Rabu, 23 Desember 2015

METAMORFOSIS DAN POHON PALEM

BRUAKK...(Suara meja di pukul keras)
“Apa-apaan sih Rika ??, mau kamu tuh apa?...ini permen karet pasti kamu yang pasang!!!” Suara Citra melengking dan begitu terdengar panas ditelinga. Suara 7 oktaf di atas nada dasar itu sangat melengking mirip vokalis stillheart saat menyanyikan lagu she's gone.


“Ih kamseupay...biasa aja kalee Citt...heboh amat sih lu udikk...lu orang mikir sana dulu di WC baru ngomong !!..ngapain juga gue ngejahilin lu...najis ahh !!” Jawab lawan bicara Citra yang bernama Rika dengan nada sombong, congkak, dan penuh keangkuhan yang tiada tara.


Memang teriakan Citra itu bukan tiada alasan. Baru 5 menit yang lalu kursi duduknya ditempelin ranjau permen karet oleh Rika. Dan berita buruknya, Citra dengan sukses terkena ranjau itu sehingga membuat celana katun warna creamnya lengket. Nyata sekali nampaknya noda itu menghinggapi bagian pantat celana Citra, menodai keseksian pantat Citra yang sebelumnya terlihat padat menggoda apalagi dengan dipadu kain katun warna cream yang membuat bagian bumpernya itu terlihat bersih menggiurkan.


Rika and the gank memang terbiasa memanggil nama Citra bukan seperti yang tercetak di KTP Citra, tapi mereka lebih senang memanggil Citra dengan sebutan CITT. Mereka memberikan julukan itu dengan mengartikan bahwa CIT adalah CITRA dan T yang terakhir adalah TENGIK sehingga jika digabungkan menjadi CITRA TENGIK. Sungguh julukan yang sangat tidak manusiawi.


Di kampus, Rika and the gank terkenal sebagai biang onar dan murni kaum jahiliyah (suka jahil). Kemana dan dimanapun Rika berada, pasti keributan akan timbul disana. Nama Rika sudah cukup terkenal di seputar kampus. Kecantikannya dan 'Kebrengsekan' nya membuat ia laksana bintang di setiap obrolan warga kampus. Dua Lusin Kaum Adam yang pernah naksir kecantikannya, satu persatu mundur teratur setelah akhirnya merasakan mual dan berbagai efek samping lainnya saat melihat kejahilan, keusilan, keributan, keonaran, dan keangkuhan Rika.


“Hei...cewek usil...jelas-jelas lu yang tukang bikin jebakan...masih nyangkal juga !” Teriak seorang cowok kepada Rika setelah melihat pertikaian mulut antara Citra dan Rika.


“Yee...penggemar Citt ngebelain tuh...hihihi...iihh ganteng-ganteng kok mau ya sama Citt yang ndeso itu hihihihi...” Sambut Rika dengan tertawa geli.


“Hehh...kalo ngomong dijaga dong...kamu sukanya bikin gosip murahan tau ga ??!!!” Bentak Citra dengan tangan terkepal dan penuh amarah.


“Upss...maaf tuan putri udik...maaf....hahahaha...!!!” Jawab Rika dengan menghina dan kemudian ngacir pergi meninggalkan Citra dan Si Cowok “pembela' yang masih dirundung kekesalan akibat ulah Rika.


>>>>>>>>>>>




Bingung ?
Dibaca lagi aja yukk...




Seorang laki-laki bernama Lintang Timur adalah seorang dosen serabutan alias honorer di Kampus Ungu. Ia mengajar pelajaran tambahan komputer secara part time. Pelajaran komputer memang tidak menjadi mata kuliah di kampus ungu, UTS ataupun UAS juga tidak ada di pelajaran komputer. Namun, pihak kampus memberikan keleluasaan sebesar-besarnya pada para mahasiswa dan mahasiswinya untuk belajar komputer meski tak ada satupun jurusan tentang komputer disana. Perkembangan teknologi yang semakin maju menuntut setiap manusia di bumi ini untuk mengenal komputer. Oleh karena itulah, setiap siapa saja di kampus ungu tersebut diperbolehkan mempelajari komputer dengan terlebih dahulu mendaftar sebagai peserta pelajaran agar jadwal pembelajaran bisa disusun dengan rapi.


Kembali pada sosok Lintang Timur. Usianya belum tua, baru memasuki usia 26 tahun pada Februari 2012 kemarin. Orangnya smart dan telaten. Meski demikian, dandanannya tidak lantas kucel dan tidak pula berwajah wajah kutu buku banget. Ahli komputer ini terlihat sangat fleksibel dan santai. Wajah yang lumayan membuat cewek terkiwir-kiwir, pakaian yang selalu terlihat santai namun sopan, dilengkapi dengan potongan rambut cepak dan sebuah kacamata minus yang nangkring di hidungnya yang mancung membuat cowok yang satu ini terlihat begitu bersinar di usianya yang cukup dewasa. Cowok inilah yang telah menjadi 'pembela' Citra.


“Udah...biarin aja...cewek aneh macam itu ga perlu dipikirin...yang waras yang mengalah ya...” Ucap Lintang pada Citra yang masih saja memanyunkan bibirnya yang mungil imut hingga tujuh kilometer.


“Nyebelin banget tuh anak...huhh..!” Balas Citra dengan kesal.


“Tenanglah Citra...aku akan selalu menjagamu..” Batin Lintang dengan memandang lekat-lekat wajah cantik putih yang ada dihadapannya.


Sejak tiga bulan yang lalu saat pertama kali Lintang menginjakkan kaki di kampus ungu, wajah Citra Ida Harun sudah demikian menyita perhatiannya. Wajah cantik, kulit putih mulus, hidung mancung, rambut hitam panjang laksana gadis sunsilk, bentuk dada yang menarik meski tidak terlalu besar, dan bongkahan buah pantat yang seksi saat sesekali terlihat waktu Citra memakai celana panjang ketat sungguh benar-benar membuat Lintang 'kemecer'.


Lain sekali dengan Rika Ratih si tukang onar. Wajah jutek bin ngeselin selalu berpadu dengan tingkah laku yang cenderung negatif. Selalu saja ada keributan akibat tingkah laku Rika yang kelewat menyebalkan. Wajah Rika sebenarnya tak kalah cantik dibanding Citra. Namun sikap dan kelakuannya selalu saja 'memaksa' berbagai pejantan yang menyukainya menjadi berpindah haluan dan pergi.


>>>>>>>>>>>>>





Suatu hari di suatu siang. Udara segar menyeruak dan berhembus menyejukkan. Udara sejuk dan segar tersebut terus berputar-putar di sekeliling kampus ungu dan siap membius setiap tubuh yang rela menyumbangkan matanya untuk mengikuti kegiatan mengantuk ber-regu.


Tak terkecuali, kelas pembelajaran komputer yang siang itu sedang berlangsung dibawah asuhan lintang juga menerima serangan udara sejuk. Beberapa mata mahasiswa sudah mulai terlihat sayu dan siap terlelap.


JEPRETTT...
“Waduuhh...!!!” Teriak seorang mahasiswi bernama Dina. Awalnya ia sudah demikian terkantuk-kantuk di kursinya. Namun sebuah karet gelang yang menumbuk pipinya dengan keras membuatnya menjadi terkaget-kaget setengah mati.


“Hihihi...rasain lu tukang tidur...!!!” Ucap si pelaku penjepretan karet dengan pelan karena takut ketahuan Lintang yang sedang berdiri di muka kelas.


“Heiii...lagi-lagi kamu yah bikin onar...ga bisa diem apa?” Teriak seorang cewek yang ternyata adalah Citra dengan lantang karena merasa tidak terima atas perlakuan Rika terhadap Dina, sahabatnya.


“Aduhh Putri udik...ndeso...udah deh...ikut-ikutan nyamber kayak kompor aja lu ! Kampungan banget !!” Balas Rika dengan lantang pula.


“Apa kamu bilang ???” Citra terpancing dan berdiri karena marah.


“Ehh...apa-apaan ya kalian...ini jam belajar...!!!” Bentak Lintang setelah tahu keributan yang terjadi di kursi belakang.


“Pak Lintang yang terhormat...bagaimanakah menurut anda jika ada mahasiswi anda yang tidur saat pelajaran anda berlangsung???” Ucap Rika dengan mencibir.


“Sudah !!!....saya tidak mau tahu siapa yang salah dan siapa yang benar !! Rika...Kamu saya minta...DIAMM !! buat yang lain...silahkan cuci muka kalian bila mengantuk dan segera kembali kesini lagi !!” Hardik Lintang dengan emosi.


Pelajaran kembali berlangsung. Waktu pelajaran yang kurang 30 menit dirasakan Lintang sungguh begitu lama. Ia sudah tak terkonsentrasi lagi pada penyampaian materi. Penguasaan emosi bagi seorang Lintang Timur yang masih muda dalam dunia mengajar sungguh begitu sulit. Perasaan marah terhadap kelakuan Rika yang tidak menghargai jam pembelajarannya Lintang dan juga perasaan perhatian terhadap Citra sungguh sangat mengusik konsentrasi mengajarnya. Untuk menjadi pengajar yang baik memerlukan jam terbang yang tak sedikit.


>>>>>>>>>>>>>>>





Denting Piano
kala-jemari menari
nada merambat pelan
di kesunyian malam
saat datang rintik hujan
bersama sebuah bayang
yang pernah terlupakan

hati kecil berbisik
untuk kembali padanya
s'ribu kata menggoda
s'ribu sesal di depan mata
seperti menjelma
saat aku tertawa
kala memberimu dosa

ooo...maafkanlah
ooo...maafkanlah

reff: rasa sesal di dasar hati
diam tak mau pergi
haruskah aku lari dari
kenyataan ini
pernah kumencoba tuk sembunyi
namun senyummu
tetap mengikuti*



Alunan lagu Iwan Fals berjudul Denting Piano sayup terdengar dari tape compo Lintang yangg tergeletak di atas meja belajarnya. Lintang belum tidur, pikirannya melayang mencari jawaban dan cara merengkuh hati Citra yang sudah menyesakkan jiwanya. Semakin lama ia berpikir, semakin jauh khayalannya melayang tak tentu arah. Bahkan hingga ia berandai-andai jika Citra menjadi istrinya, melahirkan anak-anak mereka, dan setumpuk khayalan tingkat tinggi yang terus saja membumbung hingga serasa memenuhi seluruh ruangan kamarnya.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>





“Citra, kubuka seluruh pakaianmu ya...” Ucap Lintang lirih disamping telinga Citra sehingga terasa sangat menggelikan dan membuat bulu remang Citra berdiri.


“Lakukan mas...lakukan untukku...semuanya buat kamu mas...ahh” Bisik Citra dengan lembut diiringi desahan tertahan akibat nafsu yang kian meninggi.


Dengan lembut, Lintang melepas satu persatu penutup tubuh Citra yang masih tersisa. Sejurus kemudian telah terlihat tubuh polos Citra tanpa terbungkus apapun. Wajah Citra yang dihiasi senyuman penuh godaan membuat mata Lintang seakan melompat. Tubuhnya terlihat begitu indah menawan. Rambut panjangnya tergerai indah terbelah leher jenjang nan mulus. Rambut itu terus menjuntai menyusuri tepi kanan dan kiri leher Citra dan menggantung bebas didepan dada Citra seakan rambut itu mencumbui dan menikmati sendiri keindahan buad dada mancung dengan hiasan puting bulat mungil.


Perut rata dan langsing milik seorang pesenam aerobik terpampang di depan Lintang. Pinggul yang ramping terus beralur menurun dan kemudian menanjak membentuk belokan curam dan melekuk indah menjadi sepasang buah pantat yang sungguh membuat jantung berdebar. Tepat dibalik buah pantat yang menggetarkan jiwa tersebut, bertengger serumpun rerumputan perdu yang tertata rapi dan menarik. Rerumputan itu terus berjajar kebawah dan berpisah di sebuah ceruk yang menjorok kedalam. Disamping kanan dan kiri ceruk itu tersusun manis beberapa bongkahan kecil seperti daging yang seakan menari-nari dan memanggil Lintang untuk mendekat dan mendekat.


Lintang sudah tak sabar lagi. Dengan tergesa ia tanggalkan sendiri pakaian yang menutupi tubuhnya. Kini Lintang dan Citra sudah sama-sama bugil dan saling berhadapan satu sama lain. Dengan tergesa pula ia rengkuh tubuh mulus indah dihadapannya. Dikecupnya bibir mungil Citra dengan penuh nafsu meraja lela. Citra dibuat kelabakan dibuatnya. Nafas Citra memburu seakan berpacu dengan dengus nafas Lintang yang sekian waktu terus menghembus menembus kerongkongan Citra. Lidah saling bertaut, daun bibir saling memagut, kecipak air mulut yang saling berebut menghisap dan mengulum terdengar bagai irama lagu tanpa nada.


Kedua tangan dalam sokongan dua lengan kekar Lintang yang semula tergantung bebas kini mulai 'berulah' dibawah perintah sang otak. Kedua telapaknya menengadah. Kembang kempis kumpulan jemarinya mencari gugusan gunung mancung yang tidak terlalu besar itu namun sangat menarik dan indah dipandang mata. Tak lama berselang, kini kedua telapak tangan berikut kesepuluh jemari Lintang telah asyik bermain dengan dua barang kenyal yang lembut halus laksana puding yang sangat menggiurkan untuk di kunyah dan ditelan.


“Uhhhm...” Citra mendesah lirih dalam keadaan menikmati perlakuan manja pada bibir dan buah dadanya. Lintang semakin giat dan penuh 'kerelaan' mengumbar hasratnya merengkuh gayung demi gayung mutira kenikmatan bercinta yang semakin deras tercurah dari liuk tubuh, desahan, dan pelukan Citra yang semakin lama semakin panas.


Tak tahan merasakan semua rasa yang kian menyesak memenuhi alam pikirnya, Lintang segera membawa Citra pada sebuah kursi. Didudukkannya Citra dengan berhadapan di pangkuannya. Dimintanya Citra agak berdiri sejenak, diarahkannya sang batang Pens kelubang yang sudah siap dam menganga diatasnya. Suasana hening sejenak. Desahan Citra yang tadinya menyeruak sesaat sirna. Masing-masing sedaang sibuk saling membantu terlesakkannya si Pens ke sarang barunya. Setelah berusaha beberapa saat lamanya, akhirnya dengan sukses si Pens dapat tertelan sepenuhnya ke Vegs Citra.


“Uhh...hkk” Teriak Citra tercekat dikerongkongan saat merasakan Vegs nya berhasil menelan penuh batang Pens Lintang. Sesaat mereka terdiam sejenak meresapi suasana baru dan penuh perkenalan.


Lintang seketika mengangkat buah pantat Citra dan melepaskannya kembali berulang kali. Otomatis terjadilah peristiwa tusuk tarik yang menggetarkan jiwa.


“auhh auh..” Citra hanya menjerit tertahan setiap kali batang Lintang habis ditelan Vegs nya. Citra mendongak-dongakkan kepala semakin kebelakang setiap kali merasakan kenikmatan. Mendongaknya Citra membuat buah dadanya semain terlihat membusung menggoda tepat di depan hidung Lintang. Dengan buas Lintang menyambut buah dada itu dan mengenyotnya dengan penuh nafsu.


Tangan Citra meremas rambut dikepala Lintang dengan gemas. Ia acak-acak rambut Lintang sambil terus saja mulutnya mendesis dan merancau tak jelas. Terkadang terdengar suara Citra seperti menyebut nama Lintang namun kemudian hilang kembali ditelan raungan nikmat yang terlontar dari bibirnya yang mungil imut.


“Mass..Lin..tang...auhh sshh” Begitulag suara Citra setiap kali ia merasakan kenikmatan tak berujung yang terus dan terus saja menderanya tiada henti. Lintang pun tak tahu apakah Citra sudah mencapai orgasm nya atau belum. Atau bahkan sudah berulang kali mencapai orgasm, Lintang juga tak menyadarinya. Mereka berdua merasakan kenimtana yang amat sangat pada 'perkenalan” perdana ini. Orgasm Citra belum menjadi perhatian yang serius bagi mereka. Bagi mereka, yang penting mereka terus saja mereguk dan mereguk apapun kenikmatan yang ada seakan tiada mau berhenti.


Kelelahan dan cucuran peluh tak menyurutkan nafsu mereka. Gerak tubuh dan ayunan pinggul seakan kompak seirama demi menggapai puncak yang sangat tinggi. Semakin di daki, puncak itu semakin meninggi dan terus meninggi. Seperti puncak yang tiada berujung. Kepuasan yang seakan tak pernah mau berhenti mencari titik balik.


Tiba-tiba Lintang merasakan kedutan dahsyat yang bergulung kian mendekat. Semakin Lintang menghindar, gulungan denyut itu semakin mengejar. Hingga akhirnya Lintang pun menyerah, tenaganya serasa telah habis untuk terus menghindar. Gulungan denyut itu menggempur tubuh Lintang dengan keras. Deras semburan terlontar dari sela Pens nya. Laksana lahar hangat bergulung datang dan meleleh memenuhi lubang Vegs Citra. Sebagian lagi mengalir di paha Lintang.


Lelehan itu terus saja mengalir membentuk anak sungai di paha Lintang dan semakin lama terasa seperti celana pendek Lintang basah...


Dan Lintang pun terbangun...


Huffhh...Ternyata yang dialami Lintang hanyalah mimpi. Lintang baru saja merasakan mimpi basah yang luar biasa. Khayalan dalam mimpi itu timbul setelah semalaman Lintang melamunkan Citra dengan segala keinginan yang belum bisa terpenuhi.


>>>>>>>>>>>>>>>>




Hari ini Lintang sudah bertekat untuk memberikan perhatian yang lebih pada Citra. Langkah kakinya dengan mantap dan yakin menyusuri lorong kampus ungu menuju lab komputer yang terletak diujung lorong.


“Rika...tahu Citra dimana gak?” Tanya Lintang pada Rika setelah tiba di tempat yang ia tuju namun tak menemukan sosok seorang Citra disana. Hanya ada Rika yang sibuk browsing dan membuka sebuah toko online di internet.


“Tau...!! Pulang kampung ke ndeso kalii...!!” Jawab Rika dengan asal.


“Ih kamu ya...ditanyai juga...huhh..!!!” Balas Lintang dengan cemberut kemudian segera berlalu keluar untuk melanjutkan mencari Citra.


Langkah yakin Lintang terhenti. Sekitar 10 meter dihadapannya tengah duduk seorang Citra bersama dengan seorang mahasiswa. Mereka terlihat begitu akrab. Sendau gurau mereka terdengar sangat asyik dan seru sekali. Sesekali nampak si cowok mencolek pinggang Citra seperti hendak menggelitik. Tangan Citra kemudian terlihat membalas perlakuan si cowok dengan memberikan hadiah cubitan di lengan.


Lintang tertegun. Matanya begitu tajam memandang kedua insan tersebut. Tatapan mata dingin sedingin es tergambar di balik kelopak mata Lintang. Hatinya berdesir-desir menyuarakan teriakan kepedihan yang tak cukup kuat untuk ia lontarkan melalui mulutnya yang masih terlihat terkunci dengan rapat tanpa mampu berucap. Sekejap pandangan dan rona muka Lintang berubah menjadi dingin dan datar. Tatapan mata tanpa cinta, kosong, penuh kebencian...







PRAKKK...BUKK..BUKK!!!
Tiga bogem mentah Lintang melayang tanpa permisi ke rahang dan perut mahasiswa teman Citra. Setelah pukulan itu berhenti, Citra dan Lintang menjadi saling pandang. Begitu juga dengan si mahasiswa korban Lintang, ia memandang heran ke arah Lintang kemudian berganti memandang Citra dengan penuh tanda tanya. Lintang sendiri bingung dengan keadaan dirinya, dengan apa yang sudah dilakukannya, dan dengan kekalutannya. Ia seperti sedang bermimpi, namun semua ini nyata adanya. Dan sekarang, seorang korban telah berdiri tegak di depan Lintang untuk bersiap menuntut balas.


“Apa-apaan sih lu Pak? Main pukul aja tanpa alasan !!!” Bentak si mahasiswa bernama Sonny dengan berang sekaligus tengsin karena beberapa mahasiswa lain memperhatikan kejadian itu dari jauh.


Lintang hanya terdiam tanpa ada sepatah katapun terucap. Lidahnya seperti kelu, mulutnya terkunci. Hanya binar matanya yang masih menyiratkan sebuah amarah yang terbelenggu dalam ruang hampa dan terletak nun jauh di kotak berkelambu dalam dada Lintang, sebuah kotak tempat berkeluhnya. Sebuah kotak berkelambu yang disebut dengan sebongkah daging bernama hati.


“Hei...!!! ngomong....!!!” Bentak Sonny lagi dengan gusar dan penuh kekecewaan.


“Mas Lintang...ada apa mas??? kenapa mas???” Imbuh Citra dengan lembut namun sungguh menggetarkan hati sanubari Lintang yang dikala itu sedang kelam. Sekelam awan yang berarak mendung diatas sana.


Hati Lintang kembali pilu tatkala suara Citra kembali menyeruak dan mengalir di lubang telinganya. Menghempas keras menumbuk gendang telinganya. Lalu kemudian merasuk jauh...jauh hingga dasar samudera hati yang gelap tanpa cahaya.


“Pak...maunya apa? Hahh!!!” PRAKKK !!!!, satu hadiah bogem mentah Sonny mengarah tepat di tulang hidung Lintang akibat kegusaran Sonny yang sudah di ubun-ubun. Lintang terdorong tiga langkah kebelakang. Darah segar mengalir pelan menyusuri lubang hidungnya dan menjalar pelan hingga menyentuh bibir atas Lintang.


Citra terpekik. Ia begitu kaget dengan kejadian mendadak tersebut. Tanpa ada alasan dan juga tanpa ada ucapan sepatah katapun dari Lintang, namun begitu membuat takut Citra yang berhati lembut. Seketika Citra menangis demi menghadapi pertengkaran tanpa nama tersebut. Sonny hanya terdiam ditempatnya berdiri tanpa mengucapkan kata apa-apa. Terlintas dari sorot matanya menyiratkan kepuasan karena telah melakukan pembalasan atas perbuatan 'gila' Lintang.


“Sudah...!!!!...hikk..hiiiik” Citra berteriak dan menangis.


Dengan tatapan kosong, Lintang berusaha memperbaiki posisinya berdiri. Sedetik kemudian terlihat ia berjalan menjauh dan pergi tanpa mengucapkan apapun. Citra dan Sonny saling berpandangan penuh tanda tanya. Sepasang mata dibalik gedung kampus memandang dengan iba pada kejadian itu.



>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>






Satu minggu setelah kejadian. Jam pembelajaran komputer kembali berjalan. Hingga hari itu, tak ada satupun obrolan antara Lintang dan Citra. Meski Citra berusaha mendekat dan mengajak berbicara Lintang, tetap tak ada tanggapan. Tetap saja mata Lintang kini telah berubah. Tatapan mata tanpa cinta, kosong, penuh kebencian...


Dalam hati Citra bertanya-tanya, apakah ada kesalahan Citra yang begitu membuat Lintang gelap mata?. Namun Citra seperti tak menemukan titik terang. Citra dibuat bingung sendiri oleh tingkah aneh Lintang.

Hari itu Lintang pulang dengan wajah kuyu dan lesu. Tak ada gairah dan api semangat di matanya. Semuanya terlihat hampa. Setelah menyalakan mobil Katana kesayangannya, Lintang segera meluncur meninggalkan kampus ungu. Tiba di kosannya, Lintang lantas menjatuhkan tubuhnya di atas kasur tanpa melepas sepatu maupun berganti pakaian. Tak terasa airmatanya mengalir. Bukan airmata cengeng, melainkan airmata duka yang begitu dalam dan berat tak terhingga.

….......................
Apa dan apa...
Pikiran dan hatiku berkutat pada kata 'apa',
Apa yang kujalani?
Apa yang kurindui?
Apa dan apa ku tak tahu lagi.


Gelisah menggelepar di sisi tiang pancang gantungan,
Rinduku meradang,
kisahku malang,
binarku gersang.


Bisik nuraniku sudah tak bekerja lagi,
Teriakan hatiku telah mati,
jiwa bengisku lahir kini,
mengikis perih menjadi pilu,
menghunus kasih menjadi sendu,


Jiwaku kosong,
Berjalang sempoyong,
memapah keranda cinta,
mengubur rasa...

….................................................



Bunyi tuts keypad HP Lintang bersahutan, berbait-bait puisi luka ia torehkan di notepad HP nya. Kepedihan yang dirasakannya seperti telah menguap dan pergi seiring dengan tertulisnya bait demi bait puisi curahan jerit hati. Lama matanya nanar memandang kesekeliling ruangan kamarnya tanpa ada gairah. Perut lapar yang sedari pagi belum terisi tak diacuhkan pula oleh Lintang. Nyala api jiwanya seperti telah padam, sirna, dan tenggelam di dasar laut terdalam yang gelap, kelam, dan nista.


TOKK..TOK.TOOKK !!!
Suara Pintu kamar Lintang diketuk seseorang dari luar sana. Lintang berdiri, dengan langkah gontai ia putar gagang pintu.


“Mas Lintang...mas....perbolehkan aku masuk..!!!” Suara lembut seorang cewek yang pernah menggetarkan jiwa Lintang tiba-tiba menyeruak di ruangan kamar Lintang. Citra telah berdiri dengan cemas dihadapan Lintang, di ambang pintu kamar Lintang.


Lintang hanya berdiri tanpa suara. Langkahnya berputar dan kembali ia menuju tempat tidur tanpa memperdulikan kehadiran Citra. Citra segera menyusul Lintang dan menutup pintu kamar Lintang. Sesaat kemudian terlihat Citra duduk di tempat tidur, sekitar satu meter disamping Lintang yang juga duduk dengan tertunduk. Mata Lintang masih kosong menatap silang silih garis ubin yang sedari dulu memang sudah bergaris seperti itu.


“Mas...mas...Mas Lintang ada apa sih...??? cerita ke Citra dong..!!” Ucap Citra membuka pembicaraan. Namun Lintang tetap saja diam, diam dan diam tanpa suara.


“Mas...ngomongg dong !!!”


“Mas...!!!”


“Uhh Mas Lintang kok gitu sih...”


“Citra sudah capek-capek naik taksi ngejar mobil mas sampai kesini...eh disuguhin sama DIEM doang !!”


“Ayo dong mas...”


“Mas...Mas Lintangg !!!”


“Ma........”


Suara Citra yang terakhir tak berlanjut karena dengan cepat tiba-tiba Lintang merengkuh tubuh Citra dan dengan kasar memaksa Citra untuk rebah di tempat tidur. Citra panik, namun keadaan telah membelenggu Citra dengan ketidak berdayaan. Dengan mudah Lintang merebahkan Citra dan sekejab kemudian Lintang telah berada di atas tubuh Citra.


Citra terus saja meronta dan mencoba melepaskan diri dari terkaman Lintang namun semakin ia meronta, semakin erat pula himpitan yang diberikan Lintang. Dengan kasar, Lintang memaksa mencium bibir Citra. Citra tak bergeming, mulutnya terkatup rapat. Namun tangan kiri Lintang beranjak membantu dan memaksa menekan rahang Citra untuk membuka. Akhirnya dengan kaku Lintang berhasil mengulum dan melumat wanita cantik yang sedang ada dalam kekuasaannya.

“Ehmm Mas...jangan...!!!” Citra berteriak demikian panik diantara ronjokan lidah Lintang yang berusaha terus menyodok relung bibir Citra. Citra semakin gelagapan dan hilang nafas akibat perbuatan paksa Lintang.


“Ufhh...jang...ngan..” Terus saja Citra meminta Lintang untuk menghentikan aksi gilanya. Namun Lintang seperti sudah gelap mata.


Pada satu kesempatan, kaki Citra berhasil menekan mundur perut Lintang yang sedang menindihnya. Kesempatan itu dimanfaatkan Citra untuk segera bangun dan beringsut menghindar. Tapi kekuatan Lintang lebih cepat, kembali ia menindih dan menghimpit sehingga Citra yang sudah hampir bangun menjadi terhempas kembali ke tempat tidur dengan keras.


“Aduuhh Mas kok begini sih hiikks hikk” Citra mengaduh kesakitan saat kepalanya berasa seperti terpelanting ke kasur. Tangisan mulai terdengar lirih di sela bibir Citra yang mungil.


Dengan kasar Lintang memaksa membuka kaos yang dipakai Citra. Tak berhenti di situ saja, celana jeans yang melekat seksi di kaki jenjang Citra ditarik paksa oleh Lintang agar terlepas. Kini Citra hanya terlihat mengenakan Bra dan CD yang sangat minim dan tak cukup sempurna menutupi bagian-bagian menarik di tubuh indah Citra.


Buah dada yang mancung terbungkus Bra warna coklat tua sungguh terlihat menggemaskan dan pantang untuk tidak dicoba kekenyalannya. CD mini berwarna putih dibagian bawah tubuh Citra yang membungkus ketat bagian Vegs intimnya terlihat sangat kurang bisa menutupi bagian mahkota kewanitaan Citra. Beberapa bulu pubis tipis menyembul nakal di sisi samping kanan dan kiri CD nya. Tubuh yang putih dan bulatan buah pantat yang menggoda menambah keindahan tubuh semi bugil Citra.


Citra berusaha menutup kedua pakaian terakhirnya dengan tangan dan lengan. Namun tentu saja tak membuahkan hasil, bahkan hanya membuat Lintang semakin kalap karena ketidak patuhan Citra padanya.


“Jangan mas...jangan diteruskan...ampuunnn !!! hikkss huaaa” Citra berteriak dan menangis memohon agar Lintang melepaskannya. Lintang hanya menoleh sesaat dan kemudian kembali melanjutkan serangan demi serangan brutalnya.


Tak bertahan lama, akhirnya terlepaslah penutup buah dada Citra dengan satu tarikan pada kaitan bra Citra yang terletak di depan dadanya. Dengan satu tarikan panjang pula Lintang mampu menarik paksa CD Citra hingga terbetot lepas dengan cepat dan tanpa sopan dari kaki Citra yang mulus.


Demi melihat tubuh molek Citra, Lintang bergidik menggila. Dengan posisi masih menindih tubuh Citra, Lintang melepaskan satu persatu pakaiannya sendiri. Sekejab Lintang telah bugil dengan sempurna. Batang Pens nya yang sudah berdiri mengeras terihat berkilat bagian kepalanya akibat lelehan pelumas yang sepertinya sudah beberapa kali mengucur keluar karena begitu tergiurnya mata Lintang pada lekuk indah dan seksi dari tubuh Citra.


Posisi Lintang yang sedikit condong kedepan dalam menghimpit tubuh Citra membuat Pens Lintang menekan bagian perut Citra. Citra begitu terkaget dibuatnya. Ia sangat kalut. Ia tak tahu lagi apakah yang akan dilakukannya setelah ini. Apakah ia harus terus meronta tanpa daya?. Ataukah ia pasrah saja menerima ini semua?, toh ini juga permainan nikmat yang disukai orang dewasa manapun. Dan lagi Citra juga sudah tidak perawan lagi akibat persetubuhannya dengan mantan pacar kala SMA dahulu. Pikiran Citra terus berkecamuk antara berlaku menolak perbuatan Lintang dan menerima kenikmatan yang diberikan Lintang. Pikiran Citra sudah demikian kusut untuk bisa menentukan pilihan. Ia hanya bisa terombang-ambing terhempas dalam ketidak kuasaan diri.


Lintang dengan kasar dan keras meremas bagian buah dada Citra. Citra hanya mengaduh menerima perlakuan kasar Lintang. Perlakuan yang sama sekali jauh dari kata lembut, mesra, dan geli. Semuanya begitu terasa menyiksa bagi Citra. Meski dari dalam lubuk hatinya terasa sebuah getaran aneh yang seakan meluluskan setiap tindakan kasar Lintang kepadanya. Ia merasakan sebuah sensasi langka, unik, berdesir, namun juga menyakitkan.


Lintang sudah seperti harimau lapar yang siap menerkam mangsanya yang tak berdaya. Ia telah lupa pada cita-cita dan lamunannya untuk memperistri dan menggauli Citra dengan lembut. Angan-angan untuk memiliki rumah tangga dan anak bersama Citra seperti telah ditelan gulungan ombak keruh dan sirna tanpa bekas.


“Jangannnn !!!” Citra meronta tiada henti meski upaya apapun tak akan membantunya terselamatkan dari terkaman harimau bernama Lintang Timur.


Meski Citra kini telah 'sedikit' terbiasa dan 'sedikit' pula menikmati perlakuan aneh Lintang kepadanya, namun akal sehat Citra lebih berkuasa menumbuhkan hasrat untuk membela harkatnya sebagai wanita. Ia juga sangat tidak menginginkan Lintang berubah seperti ini. Lintang yang sekarang bukan seperti Lintang smart dan lembut yang dikenal Citra. Lintang yang sekarang adalah Lintang yang seperti kerasukan Jin harimau dari gunung merapi yang dijaga mak lampir. Begitu gahar, beringas, dan tak mengenal kebaikan sedikitpun.


Perlahan terlihat Lintang beringsut maju. Nampak Lintang menyodorkan batang Pens nya ke arah mulut Citra seakan sedang menyuapi seorang bayi dengan sebuah pisang raja yang besar mengenyangkan. Citra mendelik super kaget dibuatnya. Namun sisa-sisa kesadarannya mampu menumbuk otak dan pemikirannya untuk melakukan sebuah rencana jitu demi untuk melumpuhkan kebuasan sang harimau dari merapi.


Dengan patuh Citra membuka mulutnya seakan siap sedia menerima persetubuhan antara batang Pens Lintang dan rongga mulutnya. Perlahan namun pasti batang Pens Lintang yang kekar berurat menerobos menyusuri milimeter demi milimeter rongga mulut Citra. Nafas Citra tertahan, jantungnya berdegup dengan kencang. Perasaan takutnya demikian besar meyeruak dan berulang kali seperti sedang menekan-nekan tombol sirine tanda bahaya. Namun hati Citra berusaha sekuat mungkin untuk tidak goyah. Dengan berani dan penuh semangat ia terima ronjokan batang Pens Lintang.


Satu...Dua...Tiga tusukan Pens ke mulut Citra berhasil berjalan dengan mulus dibalik empotan bibir dan lidah Citra. Jujur sebenarnya Citra mulai menyukai tugas barunya itu. Namun Rencana besar tengah ia siapkan demi untuk menyadarkan seorang Lintang. Rencana apaan sih ???.


Masuk pada tusukan ke 4, Dengan cepat Citra MENGGIGIT sekuat-kuatnya batang nikmat Lintang. Meski diakui Citra tak menggigit terlalu keras seperti hendak memutuskan batang tersebut. Namun tindakan cepat dan meyakitkan itu sontak membuat Lintang kaget dan menjerit bukan kepalang.


“Addduhhh !!!!” Lintang melengking dengan keras dan kencang merasakan siksaan pada bagian tengah batang jantannya. Ini adalah ucapan pertama yang keluar dari mulut Lintang terhadap Citra setelah terakhir Citra ngobrol dengan Lintang sekitar seminggu yang lalu sebelum terjadi peristiwa pemukulan itu.


Seketika terlihat Lintang melompat turun dari tempat tidur dan beringsut ke pojok kamar. Sejurus kemudian terlihat ia berjongkok dan memegangi batangnya yang dirasa sangat sakit. Awalnya Citra merasakan takut yang luar biasa, ia takut jika Lintang semakin marah dan tak terkontrol yang kemudian berlaku sadis kepadanya akibat perlakuan 'menggigit' Citra.


Suasana menjadi hening seketika. Sesekali hanya terdengar suara lirih Lintang yang mengaduh menahan rasa sakit yang sepertinya belum juga hilang.


“Mas...sadarlah mass...Mas Lintanggg !!!” Citra berteriak galau kepada Lintang dengan mengerahkan sisa-sisa keberaniannya.


Lintang mengangkat mukanya dengan lemah. Ia pandang wajah Citra lekat-lekat. Citra diam menunggu reaksi yang dilakukan Lintang. Beberapa detik kemudian, Lintang terlihat tersedu. Bukan karena rasa sakit amat sangat yang menderanya, namun lebih pada bentuk bukti penyesalan yang dalam karena perbuatan bejatnya. Isak tangisnya begitu membuat hati Citra teriris. Isak tangis penuh kepiluan dan kedukaan yang sangat mendalam.


“Kenapa mas berlaku seperti ini mas??...Kenapa???” Sambung Citra mengisi diam diantara mereka.


Suasana kembali hening kembali tanpa ada ucapan jawaban dari Lintang. Senyap, hanya terdengar dengus dan isak Lintang yang seperti ditahannya. Suara kipas angin yang terus berputar dan telah menjadi saksi bisu kejadian itu mengiringi isak Lintang.


Semuanya diam dan saling menunggu. Lintang masih berjongkok di sudut ruangan. Citra juga masih terpekur membisu di atas ranjang Lintang. Ia telah lupa bahwa ia masih dalam keadaan bugil. Namun gejolak perubahan Lintang yang di inginkan Citra mengalahkan rasa malu akan ketelanjangan Citra.


“Aku....aa..aku...Cinta sama kamu...!!!” Ucapan Lintang terbata memecahkan keheningan dan mengagetkan Citra.


“Aku cemburu dengan....Sonny yang kupukul itu...Maaf...!!!” Lanjut Lintang lagi dan semakin membuat kaget Citra yang menampakkan wajah heran plus bingung tujuh turunan.


Seorang lelaki yang sedang dirundung cinta kadangkala berubah menjadi irasional dan lebih meningkat sensitifitas dalam jiwanya. Kadangkala sensitifitas itu akan semakin berlipat ganda jika dilumuri oleh duka dan sakit hati yang mendalam. Tak terkecuali pada apa yang telah dirasakan Lintang. Bukan ia gila, bukan pula ia posesif atau pencemburu akut, tapi ini adalah murni bersitan reflek jiwa yang terkadang hadir membawa kalut tak berujung tanpa bisa menemukan jalan keluar bagi masalah yang dihadapinya. Ini bisa saja terjadi pada siapapun meski dalam kadar dan prosentase sensitifitas yang berbeda-beda.





Intermezo :

[ Nona-nona, mbak-mbak, ibu-ibu, dan semua perempuan di negeri ini...jika (weleh2 jangan sampai !) misalnya terpaksa telah terjadi pemerkosaan terhadap diri anda, silahkan dicoba trik Citra diatas. Dijamin tokcer kwadrat ampuhnya. …silahkan bagikan trik ini kepada siapapun kerabat dan kenalan anda yang cewek demi menyelamatkan harkat dan martabat perempuan di negeri tercinta kita. Intermezo ini hanya sekedar saran belaka tanpa ada unsur paksaan sedikitpun.]





“Citra, Lihatlah aku disini...melawan getirnya takdirku sendiri...tanpamu...aku lemah dan tiada berarti...!!!” Lanjut Lintang dengan menirukan potongan syair lagu Naff yang sangat dalam dan menyentuh.


“Mas Lintang...dengerin aku mas...tatap mataku !! aku tak ada hubungan cinta dengan Sonny, malahan dia itu adalah anak tanteku mas...tapi....sebenarnya jujur...aku sudah punya tunangan di kotaku sana yang kata Rika disebut ndeso atau udik itu !!....sebentar mas jangan kaget dulu....sebenarnya aku juga menaruh simpatik pada sosok mas Lintang...terus terang aku ga bisa menjanjikan ikatan hubungan apa-apa sama mas untuk saat ini, Meski begitu...aku mau kok mas jalan bareng sama mas di sini !!...toh tunanganku juga jauh disana...tapi sekali lagi plisss...jangan menganggap aku memanfaatkan mas atau menduakan mas...aku hanya ingin murni bisa menjalani kisah bersama mas meski tanpa ikatan...roda itu bulat dan bisa berputar mas...mas mau kan???” Ungkap Citra dengan gamblang tanpa tedeng aling-aling.


Lintang hanya diam dan memandang wajah cantik Citra lekat-lekat. Tak ada lagi ucapan yang keluar dari bibirnya. Anggukan kepalanya mewakili semua perkataan yang tak mampu lagi terlontar dari bibirnya. Matanya masih berkaca-kaca. Kisah cintanya telah menemukan labuhan meski tak sepenuhnya memuaskan kejiwaannya. Namun yang pasti, hal itu sedikit banyak telah menyelamatkan keterpurukan dan kekelaman hati Lintang yang awalnya sudah tak berpayungkan keteduhan.


Perlahan Citra bangkit, ia kenakan kembali pakaiannya. Tak lupa, onggokan pakaian Lintang yang tergeletak di lantai ia angsurkan ke arah Lintang untuk juga dikenakan. Beberapa saat mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing dalam berbenah pakaian. Kesakitan yang diderita Lintang sepertinya telah berangsur-angsur membaik. Untunglah tak ada luka disana. Sekilas Citra melihat guratan bekas giginya membentuk alur cekung di pertengahan batang Pens Lintang.


Citra beringsut maju ke arah Lintang. Dengan penuh perasaan ia rengkuh tubuh kekar dihadapannya. Mereka saling berpelukan hangat. Isak tangis Citra kembali berderai membunuh keheningan di ruangan kamar Lintang. Sedangkan Lintang, ia masih sulit berkata-kata. Kenyataan yang baru saja ia dapatkan dan ia hadapi begitu cepat melintas dan membuatnya begitu shock. Namun keadaan Lintang sudah jauh lebih baik sekarang. Ketenangan wajah Lintang yang seminggu ini telah hilang, kini telah kembali. Senyum tipis menghiasi bibirnya meski guratan keletihan dan kesedihan masih belum sepenuhnya sirna dari keningnya. Berkali-kali ia lepas dan pakai kembali kacamata minusnya hanya untuk menyeka lelehan airmata yang sudah hampir surut.


“Terimakasih banyak Citra...aku tak tahu lagi harus ngomong apa...setelah ini tolong kamu pulang dulu ya...aku butuh waktu sebentar untuk sendiri !!!” Ucap Lintang dengan pelan.


Citra Memeluk Lintang dengan erat. Sebentar kemudian ia kecup pipi lelaki gagah itu dengan cepat dan kemudian beranjak pergi meninggalkan kamar Lintang dengan sebelumnya melambaikan tangan halusnya kearah Lintang. Tubuh indah Citra hilang dibalik pintu kamar Lintang diiringi tatapan mata Lintang yang terus mengikuti langkah Citra.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>







….........................................
Waktu terus berlalu
Tanpa kusadari yang ada hanya aku dan kenangan
Masih teringat jelas
Senyum terakhir yang kau beri untukku
Tak pernah ku mencoba
Dan tak ingin ku mengisi hati ku dengan cinta yang lain
Kan kubiarkan ruang hampa didalam hidupku

Bila aku harus mencintai dan berbagi hati itu hanya denganmu,
Namun bila kuharus tanpamu,
Akan tetap kuarungi hidup tanpa bercinta

Hanya dirimu yang pernah tenangkanku
Dalam pelukmu saat ku menangis

…........................................



Lintang menyalakan tape componya dan memutar sebuah lagu berjudul : Rahasia Hati yang dipopulerkan oleh grup band Element. Bait demi bait syair pada lagu itu ia resapi dalam keheningan jiwa. Sayup laksana burung-burung mulai bernyanyi kembali dalam lubuk hati Lintang yang gersang dan kosong. Dedaunan hijau yang rindang mulai kembali bersemi di pematang jiwanya. Angin sepoi sejuk membelah puing-puing keretakan jiwa dan mengeras disana membentuk tebing dinding kelambu jiwa baru yang bersih dan bercahaya.




TOKK TOKK TOK !!!


Pintu kamar Lintang kembali terdengar diketuk dari luar. Dengan berat hati kembali Lintang berjalan menuju pintu.


“Aden....!!!” Seorang kakek-kakek sekitar berumur 73,5 tahun muncul diambang pintu kamar Lintang.


“Oh kakek...silahkan kek masuk...maaf berantakan...” Ucap Lintang begitu tahu siapa yang menjadi tamunya kali itu. Sang kakek adalah induk semang atau istilah lainnya adalah bapak kos Lintang. Bapak tua itu adalah pemilik tunggal rumah kos Lintang. Ketiga anaknya telah berkeluarga dan tinggal diluar kota. Hari-hari sang kakek hanya di isi dengan kesibukan mengurus kosan miliknya.


“Aden...tadi saya lihat teman cewekmu itu kok pulang sambil menangis...ada apa aden ??? cerita sama kakek saja....kamu sudah kakek anggap seperti cucu kakek sendiri !!!” Lanjut sang kakek bernama Kakek Seno itu setelah duduk di kursi yang berada di depan meja belajar Lintang.


“Hehehe...iya kek...Lintang sedang menghadapi masalah percintaan...biasalah kek...sedang sibuk-sibuknya mencari pendamping hidup...” Jawab Lintang dengan senyum ramahnya.


“Ceritanya begini kek....Lintang jatuh cinta pada salah satu mahasiswi di Kampus tempat Lintang bekerja part time.....” Lanjut Lintang namun segera dipotong oleh sang kakek dengan tiba-tiba.


“Sik...sik..sik....prat apa itu tadi...prat tem kuwi opooo???...itu apa den...??? kakek orang kuno...jangan diajak bicara pakai bahasa planet macam itu tohh!!!” Cerocos kakek Seno dengan menggaruk-garuk kepala.


“Hehe...iya kek maaf...jadi begini kek...Lintang jatuh cinta sama seorang mahasiswi di kampus tempat Lintang bekerja sambilan....Nah cewek itu ternyata sudah memiliki tunangan kek...tapi dia sebenarnya juga menaruh simpatik ke saya...jadi akhirnya tadi kita sepakat untuk...ya katakanlah pacaran...meski tanpa ada simbol ikatan cinta....bisa dibilang kalau si cewek yang Lintang taksir ini mendua bersama Lintang kek...!!...terus terang lintang cemburu dan iri bila melihat cewek yang Lintang cintai dekat atau bahkan milik orang lain kek...ya...namanya cinta buta kek...!!!” Ungkap Lintang dengan runtut dan tanpa menggunakan istilah kebarat-baratan lagi.


“Oalah begitu...!! Aden, coba dengarkan cerita kakek tentang kisah cinta dalam pewayangan ini.....Kamu tahu Arjuna kan den??? Dia memang ganteng, gagah, ehhhmm...istilah anak jaman sekarang itu keren dan fangki lah.....tapi kelemahan seorang Arjuna adalah memiliki sifat iri. Pada suatu cerita, dikisahkan bahwa Arjuna iri terhadap kemampuan memanah Ekalaya. Bahkan juga iri terhadap Ekalaya yang beristri cantik jelita dan setia bernama Dewi Anggraeni. Namun keiriannya ini berakibat fatal den...Ibu jari Ekalaya menjadi putus dan tak bisa digunakan untuk memanah lagi gara-gara pertikaian dengan Arjuna....Selain itu, Arjuna juga dikenal sebagai lelaki Thukmis...tahu apa itu thukmis???....bukan gethuk manis lho ya...!!! Thukmis itu sifat suka lirak-lirik dan PDKT....setiap melihat ada cewek cling sedikit langsung saja disambar...Sok ganteng...sok gagah....!!!. Jadi den, pesan kakek....janganlah kamu tiru tabiat buruk Arjuna...bolehlah kamu sama nggantengnya seperti Arjuna...tapi biarkanlah kekasih barumu itu dekat sama lelaki mana saja termasuk dengan tunangannya...jangan kau iri melihatnya....wanita sejagad erat ini masih buanyuak denn !!!....Mau model apa saja aden bisa pilih sesuka hati...belajarlah untuk memiliki jiwa besar!!” Kakek Seno berpetuah dengan bijak. Suaranya terdengar telah renta, namun tarikan nafas dan tekanan suara yang berat sungguh membuat Lintang tertunduk seperti kerbau ditusuk hidungnya.


Lintang sadar. Semua yang telah dilakukannya semata hanyalah ulah nurani dan pikiran Lintang yang terkungkung dalam sebuah kerajaan Egosentris. Tak memiliki empati, simpati, atau juga tepo sliro. Lintang hanya mengejar keinginannya tanpa memperdulikan perasaan orang lain. Baginya, apapun yang ia inginkan harus ia dapatkan. Sifat iri dan cemburu yang mengharu biru telah membutakan mata hati dan jiwa Lintang. Namun dalam hati Lintang masih cukup berat untuk meninggalkan Citra. Baru saja ia hendak merangkai kisah indah bersama Citra. Apakah harus ia gugurkan niatan itu?.


“Terimakasih kek....Lintang menjadi paham...” Sambut Lintang setelah kakek Seno mengakhiri ceritanya.


“Tapi....saya belum siap untuk meninggalkan Citra kek...saya akan tetap menjalani ini sambil terus berpikir untuk menemukan jalan keluar yang tercipta dari alam pikir dan jiwa saya sendiri...bukan karena dorongan dari orang lain...!!!” Lanjut Lintang namun hanya membatin dalam hati tanpa mengucapkannya secara verbal kepada kakek Seno.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>






Satu bulan telah berlalu. Kedekatan antara Lintang dan Citra tetap terjalin hangat-hangat kuku. Keceriaan Lintang telah kembali pulih seperti sedia kala. Tak ada lagi noda derita yang mengotori lubuk hatinya. Bunga-bunga dimana -mana...


Siang hari ketika pembelajaran komputer telah selesai, Lintang segera melakukan kontrol pada setiap komputer. Setelah dirasa semuanya beres, Lintang segera men-shut down setiap komputer dan bersiap untuk segera pulang. Suasana sudah lengang saat Lintang melangkahkan kaki menuju tempat parkir mobilnya. Saat melewati ruang klinik kesehatan sempat ia sapa nona Sonya si penjaga gawang klinik. Nampak ia sedang sendirian mengisi shift dua siang itu. Lambaian tangan dan senyum manis nona Sonya mengiringi langkah ringan Lintang yang terus berlalu menuju mobilnya. Sebagian besar mahasiswa telah pulang. Di kejauhan hanya terlihat kelompok Mapala (Mahasiswa pecinta alam) yang sedang asyik berlatih panjat tebing dan bermain flying fox.


Tiba disamping pintu mobil, Lintang dikejutkan dengan tarikan sebuah tangan kekar di bahu kanannya. Saat Lintang berbalik, terlihat empat orang berbadan gelap kekar dan berpakaian lusuh berdiri bengis memandang Lintang dengan jarak tak kurang dari dua meter.


“Ada apa ya mas???” tanya Lintang sopan pada ke empat pria sangar tersebut. Seorang sangar terlihat tengah memukul-mukulkan sebilah kayu berukuran sedang ke telapak tangannya yang lain. Satu orang lainnya sibuk memutar-mutar sebuah rantai besar seukuran ikat pinggang.


Tanpa mengucapkan satu katapun, ke empat pria aneh tersebut menghambur ke arah Lintang dengan ganas. Demi melihat gelagat kurang baik, Lintang segera memasang kuda-kuda. Salah satu dari ke empat pria tersebut melesakkan satu pukulan keras ke arah rahang Lintang, dengan gesit Lintang menghindar dan beringsut kesamping kanan. Disamping kanannya telah menunggu satu orang lagi yang dengan cepat menyabetkan kayu yang dipegangnya ke arah Lintang. Dengan gerakan martial art yang pernah ia pelajari sejak SD hingga SMP, Lintang sekali lagi menghindar. Satu hentakan kakinya segera melayang mematahkan serangan kibas kayu. Kayu tersebut pun terpelanting ke tanah dengan keras. Tanpa membuang waktu, Lintang secepat kilat menendang jauh kayu tersebut. Namun malang bagi Lintang, meski ia cukup berpengalaman dan berbakat dalam kemampuan beladiri, tetap saja ia bukanlah Iko Uwais sang maestro martial art atau di Indonesia di sebut dengan silat. Saat Lintang sibuk mengurus kegiatan si tukang kayu, dari arah belakangnya terlontar sebuah pukulan rantai yang secara telak menghantam pelipisnya hingga lebam dan memar. Lintang tersungkur, sekonyong-konyong ke empat pria tak berprikemanusiaan itu mengerubuti Lintang dan menghujamkan belasan tendangan ke sekujur badan Lintang. Na'as dialami Lintang, sebuah sepatu bertepian tajam milik salah satu pria biadab itu menggores lengan dan pahanya. Darah bercucuran membasahi baju dan celana Lintang.


“Heiii...apa yang kalian lakukan ???!!! Saya panggilkan security kalian !!!” Sebuah suara cewek yang lembut terlontar dari kejauhan. Nampak nona Sonya berlari-lari kecil kearah Lintang. Sontak pria-pria jahanam tersebut bubar dan lari tak tentu arah. Lintang hanya bisa meringis dalam posisi masih tersungkur di atas tanah. Sekelebat terlihat wajah Sonny di ujung tempat parkir tersenyum sinis dan mengisyaratkan jari tengahnya ke arah Lintang sebelum kemudian pergi menghilang dibalik rerimbunan gedung kampus ungu yang menjulang dan saling berhimpit satu sama lain.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>



---- I ----

“Aduh non...pelann...sakitt...!!!” Teriak tertahan Lintang saat nona Sonya menyeka bekas luka di lengan dan paha Lintang dengan menggunakan Revanol. Lintang telah dituntun nona Sonya ke klinik untuk mendapatkan pertolongan pertama setelah mengalami luka-luka dan memar akibat perkelahian dengan gank lusuh yang ditengarai Lintang adalah gerombolan suruhan dari Sonny yang bisa jadi masih sakit hati.


“Tahan dikit dong...cowok harus kuat !!!” Bentak nona Sonya sambil melangkah membelakangi tempat duduk Lintang menuju sebuah lemari obat.


Lenggak-lenggok buah pantat Sonya yang sedang berjalan tertangkap kamera pengintai Lintang. Memang sungguh molek dan seksi wanita yang satu ini. Usianya sekitar 27 tahun, sedikit lebih tua dari Lintang. Namun Sonya masih lajang. Orangnya putih dan cantik, rambutnya bergelombang sebahu. Begitu putihnya wajah Sonya mengingatkan Lintang pada wajah seorang penyanyi korea terkenal di televisi.


“Lintang...rebahan sana di kasur periksa...agak susah nih bersihkan luka kamu di bagian paha jika dalam posisi duduk !!” Teriak Sonya dari depan lemari obat.


Lintang menurut saja dan segera beranjak dengan tertatih menuju tempat tidur pasien yang terletak di dalam ruangan sebelah. Pikirannya melayang memikirkan Sonny. Memang tak salah jika Sonny marah kepadanya. Lintang sudah menghajar Sonny dengan seenak udelnya kala itu. Dan kini adalah masa bagi Lintang untuk menerima kiriman balik dari Sonny. Lintang berusaha untuk lapang dada atas apa yang dialaminya siang itu.


---- II ----





Sonya telah selesai merawat dan membalutkan kain kasa di lengan dan paha Lintang. Namun entah mengapa Sonya masih terlihat berdiri di samping pembaringan Lintang. Sonya hanya diam, hanya matanya yang terlihat menjalar nakal menyusuri tubuh tegap Lintang. Tak henti-hentinya Sonya melemparkan senyuman kepada Lintang.


“Lintang....kamu ada masalah apa sih dengan preman-preman itu?? aku jadi ikutan khawatir lho..!!!” Ucap Sonya sambil melirik kearah wajah Lintang yang masih tidur telentang disampingnya.


“Ga tau non...biarin aja lah...itung-itung amal !” Jawab Lintang kalem.


“Yee...amal gimana !!! badan kok dibuat amal gebuk-gebukan...!!!” Balas Sonya dengan mimik tidak suka.


“Aduhh gerah banget sih udaranya...!!!” Ucap Sonya lagi sambil membuka jas putih khas klin miliknya. Kini Sonya hanya mengenakan semacam kemben berwarna biru tua dipadu dengan rok pendek warna putih.


Lintang dibuat melotot melihat penampakan buah dada Sonya yang masih tertutup kemben. Sonya tahu bahwa Lintang sedang memandangi bagian dadanya.


“Lintang...lihat apa hayo??” Tegor Sonya kepada Lintang dengan mengerlikan matanya dengan genit.


“Owhh...tidak kok tidak...” jawab Lintang gugup.


“Kalau suka ga usah jaim gitu ah...!!! Sini nih dipegang aja...atau mau dibuka aja...???” Sonya dengan genit menarik tangan Lintang dan membawanya menempel diatas tonjolan kemben yang sedari tadi menjadi pusat perhatian Lintang. Bahkan tanpa permisi, Sonya menarik kebawah kembennya hingga nyata mencolok terlihat dua buah daging besar terlompat keluar dengan bebas.


Lintang terbelalak tanpa bisa berucap. Ia tak menyangka bahwa dibalik kemben itu ternyata Sonya tak mengenakan bra. Berani dan nekat sekali nampaknya si Sonya ini. Kini tangan Lintang sudah menempel erat langsung di buah daging kenyal milik Sonya dengan dituntun oleh Sonya.


Sebenarnya Lintang sangat takut akan keberanian Sonya ini. Apalagi pintu klinik sedang terbuka dengan lebarnya. Meski mahasiswa telah banyak yang pulang, bisa jadi ada satu dua orang yang belum pulang. Lintang semakin khawatir dengan perbuatan pemaksaan Sonya terhadap tangannya. Lintang memang lelaki tulen yang akan tergiur bila melihat hal semacam itu. Namun Lintang memiliki pendirian berbeda. Ia sangat suka pada hal yang menyangkut tentang keindahan tubuh wanita, namun ia sangat takut dan merasa tidak nyaman bila bertemu wanita yang terlalu agresif dalam mengumbar kebinalannya. Justru Sonya membuat Lintang lebih bergidik ketimbang menikmati buah dada yang menggantung itu.


“Mas...mas Lintang !!!” Benar saja, sebuah suara muncul dari arah pintu depan klinik. Sebuah suara lembut yang sangat dikenal Lintang. Suara cewek itu segera tenggelam diiringi langkah kakinya yang berlari menjauh dengan menutup mulutnya.


“Citra !!!” Lintang terbangun dan segera berlari mengejar Citra.


Langkah kaki Citra berhenti di kursi tempat ia bersama Sonny bercengkrama kala itu. Lintang dengan tertatih menahan perih di pahanya terus saja berjalan menghampiri Citra.


“Jangan...jangan kesini...aku kecewa sama mas Lintang....!!! Buat apa kemarin mas sampai lesu dan menangis dalam mengharapkan Citra jika ternyata pada akhirnya begini !!??!...Jadi selama ini mas hanya mengejar tubuh-tubuh gadis?? mencari kepuasan nafsu saja mas !!!” Teriak Citra dalam iring tangisnya yang semakin meledak.


“Ini hanya salah paham Citra !!! yang kamu lihat tak mewakili penjelasanku ini !!!....” Jawab Lintang menggebu.


“Semua lelaki memang pembohong !!!...aku tak percaya mas...!!” Teriak Citra lagi.


“Dengarkan aku dulu !!! Pliss...” Sergah Lintang dengan penuh kecemasan melanda.


“Mendengarkan apa? Mendengarkan bualan dan karangan cerita buah karya pengarang bernama Lintang Timur ??!!....Aku tadi bertengkar dengan Sonny mas...ia bercerita tentang penganiayaan terhadap mas...serta merta aku meluncur ke kampus demi melihat keadaan mas...tapi...yang kulihat sungguh berbeda...aku terluka...tiada gunanya kita dekat jika semua ini hanya aksi sandiwara mas untuk mendapatkan tubuh-tubuh wanita mas...!!” Lanjut Citra dengan suara parau.


“Citra...sekarang kita ke ruang klinik...biar si Sonya yang akan menjelaskan perbuatannya...aku merasa dijebak sekarang Citra !!! ini sungguh sulit bagiku !!!” Ucap Lintang dengan sedih dan kecewa.


Permintaan Lintang agar Sonya jujur terpaksa dituruti Sonya demi menghindari luap amuk Lintang. Sonya merasa ini sungguh berat baginya. Dalam hatinya tumbuh kebencian yang bersatu bersama perasaan cintanya terhadap Lintang meski selama ini Lintang tak pernha menyadarinya. Sebaliknya Citra, emosinya mereda. Prasangka buruk terhadap kelakuan Lintang perlahan sirna. Ia mulai percaya kembali pada Lintang. Namun nun jauh di dalam hatinya, tersimpan sebuah kecurigaan tersendiri terhadap Lintang. Sesekali ia berpikir bahwa bisa jadi ini adalah akal-akalan Lintang dengan pastinya mengontrol Sonya terlebih dahulu untuk mengatakan dan mendukung alibi seolah Lintang tak bersalah. Semuanya membuat Citra mamang.


---- III ----







Satu minggu kemudian...
Hari yang mendung. Gelap dan kelam menyelimuti bumi pertiwi. Lintang sedang duduk termenung di teras rumah kosannya. Sesekali terdengar suara kaleng pengukur arah angin buatan Kakek Seno yang terikat di ujung pohon palem. Suara kaleng itu semakin rapat terdengar seiring suara gemuruh angin yang menghantarkan titik air hujan. Lintang masih saja terdiam dan memandang kosong.


Lintang sedang berpikir keras tentang hubungannya dengan Citra. Meski Citra telah dekat dengannya, bukan berarti perasaan Lintang telah tenang. Ia membayangkan jika seandainya ia mempunyai tunangan, namun di lain pihak tunangannya itu tengah menjalin cinta diam-diam dengan orang lain, tentu ia akan terluka. Begitu juga dengan yang akan dirasakan tunangan Citra bila mengetahui hal tersebut. Lintang tak ingin jika hal itu akan menimpanya di masa yang akan datang.


Akhirnya dengan tekat bulat Lintang memutuskan untuk mendatangi Citra untuk menyelesaikan semua itu. Ia tak ingin hubungan pacaran back street bersama Citra ini berkepanjangan.


“Memang benar apa yang dikatakan Kakek Seno, buat apa aku terus menerus menginginkan dan iri pada tunangan orang lain...sedangkan cewek lain masih banyak tersebar diluar sana...kini tiba saatnya aku harus belajar untuk berjiwa besar...tanpa Citra...aku masih bisa hidup dan menjadi Lintang Timur yang seutuhnya....!!!” Gumam Lintang dalam hati dengan membulat tekat.


Dengan penuh kebulatan tekat, hari itu juga Lintang berangkat menemui Citra dirumahnya. Baginya, tak ada gunanya lagi menunda penentuan hubungannya. Hari ini atau lusa, atau bahkan nanti akan sama saja hasilnya. Namun semakin cepat ia melangkah, semakin cepat pula ia memiliki kesempatan lebih untuk meraih harapan-harapan yang lain. Yaitu harapan baru yang akan membuat hatinya tetap bersinar meski tanpa ada kecintan yang mendalam pada sosok Citra Ida harun yang sudah sekian masa telah menguras perasaan dan pikirannya.


“Citra...aku ingin ngomong..!”

“Mas Lintang...Citra ingin ngomong...!”


Tak sengaja, secara bersamaan Lintang dan Citra ingin saling terlebih dahulu menyampaikan apa yang hendak dibicarakan.


“Owhh...Citra dulu deh silahkan...!!” Ucap Lintang memberikan kesempatan kepada sang dara untuk berbicara terlebih dahulu. Bagi Lintang, dalam hal kecilpun ia wajib memberikan hak terlebih dahulu kepada kaum wanita dan mengutamakannya dimanapun ia temui. Sungguh sebuah pekerti yang layak diacungi jempol.


“Mas Lintang...sebelumnya mohon maf jika nantinya ini akan membuat mas tersinggung atau juga marah. Tapi ini sengaja dan harus Citra sampaikan agar tak berlarut-larut....Mas Lintang...Kemarin sore keluarga Mas Gangga tunangan Citra, datang ke orang tua Citra. Mereka meminta agar rencana pernikahanku dengan Mas Gangga dipercepat. Ini berkaitan dengan rencana kenaikan jabatan Mas Gangga yang nantinya akan ditempatkan di luar negeri pada jabatan barunya tersebut. Maff mas Lintang...terus terang...sebagai seorang wanita dewasa...aku berpikir secara realistis...Aku punya banyak kebutuhan yang harus dimiliki seorang wanita...belum lagi kebutuhan belanja jika nantinya aku telah menikah...Aku juga seorang wanita yang pastinya mengharap sebuah kenyamanan rumah tangga jika telah bersuami....aku ingin tersedianya rumah bagi naungan kami...dan kesemuanya itu secara jujur, Mas Gangga lebih unggul dibanding Mas Lintang. Kehidupan Mas Gangga lebih mapan dan lebih punya harapan untuk Citra....Sekali lagi maaf mas, mungkin hari ini adalah akhir dari hubungan kita..!!” Citra mengungkapkan perasaannya dengan penuh debaran ketakutan pada amarah Lintang.


“Iya Citra aku mencoba untuk memahami itu...kamu tak perlu takut akan kekecewaanku maupun amarahku. Perlu kamu ketahui, bahwa kedatanganku kesini hari ini juga sebenarnya ingin menyelesaikan hubungan kita. Dalam sudut pandangku, aku tak ingin berkepanjangan mengusik kehidupan pertunanganmu...tapi satu yang ingin aku sangkal dari semua ucapanmu tadi...Kebahagiaan tidak akan bisa jika kamu ukur dengan besarnya materi. Bukan ku tak suka jika tunanganmu mapan, tapi aku tak suka pada sikap fanatisme kamu yang seakan merendahkan kaum pria yang kurang mapan. Tapi...ya sudahlah Citra, mungkin dengan percakapan ini membuatku menemukan hikmah atas keputusanku dan keputusanmu...baiklah Citra...aku mohon diri...esok hari dan seterusnya kita adalah tetap menjadi teman...namun hanya dalam batas itu...!!” Sambut Lintang pada ucapan Citra yang sebelumnya sempat membuat Lintang sedikit mengkerutkan dahinya.



Intermezo : [ Berbicaralah dengan bijak pada hatimu sendiri. Berdamailah dengan kesedihan, amarah, dan kegundahan. Tanyakan pada hatimu dengan sepenuh-penuhnya kejujuran, apa yang hendak kau cari dari cinta ?. Kemudian tanyakan pada hatimu tentang kejernihan dan kesucian cinta, apakah ia telah berjalan tanpa mengusung ego nya?, temukan bersih hati, jernih jiwa dalam dekapan ketulusan dibalik tabir fatamorgana yang sering membuatmu sendiri lupa akan cinta yang sebenarnya. ]


---- IV ----






Hari belum terlalu sore saat Lintang melintas di depan klinik kesehatan kampus. Sayup terdengar suara seperti orang merintih. Langkah Lintang terhenti, ia mencoba mencari asal suara tersebut yang ternyata bersumber dari dalam klinik. Dengan waspada Lintang melangkah memasuki klinik tersebut. Ia terus melangkah hingga sampai di ambang pintu kamar periksa. Secara tiba-tiba dan cepat, sebuah bayangan menarik tangan Lintang hingga terseret ke dalam ruangan kamar. Dengan cepat pula tiba-tiba sosok itu memeluk dan merangkul Lintang di iringi tangisan meronta. Pakaian kerja klik yang digunakannya sudah sobek -sobek dibagian dada dan roknya. Nampak ia begitu terlihat compang-camping dengan pakaian itu. Keseksian menyembul diantara celah sobekan di dada dan bagian buah pantatnya. Masih dalam meraung-raung dan menangis ia memeluk tubuh Lintang yang sedari tadi masih berdiri mematung tanpa bisa berucap.


“Tolong...tolong...saya mau diperkosa !!! tolonggg !!!” Tiba-tiba wanita compang-camping yang ternyata adalah Sonya itu berteriak histeris dan mengagetkan Lintang. Apalagi Lintang dibuat sangat terbelalak dengan tuduhan Sonya yang mengatakan bahwa Lintang hendak memperkosanya.


“Hei kamu...kepar*at kamu ya !!! hentikan ulah bejat mu...!!!” Seseorang tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar klinik dan menghardik Lintang. Seseorang itu adalah Pak Eko pegawai tata usaha di kampus.


Lintang menjadi celingukan tak percaya pada tuduhan yang dilemparkan kepadanya. Iia merasa ini adalah jeratan fitnah yang telah direncanakan Sonya. Namun sekuat apapun ia menyangkal, bukti pakaian Sonya yang sobek-sobek dan juga teriakan histeris Sonya tentu akan lebih memberatkan posisi Lintang sebagai tertuduh. Tak lama berselang, beberapa mahasiswa muncul dan menyaksikan kejadian itu. Lintang semakin bingung akan apa yang sedang mengalaminya.



Serta merta Pak Eko dan beberapa mahasiswa menggiring Lintang ke ruang pertemuan dosen. Sonya juga dibawa ikut serta setelah dipersilahkan berganti pakaian, tentunya bertindak sebagai saksi sekaligus korban dalam kejadian pemerkosaan itu.


Berbagai hujatan dan cacian disuarakan beberapa mahasiswa ke arah Lintang. Namun untungnya hari sudah beranjak sore sehingga tak banyak mahasiswa yang tersisa di kampus ungu.

“Tidak !!! aku tidak melakukan apapun padanya !!!” Teriak Lintang nyaring sambil menunjuk ke arah Sonya ketika mereka tiba di ruang pertemuan dewan dosen. Sekitar sepuluh dosen telah duduk berjajar sambil memandang kecut ke arah Lintang.





^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^ ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^





“Saudara Lintang...anda dituduh telah melakukan percobaan pemerkosaan terhadap saudari Sonya...dalam hal ini kami segenap dewan dosen sangat menyayangkan...anda yang tercatat sebagai staf pengajar meski hanya part time, seyogyanya memberikan contoh yang baik bagi mahasiswa yang ada di sini !” Seorang dosen senior bernama Pak Jarwo mengucapkan kalimat tuduhannya dengan tegas di ruang pertemuan dosen.


“Apa pak? Saya tidak merasa pernah melakukannya...ini fitnah pak !!” Sangkal Lintang dengan nyaring.


“Apa lagi yang hendak anda sangkal ? Saksi pun ada...!! Anda tak akan bisa mengelak lagi !”


“Tapi...tapi...” Lirih Lintang dengan berselimutkan kebingungan.


“Cukup sudah !!!...demi kehormatan kampus kita, hanya ada satu cara...anda harus menikahi saudari Sonya...ini dibutuhkan untuk meredam pemberitaan di luar sana !”


“Tidak bisa seperti itu Pakk !!” Sanggah Lintang sekali lagi dengan tangan gemetar.


“Anda harus menikahinya atau anda kami keluarkan dari jajaran pengajar kampus !...kami tak ingin kebobolan untuk kedua kalinya...kami punya aturan dan anda wajib mengikutinya !!” Lanjut Pak Jarwo dengan muka panas. Kumisnya yang melintang di atas bibir menambah terlihat semakin sangar wajahnya saat marah seperti itu.


Lintang terduduk lesu di kursinya. Ia tak bisa membayangkan jika ia harus berhenti bekerja di kampus itu. Meski pekerjaan utamanya sebagai teknisi komputer panggilan masih bisa dikembangkan, namun untuk jangka waktu beberapa bulan ke depan ia tak tahu harus menghidupi orang tuanya di kampung dengan apa. Selama ini hanya Lintang tempat bersandar orang tuanya. Semua kebutuhan sehari-hari selalu ditanggung oleh Lintang sebagai anak tertua. Adik satu-satunya Lintang adalah seorang cewek yang masih duduk di bangku SMA, sehingga tak mungkin Lintang meminta bantuan kepada adiknya.


Pikiran Lintang begitu kalut, namun daya apalagi yang ia punya selain menyerah kepada keadaan yang semakin menyudutkannya. Saksi telah menjadi kunci atas kejadian ini, dan telah nyata bahwa saksi telah berpihak pada Sonya dari awal.


“A..apakah tidak ada solusi lainnya pak ???” Tanya Lintang mengiba.


“Solusi apa yang anda inginkan??....Saksi sudah jelas...korban sudah ada...mau apa lagi anda??” Sergah Pak Jarwo gusar.


Lintang kembali lesu, harapan sepertinya telah punah. Ia tak tahu harus berbuat apa lagi. Wajahnya tertunduk, tubuhnya gemetar, awan kelam seperti sedang bergelayut di atas kepalanya.


“Tunggu dulu....!!!!” Tiba-tiba sebuah suara muncul dari balik pintu ruang pertemuan dan mengagetkan seluruh yang hadir disana.

“Saya punya bukti yang lebih otentik daripada sekedar saksi yang belum tentu bisa dipercaya !!!” Imbuh suara itu lagi. Seorang Mahasiswi tengah berdiri di antara kursi sambil berteriak lantang.


“Heeii kamu...apa yang dapat kamu lakukan bagi pemerkosa ini ??” tanya seorang dosen wanita bernama Bu Siska dengan menunjukkan jarinya kearah cewek yang baru datang tersebut.


“Disini...ya disini...di dalam HP ini ada rekaman video Nona Sonya saat menghubungi Pak Eko demi mengatur strategi fitnah licik ini !!....video lainnya juga menunjukkan kegiatan saat Nona Sonya dengan sengaja mengganti pakaiannya dengan pakaian sobek-sobek untuk menambah keyakinan alibinya !!....” Ungkap si cewek dengan nyaring hingga menggema di dalam ruangan tersebut.


“Darimana kamu mendapatkan video-video itu Rika??” Tanya Bu Siska dengan lebih lunak, tidak sekeras waktu pertama berbicara tadi. Ternyata cewek yang nekat masuk ke ruangan tersebut adalah Rika si ratu jahil.


“Ibu....seringkali saya disebut sebagai cewek jahil di kampus ini...tapi kejahilan saya hari ini berbuah manis bu...Mula-mula saya curiga dengan gerak-gerik aneh Nona Sonya saat tiba di ruang klinik tadi pagi. Nampak ia sedang menjinjing sebuah tas yang ternyata saya ketahui berisi pakaian sobek miliknya. Dengan jahil saya ikuti dia, saya pun nguping pembicaraannya di telepon dengan Pak Eko. Nona Sonya menjanjikan bayaran dengan tubuhnya jika Pak Eko bisa membantunya bermain akting. Saat Nona Sonya ke kamar mandi klinik untuk berganti pakaian pun saya juga mengikutinya. Saya pasang layar kamera saya pada celah bagian atas kamar mandi yang memang dindingnya tidak tertutup hingga ke atas...bagaimana Bu Siska...sudah jelas?” Lanjut Rika dengan melotot. Rupanya kali ini ia telah menjadi dewi penolong bagi Lintang.



^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
^^^^^^^^^^^^^




Mobil katana Lintang sudah melaju di jalanan menuju sebuah rumah makan di ujung kota. Duduk di sebelahnya seorang Rika sang dewi jahil nan penolong.


“Seribu terimakasihku buat kamu Rika, ternyata jahilmu bermanfaat juga ya...sebagai ucapan terimakasih, sore ini gue akan traktir lu...sepuasnya...!!!” Ungkap Lintang dengan air muka ceria penuh kelegaan.


“Yee...sekarang aja baru sumringah...nah tadiii...muka ditekuk mengkerut kayak kanebo kurang air !!!” Sergah Rika sambil mencibir tetap dengan nuansa juteknya yang semerbak.

“Ya bukan gitu Ka !!!...siapa yang gak kaget kalau dituduh sekeji itu padahal tidak ngelakuin!!” Sanggah Lintang dengan malu-malu kucing.


“Pembelaan Persuasif !!!” Timpal Rika dengan tak mau kalah.


Acara makan besar dinikmati Rika dengan penuh suka cita. Beragam menu masakan dipesan Rika tanpa ampun. Lintang hanya bisa menggeleng-geleng melihat ulah si jahil yang rakus itu.


“Kamu jadi cewek...sadis bener...kayak mesin giling padi...hahaha...” Ucap Lintang demi melihat ulah makan Rika yang menggila.


“Udah deehh...ikhlas kagak ??? kalau ga ikhlas....mending gue....TETEP MAKAN AJE...hahahaha!!!” Balas Rika dengan kocak namun tetap dengan wajah bengis khas penjahat jahiliyah.


Lintang kembali tersenyum memandang wajah Rika yang memerah kekenyangan seperti daging rebus. Lamat-lamat ia perhatikan wajah Rika dihadapannya. Cukup cantik, lesung pipit menambah menarik suasana.


“Rika...lu buru-buru gak?? Abis ini temenin gue merenung ya !!” Ucap Lintang sesaat setelah mas kasir menerima pembayaran dari Lintang.


“Merenung ??? Dimana emang ??” Balas Rika dengan gaya asli cuek bebek.


“Di WC hahaha !!!” Serobot Lintang dengan dibarengi bahaknya yang membahana.


“Pretttt....garing tauu !!!” Timpal Rika sambil mencubit keras pipi Lintang hingga sang korban meringis kesakitan. Kedua makhluk aneh itu beranjak berjalan menuju mobil dan tancap gas cap cus meninggalkan pelataran rumah makan yang kini terasa begitu tidak nyaman karena harus bayar.


“Di pantai nonn!!!...gue pengen melamun dan merenung di pantai...gue suntuk dengan semua ini...huhhfhh..” Lanjut Lintang sambil menghela nafas panjang saat mobil sudah melaju pada gigi 4. Mobil pun segera melesak membelah jalanan kota menuju bibir pantai di ujung sebelah utara kota. Disana terhampar ber mil-mil tepian pantai laut jawa yang tenang ombaknya namun tetap asin rasa airnya.


^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
^^^^^^^^^^






Angin sepoi sejuk terhembus meniup dedaunan nyiur dan membuatnya melambai seakan memanggil setiap insan untuk bersedia sejenak berhenti, menatap, dan menikmati hamparan pantai indah saat matahari mulai tenggelam. Sulur jilatan cahaya matahari yang hampir hilang ditelan petang terlihat memerah di ufuk barat. Goyang ombak nan gemulai terlihat dikejauhan dan seakan bersatu dalam pertemuan garis dengan langit. Diantara keduanya ternoktah berkas merah temaram mentari yang kian memudar mengejar peraduan.Burung-burung camar bersiul bersahutan kemudian terbang menukik mengejar mangsanya yang sedang asyik berenang di lautan lepas. Di atas camar, bergerombol sekumpulan merpati terbang beregu membuat iri kaum manusia yang tak pernah berhenti bertikai dan menjauh dari kata persatuan. Nuansa indah tepi pantai.


“Tuh liat tuh mataharinya ampir tenggelem...bagus kan..???” Ucap Lintang pada Rika yang sedari tadi nampak bengong. Pergi ke pantai merupakan sebuah kegiatan yang sangat super jarang dilakukan rika. Selama ini ia hanya sibuk dengan segala hal yang berkaitan dengan jahil, jutek, usil, angkuh dan sekarung sifat batu lainnya. Namun dalam hati Rika lambat laun menikmati juga pemandangan yang jarang dilihatnya itu.


“Iyahh...lumayann!!!” Jawab Rika dengan nada sok bete, padahal suka sebenarnya.


“Ah lu payah...ini nih anugerah Tuhan...nikmati dong...biar ati lu kagak panas mulu bawaannya!!!” Sambung Lintang dengan pandangan mata aneh melihat Rika yang ogah-ogahan.


“Iya...bagus..!!” Ucap Rika seperti terdengar terpaksa.


“Eh pak eh...anu...mas...atau abang aja yah...aduh enaknya gue panggil apa nih ??” Lanjut Rika dengan aksi garuk kepala seperti pemeran iklan shampo kutumbamba yang belum memakai shamponya.


“Kang aja...biar lain daripada yang lain...kalau situ gue panggil Adek aja ya...kan tua-an gue juga kan!!” Jawab Lintang dan sekaligus bertanya balik.


“Iya Kang Lintang...ehm..lagi suntuk pa'an sih??? Yaaa...meski gue suka usil...tapi satu-satunya temen Akang di pinggir pantai ini cuma gue...ga ada salahnya kalee kalo Kang Lintang sedikit berbagi biar agak ringanan gitu..!!” Lanjut Rika dengan penasaran pada perihal kesuntukan Lintang.


“Gue akhir-akhir ni didera beberapa masalah yang bikin pusing Dek...Awalnya gue...jujur neh...awas jangan cerita anak kampus...awalnya gue suka sama Citra..kita sempat deket, terus terang gue dibuat gila oleh pesonanya...tapi akhirnya gue mundur karena dia sudah punya tunangan. Kedua...kapan hari gue digebukin orang-orang serem...ehmm...sepertinya orang suruhannya Sonny yang pernah gue pukul gara-gara gue nyemburuin dia sama Citra...Terakhir tadi...Sonya ngapain juga ngejebak gue kayak gitu...huuffhh...suntuk ni kepala...kenapa gue sial mulu ya...??!!” Ucap Lintang dengan terbuka. Matanya menatap jauh kedepan, menerawang lapis-lapis sinar matahari yang semakin memudar ditelan petang seakan matanya ingin melihat apa yang ada dibalik sinar matahari yang meredup itu.


“Ohh...Akang sudah ngejauhin Citra...bagus deh...!!!” Jawab Rika kalem.


“Maksudnya ???” Tanya Lintang balik karena merasa janggal dengan ungkaan Rika barusan.


“Ehh..enggak...ga papa kok...udah terusin aja ceritanya...!!” Jawab Rika yang masih terlihat fokus mendengarkan keluhan Lintang.


“Akang yang sabar aja menghadapi semua masalah...masalah apapun itu pasti ada jalan keluarnya !!!” Lanjut Rika dengan sedikit sok serius.


“Dek Rika...gue boleh jujur kan??” Tanya Lintang tiba-tiba.


“Jujur tentang apa...?? Ngomong aja kalee Kang...jangan sungkan gitu!!” Jawab Rika dengan nada tidak suka. Rika memiliki tipe yang suka keterusterangan.


“Terus terang...sejak awal dulu...gue sering merhatiin Citra dan juga Eluu Rika...gue rasa kalian sama-sama cantik..cuman masalahnya...gue kurang suka tabiat lu...akhirnya gue lebih condong ke Citra...” Ungkap Lintang tanpa tedeng aling-aling.


“Kang...ehmm...boleh jujur juga ga??” tanya Rika dengan muka menunduk. Mungkin baru kali ini ia terlihat begitu serius.


“Apa Dek...ngomong aja !!!” Sambut Lintang antusias.


“Gue sebenernya sudah tertarik sama Akang dari dulu...terang aja gue sewot ngeliat Citra deket sama Akang...tahu gak kang???...waktu Sonny mukul Akang sampai hidung Akang berdarah, gue ngintip lho Kang...kasihannn banget lihat Akang kayak gitu...tapi gue cuma bisa diem aja waktu itu...”Sambung Rika dengan polos.


“Aduhh...kenapa gue harus muter ngadepin banyak masalah dulu baru bisa ketemu lu hari ini Dek ???” Keluh Lintang.

“Semua sudah ada jalannya kan Kang ??!!” Jawab Rika mantap.


“Bagi gue...Akang itu MAHAL...tak cukup cinta biasa yang sanggup membelinya..Akang itu baik, pinter, berjiwa penolong, ganteng lagi...jangan Ge-Er Kang...gue cuma mencoba jujur...bagi gue, Akang itu umpama POHON PALEM...indah, menarik, eksklusif, dan mahal..!!!” Lanjut Rika yang kali ini terlihat lebih rapuh ketimbang hari biasanya.


“Hari ini gue merasa bersyukur Dek...ini semua membuka mata gue...”

“Dek...gue ingin hati gue yang mahal ini...lu yang beli ya??? diskon gede-gede-an deh khusus hari ini...tapi dengan satu syarat.....lu harus rubah tabiat jelek lu...gue ingin lu mengalami METAMORFOSIS total...bagaimana?” Sambut Lintang yang bergaya seperti makelar yang sedang tawar menawar barang dagangan.


Rika hanya tersenyum manis. Sungguh-sungguh manis tak seperti biasanya yang terlihat masam. Sore itu Rika laksana dewi yang baru lahir, dan Rika dihadapkan pada pilihan yang mau tidak mau harus dipilihnya. Ia harus menjalani hari esok sebagai Rika yang santun. Bisakah Rika???


“Besok ada kuliah gak Dek??” Tanya Lintang sambil mencoba menatap wajah cantik yang selama ini di hindari Lintang.


“Harusnya sih ada 1 mata kuliah jam 1 siang, tapi dosennya lagi sakit Kang...jadi libur dehh...emang kenapa kang??” Jawab Rika sambil mulai berani tersenyum menggoda ke arah Lintang yang sebenarnya sedang berbunga-bunga di penghujung kedukaanya.



“Besok pagi lu siap ya Dek...gue mo make over lu...hehehe...Kita cari baju yang feminin...kita ke salon..yahhh pokoknya 1 hari buat nge-bengkelin lu deh Dek...oya satu lagi...gue mulai besok akan pakai kata-kata 'aku dan kamu' bukan 'lu gue' lagi...Adek bisa ikut adaptasi kan ???” Sambut Lintang dengan bersemangat.


“Hiahhhchh....banyak bener syaratnya !!!....tapi iya deh...buat beli Pohon Palem yang mahal...gue akan berusaha...hihihi” Rika membalas dengan nada riangnya.


“Oya sampai lupa...nama lu kan Rika Ratih...gue mulai besok akan panggil nama Adek Ratih aja...Super Metamorfosis total deh pokoknya..!!” Lanjut Lintang dengan mata berbinar.



;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;






“Dipilih saja yang sekiranya bagus Dek...nanti aku yang bayar...aku masih ada sisa gaji kok!!!” Lintang berucap lembut pada 'calon' kekasihnya yang sedianya akan resmi menjadi pacar setelah lulus permak tabiat kelakuan.


“Gak ah Kang...Rika bayar sendiri aja, ini ada uang tabungan kok...aku ga mau ngrepotin Akang...lagian yang pakai kan juga aku kan ??!!” Rika menjawab dengan santun.


“Wesss lupa ya...RATIH...jangan RIKA dong !!!....Wah ya jangan begitu...yang ingin kamu berubah kan aku...jadi ya aku yang tanggung jawab...!!!”


“Ga Kang...Ratih sungkan...!!!” Lanjut Sang cewek yang berganti nama panggilan menjadi Ratih.


“ya udah gini aja...kita 50:50 ya...jadi adil...!!!” Usul Lintang menengahi.


“Ok deh Akang...!!!” Sambut Ratih dengan senyum manisnya yang pastinya sudah ia latih didepan cermin sejak tadi malam demi menunjukkan senyuman cewek santun.


Tiga pasang pakaian telah masuk ke dalam tas jinjing Ratih. Sejurus kemudian mereka nampak melenggang menuju sebuah Salon Kecantikan untuk 'menyelesaikan' dandanan Ratih. Sambil menunggu, Lintang istirahat disebuah restoran fastfood sembari menyedot rokok filternya. Dua cangkir kopi pahit dan separuh bungkus rokok telah ia habiskan selama 2 jam lebih menunggu Ratih dipermak.



“Kang....!!!” Sebuah suara muncul di sisi kanan Lintang yang nampak terkantuk-kantuk.


“Hahh Ratih....Perfect...luar biasa...woww...!!!” Lintang tak berhenti berdecak setelah melihat Ratih hadir di sampingnya dengan penampilan memukau.


Hampir 60% Rika telah berhasil di bentuk menjadi Ratih. Tatanan rambut yang dipadu dengan perawatan wajah telah membantu merubah penampilan Ratih menjadi memukau. Kini terlihat Ratih sebagai 'cewek banget'. Pakaian yang baru di beli juga sekaligus dipakai Ratih, kemeja motif bunga-bunga bertemu dengan celana katun ¾ yang melekat di kaki jenjang nan putih milik Ratih.


“Wow...kamu benar-benar membiusku Dek Ratih...sangat cantik...nah sekarang duduklah...satu syarat terakhir buat Adek...jaga omongan...santunlah dalam berucap...hindari kata-kata yang membuat orang lain tersinggung...ok Dek..??” Lintang berucap sambil tak jemu-jemu memandang wajah cantik nan ayu milik Rika Ratih.



::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;







Satu bulan sudah Lintang resmi jadian dengan Ratih. Sudah satu bulan pula Ratih telah menjauh dari dunia perjahilan nan menyesatkan. Hari itu Lintang sedang sendiri, dua hari yang lalu Ratih berpamitan untuk pergi ke Lombok bersama orang tuanya dalam rangka kunjungan ke rumah pamannya yang sedang menikahkan anaknya.

…................................................. ...........
Bersamamu jalani hari...
menyusun puing cinta,


Kini ku rangkai indahnya nurani..
ku sematkan nyanyian rasa,
bersamamu jalani hari,
menyusun puing cinta.


Jiwa berdendang lagu taman bunga pagi...
cerita agung butiran tawa,
langkah elok terbentuk kini,
bianglala...
bersama jalani hari...
menyusun puing cinta.
…................................................. ......



Dalam lamun kembali Lintang tuliskan bait-bait indahnya suara hati ke dalam notepad dalam HP nya. Puisi alunan jiwa aktif dan rutin dibuatnya karena itulah cara ia menyuarakan hatinya. Sejak usia muda belia, ia telah terbiasa membuat puisi bagi setiap cerita dalam hidupnya.



Bersamaan dengan itu, di sebuah motel sekitar 7 kilometer dari kampus ungu.

“Sonya....sekarang saya tagih janjimu padaku...!!!” Ucap seorang pria kepada Sonya yang nampak terduduk pasrah di bibir ranjang.


“Tapi kan rencana kita gagal Mas...bahkan sekarang saya dikeluarkan dari klinik kampus...!!!Sonya membalas dengan galau.


“Apapun hasilnya...janji adalah janji kan ???” Sambung si pria yang ternyata adalah Pak Eko yang meminta bayaran tubuh Sonya atas bantuannya memperdayai Lintang.


Sonya hanya diam tertunduk. Pak Eko melangkah maju, ia dorong tubuh Sonya hingga terlihat rebah di tempat tidur. Sonya tak menunjukka perlawanan, ia seperti telah pasrah pada kenyataan dan juga pasrah pada dentuman birahi yang mulai menjalari otak dan sekujur tubuhnya.


Pak Eko kembali berdiri dan mundur. Dengan pasti ia tanggalkan satu persatu pakaian yang melekat pada tubuhnya yang kekar. Sekejab ia terlihat telah bugil total. Tubuhnya masih terlihat tegap di usianya yang hampir menginjak kepala 4. Perutnya juga tak buncit seperti pria dewasa seumurannya. Mungkin olahraga atletik yang digemarinya mampu menjaga kondisi tubuhnya sehingga tidak gembrot.


Sonya melirik pada bagian pangkal paha Pak Eko yang terbuka. Sekilas ia nampak terkejut. Batang Pak Eko terlihat besar, berotot dan hitam gelap.


“Uhhh...gede sekali kayaknya tuh Konkon!!!...punya si Bram ama si Joko ga segede itu deh pas maen ama gue !!!...ehmm...pasti mantap tuh...gak nolak dehhh...hihihi” Sonya membatin sembari matanya berkejap-kejap memandang batang Konkon Pak Eko yang menjulang.


Sonya berdiri dari posisi tidurnya namun masih tetap diatas ranjang. Pak Eko mendekat dan kemudian ikut berdiri berdua bersama Sonya diatas Ranjang. Jemari tangan Pak Eko terlihat mulai membelai pelipis dan pipi Sonya. Dengan lambat namun pasti kedua bibir mereka saling mendekat. Bibir Pak Eko memagut cepat bibir Sonya dengan ganas. Sonya juga menyambutnya dengan sedotan dan empotan yang beringas. Lidah dan lidah seperti sedang bertempur saling melesakkan ujungnya. Suara kecipak french kiss yang membara terdengar sangat sensasional. Tangan Pak Eko sedikit merambat turun menyusuri leher Sonya dan berhenti di depan gundukan besar di dada Sonya. Pak Eko tak langsung meremasnya, melainkan jemarinya terlihat sibuk membuka kancing kemeja yang membungkus dada ranum Sonya. Sonya membantu mempermudah dengan membuka sendiri Bra nya. Kemudian ia juga membantu melepas celana panjangnya berikut CD yang melekat di pangkal pahanya yang semok.


Kedua manusia itu nampak kini telah sama-sama polos tanpa pakaian. Sambil tetap berciuman, Pak Eko meremas keras bagian dada Sonya hingga membuat si empunya dada menjadi menjerit tertahan. Namun teriakannya terbendung oleh ronjokan lidah dan bibir Pak Eko yang masih saja berkutat di wilayah pertahanan bibir Sonya.


Secara tiba-tiba Pak Eko membalikkan tubuh Sonya hingga membelakanginya. Masih dengan posisi sama-sama berdiri, Pak Eko mencoba mendorongkan Konkon nya yang panjang ke celah Meymey Sonya dari arah belakang. Sepertinya tidak terlalu sulit bagi Pak Eko untuk melakukannya mengingat ukuran Konkonnya juga cukup panjang.


Perlahan batang itu mulai melesak dan menyusuri rongga berdaging nan lembab. Kedua tangan Sonya menggapai ke arah belakang tengkuk Pak Eko demi mempertahankan posisi saat menerima kenikmatan itu.


“Ufffhh...Pak...” Sonya mulai mengeluarkan raungan harimau betina saat seluruh batang Konkon Pak Eko terbenam dan melesak jauh ke lubang surgawinya.


Dengan gerakan penuh kematangan, Pak Eko terus menggenjot Meymey Sonya sembari sesekali ia menorehkan kecupan dan cupangan di tengkuk dan samping leher Sonya. Nampak Sonya kini agak membungkuk. Kakinya nampak semakin tak kuasa menopang tubuhnya sendiri yang terus saja di hajar oleh Pak Eko dengan nikmat.


“Hekhh...hekkh..ufff...” Sonya semakin mengaum ganas dan menyeringai laksana harimau betina yang sedang lapar dan dahaga.


15 Menit telah berlalu dan Pak Eko masih terlihat gagah dalam pertahanannya yang prima. Didorongnya tubuh Sonya hingga tertungging dengan bertumpu pada bantalan sandar springbed. Kembali Pak Eko tak bosan-bosan menggenjot Meymey yang terlihat semakin merekah indah di antara dua bongkahan buah pantat yang membusung akibat posisi nungging Sonya.


“Pakk...uhh ampun...gak kuathh..ini mauuh nyampehh ahhh” Sonyya mengerang dan meraung mendapati puncak orgasm nya yang pertama dalam labuhan nafsu bersama Pak Eko.


Pak Eko tak bergeming. Ia masih saja terlihat belum ada tanda-tanda hendak mencapai klimaks. Mungkin usianya yang matang telah mematangkan pula jam terbang dan pengalaman Pak Eko dalam dunia per-ehem-an.Tanpa memberikan kesempatan pada Sonya untuk menghela nafas setelah capaian orgasm nya, Pak Eko kembali menggenjot tetap dalam posisi dog dog an.


“auhh Pak...ufhh..” Sonya kembali terhenyak dan terkaget nikmat saat hajaran Pak Eko hadir kembali.


“Pak...aduhh g tahan laggii...sebenttar laa gi ahhh nyampai lagii nihh aahhh” Orgasm Sonya kembali menyusul 2 menit setelah orgasm nya yang pertama. Gaya permainan Pak Eko sang maestro ehem dan juga ditunjang Konkon Pak Eko yang aduhai membuat Sonya menderita kenikmatan yang bertubi-tubi.


Sesaat kemudian nampak Pak Eko menarik dengan cepat Konkonnya hingga menimbulkan bunyi 'PLOOPHH'. Secepat kilat pula Pak Eko mengarahkan Konkonnya ke bagian bongkahan pantat bohay Sonya sambil mengocoknya. Mengetahui Pak Eko hendak mencapai klimaks, Sonya berbalik kemudian berjongkok. Ia kulum batang Pak Eko dengan susah payah akibat ukurannya yang sedikit over.


Pak Eko terlihat merem melek menikmati kuluman di batangnya.

“Ohh ohh Sonnya kamu hebatt ngulumnya...oohh aku keluarrr aargghhh...” Pak Eko meraung disusul semburan hebat dari lubang di kepala Konkonnya. Beberapa semburan melesak masuk kedalam mulut Sonya hingga terbatuk-batuk.


“Tengkyu Sonya...bayarannya siipp benerrr !!!” Ucap Pak Eko setelah ia duduk kembali di sisi Sonya yang masih telanjang.


“Hehh...memang mantap punya kamu Pak...tapi...gue masih tidak terima...gue harus ngedapetin Lintang bagaimanapun caranya !!!” Sambut Sonya sembari mengikat rambtnya yang basah oleh keringat.


“Main sama aku belum cukup??? masih aja ngejar si Lintang ceking itu !!!” Pak Eko berucap dengan menunjukkan sedikit wajah kecewanya.


“Bukan begitu...Bapak boleh mainin tubuh gue...gue juga suka...tapi...cinta gue cuma buat Lintang...!!” Sonya membalas dengan sorot mata berapi-api dan gemeletuk gigi menahan gejolak di dadanya.


“Kamu sudah gila ya...??? jelas-jelas Lintang benci kamu !!!” Pak Eko membentak kesal.


“Hahhh !!!...lihat saja nanti....Lintang akan menjadi milikku....seutuhnya....!!!” Sonya menjawab dengan penuh keyakinan tinggi.


:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :::::::::::
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::::::

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;






Lintang sedang rebah di atas kasurnya ketika ia dengar bunyi pintu diketuk dari luar sana. Dengan malas ia buka pintu itu dan mendapati Sonya sedang berdiri di depan pintu.


“Oww...korban pemerkosaan...mau apa lagi mengusikku hahh ???” Ucap Lintang langsung dengan nada tinggi demi melihat sosok menyebalkan didepannya yang sebenarnya cukup cantik dan seksi untuk dinikmati.


“Lintang....gue...gue mo ngomong...boleh masuk ya...plisss...sebentar saja...gue mau minta maaf..!!!” Sonya berucap sembari menunjukkan mimik muka yang sedih.


“Ok...gue beri waktu beberapa menit saja !!!” Lintang membalas sambil memberikan jalan masuk kepada Sonya yang terlihat mematung di depan pintu.


“Gue minta maaf atas kelakuan parah gue di kampus …!!! gue lakuin itu semua karena gue cinta sama kamu Lintang !!!” Ucap Sonya terbata.


Setelah mengucapkan cinta, secara tiba-tiba Sonya mendorong tubuh Lintang hingga terjatuh di tempat tidur. Dengan penuh gairah Sonya menindih tubuh Lintang. Secepat kilat Sonya menarik celana kolor beserta CD Lintang ke arah lutut sehingga spontan menyembullah batang Konkon Lintang.


“Lintang...jadikanlah aku kekasihmu Lintang !!!” Sonya berucap sambil berusaha mengocok batang Lintang yang belum sepenuhnya berdiri.


“Sudah Sonya...sudah kubilang !!! cukup....aku tidak mau menuruti semua permintaan gila mu itu...!!!” Bentak Lintang dengan berang dan berusaha mendorong tubuh Sonya.


“Jadiin gue pacarmu atau......gue potong Konkon ini hahhh???!!” Sonya mendelik dan secara tiba-tiba meraih sebuah cutter yang tergeletak di meja belajar Lintang.


“Hei gila kamu ya !!!” PLAKKK DUKKK !! Lintang memekik dan secara cepat mengeluarkan gerakan tendangan melingkar sehingga cutter yang di pegang Sonya menjadi terlepas dan jatuh ke lantai.


“Bodoh !!!” Bentak Lintang galak.


“Gue...gue...Lintang gue suka kamu...!!! hiks...hiks...” Sonya histeris dan menangis. Terlihat ia sangat tertekan dengan perasaan cintanya.


“Sonya !!! dengerin aku....Kamu itu cantik....seksi...buat apa sih kamu rela mati-matian ngejar aku yang jelas-jelas tidak suka sama kamu !!....yang realistis dong....!!”


“Ok begini.....jika kamu memang suka sama aku dan cinta sama aku....kamu harus bisa nurutin perkataan orang yang kamu cintai....aku minta jangan ganggu hidupku lagi...aku punya teman cowok...akan kucoba merekomendasikan mu....jika cocok...jadilah kekasihnya demi untuk menurutiku..!!...kamu tentu bisa mencerna ucapanku !!”


“Sekarang pulanglah !!! temanku bernama Bima...ia sudah lama memperhatikanmu dan tertarik padamu...tanamkan dalam pikiranmu bahwa aku memintamu menjalin kasih dengan Bima...in permintaan orang yang sangat kau cintai...Mengerti Sonya !!???” Lintang memutar otak dan menemukan solusi mujarab demi meluruhkan kaku hati Sonya.


Sonya mengangguk patuh. Sesaat kemudian ia telah melangkah pergi meninggalkan Lintang yang masih terlihat kaget dan tak percaya pada kejadian yang baru saja ia hadapi.



:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::::::::::::
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :::::::::::::::

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;


Dalam malam nan gelap. Taburan bitang hiasi langit yang luas terbentang. Lintang sedang terdiam di teras kosan dan memandang indahnya langit malam yang terhampar. Tak aga gemuruh petir yang mengusik keindahan malam itu. Semuanya hanya senyap yang bersatu bersama decak kecil jangkrik dan beberapa serangga malam lain.

Lintang mengambil HP dari saku celana kolornya. Dengan penuh penjiwaan kembali ia torehkan gooresan puisi hati ke dalam notepad Hpnya sembari sesekali memandang langit nan indah memukau mata hati.


…................................................. ....................
Baru sebentar kau pergi,
namun rinduku mengusik hati,
rindu pada senyuman cantikmu yang berseri,
rindu pada jiwamu yang laksana putri mimpi.


Yang kualami hari ini semakin membuatku rindu pada dirimu..
aku begitu rapuh tanpamu,
kuingin kau segera kembali,
disini...didalam hati...
…................................................. ......................



“Proses instalasi Linux Zorin seri 5.0 sedang berjalan Mas...ga lama kok...emmm..sekitar 15 menit lah Mas !!! Suara Lintang terdengar sedang memberikan penjelasan kepada salah satu pemakai jasa komputerisasi Lintang.


“Ok Mas...sekalian pasangin compiz nya ya Mas...gue suka tampilan effect-nya...Oya sampai lupa...Sekalian aktifkan Gimp ama Inkspace nya ya...buat desain-desain...!!” Balas si Mas customer dengan jelas.


“Siap deh...bakal dibuat super cantik dah linux-nya..!!” Sambut Lintang dengan senyum bersahaja.

“Ngomong-ngomong...biayanya berapa ya Mas..???” Tanya Mas customer sedikit bingung.


“Ohh...nyantai aja Mas...ini OS dan berbagai software yang terpasang bersifat open-source...jadi ga pakai beli kayak di windows Mas...tinggal update repository nya...terus cari deh tambahan software apa yang di mau...ya meski harus dengan koneksi internet tentunya !!...tapi biaya inet-nya ga semahal kalo beli windows kok...pakai modem + gsm unlimited yang 25ribu udah bisa ngejos sebulan penuh Mas. Kalo buat ongkos pasangnya...aku ga pasang tarif !!...suka-suka Mas aja mo kasih berapa buat ongkos lelahnya..!!” Lintang menjelaskan dengan gamblang hingga membuat si Mas customer manggut-manggut tanda mengerti.


TULITT TULITT...TULITT TULITT...
Bunyi Hp Lintang menandakan bahwa sedang ada SMS received.


“Kang...aku sudah pulang nih...kalau kangen, kesini ya..aku tunggu !!!” Sebuah SMS yang ternyata dari Ratih membuat mata Lintang yang tadinya sudah letih karena jenuh bekerja menjadi berbinar kembali.


“Emang kamu gak kangen juga??” Balas Lintang dalam SMS.


“Emmm...gimana ya....lihat entar deh!!! hehehe” Jawab Ratih dengan gaya jual mahal.


“Huhh dasar...malu-malu mau!!! Ok...setengah jam lagi aku meluncur...ini masih install OS di rumah customer !!” Balas Lintang dengan cepat karena harus segera menggarap kerjaannya agar segera selesai.



::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;






“Jalan kemana nih kita Dek..??? apa kamu ga capek abis dari perjalanan jauh ??!!” Ucap Lintang saat si cantik Ratih telah duduk di jok mobil katana Lintang.


“Biasa aja kok Kang...tadi di pesawat juga tidur mulu...jadinya ga capek...swearr !!” Balas Ratih sambil bergelayut manja di bahu kekasih barunya.


Akhirnya Lintang berinisiatif untuk mengajak Ratih makan siang dahulu walaupun sebenarnya hari lebih tepat disebut dengan sore karena teriknya telah lewat. Kesibukan instalasi Lintang membuatnya lupa bahwa ia belum sempat makan siang. Ratih hanya mengangguk setia mengikuti permintaan kekasihnya.


Sebuah restoran fastfood bergenre kentucky alias ayam goreng bungkus tepung kriuk menjadi pilihan bagi Lintang untuk mengobral hasrat makannya yang menggebu-gebu. Ratih hanya menemani dengan memesan segelas milo dan sebungkus french fries ukuran medium.


“Bagaimana kabar keluarga di Lombok Dek ??? seru gak acaranya ??” Lintang menghamburkan berbagai pertanyaan sembari mulutnya sibuk mengunyah serat-serat daging ayam dalam potongan besar.


“Keluarga disana baik-baik aja Kang...wuihh seru banget acara nikahannya...mempelai wanitanya cuantik buanget deh...pinter juga sepupuku ngedapetin cewek secantik itu !!! Riasannya juga pas banget...gak menor tapi juga gak hambar...sip deh pokoknya...!! Betapa bahagianya mereka ya Kang??!...bikin ngiri aja !!” Terang Ratih dengan penuh antusias.


“Kamu juga cantik kok...beneran !!! Emang kamu mau kalau segera menikah ??? masa depanmu masih panjang lho !!...bisa jalan-jalan dulu...shopping...nonton...dan semuanya tanpa diributin suami !!!” Tanya Lintang memancing di air keruh.


“Ah gombal deh...preman cewek mana ada yang cantikk!!!...kalau masalah nikah muda...siapa takut !!?? emang setelah nikah ga bisa jalan-jalan, nonton, dan belanja??? makin nyaman lagi kalo kemana-mana bareng suami...!!!” Ungkap Ratih dan membuat Lintang menyunggingkan senyum simpul penuh keyakinan dan kemantapan.


“Trus kalo ga takut nikah muda, kapan dong siapnya??? Akang nungguin nih !!” Tanya Lintang berlanjut semakin menjurus ke dalam topik kerangka perkawinan.


“Akang ngebet amat jadi orang...!!! udah kepengen uhu-uhu ya ??!!!” Seloroh Ratih membuat Lintang salting tak berdaya.


“Ahh...jangan gitu ah...lagian, kamu apa juga gak pengen si uhu itu ??? Atau jangan-jangan kamu ga cinta sama aku !!!??” Jawab Lintang sambil memberikan smash balik ke Ratih dengan telak.



“Ihh apaan sih Abang...bikin Ratih malu saja...!!!.. Kalau ga cinta, ngapain juga Ratih bela-belain ikut kelayapan gini ??!! enakan tidur di rumah kali, bisa tidur, bisa nonton tipi !!!” Ratih menjawab diiringi semu merah di pipinya membuat hati Lintang semakin berbunga dan mekar.


“Eh Dek...omong punya omong...entar pengen pakai pakaian adat atau gaya international nih nikahnya ??” Lintang tiba-tiba bergeser pada bahasan yang lebih fundamental.


“Heh...sudah ah bahas itu...yang penting Akang segera lamar Ratih, setelah itu mo ngobrolin nikah model gimana Ratih siap...kalau sekarang pamali atuhh...!!! Ratih balik berucap sambil kedua pasang jari telunjuk beserta jempolnya menyubit manja kedua pipi Lintang dengan gemas. Lintang hanya meringis bahagia. Ia bertekat akan segera melamar gadis pujaannya itu.

Selesai makan, Lintang mengajak Ratih untuk bersantai di taman buah di pinggiran kota. Disana mereka bisa asyik bersenda gurau dan bercengkrama sambil menikmati beragam buah-buahan yang tergantung bebas di pepohonan.


…................................................. ...
Indah nian nuansa makna hati,
bertabur tebar pesona kesyahduan,
menuntun rasa cinta menorehkan tinta kesetiaan,
mengubur duka menjadi gempita,
menepis luka menjadi gelora.


Ditanganku tersusun segenggam harapan,
ku genggam erat dan ku semayamkan dalam sukma,
Sebuah harapan tentang masa depan,
rangkaian setapak cita,
maghligai di remang-remang.


Kau adalah dewi penyusun kepingan jiwaku,
yang selalu terbitkan sinar indah terangi kelopak sanubari,
dalam tenang ku kabarkan padamu tentang arungan biduk,
layar telah terkembang menjuntai,
kupadu rindu dan karsa meraih bidadariku...
…................................................. ..............................




“Bagaimana Dek Ratih karangan puisiku??? ini kutulis selama kau pergi ke Lombok...hanya buat kamu sayang !!!” Ucap Lintang sok romantis abis.


“Bagus banget !!!...makasih yang Akangku yang ganteng...i love u!!” Cuppss..Ratih merasa terbuai oleh alunan puisi Lintang. Satu ciuman di pipi Lintang dari Ratih laksana bagai bola salju sejuk menghempas jiwa Lintang jauh ke dalam jurang keindahan, keteduhan, ketentraman yang fana.


PRAKKK...
Ratih terhenyak, disampingnya terlihat Lintang telah limbung. Sesaat kemudian Lintang terlihat hendak bangun ketika satu injakan keras menekan siku tangan Lintang hingga berbunyi Krakkk..!!. Tangan Lintang patah. Lintang mengaduh tak tertahankan. Ratih menoleh ke belakang. Terlihat Seorang pria bercadar bersama 7 orang berbadan gelap kekar menunjukkan senyum sadisnya ke arah Ratih yang memekik tertahan.


“Hahaha...Lintang Timur bangs*t...rasakan lu hahaha.. !!! kampret !! Huhh rasakan sekarang Hahaha...” Seorang pria bercadar terbahak ditengah raungan sakit yang dirasakan Lintang.


Ratih menjerit histeris. Ia segera mendekat ke arah Lintang yang tergeletak merintih tak jauh dari kakinya. Namun baru sekitar sejengkal kaki Ratih melangkah, tiba-tiba...BUKKK..salah satu pria berbadan gelap memukulkan sebatang kayu ke tengkuk Ratih. Pukulan telak itu serta merta membuat ratih pingsan tak sadarkan diri. Lintang mengetahui itu namun derita di tangannya yang patah menghambat laju geraknya yang masih mencoba merangkak untuk bangun.



BUUKK BUKK...selusin dua lusin tendangan ke arah perut, dada, dan wajah Lintang yang masih dalam posisi bersimpuh dilesakkan pria bercadar melengkapi rasa sakit yang mendera Lintang. Lintang terpental dan terkapar. Ke delapan pria itu mengangkat tubuh Ratih dan membawanya, Lintang hampir tak sadarkan diri saat menyaksikan kekasihnya dibawa kabur tanpa ia bisa menolongnya. Sisa kesadaran Lintang yang masih ada mengingatkannya untuk menekan tombol navigasi yang ada di HP nya. Sebagai ahli komputer, tak sulit bagi Lintang untuk menambahkan setup alat pelacak GPS dari HP Ratih yang langsung terintegrasi dengan HP Lintang. Apalagi HP Lintang maupun Ratih sama-sama berbasis OS Android yang merupakan turunan dari keluarga Linux, sehingga lebih mudah dalam mengoprek dan menjejalinya dengan berbagai varian perangkat lunak yang dibutuhkan.



:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;






Sebuah mobil berwarna coklat gelap memasuki areal perumahan mewah di pinggiran kota. Memasuki tikungan pertama, mobil berbelok kiri dan langsung membelok masuk ke carport rumah di deretan ketiga sebelah kiri. Perumahan masih sangat baru dan baru beberapa rumah yang telah ditempati.


Pintu mobil terbuka, delapan pria turun dan membopong seorang gadis manis yang tak sadarkan diri. Gadis itu adalah Ratih. Ia dibawa paksa oleh segerombolan pria bengis itu setelah sebelumnya menghajar Lintang hingga patah tulang dan luka-luka.


“Bos...apa bos masih demen ama nih cewek???...siapa tahu dia sudah bekas di-ewe sama si Lintang !!” Salah satu pria berbadan gelap membuka pembicaraan saat semua pria telah masuk ke dalam rumah bertipe 70 itu.


“Hohoho...gue emang ngidam n suka ama nih cewek...tapi itu dulu...sebelum Lintang ngerebutnya !!!...Kalo sekarang sih...ogah jack!!! emangnya gue tukang loak, siap menampung barang bekas model apapun ???...no no no!!!...gue lebih milih untuk ngebales Lintang aja!!!” Balas pria bercadar sambil terkekeh.


“Trus...mo diapain nih dara cantik bos??” Tanya seorang pria lainnya.


“Kita gagahi rame-rame....Hahahaha...biar mampus tuh Lintang...biar dia tahu rasa...Hahaha !!” Pria bercadar kembali berucap sembari ngakak meledakkan tawanya yang tidak sedap didengar.


“Hoii cewek cantik...bangun yukk...waktunya makan malam...hahaha...!!!” Lanjut sang Pria bercadar sambil menggoyang tubuh Ratih yang masih pingsan.


Seorang pria melangkah masuk ke bagian gudang dan kembali dengan membawa sebotol Jack .D ditangan kirinya. Tangan kanannya memegang sebuah spon lusuh berbentuk kotak, sepertinya adalah spon bekas cuci piring.


“Pakai ini bos !!! Bau alkohol yang menyengat akan membangunkan gadis seksi ini !!” Ucap sang pria pembawa botol sembari menuangkan sebagian isi botol ke spon yang dibawanya dan mengulurkannya ke arah pria bercadar.


“Wahaa...pinter juga lu jack...ga salah gue pilih anak buah macam kalian...” Si cadar berucap sembari tangannya sibuk mengoleskan spon basah tersebut ke depan hidung Ratih.


“Ehm uhh...aku dimana...???” Ratih mulai tersadar, matanya terlihat bingung memandang ruangan yang tak dikenalnya.


“Halo Rika...makin cantik aja lu !!!” Pria bercadar mencoba menyapa Ratih sambil tangannya sibuk membuka cadar yang menutupi sebagian hidung dan mulutnya.


Ratih kaget bukan kepalang. Ia berangsur-angsur ingat bahwa ia dan Lintang baru saja mengalami penganiayaan. Dan saat itu ia telah bersama kedelepan pria penganiaya, namun ia tak mendapati keberadaan sosok Lintang disana. Lebih kaget lagi saat ia memandang wajah pria yang sekarang telah menanggalkan cadarnya.


“SS..SS..Sonny !!” Teriak Ratih tercekat.


“Ow oww..jangan kaget seperti itulah cantik !!! biasa aja...kalem-kalem aja lah hahaha...” Pria yang disebut Ratih sebagai Sonny itu menjawab.


“Apa yang kau lakukan Sonny??!!” Hardik Ratih dengan suara bergetar karena amarah dan takut yang silih berganti hadir.


“Apa yang gue lakuin? Hahaha...tanya saja sama pacarmu Lintang itu !! Upss..lupa...dia kan sudah mampus ya tadi !!! Hahahaha...Tanya sama tembok aja dehh...!!” Jawab Sonny tanpa beban.


“Kang Lintang meninggal ??? itu tak mungkin....tak mungkin Huu hhu Hikss..” Ratih mulai menangis dan berteriak tanpa kontrol.


“Kang kang...kang kampret mu itu memang kepar*t !!!...Dulu dia pukul gue gara-gara Citra...Sekarang dia rebut lu yang udah gue idam-idamin lama...apa itu ga namanya tukang rebut cap kamprett ??!!” Bentak Sonny bengal.


“Lu denger ya...gue emang dari dulu suka sama lu...lu nya aja yang sok banget jadi cewek...mati-matian gue bikin perhatian ke elu...lu cuman cuek aja...ehh ujung-ujungnya malah Lintang sialan itu yang jadi pacar lu...!!!...Jadi sekarang...gue mo rebut kembali idaman gue itu tapi bukan cintanya seperti dulu....hanya tubuhnya saja Hahahaha...!!!” Ucap Sonny tanpa perasaan. Terlihat Ratih semakin mengkerut takut, apalagi di sekelilingnya telah berdiri 7 pria lain selain Sonny yang memandangnya dengan tatapan sadis dan mesum.



::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;








Sonny segera memberikan instruksi kepada anak buahnya agar memulai aksi terhadap Ratih. Ratih yang melihat gelagat tak sedap itu sontak berdiri dan mencoba untuk berlari menuju pintu. Namun Ratih bukan tandingan buat delapan orang pria tersebut. Baru pada langkah ke dua, tubuh Ratih telah ditarik kembali dan di seret menuju kamar di ruang tengah.


Diruangan itu ada selembar kasur gulung berukuran single. Ratih dihempaskan ke sana hingga kepalanya membentur tembok di sisi kiri kasur. Ratih mengaduh, namun suaranya kemudian hilang ditelan bahak tawa para pria yang memenuhi ruangan 4 x 5 Meter itu.


Sonny melangkah maju, ia tarik paksa kemeja pink Ratih yang menutupi bagian atas tubuhnya. Kancing-kancing bergelindingan jatuh ke lantai. Ratih meronta namun kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang lain hingga ia tak mampu berbuat apa-apa lagi.


Kini bra Ratih berwarna pink terlihat jelas diantara sisi-sisi kemejanya yang terbuka dan tak berkancing lagi. Dada indah dan putih Ratih ter ekspos dengan jelas. Lehernya yang jenjang, tepian atas dadanya yang putih mulus, dan belahan buah dada yang sekal membuat seluruh hadirin menelan ludah. Sekali lagi Sonny menarik paksa pakaian Ratih. Kali ini bra pink Ratih yang menjadi korban. Tanpa membuka kaitannya, Sonny menarik keras bra tersebut sehingga karet pengikatnya menjepret keras kulit punggung ratih yang mulus tanpa noda. Kawat pengait yang terbetot lepas dengan keras menggores bagai kuku tajam di punggung ratih. Terlihat luka-luka goresan merembeskan darah segar memedihkan.


“Aduhh jangann !!” Ratih menjerit dan meronta, namun pegangan yang kuat pada tangan dan kakinya membuat usahanya menjadi sia-sia.


Gugusan buah dada mulus montok dengan ujung puting merah muda membusung indah dan bergoyang-goyang menggiurkan seiring rontaan Ratih yang tiada henti meski tak akan membuahkan hasil.


“Jangan Sonny...jangan...!! kepara*t kau !!! ratih memohon dan mengumpat seperti kesurupan, namun Sonny hanya terkekeh tak bergeming.


“Diam kau sunda*l !!!” PLAKKK...Sonny menghardik kotor dan menampar pipi gadis manis itu dengan keras membuat si Ratih yang kacau jiwanya menjadi semakin histeris dan menangis meraung-raung.


“Jangannn !!! jangannn !! tidakk..uhukk uhukk..” Ratih terus menjerit keras memekakkan telinga hingga terbatuk-batuk dan suaranya terdengar parau.


Rok Ratih yang tidak terlalu panjang ditarik keatas dengan cepat oleh Sonny hingga menampakkan kedua paha mulus Ratih yang padat, putih dan sekal. Diujung paha itu bersemayam sebuah lembah subur dengan rerumputan perdu yang masih terpagari secarik CD berenda berwarna merah menyala membuat api nafsu birahi Sonny and d'genk ikut memerah panas.


Sonny menarik paksa CD Ratih hingga terlepas sempurna dari kakinya yang jenjang gemulai. Pemandangan indah bagi para kaum adam bejat disana tatkala teronggok sebongkah daging berbelah tengah mengatup rapat nan memukau.


“Wahh indah sekali bos Meymeynya...sepertinya masih keset nih hihihi...jarang dipakai !!!!” Seorang anak buah Sonny bernama panggilan Joker berucap sambil mencoba meraba belahan Meymey Ratih yang kini tak berpenutup.


PLEKK..
“Heii...gue dulu, bodoh !!! lu sisanya aja entaran ya !!!” Sonny menampik tangan Joker dengan uring-uringan.


“Sonn...sudah Sonn...lepaskan aku...jangannn !!!” Ratih masih saja meraung seperti tiada bisa berhenti.


Tanpa menggubris teriakan Ratih, Sonny segera melepas ikatan sabuknya dan memelorotkan celana jean's beserta CD nya. Nampak Konkonnya menjulang dengan kilap di ujungnya yang tumpul.


Sonny melangkah maju dan menindih tubuh Ratih yang tak berdaya. Ia tempatkan kedua telapak tangannya ke atas dua buah dada Ratih dan meremasnya dengan keras. Ia lakukan berulang-ulang remasan keras itu hingga Ratih menjerit-jerit kesakitan. Kepala Ratih menggeleng ke kanan dan kiri seperti ingin segera berdiri dan berlari menyelamatkan diri. Namun, demi melihat Ratih yang semakin menggila dan meronta, Sonny dengan cepat mengarahkan batang Konkonnya ke bagian pintu gerbang Meymey Ratih yang masih kering tak berpelumas.


“Auuuww...jangan!!!!...sakitt Sonn !!! Teriak Ratih menghiba. Namun teriakan Ratih hanya membuat Sonny semakin gila dan semakin memperdalam tusukannya dengan kasar.


“Auhh tidak!!!! aduhh ….sakiitt !!!” Teriak Ratih nyaring saat batang Sonny menusuk penuh dan merobek lapisan hymen Ratih yang ternyata masih perawan. Berikutnya Hanya terdengar Sonny terengah memompa Meymey Ratih dengan tusukan keras, kasar, dan cepat.



Joker melihat hal itu dengan sangat bernafsu. Ia merangsek maju dan menarik kepala Ratih agar menoleh ke samping. Ia siapkan batangnya yang keras dan hitam dan kemudian menyumpalkan batang itu ke mulut Ratih yang sedari tadi hanya berteriak dan menjerit histeris.


Dua pria lain yang bernama Heru dan Ponirin ikut mendekat dan menyiapkan senjata masing-masing. Mereka genggamkan kedua tangan Ratih pada kedua burung mereka dan memaksanya dengan menuntun genggaman itu untuk mengocok.


“Ufhh..hukk...” Suara jerit Ratih kini tak terdengar. Suara itu tertelan ronjokan Konkon Joker yang bersarang dimulut Ratih. Butiran tetes airmata membanjiri pelipis dan pipi Ratih. Matanya memerah sembab.


Sonny dan Joker yang sudah 'naik' duluan terlihat mulai terengah dan bersiap untuk menembakkan peluru air ke rahim dan tenggorokan Ratih. 30 detik kemudian mereka mengerang.

“Ohhh....gila...enak brooo..!!!”

“Ahhh...mantapp pisan...hehhh”


Teriakan Sonny dan Joker bersahutan demi menggapai klimaks mereka yang bergulung nikmat. Ratih terbatuk-batuk tersedak cairan Joker yang menembus kerongkongannya. Tangisnya kembali terdengar pilu menyayat hati.


Empat orang yang tersisa dan belum mendapat jatah segera berganti Maju. Mereka merubah posisi Ratih menjadi tengkurap. Si Budhi kebagian mulut Ratih menggantikan Konkon Joker yang sudah letoy. Si Joni meminta Budhi untuk silih berganti dengannya 'mengerjai' mulut Ratih. Si Rukiman 'menyusruk' kebawah Ratih dan segera menancapkan batangnya yang paling gede diantara mereka ke Meymey Ratih. Terakhir si Lucky yang berinisiatif memerawani lobang Dubay Ratih yang terlihat berdenyut menahan sakit di sekujur tubuhnya.


Ratih masih sedikit sadar ketika ia rasakan ada sebuah benda tumpul yang berusaha menyeruak lubang dubay nya dengan paksa. Ia berteriak dan memohon agar hal itu urung dilakukan. Namun Lucky tetap saja pada pendiriannya dalam mengobrak-abrik lubang yang satu itu.


“Jangann..!!! Kurang aj*r kau....awwggh” Ratih berteriak pilu dan mengumpat sekenanya tatkala batang Lucky centimeter demi centimeter mulai menerobos liang fesesnya. Tak lama kemudian suara Ratih kembali terbungkam oleh ulah Budhi dan Joni yang keasyikan mengobok muut Ratih dengan barang berharga mereka.


Siksaan demi siksaan datang terus menerus seperti tiada pernah berhenti. Setiap tusukan Konkon di semua lubang ditubuhnya menimbulkan rasa sakit yang teramat sangat. Derita itu semakin terasa ketika Ratih mencoba menahannya. Rasa sakit tak tertahankan menderanya hingga membuatnya hidup diantara sadar dan pingsan.


“Ufhh...mmhh.....!!!” Ratih mendelik demi menerima siksaan berantai di semua bagian tubuhnya. persendiannya terasa sangat lemas untuk bisa meronta lagi.


Genjotan dan gebretan terus saja menghujam setiap lobang di tubuh Ratih. Rintihan, tangisan, jeritan, dan segala keluh kesah yang terlontar dari bibir Ratih seperti hanya dianggap angin lalu oleh pria-pria bejat tersebut.

Sodokan bertubi di Meymey dan Dubay terus saja merejam suasana kelam yang meyelimuti jiwa dan alam pikir Ratih. Bathin Ratih terguncang, pikirannya menerawang jauh, kegetiran jiwa begitu menyakitkan psikologis Ratih.


Sekian menit berselang, para pelaku bola sodok di Meymey dan Dubay Ratih mencapai klimaksnya. Hampir bersamaan mereka membanjiri kedua liang Ratih dengan sesuatu yang kental. Namun tak sempat Ratih berdiam, Budhi dan Joni berhambur menggantikan tugas Rukiman dan Lucky yang baru saja turun mesin. Sedangkan Heru dan Ponirin meminta mulut Ratih untuk melumati kedua batang mereka yang sudah separuh jalan sebelumnya bersama kocongan jemari lentik Ratih.


“Hkk...sudd..ahh !!” Suara Ratih semakin lemah terdengar. Ia sudah hampir tak sadarkan diri. Beberapa pria yang telah Letoy terlihat asyik mempermainkan buah dada Ratih dengan memilin dan meremasnya secara bergantian.


Sebelum ke-empat pria terakhir mencapai klimaksnya, tiba-tiba...

BRUUAKK...ANGKAT TANGAN ANDA !!!

Tanpa dinyana, tanpa dikira, tanpa diduga, segerombolan manusia berseragam coklat mendobrak pintu ruang tamu. Polisi berseragam lengkap merangsek maju. Serta merta para pria bejat diringkus tanpa ada perlawanan yang berarti karena asyiknya mereka menghajar Ratih tanpa ada yang berjaga. Meski kedatangan polisi-polisi ini cukup terlambat, namun lacakan GPS Lintang sudah cukup banyak membantu memberikan informasi kepada polisi agar bisa secepatnya membekuk kawanan kriminal ini.

Dua orang polisi wanita menghambur maju dengan membawa selimut lebar dan segera membawa Ratih keluar dari tempat jahanam tersebut. Kondisi Ratih sungguh sangat memprihatinkan. Tangisnya telah hilang lenyap. Ia hanya terdiam tanpa kata dengan pandangan kosong. Hati dan pikirannya benar-benar terguncang hebat. Bahkan saat memasuki mobil patrolipun nampak ia sangat ketakutan setengah mati seperti orang yang kesurupan.



:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;





Satu minggu telah berjalan. Angin bertiup lambat disuatu siang yang panas. Terik matahari begitu menyengat hingga serasa membakar ubun-ubun. Jiwa-jiwa yang melata di pelataran persada begitu tersiksa oleh sengatan sang surya.


Disebuah kamar rumah sakit, tengah terkapar seorang pria dengan lilitan tebal kasa di tangan kirinya. Warna merah gelap dan memar menghiasi beberapa bahian tubuhnya. Masa istirahat yang kurang beberapa hari lagi di pembaringan begitu ia rasakan menyiksa. Pikirannya melayang, jiwanya mendekam dalam asa yang terpangkas.


Pria merana itu adalah Litang Timur yang sedang menjalani perawatan inap akibat luka-luka dan patah tulang lengan yang dialaminya. Kabar tentang penderitaan Ratih telah ia dengar dari Citra yang beberapa kali muncul dan menjenguknya. Ribuan permintaan maaf dari Citra dan keluarga besar Citra kepada Lintang dan Ratih bertubi-tubi terucap beriring rasa penyesalan yang dalam. Perbuatan Sonny yang notabene adalah keluarga besar Citra sungguh sangat memalukan dan mencoreng nama keluarga. Senyum kecut Lintang menghiasi bibirnya setiap kali Citra maupun keluarganya muncul di kamar inap Lintang. Hati Lintang benar-benar terluka akibat perlakuan terkutuk Sonny meski Sonny sekarang telah diringkus polisi dan mendekam dalam tahanan.


Di sebuah kamar pengap dan tertutup, duduk seorang dara cantik dengan dandanan kusut tak terurus. Ratih telah seminggu ini menjalani proses rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa akibat syok yang dialaminya. Hingga detik ini, Ratih masih berdiam diri dengan pandangan yang tetap kosong. Siapapun yang mengajaknya bicara seperti tak didengarnya. Ia seperti linglung. Matanya memandang dinding putih di kamarnya tanpa henti. Kejiwaan Ratih sedang terguncang. Mmenurut dokter, kejiwaan Ratih ini bisa saja sembuh dengan cepat atau juga bisaa saja akan demikian selama-lamanya. Hanya getaran tertentu yang bisa membangunkan kembali daya sadarnya seperti semula.


Lintang yang mendengar berita gangguan kejiwaan Ratih itu dari Citra hanya bisa termenung. Airmatanya menetes membasahi wajah tampannya setiap kali ia mengingat kekasihnya yang sedang sakit. Dunia ini terasa begitu sempit dan menghimpit. Entah sampai kapan...


Dalam lamunnya, Lintang menorehkan bait-bait duka dalam notepad HP dengan iringan linang air mata.


…............................................ ..
Dukamu dukaku jua...
Rasamu rasaku meregang nestapa,
hingar bingar terbungkam,
ceria terendam kelam.


Tetes airmata mengejar harapan yang tak berujung,
Dunia ini hilang dari genggaman,
bidadari pergi sesaat atau akan kah kembali ku tak tahu,
linang sudut mataku mengusung duka lara.


Rindu terputus bagai bait puisi yang belum pernah usai,
renda kasih belum juga terajut sempurna,
sukma melayang dan menghujam bumi,
hampa dan pedih terkapar di hamparan cinta tanpa asa,
…................................................. .........................






Mendung bergelayut di atas sana. Gelap telah menelan ceria sinaran matahari. Awan kelam berkuasa dan berderet panjang membentuk kumpulan kapas gelap raksasa. Beban air yang di tanggung sang awan begitu menggelayut dan siap ter-semprot ke bumi persada dengan deras.


Begitu juga dengan suasana hati Lintang yang siang itu tengah berjalan menyusuri lorong rumah sakit jiwa tempat Ratih menjalani rehabilitasi. Hati Lintang yang kelam dan muram telah mempengaruhi keceriaan wajahnya. Tak ada lagi kini tawa di bibirnya, wajahnya begitu kusut dan kalut bagai segerombol buah salak yang berwarna gelap, kasar, dan kecut.


“Nak Lintang, bagaimana keadaan kesehatanmu ??” Tanya Ibunda Ratih saat Lintang muncul di teras kamar inap Ratih.


“Jauh lebih baik Bu. Beberapa luka sudah kering, Memar juga sudah hilang, tapi tangan yang patah ini masih belum bisa digunakan...!!” Ucap Lintang sambil menunjuk tangan kirinya yang di perban dan digendongnya di depan dada.


“Ratih di dalam Bu??? bagaimana perkembangannya??? sejak kejadian itu, saya belum ketemu dia sama sekali !!!” Lintang bertanya kepada Ibunda Ratih yang nampak letih dan murung. Wajahnya semakin terlihat 'sepuh' jika dalam keadaan murung seperti itu.


“Iya Nak Lintang, tolonglah dia Nak...hingga hari ini dia masih saja seperti itu...diam tanpa berkata apa-apa...pandangannya kosong...tapi untunglah ia masih mau makan..!!” Balas sang Ibunda dengan mulai dibarengi tetesan airmata kesedihan.


Lintang memasuki ruangan tempat Ratih dirawat. Nampak Ratih yang agak kurus duduk di pojok ranjang tanpa ada reaksi pada kedatangan Lintang. Hati Lintang semakin remuk redam menyaksikan kondisi kekasihnya yang memprihatinkan itu. Wajah Ratih yang terlihat pucat dan kurus sebagian tertutupi rambut panjangnya yang lumayan awut-awutan. Sungguh memprihatinkan.


“Adek...!!”


“Adek Ratih...!!!”


“Jawab Dek...jangan diam saja !!”


“Adek....dekk..!!”


Suara Lintang seperti sedang berbicara sendiri tanpa ada lawan bicara. Ratih hanya diam tanpa memandang Lintang sedikitpun.


“Dek...aku Lintang dik...kamu inget aku kan ???


“Kok masih diem Dek...!!”


“Kamu sudah lupa pada cinta kita ???”


“Kamu sudah lupa pada kisah kita !!??”


Tiba-tiba Ratih melotot ke arah Lintang setelah Lintang menyebutkan kata 'Kisah'. Sepertinya Ratih cukup sensitif dengan kata tersebut. Sejurus kemudian Ratih terlihat menangis dan menunjuk-nunjuk Lintang dengan penuh amarah.


“Pergi kau...jangan mendekat....jangan perkosa aku !!! Pergi...pergi...!!!” Ucap Ratih dan sontak membuat Lintang kaget. Namun Tarikan tangan perawat di bahu Lintang membuat Lintang terpaksa mengikuti ajakan si perawat untuk meninggalkan ruangan itu.


“Mas yang sabar ya...Ratih masih dalam kondisi labil...ia begitu sensitif dengan yang namanya lelaki...kemarin dia juga sempat marah-marah saat paman dan sepupu laki-lakinya datang...mungkin dia butuh waktu Mas !!!” Ungkap si perawat saat beriring dengan Lintang keluar dari Ruangan Ratih.



Tiba di depan kamar Ratih, Lintang bertemu kembali dengan Ibunda Ratih yang saat itu sedang ditemani oleh paman Ratih yang tadi dibcarakan oleh perawat.


“Nak...bagaimana Rika tadi Nak ??? apa reaksi dia saat bertemu kamu ??” Tanya Ibunda Ratih terlihat cemas.


“Heffhh...Nasib Mas ini sama dengan para tamu pria lainnya Bu...” Ucap si perawat sambil menghela nafas panjang.


“Nak Lintang...tolong bantu Ibu ya...jangan tinggalkan Rika Nak...Ibu mohon...tolongggg banget Nak...Jangan kamu mundur gara-gara Rika sakit seperti ini...mari kita usahakan bersama untuk kesembuhan Rika..!!! Hanya Nak Lintang yang mampu merubah tabiat buruk Rika selama ini...!!” Ibunda Ratih memohon dengan sangat kepada Lintang.


“Iya Ibu....saya memahami itu...dan kejadian ini kan musibah kami berdua...semoga kami sanggup menghadapi cobaan ini..!!!” Balas Lintang serius meski sebenarnya dari dalam lubuk hatinya mulai bersemayam kepedihan yang membeku dan mengeras. Harapan apa lagi yang harus ia dambakan?. Hanyalah kepasrahan tanpa ujung. Disudut hatinya yang lain terbesit sebuah keinginan untuk tetap meraih kebahagiaan bagi jiwa mudanya tanpa harus menanti sesuatu yang tak pasti.



:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :
“”””””””””””””””””””””””””””””””
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: :
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;





Lintang kini sedang diliputi kegundahan yang menjelma menjadi momok menakutkan dan membayangi setiap langkah kaki Lintang. Dalam hati ia sangat-sangat merasa kehilangan atas sakitnya Ratih. Namun di sisi lain, sebagai jiwa dan pribadi yang normal, ia juga menginginkan sebuah kepastian atas hubungan yang telah hilang ujungnya itu.


Penderitaan Ratih memang memiliki keterkaitan yang erat dengan Lintang sebagai aktor utama dalam kejadian menyedihkan yang ia alami. Rasa sedih Lintang selalu muncul setiap kali ia teringat akan keadaan Ratih. Namung gamang dan mamang turut menyembul memperkeruh suasana hati Lintang yang tengah mendung. Ia mencoba untuk berpikir lebih logis pada pengejawantahan keadaan Ratih. Jika seandainya Ratih selamaya seperti itu, berarti selama itu pula Lintang akan menjalani hari-harinya dengan kesendirian dan kesedihan yang tak berujung.


Lintang masih termenung di dalam kamarnya ketika terdengar suara ketukan pintu kamarnya dari luar sana.


CEKLEKK...

“Owhh Kakek Seno...ada apa Kek ???” Sambut Lintang ramah saat mengetahui bahwa tamu yang sedang berada di ambang pintu kamarnya itu adalah induk semang kosan Lintang sendiri.



“Boleh kakek masuk Den???” Tanya Kakek Seno sopan.



“Silahkan...silahkan Kek...!!!” Jawab Lintang antusias.



“Kakek dengar dari teman Aden si Bimo itu, bahwa pacarmu sedang mengalami gangguan kejiwaan ya???” Ucap Kek Seno setelah duduk di bibir ranjang Lintang dengan gerakan super pelan karena pinggang tuanya yang sering kambuh reumatik susah diajak berkompromi.



“Benar sekali Kek...tapi nama teman Lintang itu Bima...bukan Bimo !!” Lanjut Lintang berusaha menjelaskan sekaligus mengiyakan pertanyaan Kek Seno barusan.



“Halah Den...podo wae...sama saja...Bima Bimo – Bimo Bima !!!...wong artinya juga sama kok!!!” Serobot Kek Seno dengan memonyongkan bibirnya. Dengan usia beliau yang sudah berkepala 7 adakalanya tumbuh kembali sikap kekanakan dan seenaknya sendiri. Maklumlah, namanya juga orang tua.


“Iya deh...'sak kerso' Kakek saja...!!!. Mungkin Kakek ada saran untuk musibah yang saya alami ini Kek ??” Jawab Lintang dilanjutkan dengan pertanyaan to de point pada topik pembicaraan.


“Aden setuju tidak dengan istilah CINTA MATI...???” Tanya Kakek menyelidik.


“Setuju sih Kek...meski kelihatannya berat !!!” Jawab Lintang sambil mengerutkan dahi.


“Lha kok pakai 'sih' segala to...!!! kayaknya kok susah banget bilang IYA...!!. Den...Kalau Kakek... kurang setuju dengan istilah itu. Kakek lebih tertarik untuk menyebutnya sebagai CINTA YANG PENUH KESETIAAN....jadi....cinta itu bukan 'kebodohan' yang mauuuu... aja diajak mati bareng berdua...itu namanya blo'on!!!. Tapi kalau setia itu pengertiannya lain lagi...Aden bisa membayangkan jika Aden merokok merek A, meski diganti dan dipaksa merek apa aja tetep akan lebih enak merek A. Itulah setia. Di dalam hal kesetiaan berkaitan dengan hubungan sesama manusia, setia itu ada pengorbanan, perhatian, kasih sayang, pemberian, dan juga kebersamaan!!!”.


“Nah...Kakek berharap Aden bisa seperti itu...!!! Tanggalkanlah seribu kekhawatiran yang selalu datang. Fokuslah pada kesembuhan gadis itu. Jiwa pesimis, khawatir, ragu-ragu, dan dangkal hanyalah milik manusia-manusia berjiwa rapuh. Kekhawatiran yang terus menerus akan menumbuhkan jiwa pecundang bagi pemiliknya. Bahasa inggris kata anak muda jaman sekarang kalo ga salah NDELOSOR !!” Ucap sang Kakek dengan mimik muka serius.


“The Looser maksudnya Kek ??” Tanya Lintang membenarkan istilah inggrisan Kakek Seno yang amburadul.


“Hehe...iya..iya..bener...itu..apa tadi..eee..NDELOSOR !!!” Balas Kakek tetap dengan ejaan yang salah. Akhirnya Lintang hanya bisa mengiyakan di iringi senyum simpul tanda maklum.


“Jadi Den...berjuanglah menuntun jiwa dalam kadar kesetiaan yang tinggi!!!”


Lintang hanya bisa bengong sambil dagunya terlihat turun naik mengangguk-angguk setiap kali Kakek Seno menyelesaikan kalimatnya.


“Jika seandainya keadaan masih seperti ini terus, sampai kapan saya harus menunggu Kek??” Tanya Lintang datar.


“Sampai semampu kamu Den !!! Jangan paksakan untuk terus setia jika hatimu tak kuasa. Kesetiaan itu keikhlasan Den...!!, jadi jika kamu sanggup untuk setia maka tak ada ujung waktu yang akan mengakhirinya. Namun jika kamu memilih untuk tak menunggu, maka batasan itu hanya Aden sendiri yang bisa menentukan.” Lanjut sang Kakek tetap dengan suara manulanya yang berat.



:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
“”””””””””””””””””””””””””””””
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;






Sekian bulan berjalan...

Malam minggu yang sepi. Kesepian itu hanya bersemayam di hati Lintang yang senantiasa kacau merasakan keindahan yang tercekat. Sayap-sayap cinta yang telah terkembang, kini layu dan tak mampu lagi terbangkan dirinya keatas menggapai rembulan. Burung-burung malam suarakan nadanya yang ganjil dan aneh seakan mengejek dan menghina Lintang yang sedari tadi hanya terpekur sendiri di depan meja belajarnya. Dalam diam, jemarinya seperti biasa berusaha merangkai jalinan puisi gundah gulana sebagai curahan rasa.



…................................................. .......
Rasa Cinta....rasa luka,
Rasa Rindu...sendu,
Kasih sayang...kisah malang,
Harapan...impian.


Biru Hati...kegetiran nurani,
Hasrat jiwa...duka lara..


Hanya duduk dalam keresahan,
menanti belit berujung sakit,
Matahati sirna,
Sinaran jiwa pergi,


Dendang ini tersekat,
Irama melambat,
Suka menjadi sekarat,


Aku lapar pada hidangan cinta,
Jiwaku gersang, meranggas, dan terbang,
Ku tak ingin meradang...

…................................................. .............



Jemari tangan Lintang sesaat berhenti mengetikkan kata demi kata di notepad HP nya. Ia baca sekali lagi rangkaian kata-kata puisi yang baru saja dirampungkannya. Matanya terlihat sayu tanpa gairah.


Merasa suntuk dengan semua itu, Lintang berniat untuk pergi ke salah satu pusat layanan karaoke. Ia berharap dengan bernyanyi dapat sedikit melepaskan beban pikirannya. Dengan gontai Lintang pun melangkah untuk berbenah diri dan segera memacu mobil kesayangannya menuju sebuah tempat karaoke yang cukup ternama. Tangannya yang patah sudah membaik dan bisa digunakan meski harus dengan berhati-hati.


“Sendirian Mas??? mo konser tunggal nih ceritanya???...sewa berapa jam Mas?” Tanya resepsionis karaoke ramah saat Lintang muncul di meja reservasi kamar karaoke.


“Dua Jam dulu deh Mbak...nanti kalau kurang, bisa nambah kan???” Jawab Lintang sambil bertanya balik. Mata Lintang agak nakal memandang baju seragam mbak-mbak itu yang kancing atasnya terbuka dan mempertontonkan belahan tengah dadanya yang ehem suit suit. Bisa jadi tak sengaja kancing itu terbuka, tapi ada kemungkinan juga jika memang kancing itu sengaja dibuka untuk menarik perhatian pengunjung karaoke.


“Boleh Mas...boleh...silahkan menuju kamar 201, disana staf kami telah menunggu!!!” Jawab Mbak resepsionis lagi dengan agak centil menggemaskan.



“Ditunggu sebentar Mas...semenit lagi penyewa sebelumnya akan selesai” Ucap Mas penjaga kamar 201 ramah.


CEKLEKK..Suara pintu kamar terbuka.

“Mas...boleh nambah ga Mas ???” Tanya seorang cewek yang baru saja membuka pintu kamar 201.


“Maaf Mbak...ruangan ini sudah dipesan antrian berikutnya...kalau Mbak mau, bisa dioper ke kamar lain untuk tambahan jam nya !!!” Jawab Mas yang tadi dengan tetap ramah dan penuh senyum.


“Wah nanggung Mas...lagu kesukaan gue sudah mo muter sebentar lagi...apalagi nih ruangan sangat nyaman Mas...gue comfort di ruangan ini...gue kan udah langganan disini lama Mas...nomer kamar yang gue minta pasti 201...ga mau yang laen !!!” Ucap Mbak itu agak cemberut.


“Maaf Mbak...ini saya yang mau sewa...lha nasib saya bagaimana dong kalau Mbak ga mau pindah kamar !!!” Sambut Lintang sambil berusaha tersenyum semanis Mas penjaga yang tadi.


“Lho...Mas mo karaoke sendiri aja ???” Tanya si Mbak lugas.


“Emmm..iya Mbak..!!” Jawab Lintang ikut-ikutan lugas.


“Gue gabung Mas aja deh...boleh kan??? Daripada bengong sendirian Mas...mending kita bareng...mo duet juga ayukkk !!!” si Mbak mencoba merayu Lintang agar dibolehkan ikut gabung di ruangan karaoke yang sudah dipesan Lintang.


“Lho...Mbak juga sendiri???...boleh deh Mbak...!” Jawab Lintang kalem. Ia berpikir tidak ada salahnya juga menerima Mbak itu daripada ga ada teman ngobrol.




:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::::::
“””””””””””””””””””””””””””””””””””””
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::: ::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;






Degup jantung terasa begitu nyaring terdengar seiring suara musik grup band kotak yang sedang diputar menghentak. Si Mbak suka nge-rock juga ternyata. Lagu yang dia tunggu tadi adalah lagu 'beraksi' nya kotak yang nge-beat dan hingar bingar. Gahar banget bokkk.


Lintang mencoba menikmati suasana refreshing itu. Sejenak ia ingin lupakan apa yang sedang membebani pikiran dan perasaannya.


“Mbak...belum kenalan...namaku Lintang...” Ucap Lintang berinisiatif saat lagu kotak telah selesai diputar.


“Oh iya...nama gue Shinta...gue kerja di salah satu pabrik snack...!” Balas si cewek bernama Shinta dengan dihiasi senyuman dibibirnya.


“Pinter bikin snack dong...!!!” Ucap Lintang melanjutkan.


“Ga juga...gue di bagian HRD nya..!!!” Sambung Shinta tetap dengan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya yang cukup cantik.


“Menakutkan...!!” Sahut Lintang pendek.


“Emang kenapa Mas???” Shinta bertanya balik karena merasa janggal dengan pernyataan Lintang.


“Biasanya orang HRD itu galak hehehe !!!” Cerocos Lintang asal.


Lamat-lamat Lintang memandang sosok cantik di depannya. Cukup cantik rupanya. Wajahnya khas keturunan Pakistan atau India. Hidungnya mancung, wajahnya ramping disempurnakan oleh bentuk kelopak mata yang lebar mirip tokoh-tokoh kartun di tivi. Tubuhnya sangat tinggi, kurang lebih 175 centimeter. Buah dadanya mendesak ketat dan besar dibalik kaos kuning pressbody yang dipadu dengan sebuah rok jeans sedikit diatas lutut berwarna biru gelap. Paha dan buah pantatnya yang terkesan penuh terbentuk indah sekali di bawah roknya.


“Mbak kok sendiri aja???” Tanya Lintang penasaran.


“Iya nih...gue lagi suntuk banget masalah kerjaan...HRD kan emang tukang bikin disiplin orang...tukang ngebentak....ahh...jadi kebawa emosi gue!!!...mumpung lagi libur, ya gue bawa refreshing aja deh..!!” Jawab Shinta ringan sambil mengemil kacang kulit yang sudah ia pesan dari tadi.


“Emang ga kencan Mbak malem minggu begini ???” Tanya Lintang lagi terkesan ceriwis yo wis.


“Jomblis Mas...alias Jomblo Abis hihihi...Mas kenapa juga ga ngapel sono hayooo ??!!!” Jawab Shinta sekaligus bertanya balik dengan nada genit membuat hati Lintang Sir...sirr..sirr.


“Nah itu dia...lagi suntuk ama pacar nih...galau bin gundah Mbak..!!!” Sambung Lintang bernada resah.


“Dibikin santai aja Mas...kita bareng-bareng lepasin sumpek di sini...!!!” Ucap Shinta memngaruhi.


“Ok deh!!!...Mbak lagu Judika yang baru dong...!!!” Sambut Lintang dengan wajah yang terlihat lebih fresh dari pada sebelum masuk ke ruang karaoke tadi.



Pernahkah kau merasa jarak antara kita
Kini semakin terasa setelah kau kenal dia
Aku tiada percaya teganya kau putuskan
Indahnya cinta kita yang tak ingin ku akhiri
Kau pergi tinggalkanku

Tak pernahkah kau sadari akulah yang kau sakiti
Engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkari
Oh tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku
Aku pun ingin bahagia wala tak bersama dia
Memang takkan mudah bagiku tuk lupakan segalanya
Aku pergi untuk dia

Tak pernahkah kau sadari akulah yang kau sakiti
Engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkari

Oh tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku
Aku pun ingin bahagia walau tak bersama dia
(walau tak bersama dia)

Oh tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku
Aku pun ingin bahagia walau tak bersama dia



Silih berganti mereka bergoyang, berdendang, dan berjoget. Selama itu pula mereka mencoba untuk saling lebih akrab satu sama lain. Senda gurau dan seloroh jahil mewarnai keakraban mereka yang baru tercipta dalam kurun waktu 2 jam itu. Tak terasa waktu telah mengakhiri, dengan berat hati mereka berangsur meninggalkan ruangan karaoke.


“ Naik apa tadi Shin ??” Tanya Lintang begitu mereka keluar dari tempat karaoke.


“Taxi Mas...!!” Balas Shinta singkat.


“Bareng aja sama aku...diantar sampai tujuan kok !!!” Ucap Lintang berusaha memberikan tawaran.


“Boleh deh kalo ga ngrepotin !!” Jawab Shinta lagi.


Perjalanan menuju tempat tinggal Shinta hanya di isi dengan saling membisu hingga 20 menit kemudian mobil Lintang berhenti di depan halaman sebuah rumah. Shinta bukan anak kos-kosan, ia menyewa rumah tipe 36 di sebuah perumahan. Pertimbangannya, cost sewa rumah 1 tahun akan lebih murah dibanding hidup di kos-kosan yang hanya satu kamar dan tentunya total cost untuk pertahunnya akan lebih mahal.


“Aku langsung balik aja ya Shin...udah malem...!!!” Ucap Lintang sesaat setelah mobil berhenti sempurna di depan rumah Shinta.


“Lho kok langsung??!...duduk lah sebentar Mas di rumahku...ya sekedar minum kopi atau teh sebagai ucapan terima kasih karena udah diantar Mas kesini !!!” Kata Shinta dengan wajah memelas.


“Ok deh...apa gak di grebek Pak RT ntar kalau ketahuan kamu terima tamu malem-malem ??” Jawab Lintang sambil bertanya balik.


“Ini kan perumahan Mas...orang di sini pada cuek...Ketua RT nya juga belum dibentuk...santai aja Mas !!” Sambut Shinta mantap.


Shnta mengeluarkan sekumpulan kunci dari dalam tas nya dan memasukkan satu kunci ber berkepala segi lima ke lubang kunci rumahnya. Begitu Lintang masuk, ia dibuat terpana oleh tatanan interior Shinta yang sungguh unik dan etnik. Ruang tamu itu hanya beralaskan lampit bambu dengan ornamen bambu pula sebagai meja. Di atas meja itu ada sebuah hiasan dari bambu yang membentuk semacam lampion dan memancarkan berkas lampu berwarna hijau dari dalamnya. Dibagian dinding, tergantung sebuah rak besar dan lagi-lagi dari bahan bambu. Di dalam rak tersebut terpajang beberapa pigura foto dan pernik-pernik lainnya. Dibawah rak besar ada sebuah televisi yang diletakkan dalam sebuah kotak berbahan bambu. Sungguh tatanan rumah yang apik dan menarik.


“Silahkan duduk dulu Mas, gue mau ke kamar mandi dulu...!!” Ucap Shinta begitu mereka telah memasuki rumah Shinta.


“Shin, orang tua tinggal dimana??” Teriak Lintang kearah Shinta yang masih ada di dalam kamar mandi.


“Semua keluarga gue ada di Malang Mas...gue tinggal sendiri di sini sambil kerja !!” Teriak Shinta membalas teriakan Lintang.


Beberapa saat Lintang menunggu, Shinta muncul dengan membawa secangkir kopi panas di tangan kanannya. Ditangan kiri ia membawa satu toples kue kering. Kedua tangan yang terbuka itu membuat bagian dada Shinta yang masih tertutup menjadi lebih kentara tonjolannya. Darah perjaka Lintang dibuat berdesir karenanya.


“Mas ngopi dulu...ini kopi mantep lho Mas !!...campuran tongkat ali dan purwaceng...rasanya sedap rempah...efeknya bikin melek dan grenggg..!!!” Ucap Shinta sambil meletakkan kopi itu diatas meja. Posisi Shinta yang membungkuk membuat bagian leher kaosnya sedikit melonggar. Mata Lintang dibuat tak bisa berkedip, bagian leher yang terbuka itu mempertontonkan buah dada sekal Shinta yang bergelayut dalam bra warna hitamnya. Bagian leher dan atas dada yang terbuka membuktikan kualitas kebersihan kulit Shinta. Kulit itu demikian putih bersih dan mulus.


“Lho kamu koleksi kopi begituan ngapain ???” Tanya Lintang penasaran.


“Ini kopi kiriman dari saudara di Malang...rencana sih mo Shinta tawarin buat trial di warkop-warkop...siapa tahu laku keras!!!...kan lumayan buat bisnis sampingan Mas..!!!” Jawab Shinta sambil beralih duduk di sisi kanan Lintang. Kaki Shinta yang dilipat untuk bisa duduk lesehan membuat kain rok jean's di pahanya tertarik keatas. Dua pasang paha putih mulus dan tembem seksi terbuka dengan cepat hingga hampir mendekati pangkalnya, namun Shinta dengan cepat pula menarik kembali roknya ke bawah dengan wajah tersipu malu. Dua, tiga sruputan di bibir cangkir kopi dilakukan Lintang dengan hati-hati. Suhu panas air cukup mempengaruhi ke hati-hatiannya.


“Hemmm...sedap Shin..!!” Ucap Lintang sambil tersenyum kearah Shinta.


“Ya harus dihabisin kalau gitu Mas...!!” Lanjut Shinta dengan cepat.


“Waduhh...ga muat perutku Shin...tadi aja udah minum 2 botol air mineral pas nyanyi karaoke..bantuin ya...50:50 deh...hehehe” Seloroh Lintang sambil terkekeh.


Tanpa menunggu persetujuan dari Shinta, Lintang langsung saja mengarahkan cangkir ke bibir Shinta. Mau tidak mau Shinta harus membuka mulutnya untuk menerima suapan kopi dari Lintang. Jarak wajah Lintang tak kurang dari 20 centimeter saat menyuapkan kopi ke Shinta. Sesaat setelah cangkir kopi telah kembali ke meja, wajah mereka yang saling berdekatan menjadi saling pandang. Tak tahu siapa yang memulai, tahu-tahu bibir Lintang sudah menyatu dengan bibir Shinta. Kecipak suara perciuman mulai menyebar memenuhi ruangan.


Silih berganti bibir mereka saling melumat dan mengulum tiada henti. Kepala Shinta sedikit terdongak demi menerima serbuan bibir Lintang yang terus menyerang dan menyerang. Kehausan jiwa Lintang pada kasih telah menghantarkannya merengkuh perciuman mesra bersama Shinta. Sejenak ia terlupa pada Ratih yang masih termenung memandang dinding-dinding putih ruang inap RSJ.


Sekian menit berlangsung, Shinta seperti tersadar. Ia tarik bibirnya dari perciuman itu. Lintang dan Shinta saling berpandangan. Bibir Shinta menyunggingkan senyum malu-malu. Pipinya memerah, entah karena malu ataukah telah terbakar bara api nafsu.


Lama saling berpandangan, dengan tatapan sayu Shinta merengkuh pundak Lintang dan merangkulnya. Sejurus kemudian mereka terlihat kembali berciuman penuh gairah. Telapak tangan Lintang mulai mengelus punggung dan pundak Shinta dengan lembut. Jemari tangan Shinta membalas elusan itu dengan remasan lemah di bahu Lintang.


Lidah Lintang melesak jauh menerobos gugusan gigi bersih Shinta dan berusaha meraih lidah Shinta. Lidah mereka pun bertemu. Pipi Shinta terlihat kempong karena begitu kuatnya menyedot lidah Lintang yang terjulur. Daun bibir Shinta yang atau maupun yang bawah juga menjadi bulan-bulanan sedotan dan jilatan Lintang. Sesekali Lintang menggigit bibir Shinta lembut membuat si empunya merajuk manja dengan mencubit perut Lintang.


Beberapa saat kemudian terlihat Lintang mendorong Shinta untuk telentang di lantai yang beralaskan lampit bambu. Shinta menurut, namun Shinta menahan tangan Lintang saat Lintang hendak membuka kaos ketat Shinta. Lintang terkaget dan berhenti saat itu juga. Nafasnya terdengar memburu.


“Sttt...jangan disini...kita ke kamar aja yukk...!!!” Ucap Shinta sambil berbisik manja di telinga Lintang.


Serta merta Lintang membopong tubuh Shinta dan mengikuti instruksi Shinta menuju kamarnya. Lintang meletakkan tubuh sintal Shinta diatas spring bed. Namun Shinta bangun kembali. Ia maju kearah Lintang dan berjongkok. Dengan pelan ia lepaskan ikat pinggang Lintang dan membuka resleutingnya. Celana Lintang langsung meluncur turun hingga mata kaki saat resleutingnya terbuka. Kemudian dengan agak terburu-buru Shinta membuka CD Lintang dan mendapati tonjolan batang keras Lintang dibalik CD itu.


Shinta memandang takjub pada batang berurat Lintang dan kemudian mengarahkan batang keren itu ke mulutnya sendiri. Satu dua sedotan ringan di barengi jilatan di bagian kepala Konkon dan ditutup dengan satu sedotan kuat. Tehnik itu dilakukan Shinta berulang-ulang membuat Lintang merem melek tak tertahankan. Sesekali kuluman itu beralih ke bagian skrotum Lintang yang bergelayut di bawah pangkal Konkonnya. Lintang semakin melayang dibuatnya.


“hkk...kulumanmu...jj..jago banget Shin...mmantapp bangett...ehh!!!” Ucap Lintang terbata demi menerima perlakuan menggetarkan di sekujur batang saktinya.


“Mmmhm...!!” Jawab Shinta tak jelas.


Lintang membuka sendiri pakaian atasnya sambil berdiri dan menerima service onderdil. Kini tubuh tegap Lintang telah benar-benar polos tanpa penutup apapun. Tak lama kemudian, Lintang menuntun Shinta untuk berdiri. Dibantunya Shinta melepaskan kaos ketat yang membungkus tubuh seksi itu. Menyembullah sepasang bukit ranum bergizi tinggi yang masih tertutup bra warna hitam. Lintang merengkuh tubuh semi Shinta dan dicobanya membuka kaitan bra yang ada di punggung Shinta. Seketika itu terlontarlah dua buah gunung milik Shinta dengan bebasnya. Wajah yang cantik penuh aura sensualitas, dipadu dengan bentuk tubuh dan buah dada yang membusung menggoda. Sungguh pengalaman yang indah bagi Lintang.


Lintang mengajak Shinta menaiki Ranjang sembari tangannya sibuk melepas rok beserta CD Shinta. Belahan Meymey yang montok dan berbulu lebat terpampang sedemikian jelasnya di depan mata Lintang. Berkali-kali Lintang tertegun memandangi buah dada dan Meymey bergantian tiada henti. Meski cukup banyak mengenal cewek, namun pengalaman berhubungan badan baru kali ini dialami Lintang.


Lintang memposisikan tubuhnya telentang. Ia isyaratnya kepada Shinta untuk melanjutkan pekerjaan kulum-mengulumnya terhadap batang Lintang. Lintang menarik tubuh Shinta sejajar dengan tubuhnya sehingga menyerupai bentukan angka 69. Dengan ganas, Lintang membalas kuluman di batangnya dengan memberikan terkaman harimau ke arah Meymey legit Shinta.


“Emmhh...!!!” Shinta menggelinjang saat lidah Lintang menggesek bagian klit-nya.


Mendengar desahan tertahan Shinta, Lintang semakin tertarik untuk mengobrak-abrik lubang buaya Shinta. Semakin lama semakin intensif dan meningkat frekuensi terkaman dan jilatan ke bibir Meymey Shinta itu. Tak ayal Shinta dibuat semakin menggelinjang dan menegang. Berbagai gumaman tak jelas terdengar di sela Konkon yang di kulum Shinta.



Sekian menit berkutat dengan kesibukan masing-masing 'menggarap' senjata sakti, akhirnya Lintang berinisiatif untuk mengakhiri kuluman itu. Diputanya tubuh Shinta dan diminta olehnya untuk telentang. Dengan cepat Lintang menyambar bukit di dada Shinta sebelah kanan. Tangan Lintang sibuk memainkan buah dada Shinta sebelah kiri. Lidah Lintang menggetar-getar puting Shinta dengan cepat membuat Shinta terpekik geli.


“Uhh Mass...aduhh gelii..auww!!” Ucap Shinta sembari punggungnya terlihat melengkung keatas menahan gejolak rasa nikmat yang menjalari seputar puting dan dadanya.


Melihat itu Lintang semakin berani, ia emut dengan gemas semua bagian di dada Shinta. Sesekali ia tinggalkan cupang maut di kulit putih Shinta. Shinta hanya mampu mengerang dan mendesah menerimanya.


Tangan kanan Lintang menjalar turun. Ia gapai belanttara montok di pangkal paha Shinta dan mengoboknya perlahan. Sambil terus mengulum buah dada Shinta bergantian kanan dan kiri, tangan Lintang semakin sibuk menusuk dan menggosok semua bagian di Meymey Shinta. Begitu menemukan tonjolan kecil di ujung bagian atas Meymey Shinta, Lintang semakin menggosoknya. Bagian klit itu ia perlakukan dengan pelayanan eksklusif.


“Auww...auww..sstt Mass...hhh!!” Shinta mendesah dan mendesik menerima perlakuan nikmat di Meymeynya itu.


Semakin lama tempo gosokan dan tusukan di Meymey Shinta semakin cepat. Shinta dibuat semakin melonjak-lonjak oleh jari Lintang yang 'nakal'. Kuluman dan emutan di Buah dada sekal Shinta juga belum berhenti. Shinta menjadi melayang merasakan double attack di tubuhnya.


“Mass...ahh...sstt...mhhmhh...!!” Shinta semakin mendesah tanpa kontrol. Kakinya menjejak-jejak kasur sehingga membuat sprei nya menjadi awut-awutan.


“Ahh Mass auwwhh..mhh” Shinta semakin menggila dan meraung.


“Ahhummm...ssshh”


“hhkk....aahh...”


“Aiihh...ssshhh..Mass aduhh”


“Mas...Mass.. aduhh ...Shin...Shintaa...keluarr...ahhwwhh” Mata Shinta mendelik lebar. Mulutnya merancau kacau. Kedua tangannya meremas kuat lengan Lintang hingga meninggalkan belas kuku disana. Shinta mendapatkan orgasm-nya yang pertama bersama pria yang baru beberapa jam lalu dikenalnya.


Melihat reaksi panas Shinta, Lintang menjadi semakin bersemangat. Ia segera beralih posisi dan mendekatkan Konkonnya ke Meymey Shinta secara konvensional. Tubuh Lintang merangkak diatas tubuh Shinta yang masih menikmati sisa-sisa orgasm yang belum surut.


Lintang mulai menciumi lagi bibir Shinta. Perlahan Lintang mengarahkan kepala Konkon nya ke bibir Meymey Shinta. Shinta menggenggam batang Lintang yang semakin mendekati lubang itu dan ia arahkan agar lebih pas menyusuri lorong cinta. Dorongan lembut 3 kali telah mampu menenggelamkan hampir separuh batang Lintang di lorong itu. 2 dorongan keras mengakhiri perjuangan Lintang merogoh Meymey Shinta.


“Ufhhh...” Shinta mendesah tertahan.


“Hekkh...ahh ahh” Desah Shinta ketika Lintang mulai memompa batangnya dengan kecepatan rendah.


“Ehmm...ketat sekali cengkraman punya kamu Shin...enak sekali...!!!” Bisik Lintang di telinga Shinta dan membuat Shinta tersenyum bangga.


“Uhhkkh...uhh..hukkh” Desah Shinta semakin menjadi-jadi kala Lintang menaikkan kecepatan pompaan pada kecepatan sedang. Batang gagah Lintang mengaduk-aduk dengan mantap jaya.


Melihat Shinta yang semakin menggelepar, Lintang berusaha menaikkan kecepatan pompaannya menjadi full speed. Suara kecipak air kenikmatan yang tergesek Konkon bersatu dengan suara skrotum Lintan yang membentur bagian buah pantat Shinta menjadikan suasana terkesan lebih membara. Shinta terlihat semakin tak kuasa untuk hanya bertahan dengan diam. Mulutnya merancau tak jelas. Matanya hampir terkatup, hanya sebagian putih bola matanya yang terlihat. Kedua paha sekal Shinta menggamit erat dan melingkar di seputar pinggul Lintang.


“Huukkhh..Mas...ehmmhh” Rancau Shinta dalam buaian kenikmatan surgawi yang menggelora.


“Ehmm...huuhh ahh ahh” Mulut Lintang mengiringi rancauan Shinta dengan desahan-desahan sejenis yang alami terlontar akibat ledakan api nafsu yang menggelegak.


Keringat bercucuran di tubuh kedua insan yang sedang dimabuk nafsu itu. Detak detik jam dinding berjalan seirama dengan tusukan Lintang yang sedikit menurun kecepatannya akibat rasa lelah yang menghampirinya.


Lintang mengangkat kedua paha mulus Shinta dan meletakkaan barang mulus itu di kedua bahunya. Lintang kembai menyodok Meymey Shinta yang terbuka. Dengan penuh nafsu, Lintang juga menjilati jemari kaki Shinta yang putih mulus dan sedang ada di pundaknya.


“Mas...ahh Mass..” Shinta kembali merintih dan merintih.


Bermenit—menit telah berlalu dan Lintang terlihat sudah mulai mengkerutkan keningnya pertanda puncak klimaks yang ia buru sudah semakin dekat. Speed semakin ditingkatkan oleh Lintang dan dilesakkan sedalam mungkin.


“Mas...auhh enn..nnak Mas...gue...ufhh..nyampai lagiiii ahhh” Shinta mendesah panjang dan menuntaskan capaian orgasm-nya yang kedua itu dengan erangan nikmat.


“Shin...akkku...juga mo keluarr...di mana nih Shin keluarinnya..??” Tanya Lintang terbata karena gelombang denyut yang semakin tak tertahankan di batang saktinya.


“Di dalem aja Mas...lagi masa tidak subur kok!!!...awhhh” Teriak Shinta di sela desahan orgasm.


“Auhh..ahhh.ahhrrgghh” Lintang mengaum panjang laksana harimau. Batangnya menyemburkan sekitar 7 kali sembur cairan hangat yang langsung menggenangi lubang Meymey Shinta. Perlahan Lintang telentang di samping tubuh seksi bugil Shinta. Wajah mereka saling berhadapan. Shinta tersenyum manis dan mencium manja bibir Lintang. Ciuman lembut pun terjadi. Bibir dan lidah yang saling melumat lambat menjadi hidangan penutup.


“Kita hanya having fun ya Mas...gue gak mau melangkah lebih serius!!!...gue gak mau kalau kita pacaran...karena....gue udah punya pacar...!!!” Shinta menarik sejenak bibirnya dan berucap lembut.


“Ehh..eee..tapi..ap..” Ucapan Lintang terpotong oleh bibir Shinta yang mulai kembali menciumnya. Sejurus kemudian mereka kembali berciuman mesra, lembut, dan dalam.



:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
“””””””””””””””””””””””””””
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;





“Tapp...tapi...katanya kamu gak punya pacar...kok sekarang jadi punya ???” Tanya Lintang heran plus terbata demi menerima pernyataan Shinta.


“Sebenernya sih ada...cuman lagi berantem...yahhh jadinya menjomblokan diri sejenak di hari yang melelahkan ini....ehmmm...btw, permainan Mas Lintang boleh juga Mas...!!! Garang...hihihi” Ucap Shinta sambil melipatkan kedua tangannya di dada Lintang dibarengi dengan sandaran kepala di atas kedua tangannya yang terlipat. Sesekali hembusan nafas Shinta yang masih belum teratur membuat buah dadanya yang ranum menggesek lembut bagian perut atas Lintang.


“Owhh...I see I see !!!” Jawab Lintang manggut-manggut sok ke bule-bulean sehingga membuat Shinta menjadi gemas dan mencubit manja hidung pria yang sedang telanjang itu.




@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@
@@@@@
@@
@




Senin pagi yang sejuk segar. Tetes embun masih membekas di helai dedaunan yang belum sepenuhnya tersapu terik mentari. Kicau burung bersahutan mengiringi kepak sayap kupu-kupu yang pagi itu sedang sibuk mengitari setangkai bunga mawar yang mekar di depan pelataran kosan Lintang.


Lintang sudah bersedia diatas mobil katana nya dan bersiap meluncur memecah hiruk pikuk jalanan. Setiap sisi jalan semakin dipadati pelajar yang saling berpacu mengejar jam upacara bendera yang 10 menit lagi akan berlangsung.


Sekian menit kemudian...


“Permisi....!!!” Ucap Lintang di depan pintu sebuah rumah yang masih nampak hening.


“Oh Mas Lintang...ada apa nih pagi-pagi sudah nongol...awas ya kalau minta secelup dua celup...gue lagi buru-buru ngantor Mas...!!!” Ucap seorang cewek yang ternyata adalah Shinta.


“Ye....siapa juga yang mo uhu-uhu...aku mah mo nawarin kamu buat dianter kerja...!!!” Balas Lintang dengan senyum simpulnya yang menawan.


“Oalah...iya deh terserah...lagian cowok gue kalau lagi marahan gini suka ga mau nganterin gue kerja...tunggu bentar ya Mas...abis gue pakai bedak ama lipstick, kita berangkat !!!” Teriak Shnta dari dalam kamarnya yang beberapa hari lalu menjadi saksi bisu pergumulan nan seru.


Begitulah, Lintang semakin dibuat sibuk dengan rutinitas barunya untuk antar jemput Shinta. Bulan semakin lama berjalan dan semakin dekat pula hubungan mereka berdua. Tak terasa 6 bulan telah berlalu. Selama itupun Shinta dan Lintang asyik jalan bersama tanpa sepengetahuan kekasih Shinta.


Selama enam bulan pula Lintang telah lupa dengan keadaan Rika Ratih. Sesekali memang ia sempatkan sejenak bertandang ke tempat perawatan Ratih. Namun meski cinta Lintang begitu dalam terhadap Ratih, kenyataan hanya mampu membuat Lintang menanti tanpa ujung yang pasti. Kehadiran Shinta dalam kehidupan Lintang menjadi air penyejuk tersendiri bagi keresahan jiwa Lintang. Sekitar 30% dari perasaan Lintang telah berbelok dan menghembus dalam kisah bersama Shinta.


Hingga pada suatu saat...


“Shinta....lama sudah kita jalan bersama...mungkin sekaranglah waktunya bagi aku untuk menyatakan perasaanku kepadamu. Kamu telah tahu cerita tentang keadaan kekasihku Ratih. Aku tak ingin kau anggap aku hanya menggunakanmu sebagai pelampiasan. Jujur, aku sangat nyaman ketika dengan kamu....kamu mampu mengisi ruang kosong yang selama ini hampa dan terisi harapan semu pada penantianku yang pedih...maka, kumohon....jadilah kekasihku Shinta !!!” Lintang mengucapkan kalimat saktinya kepada Shinta yang siang itu sedang berdua bersama Lintang di sebuah cafe.


“Mas....memang gue barusan putus dengan pacar gue seminggu yang lalu!!! tapi bukan berarti gue lantas akan menerima Mas jadi kekasih!!....punya kekasih itu berat Mas...!! Gue trauma...mending seperti kita selama ini, tanpa ikatan...tapi bisa jalan bareng...makan bareng...nonton bareng...bahkan have fun in sex section juga bisa !!!” Balas Shinta sambil mengerutkan dahinya.


“Tapi...aku butuh kepastian Shin !!!....sampai kapan kita seperti ini??? apa kamu gak pingin nikah suatu saat nanti ???” Sergah Lintang dengan serius.


“Apalah arti pacaran Mas jika nantinya juga putus lagi putus lagi !!!...kita jalani aja ya Mas...kita lihat nanti apa kita berjodoh hingga pernikahan ataukah tidak !!” Imbuh Shinta bernada menasehati. Lintang hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya.


“Tapi Shin...tapi...” Serang Lintang seakan tidak terima dengan jawaban Shinta yang terdengar kurang nyaman di telinganya.


“Sttt !!!...jangan berisik....gak enak di dengar orang!!!” Bisik Shinta sambil mengisyaratkan jari telunjuk di depan bibir seksinya.


“Shin aku...aku...” Serobot Lintang dengan muka yang semakin masam.


“Hemmm....!!!” Jawab Shinta dengan sekali lagi mengisyaratkan jari telunjuknya namun kali ini di depan bibir Lintang sembari Shinta menggeleng-gelengkan kepalanya.





@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@
@@@@@
@@
@





Malam semakin larut ketika terlihat seorang cewek cantik sedang termenung sendiri sambil bersila diatas kasur kamarnya. Potongan celana pendek bermotif hawaii yang membungkus paha bagian atasnya terlihat semakin terangkat keatas akibat posisi duduk bersila. Paha yang putih mulus tanpa noda terlihat begitu berisi dan indah dipandang mata. Lilitan kaos berbentuk kemben terlihat menantang dan menyuguhkan tonjolan buah dada montok di balik lilitannya. Celah sempit di antara dada atasnya menunjukkan sebuah lorong sempit menggiurkan.



Gadis itu semakin merenung. Sebentar kemudian terlihat ia merebahkan diri dengan bertelekan kedua tangan di balik tengkuk. Nafasnya terlihat teratur meski sesekali di selipi helaan panjang seakan sedang menyimpan kegundahan. Setiap kali ia menghela nafas panjang, dinding buah dadanya terlihat meregang lebar dan membuat busungan buah ranum semakin terlihat membesar memndesak.


“Mas Lintang...mengapa nasib cinta mu demikian menyedihkan...??, dulu ku tolak kamu...trus dijebak dalam kisah Sonya, nah sekarang...bersama Rika juga kamu tersiksa...aku sangat prihatin menyaksikan kisahmu!!” Bisik hati gadis manis yang sedang berada di dalam kamar tersebut sembari matanya nanar memandang langit-langit kamar berwarna putih bersih yang sama sekali tidak indah.


“Seandainya dulu ku terima kamu...tentu kisahmu tak akan sesulit ini sekarang!!!...Ehmm.....Apa aku harus kembali padanya dan memintanya menjadi kekasihku???...Kulihat perjuangannya dalam cinta sungguh kuat. Menyesal rasanya diriku tak menerimanya waktu itu !!”


“Inikah jalan untuk ku agar bisa bersama dengannya???....haruskah aku berlari mengejar kamu...??”


Haruskah aku berlari mengejar kamu...
bila ku cinta padamu...
seribu cara tuk buktikan kepadamu...
bahwa ku sayang padamu...


Bait-bait lagu ST-12 seperti menggema di dalam gendang telinga gadis manis yang sedang terpaku itu. Gadis itu adalah Citra yang telah lama jauh dari kehidupan Lintang. Namun bukan berarti mereka tak pernah saling ketemu, setiap hari bahkan mereka punya kans untuk bertemu di kampus ungu.


“Aku harus segera datang padanya !!!” Tekad Citra membulat sebulat buah dadanya yang indah menggetarkan lubuk sukma.


“Uhhhmm...tapiii...gengsi juga kalau harus menjilat ludah sendiri....lagian...aku kan dulu bilang udah punya tunangan..!!!Uhh gimana nihh...?? sebelll...!!” Gumam Citra memasang muka cemberut namun tetap saja terlihat cantik.


Citra menerawang membayangkan peristiwa penggigitan Konkon Lintang olehnya. Tiba-tiba darahnya terasa berdesir. Bayangan Konkon yang besar dan keras itu begitu menerobos alam nafsunya. Citra menjadi tersenyum-senyum sendiri membayangkan batang unik Lintang. Tak sadar, Citra menggerayangi sendiri bagian tengah celana hawaii nya. Lamunan terhadap batang kekar Lintang telah mampu membuat api gejolak birahi Citra menyala.


Dengan lembut ia belai permukaan Meymeynya yang masih tertutup celana pendek. Tangannya yang lain mulai meremas buah dada montoknya dengan lembut pula. Tak puas melakukan itu, dengan cepat ia lucuti semua pakaiannya tanpa sisa. Ia remas kembali bukit menjulang di dadanya dengan penuh perasaan. Bersamaan dengan itu, ia juga menggosok dan membelai lembut dinding Meymeynya yang mulai berdenyut-denyut terangsang.


Kaki Citra terlihat menggelepar-gelepar menikmati perlakuan magis dari kedua tangannya. Kepalanya sesekali terdongak dan mendorong buah dadanya semakin membusung setiap kali desiran nikmat birahi mengalir di tubuhnya.


Tangan Citra yang sedang bermain di area terlarang yang terletak diantara dua kakinya terlihat semakin bersemangat. Meski ia tak berani merogoh ke dalam dengan jarinya, namun gosokan intensif semakin meningkat. Dan bahkan sekarang telah beranjak menuju kepusat klits yang ada di puncak labia.


“Hemmhh.....” Citra mengerang tertahan. Ia berusaha menyembunyikan desahannya agar tak nyata terdengar keluarganya di luar kamar sana.


Kedua paha sekal putih yang sedang mengapit daging nikmat Citra terlihat mengejang. Dengan sekuat tenaga ia membuka lebih lebar kedua paha itu agar aksi individunya di area nikmat semakin leluasa dilakukan.


Sekitar 10 menit berselang, kedua paha itu seperti tak kuasa lagi untuk dibuka lebih lebar. Seketika itu juga, kedua paha indah putih Citra menjepit erat tangan Citra yang sedang asyik menggosok klits dengan kecepatan Tinggi.


“Auwwhh....ahhhh...!!!” Citra menghentak-hentak. Orgasm ia raih dengan ber solo karir. Matanya sayu menikmati rasa yang tak bisa diungkapkan. Nafasnya memburu, keringatnya bercucuran membasahi kening, leher hingga mengalir ke dua buah dada montoknya sehingga terlihat begitu mengkilat menggoda. Hentakan itu juga membuat sang buah dada bohay bergerak-gerak stasis. Pemandangan yang sangat menggairahkan dan memukau.


Sesaat kemudian Citra terdiam diliputi rasa lemah di sekujur tubuhnya. Pikirannya kembali terasa fresh. Sejenak ia kembali berpikir pada rencana yang sedari tadi ia pikirkan.


“Tapi....mungkin aku perlu sedikit nekad....nekad nolongin perasaan Lintang...nekad juga memilih jalan bersama Lintang !!!...hidup kan pilihan....mau jalan ke kanan, ke kiri, maju kedepan, atau juga mundur lagi kan terserah kita sendiri-sendiri....!!! Sergah sisi hatinya yang lain. Citra seperti sedang menyaksikan kedua sikapnya sedang bertarung mempertahankan aspirasi putih masing-masing.



“Mungkin lebih baik aku besuk Rika dulu saja...sambil melihat keadaannya, mungkin aku bisa mendapatkan satu ketetapan hati untuk melanjutkan derap langkah hati yang telah ada namun belum terarah dan tertuju!!!” Ungkap Citra dalam hati saja.







@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@
@@@@@@
@@
@





Disudut kota yang sama namun di lain lokasi nampak seorang pria tegap dan ganteng sedang asyik menggenjot tubuh seksi diatas sebuah ranjang hingga menimbulkan derit di ranjang yang terbuat dari besi.


Dalam posisi konvensional, sang pria menyodok bertubi-tubi Meymey si cewek bertubuh telanjang seksi yang sedang telentang dengan mata terpejam. Buah dada yang besar dan montok bergoyang-goyang seperti hendak terlempar dari tempatnya akibat goyangan keras di tubuhnya. Batang Konkon yang besar dan berurat berkali-kali menghujam dalam ke rongga nikmat di bawah selangkangan si gadis seksi. Namun si gadis hanya diam tanpa suara. Matanya terpejam seperti sedang tidur.


“Uhh..uhh...Sonya...enak sekali Meymey muu..uhhmm!!!” Teriak pria yang menindih tubuh cewek yang ternyata adalah Sonya itu. Namun Sonya tetap saja hanya diam. Hanya goyangan buah dadanya yang terlihat meliuk menggemaskan.


Si pria segera menyambar bukit dada montok itu dan meremasnya dengan keras penuh kegemasan tingkat tinggi. Sebentar kemudian ia menyorongkan tubuhnya lebih maju dan mencaplok bukit indah Sonya yang menjulang. Variasi antara gerakan menggenjot dan kuluman bibir di buah dada Sonya terlihat begitu mempesona. Si pria seperti tak mau melewatkan segala keindahan dan kenikmatan yang terpampang bebas di hadapannya.


Tusukan dan kuluman terus saja terjadi hingga hampir 5 menit berselang. Sonya masih dalm posisi mata terpejam tanpa menyuarakan desahan atau rintihan apapun. Sangat kontras berbeda dengan kebinalan Sonya saat meraih puncak nafsu bersama Pak Eko dahulu. Kala itu Sonya terlihat begitu agresif dan aktif.


Si pria yang masih asyik menggarap tubuh Sonya sepertinya tak peduli pada aksi tutup mulut yang dilakukan Sonya. Namun dari kerut di dahinya, terlihat bahwa ia telah menangkap kejanggalan itu. Dengan tusukan yang semakin cepat dan keras, sang pria berusaha meraih puncak klimaksnya.


“Ahhh Sonya....akuu tidak tahannn....”


“Ahh ahhh......!!!!” Si Pria serta merta mencabut Konkon dari Meymey Sonya dan mengocoknya diatas buah dada besar Sonya yang bergerak-gerak seiring irama nafas Sonya. Dalam hitungan detik, cairan putih kental telah menyembur dan menyemprot-dot-com buah dada besar montok Sonya. Si pria menggeram tak jelas saat mendapati klimaksnya telah tiba di gerbang kemerdekaan.


Suasana hening sejenak. Si pria terlihat sedang merebahkan diri di samping tubuh seksi Sonya. Mata Sonya terbuka sejenak untuk melihat lelehan sperm yang sepertinya mengalir dari bongkahan buah dadanya menuju tepian leher jenjang miliknya.


“Sonya...kenapa sih kamu diem aja !!!” Tanya si pria mengawali percakapan sambil mengajak Sonya untuk duduk.


“Gak apa-apa Mas Bima!!” Sahut Sonya terhadap pria didepannya yang ternyata adalah Bima.


“Jangan di tutup-tutupi ah..!!! sejak kita jadian...belum pernah tuh yang namanya kita menikmati making love panas...aku berasa sedang meniduri patung !!!...ekspresi kamu ga ada Sonya !!!”


“Sepertinya kamu terpaksa ya ngelakuin ini semua ??? atauu....jangan-jangan....jadian sama aku juga terpaksa ???!!” Sergah Bima datar namun menusuk dalam.


Sonya kaget dan memandang wajah pria yang sedang duduk di depannya. Namun sesaat kemudian wajah Sonya tertunduk tanpa berucap. Mulutnya seperti kelu dan terkunci.


“Sonya !!! dengerin aku !!!” Ucap Bima lagi sambil memegang kedua bahu Sonya.


“Aku tahu bahwa kamu pernah mencintai Lintang dengan amat sangat...atau bahkan sekarang pun masih...!!! Jadi menurut aku...mending kamu kembali saja pada cita-cita luhurmu itu untuk mendapatkan Lintang. Dan lagi, Lintang saat ini sedang dalam kondisi hampa. Siapa tahu kehadiranmu akan menjadi penyejuk bagi dahaga cintanya!!!....aku sih gak apa-apa...selama cewek yang aku cintai bahagia...bahkan bahagianya dengan sahabatku sendiri yang sangat ku percaya dan kupahami semua karakternya...aku tak masalah !!!....lagian apa enaknya main kuda-kuda an sama patung yang bisanya dieeemmm aja !!!” Tandas Bima tegas.


Sonya semakin tertunduk tanpa mampu memandang wajah teduh Bima yang sebenarnya tak kalah rupawan dibanding wajah Lintang.


“Sonya....lebih baik kita kunjungi Rika dan kita lihat keadaannya...jika memang masih tak ada perkembangan bagi kesadaran Rika, maka segera datanglah kepada Lintang!!...penuhilah pundi-pundi cinta kalian berdua dengan air kesejukan...meski awalnya sakit bagi ku...tapi ini adalah pilihan tepat bagi kebaikan kita bersama !!!” Imbuh Bima dengan masih dalam rona wajah penuh ketegasan yang membuat Sonya bergidik dan mengkerut.






@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@
@@@@@
@@
@




Siang hari yang cukup terik. Beberapa burung masih sanggup melayang diatas sana meski panas matahari tentu akan membuat panas sayap-sayap mereka. Di sebuah lorong di Rumah Sakit Jiwa, Citra sedang berjalan bergegas menuju kamar inap Rika.


Disebuah persimpangan lorong, Citra terhenyak. Hampir saja ia bertubrukan dengan dua orang pasangan muda yang sepertinya juga sedang bergegas. Citra memandang wajah kedua pasangan itu dan kembali terkaget.


“Nona Sonya...!!!” Ucap Citra dengan nada heran.


“Lho Citra???!!” Balas Sonya juga dengan wajah kaget.


Singkat cerita, mereka bertiga akhirnya melangkah bersama menuju kamar Rika yang sudah tidak jauh lagi dari tempat mereka berhenti tadi. Tiba di kamar, mereka mendapati Rika sedang duduk mendekap kedua lututnya di pojok ranjang. Sontak suasana haru dan trenyuh menghembus pelan tapi pasti di setiap relung ketiga tamu Rika tersebut. Tak kuasa melihat semua itu, Citra terlihat mulai menangis haru. Begitu juga Sonya, ia seperti sedang membayangkan jika dirinya yang ada di posisi Rika, tentu akan menyedihkan sekali.


“Haruskah aku merebut kekasih cewek yang sudah lemah ini???....betapa teganya diriku jika melakukan itu !!!...apakah itu bukan namanya mencari kesempatan dalam kesempitan...!!! hiks...hikss...aku sungguh keterlaluan !!!” Bathin Citra sembari menahan tangisnya.


Begitu pula dengan Sonya. Rasa cintanya kepada Lintang yang besar seperti sedang menghadapi tembok tinggi menjulang. Kembali ia berpikir tentang pengandai-andaian jika ia yang sedang dalam posisi Rika. Sepertinya ia tak akan sanggup menjalani semua itu.


“Rika !!!...sadarlah!!!” Bisik Citra lembut.


“Rika....!!” Ucap Sonya mengikuti ucapan Citra.


Rika hanya diam. Namun suara Citra dan Sonya yang sepertinya sangat dikenal Rika agak mengusik telinga Rika. Sedikit Rika menoleh dan mencari tahu darimana suara itu berasal.


“Rika !!!”

“Rika.....”

“Rika...apa kamu ingat tentang kelakuan kamu saat jahil dan usil terhadapku dulu ???” Ucap Citra berusaha menggugah ingatan Rika dengan mengulas kembali kisah lama. Sepertinya cara itu cukup efektif. Dengan cepat Rika menoleh kearah Citra namun dengan pandangan yang masih kosong. Melihat itu, Citra dan Sonya saling berpandangan. Kemudian mereka seperti mengerti apa yang harus dilakukan. Terlihat mereka berdua mengangguk seperti sedang menyepakati sesuatu.


“Heh cewek rese !!!...Jahil banget jadi anak ya!!!” Bentak Sonya terhadap Rika dengan nada tinggi. Rika terlihat mengerutkan kening seperti sedang berusaha berpikir tentang sesuatu.


“Nih lihat celanaku...bekas tempelan permen karet akibat kelakuan jahil kamu dulu !!! Imbuh Citra sambil menunjukkan bagian pantat semoks nya.


“Heh lu...berani-beraninya ya membongkar rencana gue ke dewan dosen !!!” Bentak Sonya lagi dengan kasar.


“Kamu bilang kalau aku kamseupay....kamu tuh yang kamseupay !!! ndeso !!” Ucap Citra saling menimpali dengan ucapan Sonya.


“Dasar cewek ga berpendidikan !!! Jangan sok jadi pahlawan deh...pakai acara nyelametin Lintang segala !!!” Tambah Sonya menarik perhatian Rika.


“Hehh kamseupay...pantesan aja kamu ga dapet-dapet cowok...jutek gitu minta cowok !!! Hahaha” Lanjut Citra berusaha meledek dan tertawa meski sulit dilakukannya dalam keadaan murung seperti itu.


“Arrrrggggghhhhh....sudahhhhh !!!!”


“Citra...!!! Nona Sonya !!!...cukup sudah !!! Apa-apaan sih kalian ini ngomel terus !!!” Tiba-tiba Rika berteriak nyaring dan menyebut nama para pengunjung di kamarnya itu.


“Wahhhh....horeeee!!!!! berhasil...berhasil!!!” Teriak Citra dan Sonya hampir bersamaan. Rona kebahagiaan terpancar tulus dari masing-masing wajah di kamar itu.






@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@
@@@@@
@@
@






Susana kos yang lengang. Hanya suara jendela lapuk di sisi gudang yang berderit tertiup angin. Sayup terdengar suara desahan dan rintihan yang sahut menyahut.


Didalam kamar kosan, terlihat Lintang sedang sibuk menindih tubuh Shinta. Kedua senjata unik mereka bertemu. Batang Lintang menghujam dalam diselingi suara desahan dan rintihan nikmat dari bibir keduanya.


“Auhh Mas....aduhh enn..nakk!!” Rintih Shinta memancing birahi Lintang semakin menanjak tinggi.


“Ehmmm...punya kamu juga seret nikmat Shin uhhh!!” Balas Lintang dengan terengah.


Posisi konvensional kini berubah menjadi posisi Lintang memangku Shinta dengan berhadapan. Batang besar Lintang melesak kembali merogoh dinding-dinding pejal di dalam Meymey Shinta.


“Auhh.....” Shinta semakin meraung dan meraung.


Kecipak pergesekan Konkon dengan Meymey yang di aliri cairan kenikmatan begitu terdengar menyeruak sensual. Desahan, raungan, rintihan kenikmatan silih berganti terucap mengecap rasa nikmat yang tiada tara.


TOK..TOKK.TOKK!!!
(Suara pintu diketuk)


Suara ketukan pintu tak pula didengar oleh Lintang maupun Shinta yang sedang di mabuk nafsu angkara murka. Mereka juga telah lupa bahwa pintu belum sempat terkunci saat mereka masuk kamar tadi. Mereja hanya sibuk memacu hasrat untuk menggapai puncak gelegak nafsu.



CEKLEKK...KRIETTT...
(Suara pintu dibuka)


“A....aaa...Akang Lintanggg !!!” Teriak sebuah suara yang sangat khas dan sangat dikenal Lintang. Lintang segera menoleh ke arah suara itu berasal. Diujung pintu telah berdiri seorang cantik Rika Ratih dengan tatapan benci se benci bencinya.





@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@@@@
@@@@@@@@@@
@@@@@@
@@@
@




Kini hancur berderai...
kesedihan berantai...
kuncup dihatiku...
yang lama kusimpan...
hancur kini sebelum terkembang...
(lirik dari lagu nostalgia tempo doeloe).






“Akangg ! Apa yang sudah Akang lakukan ?” Rika berucap nyaring penuh gejolak rasa cemburu dalam dada.


“Adekk...sebentar, dengarlah dulu penjelasanku !” Sambut Lintang gugup.


“Tak ada lagi yang perlu didengarkan, Kecewa aku kang..kecewa !” Lanjut Rika lagi dengan suara bergetar menahan tangis.


“Adek...”

“Cukup..!!” Ucapan Lintang yang memanggil Rika dipotong saja oleh Rika dengan lantang. Sekejab kemudian Rika telah berlari keluar dari area kosan Lintang.


“Adek...tunggu..!” Lintang berlari mengejar Rika namun langkah kaki Rika telah sampai pada sisi pintu taksi yang tadi membawanya ke sana. Segera taksi meluncur pergi meninggalkan pekarangan rumah kos Lintang.

Tiba-tiba...

KRINGG...KRING


Lintang terkaget dan terbangun dari tidurnya. Dilihatnya layar HP yang masih menyala lampunya, tertulis nama Citra disana.


“Halo..” Lintang berucap malas.


“Mas...Rika sudah sembuh, dia sudah sadar Mas...segera datang ke rumah sakit ya..!” Citra berkata dengan begitu riang penuh kebahagiaan dan langsung menutup teleponnya. Mata Lintang melotot kaget, ia baru sadar bahwa peristiwa pertengkaran dengan Rika barusan hanyalah sebuah mimpi. Lintang menarik nafasnya dalam-dalam. Hatinya begitu senang ketika menerima kabar tentang sembuhnya Rika. Namun sisi hatinya yang lain serasa masih tertinggal dalam harapan baru terhadap Shinta.


Segera Lintang bergegas memacu mobilnya. Bukan kearah rumah sakit, melainkan menuju kantor Shinta untuk menjemput Shinta yang hendak pulang kerja. Pikiran Lintang masih tegang dan cukup bimbang. Hati Lintang berhenti di sebuah persimpangan jalan dan ia tak tahu kemana ia harus melangkah.


“Mas...sori bikin lama nenunggu, ayo deh kita pulang.” Ucap Shinta begitu ia menjatuhkan buah pantat seksinya di atas jok mobil Lintang.


“Iya..gak papa” Balas Lintang datar. Shinta menjadi tertegun, dahinya mengernyit.


“Lho kenapa Mas? Kok murung begono ?” Tanya Shinta penasaran pada roman muka Lintang yang terlihat masam.


Lintang tak menjawab. Mobil mulai melaju menyusuri jalanan menuju rumah Shinta. Tak ada pembicaraan sepanjang perjalanan itu. Masing-masing hanya diam tanpa kata.


“Mas...gue turun sini aja deh...males juga kalau harus dianterin orang yang ga ikhlas !” Ucap Shinta membuka pembicaraan di tengah perjalanan.


“Kok begitu sih..siapa juga yang gak ikhlas !” Bentak Lintang emosi sembari memandang tajam ke arah mata Shinta.


“Nah trus ngapain Mas cemberut begitu dari tadi?” Balas Shinta tak kalah sengit.


Lintang tertegun. Ia baru sadar bahwa kebimbangannya telah membuat ia terlihat aneh. Perlahan ia tepikan kendaraannya di sisi luar bahu jalan. Jalan di tengah areal persawahan itu cukup sepi, Lintang merasa cukup leluasa untuk membicarakan sesuatu yang penting di tepi jalan itu tanpa harus terganggu bising deru kendaraan lain.


“Shin...aku minta maaf karena telah membuatmu bingung dengan tingkah laku ku hari ini. Sebenarnya aku lagi bimbang Shin. Terus terang aku mulai jatuh hati pada sosokmu akhir-akhir ini. Aku merasa telah menemukan orang yang mampu membuatku tersenyum selain kekasihku Ratih Namun hari ini aku kembali bingung. Barusan aku dapat telepon bahwa Ratih telah sadar. Sedangkan hatiku terlanjur berkubang pada dua tempat yang berbeda. Aku harus bagaimana sekarang Shin..?” Ucap Lintang sendu setelah mematikan mesin mobilnya.


“Mas..tatap gue Mas...tatap mata gue !. Tak ada yang perlu Mas kejar dari seorang Shinta seperti gue. Mungkin Mas pernah merasakan nikmatnya bercumbu dengan gue. Tapi itu bukan cinta Mas. Mas hanya mengatas namakan nafsu sebagai cinta. Gue dapat melihat dari mata Mas Lintang bahwa ketulusan cinta tak nampak disana. Itu wajar Mas, sebagai pria yang depresi karena tiba-tiba 'jauh' dari pacarnya.” Terang Shinta menyambut ucapan Lintang.


Lintang hanya terdiam dan sepertinya sibuk memikirkan sesuatu yang berkaitan dengan ucapan Shinta. Dalam hati Lintang mencoba memilah-milah tentang arti cinta sesungguhnya yang dimaksud oleh Shinta. Demikian kalutnya pikiran Lintang dan pedihnya hati Lintang selama ini telah membuat Lintang lupa pada esensi yang tersembunyi dari pemahaman kata CINTA. Meski seakan-akan hatinya telah terbagi dua perasaan cinta, namun sebenarnya cinta itu sendiri masih 100% melekat dalam hatinya dan tertulis nama Rika Ratih disana. Cara pandang terhadap keindahan terkadang memiliki muatan berbeda. Namun si empunya hati bahkan tak menyadari jika sebenarnya ia telah menilai keindahan dengan sudut pandang berbeda. Keindahan dapat dinilai dari sudut pandang cinta dan akan berbuah kasih sayang. Keindahan juga dapat dinilai dengan penginderaan dan akhirnya berujung pada nafsu kenikmatan.


“Mas juga perlu tahu, gue gak pernah mau menerima Mas jadi kekasih gue selama ini bukan karena apa-apa Mas. Pertama, Gue tahu bahwa cinta Mas tidak tulus atau bisa dikatakan sekedar pencapaian gairah nafsu. Kedua, gue orang psikolog Mas, jadi gue tahu bahwa Ratih bakal sembuh...meski terus terang secara manusiawi gue juga menikmati percumbuan kita..!” Lanjur Shinta menambahkan argumentasi panjang yang semakin membuat Lintang terbengong-bengong. Ia seperti sedang berbicara dengan sebuah manusia dengan penalaran super tinggi. Lintang telah terhanyut lupa bahwa selama ini ia sedang berhadapan dengan seorang ibu HRD dan ahli psikologis.


Lintang kembali hanyut dalam alam pikirnya dan mengimbas kisah lalu yang pernah ia alami dan jalani. Dalam hati ia seperti mengamini semua pernyataan Shinta. Lintang seperti telah menemukan jawaban tentang alunan sayap-sayap cinta dan perasaannya yang tak menentu akhir-akhir ini. Ia kembali menerawang mengingat peristiwa masa lalu saat hendak menggagahi Citra. Ia kini mampu menarik kesimpulan bahwa perasaan cintanya terhadap Citra saat itu sebenarnya sama seperti yang ia lakukan terhadap Shinta saat ini, mengatas namakan nafsu sebagai cinta. Menilai keindahan dari sudut pandang gairah nafsu. Perlahan ia tersenyum, sebuah senyum kelegaan, senyum keteduhan jiwa yang menemukan kembali arah tujuan dimana dan kemana hatinya akan berlabuh.


“Sungguh beruntung aku bertemu dan kenal denganmu Shinta. Disaat hatiku gundah, pikiranku kacau, kau muncul di saat yang tepat. Kau mampu memapah hatiku yang sarat dengan derita psikologis yang mencekam, kemudian menyeretku 'melek' memandang ke dalam kubah kesadaran sepenuhnya...Terimakasih Shinta !” Lintang kembali angkat bicara setelah beberapa menit ia terdiam. Shinta hanya tersenyum manis semanis wajahnya.


“Dan juga having fun nuansa sensualitas yang berkesan tentunya...” Lanjut Lintang namun hanya membathin dalam hati.


“Shin...kalau begitu, temenin aku ke rumah sakit yukk...ke tempat Ratih..!” Sambung Lintang dengan mata berbinar penuh energi semangat dan kehidupan. Kembali Shinta hanya tersenyum manis.





&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&






Hari telah beranjak petang. Sisa-sisa sulur sinar matahari yang berubah jingga masih sesekali menjilat lembaran daun-daun di pepohonan tinggi. Burung camar nampak terbang membumbung di langit setelah ia puas bermain-main di lautan lepas. Rembulan menguning pucat, siap menyembulkan dirinya di hamparan malam yang sesaat lagi akan bergulir dalam kepekatan.


Rika, Citra, Sonya, Bima, dan Ibunda Rika nampak asyik bersenda gurau di kamar inap Rika ketika mereka dikejutkan dengan kehadiran sesosok Lintang di temani seorang dara atau tepatnya wanita cantik di sisinya.


Mata Rika dan Lintang saling berpandangan dengan jarak tak lebih dari 2 meter. Semua terdiam menunggu reaksi sepasang kekasih yang telah 'terpisah' lama tersebut. Dengan cepat Rika meloncat turun dari ranjang, begitu pula Lintang terlihat menghambur ke arah Rika. Di pertengahan ruangan itu mereka saling berpelukan. Keduanya terisak dan larut dalam tangis penuh kerinduan. Citra dan semua yang ada disana begitu terharu melihat pertemuan dua insan itu. Terlihat sang Ibunda sibuk menyeka airmatanya yang meleleh turun menyusuri pipinya yang mulai keriput dimakan usia. Citra dan Sonya pun demikian juga adanya. Mereka nampak sesenggukan menahan derasnya tangis yang kian mendesak dan merebak.


“Aku rindu sekali padamu dek..” Lintang mengawali sembari berusaha mengendalikan suaranya yang bergetar akibat tangis yang belum juga mereda.


“A...aa..ku juga Kang..hikks..hiks” Balas Ratih mengharukan.


“Maafkan aku ya dek...kamu menderita begitu pedih namun aku tak bisa memperjuangkan keselamatanmu...” Lanjut Lintang masih dengan isaknya yang bergulung-gulung.


“Perjuanganmu hingga tanganmu patah apa belum cukup sebagai bukti kang? Justru aku bersyukur...semuanya sudah terlewatkan kini..” Sergah Ratih masih dengan memeluk erat kekasihnya.


“Mari kita semai kembali ladang cinta kita sayang...hari ini, ladang telah dibuka kembali...untuk selamanya !” Ucap Lintang mantap.


“Hiks...hik...iya sayang...hiks” Ratih menimpali sambil mulai mengendurkan pelukannya kemudian perlahan mundur kembali ke arah ranjang.


“Oh iya..perkenalkan, ini Mbak Shinta teman ku. Beliau ini adalah seorang HRD dan psikolog jempolan. Beliau yang senantiasa mensupport dan mendukung hatiku selama aku terpuruk pasca sakitnya Adek Ratih. “ Lanjut Lintang sembari mengarahkan tangannya kearah Shinta yang sedari tadi terdiam bersandar di dinding kamar. Baik Rika maupun Ibundanya bergantian mengucapkan terimakasih kepada Shinta yang telah rela membantu memberikan motivasi dan semangat bagi Lintang.


“Lintang...gue juga mau ngucapin terimakasih...setelah berjuang cukup lama menyesuaikan diri dengan Bima, akhirnya dengan senang hati mulai hari ini gue nyatain bahwa gue menerima sepenuh hati lelaki hasil rekomendasi Lintang yaitu Bima. Gue selama ini bodoh dan menganggap Bima tak ada artinya...ternyata...ganteng juga ya...hihihi !” Sonya terssenyum sambil menggamitkan tangan ke pinggang Bima. Serempak seisi kamar tertawa lepas tatkala mendengarkan ungkapan Sonya yang terkesan polos namun menggelikan tersebut.


“Kata dokter, Rika butuh sekitar seminggu hingga dua minggu lagi di sini untuk men-stabilkan kondisi. Setelah itu baru boleh pulang..” Ucap Ibunda Rika setelah tawa di ruangan itu mereda.


Semua terlihat ceria menyambut pertemuan kembali Rika Ratih dan Lintang Timur. Tak terkecuali, beberapa perawat yang selama berbulan-bulan ini tekun merawat Rika. Terlihat mereka mengintip di samping jendela kamar sambil sesekali menghapus tetesan airmata haru yang menetes dari sudut mata mereka.





&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&




Sesuai kesepakatan antara keluarga Rika dan juga Lintang. Dalam kurun waktu 2 minggu berjalan, mereka berencana menyiapkan sebuah kejutan spesial bagi kepulangan Rika nanti.


Waktu 2 minggu sangatlah pendek untuk menyiapkan sebuah kejutan spesial yang besar. Namun semua telah bertekad untuuk menyiapkan semaksimal mungkin kejutan tersebut. Lintang juga terlihat sibuk mendukung persiapan acara. Ia nampak begitu antusias membantu demi terlaksananya rencana.


Segerombolan sahabat Lintang Ratih yang baru terbentuk juga ikut mendukung dengan semangat. Mereka adalah Sonya, Bima, Citra, dan juga Shinta. Kisah lama yang pernah terjadi diantara mereka seperti telah terhapuskan pasca sadarnya Rika dari tekanan psikis.


Hati Lintang begitu berbunga gembira mendapati kisahnya yang dulu terpuruk hancur menjadi bersinar kembali. Lirih ia lantunkan sebuah puisi gubahannya sendiri sembari tetap membantu persiapan keluarga Rika.


…................................................. .......
Ranah Cinta
dipenuhi surga dalam genggaman
dipadati kasih sayang berhamburan
tak lagi diam..
tak lagi kelam..


Ladang Cinta
kusemai bersama bidadari jiwa
tumbuhkan harapan baru pada gelora
suburkan benih rindu menjadi setia
tak hendak nestapa..
tiada duka lara..


Himpitan telah pudar
hempasan tak membuat terkapar
hanya sinaran kian indah berpendar
tak jua nanar..
tak pula surut kobar..


Jemari ini bertahta
merengkuh cerita
menggapai kisah
menyusun soneta
merangkai kata cinta..

….......................................



Meski terucap lirih, tak terasa ke empat sahabat Lintang turut pula menyimak lantunan tersebut. Decak kagum pada olah kata puitis Lintang terucap dari pada penonton dadakan tersebut. Intisari makna puisipun mereka resapi seakan mereka hanyut dalam aliran sungai cinta yang menggetarkan jiwa.






&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&






Hari yang dinantipun tiba. Rika pulang kembali ke rumah yang telah lama ditinggalkannya. Jam 8 Pagi persiapan kejutan telah disiapkan. Di rumah sakit sana, Citra bersama Sonya dan Shinta juga sibuk mendadani Rika secantik mungkin. Banyak tamu akan hadir dalam acara syukuran nanti sehingga Rika perlu di rias maksimal.


Mobil Katana milik Lintang yang dikemudikan oleh Bima merapat di tepi jalan rumah Rika. Sesaat kemudian Rika turut dari mobil disambut iringan keluarga yang menjemputnya di depan pintu mobil. Keluarga Rika lantas mengarahkan Rika berjalan ke arah ruang tamu yang telah di dekorasi sedemikian rupa sehingga nampak megah dan menarik. Begitu Rika tiba diambang pintu tamu, terlihat Lintang tengah duduk bersila bersama beberapa orang bapak-bapak. Paman Rika melambaikan tangannya ke arah Rika dan meminta Rika duduk di samping Lintang yang pagi itu terlihat tampan dengan setelan jas berwarna Gelap dipadu dengan dasi batik dan peci seperti bung karno. Kening Rika mengkerut, ia seperti merasa janggal dengan semua itu. Namun ia tetap saja menuruti panggilan pamannya untuk duduk di samping Lintang.


“Baiklah, acara sudah bisa kita mulai...hadirin sekalian..”


“Ananda Lintang Timur bin Sunaryo, saya nikahkan anda dengan Rika Ratih binti Ruslan Hadi dengan Maskawin uang sebesar satu juta dua lima belas ribu rupiah dibayar tunai....”


Rangkaian akad nikah yang sangat-sangat membuat Rika terkejut sekaligus terharu berjalan lancar hingga terucap kata 'SAH' dari para saksi dan tamu yang hadir. Rika seperti tak percaya dengan semua itu. Namun semuanya begitu nyata adanya. Ia hanya bisa tersenyum dan menangis bahagia. Hatinya berdegup begitu kencang menerima kejutan spektakuler tersebut.


Dua hingga tiga jam berjalan dihabiskan kedua mempelai untuk bersanding di depan para tamu sekaligus menerima ucapan selamat dari seluruh tamu yang hadir. Di sudut ruangan nampak Kakek Seno juga tersenyum bangga pada sosok Lintang yang sudah seperti cucunya sendiri. Sebelum acara, Kakek Seno juga meminta Lintang dan Ratih untuk menempati rumahnya sekaligus menjalankan bisnis kos-kosan yang selama ini sudah berjalan. Kakek Seno berencana untuk tinggal di rumah anaknya diluar kota karena mengingat usianya sudah semakin renta dan butuh waktu yang cukup setiap harinya untuk istirahat. Lintang dibebaskan dari biaya kos-kosan, Kakek Seno menjanjikan bagi hasil sebagai ganti dari bantuan Lintang mengoperasikan kos tersebut.


Sebagai kejutan berikutnya, sore itu juga Lintang mengajak Rika Ratih menggunakan tiket pesawat yang sudah dipesan Lintang dan bertolak menuju ke kota budaya Jogjakarta untuk berbulan madu.


“Aduh...ejutannya gak habis-habis Kang...!” Ucap Ratih bahagia.


“Demi cintaku padamu sayang...” Balas Lintang mesra dibarengi senyuman menggoda.


“Ihh..malu dong didengar orang...” Ratih merajuk manja sembari mencubit gemas lengan suaminya yang baru saja diresmikan beberapa jam yang lalu.






&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&






malam belum terlalu larut saat Lintang dan istrinya sampai di lobi hotel tempat mereka menginap di Jogjakarta. Mereka terlihat bergandengan mesra mengikuti Mas Room Boy yang memandu mereka ke arah kamar yang dipesan.


“Terimakasih Mas, Sudah tasnya taruh saja di depan kamar, biar saya yang masukin...ini sedikit tips buat beli rokok Mas...” Ucap Lintang berterimakasih kepada Mas-Mas yang mengantar.


“Aduh....sembah nuwun lho Mas Ganteng dan Mbak Ayu...silahkan menikmati fasilitas yang ada. Jika butuh sesuatu bisa nimbali kulo melalui ext. 110. Panggil saja saya, nama saya Giman...njih sampun...pareng” Balas Mas tadi dengan dialeg kromo inggil jawa yang sopan dan kental.


Lintang dan Ratih memasuki kamar hotel dengan penuh suka cita. Kamar pun dikunci dari dalam. Mereka tak lantas bergumul seperti manusia yang kehausan nafsu. Terlebih dahulu mereka membongkar koper pakaian, menata pakaian mereka untuk seminggu ke dalam lemari, kemudian bergantian ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus menyegarkan tubuh mereka yang telah letih seharian beraktifitas.


“Dek...nanti pakai ini ya habis mandi..” Ucap Lintang sambil mengeluarkan sebuah lingerie dari tas ranselnya. Ratih yang melihat model dan bentuk dari lingerie itu spontan menjadi merah mukanya. Entah karna malu atau karena api birahi yang mulai menjalari tubuhnya.


Jam menunjukkan pukul 23.10 malam waktu setempat setelah Ratih keluar dari kamar mandi. Lintang nampak menunggu dengan tak sabar di atas ranjang double bed. Ia hanya bertelanjang dada dan memakai sarung dibawahnya.


Ratih muncul di depan ranjang dengan mengenakan lingeire pemberian Lintang. Badan seksi menawan Ratih nampak terekspos sempurna dengan bantuan lingerie itu.


Lingerie itu berbahan dasar kain terawang jaring-jaring berwarna merah menyala. Modelnya cukup simpel, hanya berupa atasan sebangsa tangtop dengan tali tipis di pundak namun tangtop itu terus menjuntai turun membentuk sebuah rok tepat beberapa centimeter dibawah pangkal paha Ratih. Tepi bawah tersebut tidak cukup sempurna menutup g-string setelan lingerie berwarna senada dan hanya berupa lilitan tali dengan secarik kain ditengahnya selebar sekitar 4-5 centimeter persegi. Semakin kebawah, g-string itu mengait pada sebuah kaitan karet yang mencencang sepasang stocking setelan yang membungkus sepasang paha montok Ratih hingga ke ujung jari kakinya.


Ratih membiarkan rambut panjang sunsilk nya tergerai indah sehingga menambah kesan wah pada penampilannya. Mungkin karena masih malu, ratih melapisi lingerie itu dengan sebuah lingerie lebar seperti jubah berbahan katun tipis warna pink. Untuk kain jubah pink ini ia membawanya sendiri dari rumah. Ratih malam itu terlihat begitu menawan dan anggun bagai bidadari. Kaitan jubah pink yang tidak ia ikatkan di pinggang membuat bagian depan tubuhnya yang tertutup lingerie merah mengintip malu-malu dan mengesankan sebuah pemandangan nan seksi namun bersahaja.


Ratih melangkah maju mendekati bibir ranjang dengan wajah memerah dan sedikit tertunduk. Belum sampai pada tepian ranjang, Lintang sudah berdiri dan menyambut bidadari jelita itu dengan membuka kedua tangannya lebar-lebar dan siap menerima Ratih dalam pelukan hangat.


Keduua insan dimabuk kepayang ini saling berpelukan erat seakan tiada mau terpisahkan. Sejenak mereka terdiam meresapi setiap detik kehangatan yang tercipta diantara mereka. Belaian lembut jemari Lintang mulai merayap di rambut dan tengkuk Ratih dengan penuh rasa kasih. Sebentar kemudian jemari itu sedikit menjalar turun mengelus punggung Ratih seperti seorang ayah yang membelai punggung anaknya dengan sepenuhnya kasih agar tertidur.


Perlahan Ratih sedikit mendongak dan melirik pangeran yang sedang memeluk tubuh indahnya. Melihat hal itu, Lintang tak tinggal diam. Ia angkat perlahan dagu kekasih sejatinya dan ia tempatkan dengan perlahan bibir sang dewi di depan bibirnya. Lintang dengan lembut mengecup bibir indah mungil yang tersaji.


“Hehhm..” Hanya kata itu yang terucap dari bibir Ratih saat menerima kecupan demi kecupan yang terus menanjak menjadi sebuah perciuman panas dan menggelora.


Lintang mulai menaikkan tempo perciuman dan merangkai bersama sedotan ke bagian lidah Ratih. Sang dewi cinta hanya menurut, ia dengan rela menyodorkan lidahnya seakan ingin memberikan sepenuh jiwanya bagi suami tercinta.


Tangan-tangan Lintang mulai nakal dan meluncur turun meremas-remas dua bongkahan buah pantat Ratih yang sekal dan berisi. Ratih tetap saja mengikuti permainan itu sembari tangannya melingkar kuat pada bahu Lintang. Sejenak Lintang menghentikan ciuman dan berinisiatif untuk membuka jubah kebesaran Ratih yang sedikit banyak mengganggu kegiatan. Dengan sekali tarik, tubuh Ratih sudah teronggok seksi dengan balutan lingerie merah menyala. Buah pantat Ratih terlihat membulat bohay diantara tali g-string yang melintasi bagian tengah bongkahan tersebut. Bulu-bulu pubis meremang lembut di balik kain g-string. Dua buah dada aduhai berukuran sekitar 34an dan putih nampak menerawang juga dibalik tangtop jaring-jaring. Puting yang sudah tegak memerah nampak menyembul malu-malu dan menyeruak seakan ingin menerobos lubang jaring yang tak sebegitu besar.


Ratih juga mulai melakuakan kenakalan terhadap suaminya. Dengan cekatan ia buka gulungan pengikat sarung suaminya. Sekian detik meluncurlah turun kain sarung donggala Lintang dan secepat itu pula terpampang sebatang besar tombak unik bertopi mengkilat. Ratih sedikit terhenyak dan mnutup bibirnya. Namun kuluman bibir kembali diluncurkan Lintang untuk meredam kekagetan Ratih.


“Ehhmm...” Kembali terdengar seutas kalimat pendek dari bibir Ratih saat berciuman bibir. Namun kali ini terdengar lebih panjang daripada yang pertama tadi.


Perlahan tapi pasti Lintang menarik keatas tangtop semi Ratih. Ratih membantunya dengan mengangkat kedua lengan tinggi-tinggi. Dua buah bukit mulus menggemaskan segera terlontar bergetar seketika saat tangtop sudah terlepas seluruhnya. Lintang pun merangsek kearah buah indah Ratih dan menyucupnya. Tak lupa tangannya juga ikut berkreasi meremas dan memilin buah yang disebelahnya.


Sesekali terlihat tubuh Ratih bergetar meresapi setiap kuluman dan jilatan serta remasan di bukit mumpluknya. Matanya sedikit terkatup dan hanya menyisakan sekian milimeter warna putih bola mata.


Melihat reaksi cepat dari rangsangan ditubuh Ratih, Lintang segera berupaya untuk mendudukkan Ratih di bibir ranjang. Kemudian dengan lembut ia buka lebar kedua paha seksi Ratih. Tahap berikutnya, Lintang menarik kain penutup Meymey Ratih dan menempatkannya agak kesamping. Sekarang nampaklah dengan jelas sebuah kawah legit berbibir lembab. Lintang mencoba mendekatkan wajahnya ke barang berharga Ratih tersebut, namun Ratih melarangnya. Dengan satu isyarat ternyata Ratih meminta posisi saling mengulum barang pasangan masing-masing atau lebih dikenal sebagai posisi enam-sembilan. Dengan senang hati Lintang menuruti permintaan itu. Di bopongnya tubuh Ratih lebih ketengah ranjang kemudian ia minta Ratih menaiki tubuhnya dengan posisi berbalik sehingga masing-masing kepala saling berhadapan dengan Konkon serta Meymey.


Dengan sedikit ragu Ratih mulai memasukkan batang kekar Lintang kemulutnya. Begitu juga Lintang juga mulai menjelajah di setiap relung di kawah Ratih.


“Uhmm...” Suara Ratih yang melenguh tertahan sumpalan Konkon di mulutnya. Bibir Meymey Ratih dirasa Lintang berdenyut-denyut seperti tengah menikmati oral service pasangannya.


Merasa sudah cukup melakukan foreplay pada pertemuan perdana itu, Lintang meminta Ratih untuk telentang dan bersiap melakukan 'sesuatu' dalam posisi konvensional. Lintang pun memposisikan diri sejjar dengan tubuh Ratih. Dibantu oleh Ratih, Lintang mengarahkan Batang perkasanya ke arah lubang denyut Ratih. Beberapa kali mencoba, batang itu tetep tak dapat masuk ke dalam anunya Ratih. Terlihat wajah Ratih cukup tegang menjalani tahap intercourse ini. Barangkali ia masih cukup trauma dengan yang namanya persetubuhan. Otot-otot pendukung liang surga Ratih seperti mengetat dan menegang kaku. Karena reaksi kejut otot itulah yang membuat liang libido Ratih tak mampu mengembang fleksibel.


Dengan lembut Lintang membelai wajah Ratih dengan penuh cinta dan perasaan. Lintang berusaha memberikan perasaan aman dan nyaman bagi Ratih agar tidak lagi tegang. Setelah kernyitan di kening Ratih mulai mengendur, Lintang kembali mencoba melesakkan senjatanya. Kali ini ia menggulung kaki Ratih tinggi sehingga Ratih seperti hendak mencium kakinya sendiri. Dengan cara ini Lintang berharap otot tegang Ratih dapat meregang dan lebih lentur. Dalam posisi berdiri dengan bertumpu pada kedua lututnya, Lintang mengarahkan kembali batangnya ke Meymey Ratih yang merekah. Satu dua tiga dan tusukan keempat akhirnya membuahkan hasil. Hampir 1/3 batang Lintang ditelan lubang empot Ratih.


Dengan satu dorongan kuat, melesaklah seluruh batang Konkon Lintang menghujam dinding terdalam Ratih. Perlahan Lintang menggoyang dalam tempo lambat, semakin lama tempo dipercepat oleh Lintang untuk membangkitkan sensasi nikmat yang lebih bagi Ratih.


“Uhh...sayy..” Benar saja, Ratih mulai melenguh dalam keadaan mata separuh terpejam seperti tadi.


Dengan cepat Lintang menggenjot kembali area nikmat Ratih berkali-kali tusukan. Ratih mengejang seperti tersengat listrik. Kepalanya terdongak-dongak menahan rasa geli yang membuncah dari dalam Meymeynya yang mulai sensitif rangsang.


Merasa lelah dalam posisi itu, Lintang meminta Ratih untuk duduk dipangkuannya dengan posisi berhadapan. Batang pejal kembalu mengaduk lubang peka rangsang milik Ratih. Kuluman bibir bertemu bibir kembali terjadi. Kali ini kuluman terlihat begitu panas dan dahsyat. Sedotan, kuluman, jilatan dan gigitan silih berganti mereka lakukan pada bibir pasangannya masing-masing.


Nun jauh dibawah sana, si otong sedang bekerja keras mengebor kilang minyak milik Ratih yang terjal dan berlendir. Ratih menarik bibirnya dari perciuman karena tak kuasa untuk terus mendesah dan merancau hebat.


“kang...auhh..kangg...” Desah Ratih tanpa kendali.


“Mama sayang...mau minn..ta anak berapa...” Tanya Lintang disela genjotan cepatnya.


“Terserah Kang...aku pasrah sama Akang...uhhh” Balas Ratih berikut rintihan yang tiada henti.


“Tiga?..Lima? Sepuluh?...” Tanya Lintang lagi sambil terengah.


“Berapa aja sayang...aku mauu ehmm..” Jawab Ratih penuh gairah menggelora.


“Kangg aduhh mau mauu inii arhhh sstt” Tiba-tiba ratih menjerit lepas. Dibatang Lintang seerti sedang tersiram cairan hangat yang lumayan banyak.


“Aku juga mau kelu arr....aaahhhh sayanngg” Menerima siraman cairan yang memabukkan membuat Lintang tak mampu bertahan lebih lama. Setengah lusin lebih semprotan-dot-com ia semburkan ke dalam rahim istrinya terkasih.


Jam dinding menunjukkan waktu tengah malam buta saat Lintang dan Ratih masih terkapar meresapi sisa-sisa capaian klimaks yang baru saja hadir menyapa sepasang kekasih yang penuh kemesraan. Selepas itu mereka bergantian beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.


Satu jam berjalan, mereka masih terlihat telanjang di atas tempat tidur. Senda gurau dan tawa lepas menghiasi kemesraan mereka yang seakan tiada pernah usai. Perlahan tangan lentik Ratih menjalar menyusuri paha suaminya dan menemukan batang kokok yang sudah ½ tegak. Diremasnya gemas batang itu.


“Ihii..kayaknya bisa nambah lagi nih..” Kerling genit Ratih sembari terus meremas dan mengocok batang Konkon Lintang yang semakin lama semakin membesar gagah.


“Idihh...mulai genit ya sekarang !” Ledek Lintang sembari mencubit gemas pipi Ratih yang menyemu merah.


“Biarin...sama suami sendiri ini...” Kelit Ratih meski dengan rona sedikit tersipu.


“Besok kita ke borobudur atau ke parangtritis dulu sayang?” Tanya Lintang sembari menikmati pijitan mesum di batangnya.


“Di kamar aja Kang...Ratih masih mau....” Rajuk Ratih kembali dengan tersipu malu.


“Aduh...istriku yang cantik, seksi, dan juga ganjen...ehmm...gimana ya...ok lah hahaha...” Lintang mencibir sambil terbahak penuh kegembiraan yang meletup-letup.


Pertempuran demi pertempuran mereka lakukan hingga pagi menjelang. Begitu juga esok hari. Mereka laksana pangeran dan bidadari yang sedang dimabuk cinta...dimabuk asmara..



…................................................
Indah pendar cahaya
menjuntai turun menebarkan cercah
menumbuhkan rasa yang melambung
takpun merenung...


Indah mengejar asa
merengkuhnya dalam genggaman jiwa
hadirkan rindu yang tak pula usang
biarpun petang...


Singgah di bilik kalbu
membunuh jerat, memupuk syahdu
hati ini tak lagi mendung
kisah ini tak akan meraung
langkah pun tak jua terbendung


Kau ku jelang...
hari ini, esok malam, ataupun lusa tetap kau kujelang...
…............................................


(Puisi karya : Lintang Timur, 12 Mei 2012, sebagai penutup akhir cerita Metamorfosis dan Pohon Palem).





&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
&&&&&&&&&&&





T.A.M.A.T







1 komentar: