nyaring dan menyebut nama
para pengunjung di kamarnya itu.
“Wahhhh....horeeee!!!!! berhasil...berhasil!!!” Teriak Citra dan Sonya
hampir bersamaan. Rona kebahagiaan terpancar tulus dari masing-masing
wajah di kamar itu.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@
@@@@@
@@
@
Susana kos yang lengang. Hanya suara jendela lapuk di sisi gudang yang
berderit tertiup angin. Sayup terdengar suara desahan dan rintihan yang
sahut menyahut.
Didalam kamar kosan, terlihat Lintang sedang sibuk menindih tubuh
Shinta. Kedua senjata unik mereka bertemu. Batang Lintang menghujam
dalam diselingi suara desahan dan rintihan nikmat dari bibir keduanya.
“Auhh Mas....aduhh enn..nakk!!” Rintih Shinta memancing birahi Lintang semakin menanjak tinggi.
“Ehmmm...punya kamu juga seret nikmat Shin uhhh!!” Balas Lintang dengan terengah.
Posisi konvensional kini berubah menjadi posisi Lintang memangku Shinta
dengan berhadapan. Batang besar Lintang melesak kembali merogoh
dinding-dinding pejal di dalam Meymey Shinta.
“Auhh.....” Shinta semakin meraung dan meraung.
Kecipak pergesekan Konkon dengan Meymey yang di aliri cairan kenikmatan
begitu terdengar menyeruak sensual. Desahan, raungan, rintihan
kenikmatan silih berganti terucap mengecap rasa nikmat yang tiada tara.
TOK..TOKK.TOKK!!!
(Suara pintu diketuk)
Suara ketukan pintu tak pula didengar oleh Lintang maupun Shinta yang
sedang di mabuk nafsu angkara murka. Mereka juga telah lupa bahwa pintu
belum sempat terkunci saat mereka masuk kamar tadi. Mereja hanya sibuk
memacu hasrat untuk menggapai puncak gelegak nafsu.
CEKLEKK...KRIETTT...
(Suara pintu dibuka)
“A....aaa...Akang Lintanggg !!!” Teriak sebuah suara yang sangat khas
dan sangat dikenal Lintang. Lintang segera menoleh ke arah suara itu
berasal. Diujung pintu telah berdiri seorang cantik Rika Ratih dengan
tatapan benci se benci bencinya.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@
@@@@@@
@@@
@
Kini hancur berderai...
kesedihan berantai...
kuncup dihatiku...
yang lama kusimpan...
hancur kini sebelum terkembang...
(lirik dari lagu nostalgia tempo doeloe).
“Akangg ! Apa yang sudah Akang lakukan ?” Rika berucap nyaring penuh gejolak rasa cemburu dalam dada.
“Adekk...sebentar, dengarlah dulu penjelasanku !” Sambut Lintang gugup.
“Tak ada lagi yang perlu didengarkan, Kecewa aku kang..kecewa !” Lanjut Rika lagi dengan suara bergetar menahan tangis.
“Adek...”
“Cukup..!!” Ucapan Lintang yang memanggil Rika dipotong saja oleh Rika
dengan lantang. Sekejab kemudian Rika telah berlari keluar dari area
kosan Lintang.
“Adek...tunggu..!” Lintang berlari mengejar Rika namun langkah kaki Rika
telah sampai pada sisi pintu taksi yang tadi membawanya ke sana. Segera
taksi meluncur pergi meninggalkan pekarangan rumah kos Lintang.
Tiba-tiba...
KRINGG...KRING
Lintang terkaget dan terbangun dari tidurnya. Dilihatnya layar HP yang masih menyala lampunya, tertulis nama Citra disana.
“Halo..” Lintang berucap malas.
“Mas...Rika sudah sembuh, dia sudah sadar Mas...segera datang ke rumah
sakit ya..!” Citra berkata dengan begitu riang penuh kebahagiaan dan
langsung menutup teleponnya. Mata Lintang melotot kaget, ia baru sadar
bahwa peristiwa pertengkaran dengan Rika barusan hanyalah sebuah mimpi.
Lintang menarik nafasnya dalam-dalam. Hatinya begitu senang ketika
menerima kabar tentang sembuhnya Rika. Namun sisi hatinya yang lain
serasa masih tertinggal dalam harapan baru terhadap Shinta.
Segera Lintang bergegas memacu mobilnya. Bukan kearah rumah sakit,
melainkan menuju kantor Shinta untuk menjemput Shinta yang hendak pulang
kerja. Pikiran Lintang masih tegang dan cukup bimbang. Hati Lintang
berhenti di sebuah persimpangan jalan dan ia tak tahu kemana ia harus
melangkah.
“Mas...sori bikin lama nenunggu, ayo deh kita pulang.” Ucap Shinta
begitu ia menjatuhkan buah pantat seksinya di atas jok mobil Lintang.
“Iya..gak papa” Balas Lintang datar. Shinta menjadi tertegun, dahinya mengernyit.
“Lho kenapa Mas? Kok murung begono ?” Tanya Shinta penasaran pada roman muka Lintang yang terlihat masam.
Lintang tak menjawab. Mobil mulai melaju menyusuri jalanan menuju rumah
Shinta. Tak ada pembicaraan sepanjang perjalanan itu. Masing-masing
hanya diam tanpa kata.
“Mas...gue turun sini aja deh...males juga kalau harus dianterin orang
yang ga ikhlas !” Ucap Shinta membuka pembicaraan di tengah perjalanan.
“Kok begitu sih..siapa juga yang gak ikhlas !” Bentak Lintang emosi sembari memandang tajam ke arah mata Shinta.
“Nah trus ngapain Mas cemberut begitu dari tadi?” Balas Shinta tak kalah sengit.
Lintang tertegun. Ia baru sadar bahwa kebimbangannya telah membuat ia
terlihat aneh. Perlahan ia tepikan kendaraannya di sisi luar bahu jalan.
Jalan di tengah areal persawahan itu cukup sepi, Lintang merasa cukup
leluasa untuk membicarakan sesuatu yang penting di tepi jalan itu tanpa
harus terganggu bising deru kendaraan lain.
“Shin...aku minta maaf karena telah membuatmu bingung dengan tingkah
laku ku hari ini. Sebenarnya aku lagi bimbang Shin. Terus terang aku
mulai jatuh hati pada sosokmu akhir-akhir ini. Aku merasa telah
menemukan orang yang mampu membuatku tersenyum selain kekasihku Ratih
Namun hari ini aku kembali bingung. Barusan aku dapat telepon bahwa
Ratih telah sadar. Sedangkan hatiku terlanjur berkubang pada dua tempat
yang berbeda. Aku harus bagaimana sekarang Shin..?” Ucap Lintang sendu
setelah mematikan mesin mobilnya.
“Mas..tatap gue Mas...tatap mata gue !. Tak ada yang perlu Mas kejar
dari seorang Shinta seperti gue. Mungkin Mas pernah merasakan nikmatnya
bercumbu dengan gue. Tapi itu bukan cinta Mas. Mas hanya mengatas
namakan nafsu sebagai cinta. Gue dapat melihat dari mata Mas Lintang
bahwa ketulusan cinta tak nampak disana. Itu wajar Mas, sebagai pria
yang depresi karena tiba-tiba 'jauh' dari pacarnya.” Terang Shinta
menyambut ucapan Lintang.
Lintang hanya terdiam dan sepertinya sibuk memikirkan sesuatu yang
berkaitan dengan ucapan Shinta. Dalam hati Lintang mencoba memilah-milah
tentang arti cinta sesungguhnya yang dimaksud oleh Shinta. Demikian
kalutnya pikiran Lintang dan pedihnya hati Lintang selama ini telah
membuat Lintang lupa pada esensi yang tersembunyi dari pemahaman kata
CINTA. Meski seakan-akan hatinya telah terbagi dua perasaan cinta, namun
sebenarnya cinta itu sendiri masih 100% melekat dalam hatinya dan
tertulis nama Rika Ratih disana. Cara pandang terhadap keindahan
terkadang memiliki muatan berbeda. Namun si empunya hati bahkan tak
menyadari jika sebenarnya ia telah menilai keindahan dengan sudut
pandang berbeda. Keindahan dapat dinilai dari sudut pandang cinta dan
akan berbuah kasih sayang. Keindahan juga dapat dinilai dengan
penginderaan dan akhirnya berujung pada nafsu kenikmatan.
“Mas juga perlu tahu, gue gak pernah mau menerima Mas jadi kekasih gue
selama ini bukan karena apa-apa Mas. Pertama, Gue tahu bahwa cinta Mas
tidak tulus atau bisa dikatakan sekedar pencapaian gairah nafsu. Kedua,
gue orang psikolog Mas, jadi gue tahu bahwa Ratih bakal sembuh...meski
terus terang secara manusiawi gue juga menikmati percumbuan kita..!”
Lanjur Shinta menambahkan argumentasi panjang yang semakin membuat
Lintang terbengong-bengong. Ia seperti sedang berbicara dengan sebuah
manusia dengan penalaran super tinggi. Lintang telah terhanyut lupa
bahwa selama ini ia sedang berhadapan dengan seorang ibu HRD dan ahli
psikologis.
Lintang kembali hanyut dalam alam pikirnya dan mengimbas kisah lalu yang
pernah ia alami dan jalani. Dalam hati ia seperti mengamini semua
pernyataan Shinta. Lintang seperti telah menemukan jawaban tentang
alunan sayap-sayap cinta dan perasaannya yang tak menentu akhir-akhir
ini. Ia kembali menerawang mengingat peristiwa masa lalu saat hendak
menggagahi Citra. Ia kini mampu menarik kesimpulan bahwa perasaan
cintanya terhadap Citra saat itu sebenarnya sama seperti yang ia lakukan
terhadap Shinta saat ini, mengatas namakan nafsu sebagai cinta. Menilai
keindahan dari sudut pandang gairah nafsu. Perlahan ia tersenyum,
sebuah senyum kelegaan, senyum keteduhan jiwa yang menemukan kembali
arah tujuan dimana dan kemana hatinya akan berlabuh.
“Sungguh beruntung aku bertemu dan kenal denganmu Shinta. Disaat hatiku
gundah, pikiranku kacau, kau muncul di saat yang tepat. Kau mampu
memapah hatiku yang sarat dengan derita psikologis yang mencekam,
kemudian menyeretku 'melek' memandang ke dalam kubah kesadaran
sepenuhnya...Terimakasih Shinta !” Lintang kembali angkat bicara setelah
beberapa menit ia terdiam. Shinta hanya tersenyum manis semanis
wajahnya.
“Dan juga having fun nuansa sensualitas yang berkesan tentunya...” Lanjut Lintang namun hanya membathin dalam hati.
“Shin...kalau begitu, temenin aku ke rumah sakit yukk...ke tempat
Ratih..!” Sambung Lintang dengan mata berbinar penuh energi semangat dan
kehidupan. Kembali Shinta hanya tersenyum manis.
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&
Hari telah beranjak petang. Sisa-sisa sulur sinar matahari yang berubah
jingga masih sesekali menjilat lembaran daun-daun di pepohonan tinggi.
Burung camar nampak terbang membumbung di langit setelah ia puas
bermain-main di lautan lepas. Rembulan menguning pucat, siap
menyembulkan dirinya di hamparan malam yang sesaat lagi akan bergulir
dalam kepekatan.
Rika, Citra, Sonya, Bima, dan Ibunda Rika nampak asyik bersenda gurau di
kamar inap Rika ketika mereka dikejutkan dengan kehadiran sesosok
Lintang di temani seorang dara atau tepatnya wanita cantik di sisinya.
Mata Rika dan Lintang saling berpandangan dengan jarak tak lebih dari 2
meter. Semua terdiam menunggu reaksi sepasang kekasih yang telah
'terpisah' lama tersebut. Dengan cepat Rika meloncat turun dari ranjang,
begitu pula Lintang terlihat menghambur ke arah Rika. Di pertengahan
ruangan itu mereka saling berpelukan. Keduanya terisak dan larut dalam
tangis penuh kerinduan. Citra dan semua yang ada disana begitu terharu
melihat pertemuan dua insan itu. Terlihat sang Ibunda sibuk menyeka
airmatanya yang meleleh turun menyusuri pipinya yang mulai keriput
dimakan usia. Citra dan Sonya pun demikian juga adanya. Mereka nampak
sesenggukan menahan derasnya tangis yang kian mendesak dan merebak.
“Aku rindu sekali padamu dek..” Lintang mengawali sembari berusaha
mengendalikan suaranya yang bergetar akibat tangis yang belum juga
mereda.
“A...aa..ku juga Kang..hikks..hiks” Balas Ratih mengharukan.
“Maafkan aku ya dek...kamu menderita begitu pedih namun aku tak bisa
memperjuangkan keselamatanmu...” Lanjut Lintang masih dengan isaknya
yang bergulung-gulung.
“Perjuanganmu hingga tanganmu patah apa belum cukup sebagai bukti kang?
Justru aku bersyukur...semuanya sudah terlewatkan kini..” Sergah Ratih
masih dengan memeluk erat kekasihnya.
“Mari kita semai kembali ladang cinta kita sayang...hari ini, ladang
telah dibuka kembali...untuk selamanya !” Ucap Lintang mantap.
“Hiks...hik...iya sayang...hiks” Ratih menimpali sambil mulai
mengendurkan pelukannya kemudian perlahan mundur kembali ke arah
ranjang.
“Oh iya..perkenalkan, ini Mbak Shinta teman ku. Beliau ini adalah
seorang HRD dan psikolog jempolan. Beliau yang senantiasa mensupport dan
mendukung hatiku selama aku terpuruk pasca sakitnya Adek Ratih. “
Lanjut Lintang sembari mengarahkan tangannya kearah Shinta yang sedari
tadi terdiam bersandar di dinding kamar. Baik Rika maupun Ibundanya
bergantian mengucapkan terimakasih kepada Shinta yang telah rela
membantu memberikan motivasi dan semangat bagi Lintang.
“Lintang...gue juga mau ngucapin terimakasih...setelah berjuang cukup
lama menyesuaikan diri dengan Bima, akhirnya dengan senang hati mulai
hari ini gue nyatain bahwa gue menerima sepenuh hati lelaki hasil
rekomendasi Lintang yaitu Bima. Gue selama ini bodoh dan menganggap Bima
tak ada artinya...ternyata...ganteng juga ya...hihihi !” Sonya
terssenyum sambil menggamitkan tangan ke pinggang Bima. Serempak seisi
kamar tertawa lepas tatkala mendengarkan ungkapan Sonya yang terkesan
polos namun menggelikan tersebut.
“Kata dokter, Rika butuh sekitar seminggu hingga dua minggu lagi di sini
untuk men-stabilkan kondisi. Setelah itu baru boleh pulang..” Ucap
Ibunda Rika setelah tawa di ruangan itu mereda.
Semua terlihat ceria menyambut pertemuan kembali Rika Ratih dan Lintang
Timur. Tak terkecuali, beberapa perawat yang selama berbulan-bulan ini
tekun merawat Rika. Terlihat mereka mengintip di samping jendela kamar
sambil sesekali menghapus tetesan airmata haru yang menetes dari sudut
mata mereka.
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&
Sesuai kesepakatan antara keluarga Rika dan juga Lintang. Dalam kurun
waktu 2 minggu berjalan, mereka berencana menyiapkan sebuah kejutan
spesial bagi kepulangan Rika nanti.
Waktu 2 minggu sangatlah pendek untuk menyiapkan sebuah kejutan spesial
yang besar. Namun semua telah bertekad untuuk menyiapkan semaksimal
mungkin kejutan tersebut. Lintang juga terlihat sibuk mendukung
persiapan acara. Ia nampak begitu antusias membantu demi terlaksananya
rencana.
Segerombolan sahabat Lintang Ratih yang baru terbentuk juga ikut
mendukung dengan semangat. Mereka adalah Sonya, Bima, Citra, dan juga
Shinta. Kisah lama yang pernah terjadi diantara mereka seperti telah
terhapuskan pasca sadarnya Rika dari tekanan psikis.
Hati Lintang begitu berbunga gembira mendapati kisahnya yang dulu
terpuruk hancur menjadi bersinar kembali. Lirih ia lantunkan sebuah
puisi gubahannya sendiri sembari tetap membantu persiapan keluarga Rika.
…................................................. .......
Ranah Cinta
dipenuhi surga dalam genggaman
dipadati kasih sayang berhamburan
tak lagi diam..
tak lagi kelam..
Ladang Cinta
kusemai bersama bidadari jiwa
tumbuhkan harapan baru pada gelora
suburkan benih rindu menjadi setia
tak hendak nestapa..
tiada duka lara..
Himpitan telah pudar
hempasan tak membuat terkapar
hanya sinaran kian indah berpendar
tak jua nanar..
tak pula surut kobar..
Jemari ini bertahta
merengkuh cerita
menggapai kisah
menyusun soneta
merangkai kata cinta..
….......................................
Meski terucap lirih, tak terasa ke empat sahabat Lintang turut pula
menyimak lantunan tersebut. Decak kagum pada olah kata puitis Lintang
terucap dari pada penonton dadakan tersebut. Intisari makna puisipun
mereka resapi seakan mereka hanyut dalam aliran sungai cinta yang
menggetarkan jiwa.
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&
Hari yang dinantipun tiba. Rika pulang kembali ke rumah yang telah lama
ditinggalkannya. Jam 8 Pagi persiapan kejutan telah disiapkan. Di rumah
sakit sana, Citra bersama Sonya dan Shinta juga sibuk mendadani Rika
secantik mungkin. Banyak tamu akan hadir dalam acara syukuran nanti
sehingga Rika perlu di rias maksimal.
Mobil Katana milik Lintang yang dikemudikan oleh Bima merapat di tepi
jalan rumah Rika. Sesaat kemudian Rika turut dari mobil disambut iringan
keluarga yang menjemputnya di depan pintu mobil. Keluarga Rika lantas
mengarahkan Rika berjalan ke arah ruang tamu yang telah di dekorasi
sedemikian rupa sehingga nampak megah dan menarik. Begitu Rika tiba
diambang pintu tamu, terlihat Lintang tengah duduk bersila bersama
beberapa orang bapak-bapak. Paman Rika melambaikan tangannya ke arah
Rika dan meminta Rika duduk di samping Lintang yang pagi itu terlihat
tampan dengan setelan jas berwarna Gelap dipadu dengan dasi batik dan
peci seperti bung karno. Kening Rika mengkerut, ia seperti merasa
janggal dengan semua itu. Namun ia tetap saja menuruti panggilan
pamannya untuk duduk di samping Lintang.
“Baiklah, acara sudah bisa kita mulai...hadirin sekalian..”
“Ananda Lintang Timur bin Sunaryo, saya nikahkan anda dengan Rika Ratih
binti Ruslan Hadi dengan Maskawin uang sebesar satu juta dua lima belas
ribu rupiah dibayar tunai....”
Rangkaian akad nikah yang sangat-sangat membuat Rika terkejut sekaligus
terharu berjalan lancar hingga terucap kata 'SAH' dari para saksi dan
tamu yang hadir. Rika seperti tak percaya dengan semua itu. Namun
semuanya begitu nyata adanya. Ia hanya bisa tersenyum dan menangis
bahagia. Hatinya berdegup begitu kencang menerima kejutan spektakuler
tersebut.
Dua hingga tiga jam berjalan dihabiskan kedua mempelai untuk bersanding
di depan para tamu sekaligus menerima ucapan selamat dari seluruh tamu
yang hadir. Di sudut ruangan nampak Kakek Seno juga tersenyum bangga
pada sosok Lintang yang sudah seperti cucunya sendiri. Sebelum acara,
Kakek Seno juga meminta Lintang dan Ratih untuk menempati rumahnya
sekaligus menjalankan bisnis kos-kosan yang selama ini sudah berjalan.
Kakek Seno berencana untuk tinggal di rumah anaknya diluar kota karena
mengingat usianya sudah semakin renta dan butuh waktu yang cukup setiap
harinya untuk istirahat. Lintang dibebaskan dari biaya kos-kosan, Kakek
Seno menjanjikan bagi hasil sebagai ganti dari bantuan Lintang
mengoperasikan kos tersebut.
Sebagai kejutan berikutnya, sore itu juga Lintang mengajak Rika Ratih
menggunakan tiket pesawat yang sudah dipesan Lintang dan bertolak menuju
ke kota budaya Jogjakarta untuk berbulan madu.
“Aduh...ejutannya gak habis-habis Kang...!” Ucap Ratih bahagia.
“Demi cintaku padamu sayang...” Balas Lintang mesra dibarengi senyuman menggoda.
“Ihh..malu dong didengar orang...” Ratih merajuk manja sembari mencubit
gemas lengan suaminya yang baru saja diresmikan beberapa jam yang lalu.
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&
malam belum terlalu larut saat Lintang dan istrinya sampai di lobi hotel
tempat mereka menginap di Jogjakarta. Mereka terlihat bergandengan
mesra mengikuti Mas Room Boy yang memandu mereka ke arah kamar yang
dipesan.
“Terimakasih Mas, Sudah tasnya taruh saja di depan kamar, biar saya yang
masukin...ini sedikit tips buat beli rokok Mas...” Ucap Lintang
berterimakasih kepada Mas-Mas yang mengantar.
“Aduh....sembah nuwun lho Mas Ganteng dan Mbak Ayu...silahkan menikmati
fasilitas yang ada. Jika butuh sesuatu bisa nimbali kulo melalui ext.
110. Panggil saja saya, nama saya Giman...njih sampun...pareng” Balas
Mas tadi dengan dialeg kromo inggil jawa yang sopan dan kental.
Lintang dan Ratih memasuki kamar hotel dengan penuh suka cita. Kamar pun
dikunci dari dalam. Mereka tak lantas bergumul seperti manusia yang
kehausan nafsu. Terlebih dahulu mereka membongkar koper pakaian, menata
pakaian mereka untuk seminggu ke dalam lemari, kemudian bergantian ke
kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus menyegarkan tubuh mereka
yang telah letih seharian beraktifitas.
“Dek...nanti pakai ini ya habis mandi..” Ucap Lintang sambil
mengeluarkan sebuah lingerie dari tas ranselnya. Ratih yang melihat
model dan bentuk dari lingerie itu spontan menjadi merah mukanya. Entah
karna malu atau karena api birahi yang mulai menjalari tubuhnya.
Jam menunjukkan pukul 23.10 malam waktu setempat setelah Ratih keluar
dari kamar mandi. Lintang nampak menunggu dengan tak sabar di atas
ranjang double bed. Ia hanya bertelanjang dada dan memakai sarung
dibawahnya.
Ratih muncul di depan ranjang dengan mengenakan lingeire pemberian
Lintang. Badan seksi menawan Ratih nampak terekspos sempurna dengan
bantuan lingerie itu.
Lingerie itu berbahan dasar kain terawang jaring-jaring berwarna merah
menyala. Modelnya cukup simpel, hanya berupa atasan sebangsa tangtop
dengan tali tipis di pundak namun tangtop itu terus menjuntai turun
membentuk sebuah rok tepat beberapa centimeter dibawah pangkal paha
Ratih. Tepi bawah tersebut tidak cukup sempurna menutup g-string setelan
lingerie berwarna senada dan hanya berupa lilitan tali dengan secarik
kain ditengahnya selebar sekitar 4-5 centimeter persegi. Semakin
kebawah, g-string itu mengait pada sebuah kaitan karet yang mencencang
sepasang stocking setelan yang membungkus sepasang paha montok Ratih
hingga ke ujung jari kakinya.
Ratih membiarkan rambut panjang sunsilk nya tergerai indah sehingga
menambah kesan wah pada penampilannya. Mungkin karena masih malu, ratih
melapisi lingerie itu dengan sebuah lingerie lebar seperti jubah
berbahan katun tipis warna pink. Untuk kain jubah pink ini ia membawanya
sendiri dari rumah. Ratih malam itu terlihat begitu menawan dan anggun
bagai bidadari. Kaitan jubah pink yang tidak ia ikatkan di pinggang
membuat bagian depan tubuhnya yang tertutup lingerie merah mengintip
malu-malu dan mengesankan sebuah pemandangan nan seksi namun bersahaja.
Ratih melangkah maju mendekati bibir ranjang dengan wajah memerah dan
sedikit tertunduk. Belum sampai pada tepian ranjang, Lintang sudah
berdiri dan menyambut bidadari jelita itu dengan membuka kedua tangannya
lebar-lebar dan siap menerima Ratih dalam pelukan hangat.
Keduua insan dimabuk kepayang ini saling berpelukan erat seakan tiada
mau terpisahkan. Sejenak mereka terdiam meresapi setiap detik kehangatan
yang tercipta diantara mereka. Belaian lembut jemari Lintang mulai
merayap di rambut dan tengkuk Ratih dengan penuh rasa kasih. Sebentar
kemudian jemari itu sedikit menjalar turun mengelus punggung Ratih
seperti seorang ayah yang membelai punggung anaknya dengan sepenuhnya
kasih agar tertidur.
Perlahan Ratih sedikit mendongak dan melirik pangeran yang sedang
memeluk tubuh indahnya. Melihat hal itu, Lintang tak tinggal diam. Ia
angkat perlahan dagu kekasih sejatinya dan ia tempatkan dengan perlahan
bibir sang dewi di depan bibirnya. Lintang dengan lembut mengecup bibir
indah mungil yang tersaji.
“Hehhm..” Hanya kata itu yang terucap dari bibir Ratih saat menerima
kecupan demi kecupan yang terus menanjak menjadi sebuah perciuman panas
dan menggelora.
Lintang mulai menaikkan tempo perciuman dan merangkai bersama sedotan ke
bagian lidah Ratih. Sang dewi cinta hanya menurut, ia dengan rela
menyodorkan lidahnya seakan ingin memberikan sepenuh jiwanya bagi suami
tercinta.
Tangan-tangan Lintang mulai nakal dan meluncur turun meremas-remas dua
bongkahan buah pantat Ratih yang sekal dan berisi. Ratih tetap saja
mengikuti permainan itu sembari tangannya melingkar kuat pada bahu
Lintang. Sejenak Lintang menghentikan ciuman dan berinisiatif untuk
membuka jubah kebesaran Ratih yang sedikit banyak mengganggu kegiatan.
Dengan sekali tarik, tubuh Ratih sudah teronggok seksi dengan balutan
lingerie merah menyala. Buah pantat Ratih terlihat membulat bohay
diantara tali g-string yang melintasi bagian tengah bongkahan tersebut.
Bulu-bulu pubis meremang lembut di balik kain g-string. Dua buah dada
aduhai berukuran sekitar 34an dan putih nampak menerawang juga dibalik
tangtop jaring-jaring. Puting yang sudah tegak memerah nampak menyembul
malu-malu dan menyeruak seakan ingin menerobos lubang jaring yang tak
sebegitu besar.
Ratih juga mulai melakuakan kenakalan terhadap suaminya. Dengan cekatan
ia buka gulungan pengikat sarung suaminya. Sekian detik meluncurlah
turun kain sarung donggala Lintang dan secepat itu pula terpampang
sebatang besar tombak unik bertopi mengkilat. Ratih sedikit terhenyak
dan mnutup bibirnya. Namun kuluman bibir kembali diluncurkan Lintang
untuk meredam kekagetan Ratih.
“Ehhmm...” Kembali terdengar seutas kalimat pendek dari bibir Ratih saat
berciuman bibir. Namun kali ini terdengar lebih panjang daripada yang
pertama tadi.
Perlahan tapi pasti Lintang menarik keatas tangtop semi Ratih. Ratih
membantunya dengan mengangkat kedua lengan tinggi-tinggi. Dua buah bukit
mulus menggemaskan segera terlontar bergetar seketika saat tangtop
sudah terlepas seluruhnya. Lintang pun merangsek kearah buah indah Ratih
dan menyucupnya. Tak lupa tangannya juga ikut berkreasi meremas dan
memilin buah yang disebelahnya.
Sesekali terlihat tubuh Ratih bergetar meresapi setiap kuluman dan
jilatan serta remasan di bukit mumpluknya. Matanya sedikit terkatup dan
hanya menyisakan sekian milimeter warna putih bola mata.
Melihat reaksi cepat dari rangsangan ditubuh Ratih, Lintang segera
berupaya untuk mendudukkan Ratih di bibir ranjang. Kemudian dengan
lembut ia buka lebar kedua paha seksi Ratih. Tahap berikutnya, Lintang
menarik kain penutup Meymey Ratih dan menempatkannya agak kesamping.
Sekarang nampaklah dengan jelas sebuah kawah legit berbibir lembab.
Lintang mencoba mendekatkan wajahnya ke barang berharga Ratih tersebut,
namun Ratih melarangnya. Dengan satu isyarat ternyata Ratih meminta
posisi saling mengulum barang pasangan masing-masing atau lebih dikenal
sebagai posisi enam-sembilan. Dengan senang hati Lintang menuruti
permintaan itu. Di bopongnya tubuh Ratih lebih ketengah ranjang kemudian
ia minta Ratih menaiki tubuhnya dengan posisi berbalik sehingga
masing-masing kepala saling berhadapan dengan Konkon serta Meymey.
Dengan sedikit ragu Ratih mulai memasukkan batang kekar Lintang
kemulutnya. Begitu juga Lintang juga mulai menjelajah di setiap relung
di kawah Ratih.
“Uhmm...” Suara Ratih yang melenguh tertahan sumpalan Konkon di
mulutnya. Bibir Meymey Ratih dirasa Lintang berdenyut-denyut seperti
tengah menikmati oral service pasangannya.
Merasa sudah cukup melakukan foreplay pada pertemuan perdana itu,
Lintang meminta Ratih untuk telentang dan bersiap melakukan 'sesuatu'
dalam posisi konvensional. Lintang pun memposisikan diri sejjar dengan
tubuh Ratih. Dibantu oleh Ratih, Lintang mengarahkan Batang perkasanya
ke arah lubang denyut Ratih. Beberapa kali mencoba, batang itu tetep tak
dapat masuk ke dalam anunya Ratih. Terlihat wajah Ratih cukup tegang
menjalani tahap intercourse ini. Barangkali ia masih cukup trauma dengan
yang namanya persetubuhan. Otot-otot pendukung liang surga Ratih
seperti mengetat dan menegang kaku. Karena reaksi kejut otot itulah yang
membuat liang libido Ratih tak mampu mengembang fleksibel.
Dengan lembut Lintang membelai wajah Ratih dengan penuh cinta dan
perasaan. Lintang berusaha memberikan perasaan aman dan nyaman bagi
Ratih agar tidak lagi tegang. Setelah kernyitan di kening Ratih mulai
mengendur, Lintang kembali mencoba melesakkan senjatanya. Kali ini ia
menggulung kaki Ratih tinggi sehingga Ratih seperti hendak mencium
kakinya sendiri. Dengan cara ini Lintang berharap otot tegang Ratih
dapat meregang dan lebih lentur. Dalam posisi berdiri dengan bertumpu
pada kedua lututnya, Lintang mengarahkan kembali batangnya ke Meymey
Ratih yang merekah. Satu dua tiga dan tusukan keempat akhirnya
membuahkan hasil. Hampir 1/3 batang Lintang ditelan lubang empot Ratih.
Dengan satu dorongan kuat, melesaklah seluruh batang Konkon Lintang
menghujam dinding terdalam Ratih. Perlahan Lintang menggoyang dalam
tempo lambat, semakin lama tempo dipercepat oleh Lintang untuk
membangkitkan sensasi nikmat yang lebih bagi Ratih.
“Uhh...sayy..” Benar saja, Ratih mulai melenguh dalam keadaan mata separuh terpejam seperti tadi.
Dengan cepat Lintang menggenjot kembali area nikmat Ratih berkali-kali
tusukan. Ratih mengejang seperti tersengat listrik. Kepalanya
terdongak-dongak menahan rasa geli yang membuncah dari dalam Meymeynya
yang mulai sensitif rangsang.
Merasa lelah dalam posisi itu, Lintang meminta Ratih untuk duduk
dipangkuannya dengan posisi berhadapan. Batang pejal kembalu mengaduk
lubang peka rangsang milik Ratih. Kuluman bibir bertemu bibir kembali
terjadi. Kali ini kuluman terlihat begitu panas dan dahsyat. Sedotan,
kuluman, jilatan dan gigitan silih berganti mereka lakukan pada bibir
pasangannya masing-masing.
Nun jauh dibawah sana, si otong sedang bekerja keras mengebor kilang
minyak milik Ratih yang terjal dan berlendir. Ratih menarik bibirnya
dari perciuman karena tak kuasa untuk terus mendesah dan merancau hebat.
“kang...auhh..kangg...” Desah Ratih tanpa kendali.
“Mama sayang...mau minn..ta anak berapa...” Tanya Lintang disela genjotan cepatnya.
“Terserah Kang...aku pasrah sama Akang...uhhh” Balas Ratih berikut rintihan yang tiada henti.
“Tiga?..Lima? Sepuluh?...” Tanya Lintang lagi sambil terengah.
“Berapa aja sayang...aku mauu ehmm..” Jawab Ratih penuh gairah menggelora.
“Kangg aduhh mau mauu inii arhhh sstt” Tiba-tiba ratih menjerit lepas.
Dibatang Lintang seerti sedang tersiram cairan hangat yang lumayan
banyak.
“Aku juga mau kelu arr....aaahhhh sayanngg” Menerima siraman cairan yang
memabukkan membuat Lintang tak mampu bertahan lebih lama. Setengah
lusin lebih semprotan-dot-com ia semburkan ke dalam rahim istrinya
terkasih.
Jam dinding menunjukkan waktu tengah malam buta saat Lintang dan Ratih
masih terkapar meresapi sisa-sisa capaian klimaks yang baru saja hadir
menyapa sepasang kekasih yang penuh kemesraan. Selepas itu mereka
bergantian beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Satu jam berjalan, mereka masih terlihat telanjang di atas tempat tidur.
Senda gurau dan tawa lepas menghiasi kemesraan mereka yang seakan tiada
pernah usai. Perlahan tangan lentik Ratih menjalar menyusuri paha
suaminya dan menemukan batang kokok yang sudah ½ tegak. Diremasnya gemas
batang itu.
“Ihii..kayaknya bisa nambah lagi nih..” Kerling genit Ratih sembari
terus meremas dan mengocok batang Konkon Lintang yang semakin lama
semakin membesar gagah.
“Idihh...mulai genit ya sekarang !” Ledek Lintang sembari mencubit gemas pipi Ratih yang menyemu merah.
“Biarin...sama suami sendiri ini...” Kelit Ratih meski dengan rona sedikit tersipu.
“Besok kita ke borobudur atau ke parangtritis dulu sayang?” Tanya Lintang sembari menikmati pijitan mesum di batangnya.
“Di kamar aja Kang...Ratih masih mau....” Rajuk Ratih kembali dengan tersipu malu.
“Aduh...istriku yang cantik, seksi, dan juga ganjen...ehmm...gimana
ya...ok lah hahaha...” Lintang mencibir sambil terbahak penuh
kegembiraan yang meletup-letup.
Pertempuran demi pertempuran mereka lakukan hingga pagi menjelang.
Begitu juga esok hari. Mereka laksana pangeran dan bidadari yang sedang
dimabuk cinta...dimabuk asmara..
…................................................
Indah pendar cahaya
menjuntai turun menebarkan cercah
menumbuhkan rasa yang melambung
takpun merenung...
Indah mengejar asa
merengkuhnya dalam genggaman jiwa
hadirkan rindu yang tak pula usang
biarpun petang...
Singgah di bilik kalbu
membunuh jerat, memupuk syahdu
hati ini tak lagi mendung
kisah ini tak akan meraung
langkah pun tak jua terbendung
Kau ku jelang...
hari ini, esok malam, ataupun lusa tetap kau kujelang...
…............................................
(Puisi karya : Lintang Timur, 12 Mei 2012, sebagai penutup akhir cerita Metamorfosis dan Pohon Palem).
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&
T.A.M.A.T
Kali ini endingnya happy👫👫👫👫👫
BalasHapus