--- EPISODE 1 ---
“ah....ah..ahh...ahhh.......harder...hardeeer..... ...ah...ahh...aahhhsss.s........” seorang wanita cantik berkulit putih terang tampak terguncang guncang di bawahku. Keringat membasahi rambut pirang yang sebagian menutupi matanya yang setengah terpejam. Bibir yang sedikit membuka, mengeluarkan suara erangan yang nampaknya tak mampu mengurangi rasa yang menjalar di seluruh badannya. Dada sekal itu terguncang guncang searah dengan tusukan penisku di dalam vaginanya.
Lisa, mencapai puncaknya lagi.
Yah, hari ini sudah kesekian kalinya kita bercinta. Besok pagi pagi, lisa akan berangkat ke london, untuk menghadiri sebuah acara seminar dan workshop mewakili kantornya. Dua minggu !! Waktu yang pasti bakal terasa lama. Workshopnya sendiri cuma 5 hari, tapi kebetulan ada sepupu lisa akan menikah di sana. Pak dahlan dan Michele pun terpaksa tidak bisa hadir karena tugas di Brazil.
05.00 am, the next day
"lizz...ayoo...udah jam lima..'kataku mengingatkan. Meski lisa sudah bersiap dari tadi, namun terlihat wanita itu tampak berat untuk kuantarkan ke airport.
"hooonnnn....."lisa yang mendekatiku tiba tiba memelukku kencang.
"can't you come with me?....."rengek lisa manja.
"honn...we've talked about this. meski paradise sdh selesai, tp masih ada beberapa produksi yg harus kuawasi sendiri. Dan dua minggu tidak lama kok liss...'kataku menghibur, meski sebenarnya aku sendiri berat utk ditinggal wanita itu.
Yah, paradise memang sudah selesai. Pekerjaan berikutnya adalah interior, total ada 30 kamar tidur di guest house itu. Rumah induk dan management paradise diserahkan ke mas rafi. Aku sendiri akhirnya membeli rumah sedikit agak ke pinggir kota. Itu artinya, intensitas ketemu mbak nina semakin berkurang.
Rumah di kota asalku sudah kukontrakkan, aku memilih untuk membeli rumah di sini karena adanya beberapa pekerjaan baru yang kuterima ha,pir bersamaan dengan rampunnya paradise.
Baju hangat wool krem dan celana panjang hitam membungkus tubuh semampainya. Topi rajut besar bercorak gelap dipakai menutupi rambut pirang lisa.
London musim dingin, itu judul dari dua koper besar yang ditarik di belakangnya.
Di teras depan, mbak nina tampak sedang duduk di kursi kayu sambil mengusap usap perutnya. Yap, akhirnya wanita turunan arab itu hamil juga, 4 bulan. Rambut hitam panjangnya tertutup kerudung biru muda yang segar. Baju hamil lengan panjang dengan kerut kerut di dada dan perut tampak tak mampu menutupi keindahan tubuhnya. Setelan biru-putih-biru yang dipakai mbak nina membuatnya cantik sekali. Semalam tadi memang dia menyempatkan diri untuk menginap di rumahku. Tentu saja, pertarungan dua wanita dan satu laki laki, hampir semalaman mengguncang rumah kecil ini.
$$$
Mbak nina menggandeng tanganku mesra berjalan menyusuri deretan warung warung makan setelah mengantarkan lisa ke bandara. Sebagai wanita hamil, memang pola makannya cenderung meningkat.
"mas andii....nggg...beberapa hari yang lalu aku ngobrol dengan mas rafi. Katanya mas andi mestinya ndak usah manggil aku mbak..."kata mbak nina sambil makan.
"toh bagaimanapun juga ini anak mas andi juga.."katanya sambil mengelus perut buncit itu.
"eehh...yaaa...ntar ah...susah sih...terlanjur terbiasa manggil mbak...hihi..."jawabku.
08.00 am
"paradise mbak...eh nin..."kubangunkan nina yang sempat tertidur dlm perjalanan pulang ini.
"ngantuk,..hoooaaaahhhhhhmmmmm........" meski nina hamil, tapi aktifitas seksnya justru semakin menggila. Semalam, bertiga dengan lisa, kami berlomba ke puncak hingga sekitar jam 2 malam.
Nina kuturunkan di depan rumah, yang sekarang sudah berubah fungsi menjadi kantor management. Kamar tidur tamu disulap menjadi ruang kerja, satu ruang persiapan pegawai dan satu kamar tetap dipakai sebagai kamar tidur mas rafi dan mbak nina.
Ruang tamu dirubah menjadi lobby, sementara ruang makan menjadi lounge dan pantry.
Mbak nina sampai sekarang belum mempunyai pembantu atau pegawai dalam mengurus guest house ini. Membuka lowongan di koran sudah, tapi belum ada calon pegawai yang cocok utk diangkat sebagai staff di sini.
Mas rafi membiarkan istrinya yang melakukan proses seleksi. Dia memilih untuk mengurusi pekerjaan lapangan seperti pembersihan dg dibantu Pak Sarmin.
Grand Opening paradise direncanakan menunggu kepulangan pak dahlan dari Brazil. Namun, kamar sudah mulai disewakan. Hari ini paling tidak ada 10 kamar tersewa dari sejak 2 hari lalu.
Kutinggalkan paradise kembali menuju rumah untuk istirahat.
Few Days Later
Selama beberapa hari aku menyibukkan diri di pekerjaan lapangan, pulang ke rumah selalu setelah jam 7 malam. Itupun sesampai di rumah masih menyiapkan beberapa pekerjaan lainnya.
Entah kenapa sore itu, aku merasa capek sekali. Kuputuskan untuk pulang lebih awal.
Badan pegal dan perut kembung, tanda tanda masuk angin nih.
Aku segera pulang, memasak mi instan dan minum obat lalu segera tidur.
09.30pm
Badanku sudah segar kembali. Semangkuk mi panas dan istirahat tadi ternyata kombinasi yang tepat di saat yang tepat. Andai tadi terlambat pulang stengah jam saja, mungkin badan ini terlanjur demam.
Kulihat hpku terlihat ada misscall 9 kali dari 2 nomor. Tak ada yg kukenal nomor itu. Ah, biarkanlah, sdh jam segini. Kalau terlalu malam juga gak enak rasanya kalau ternyata klien. Besok sajalah.
Aku sekali lagi menyiapkan mi instan. Film baru sudah kusiapkan di player. Aku merasa masih perlu istirahat, dan satu cara terbaik adalah tidur lagi. Film yang kubeli adalah sebuah film bikinan tom hanks, agak rumit dan plotnya berganti ganti. Akupun kembali jatuh tertidur tanpa menyelesaikan film itu.
"....tok...tok....tok.....dok....dok....dok...."pi ntu depan rumahku diketuk dengan keras. Aku terbangun dengan kaget. Kulirik jam dinding, hampir jam 2 malam.
Terburu buru kubuka pintu, didepanku berdiri seorang cewek dengan pakaian awut awutan. Namun wajahnya sangat familier sekali.
"aannndiiiii......hhh..."katanya langsung memelukku lemas.
"sisil ?" kataku kaget.
EPIPSODE 2
Kubaringkan cecile yang lemas di sofa tamu, kakinya selonjor ke ujung sofa. Kupandangi wajah oriental itu dengan seksama. Cecilia, tiga tahun lebih muda dari mantan kekasihku debby, cantik. Badannya mungil dan seksi, dengan gaya sedikit kekanak kanakan, malam ini tampak semrawut. Rambut pendeknya terlihat sebagian kaku, make upnya berantakan dan terutama pakaiannya.
Yah, cecile memakai rok mini terusan bercorak kotak kotak warna coklat. Pakaian ini terlihat sobek di beberapa tempat, menampakkan kulitmya yang putih.
Bau minuman keras ,dan entah apa saja, tercium sejak dia ambrug di pelukanku.
Cecile...wanita ini pernah punya kisah khusus denganku. Melihatnya pulas tertidur di sofa tamu, membuat anganku berputar ke masa lalu.
Few years ago...
"debb....kita jadian aja yuk...."kataku sore itu.
Debby terdiam sambil memandangku aneh. “gak ah....”jawabnya enteng.
Aku tersenyum konyol mendengarnya, tak berapa lama dia mendorongku yang sedang berjalan disampingnya.
...brugg.....
Aku terjatuh menimpa tong sampah dekat pintu keluar kampus.
“wuahahahahaha...huahahahahahahahaha....”debby tertawa dengan keras melihatku tersungkur.
Aku hanya tersenyum sambil garuk garuk kepala. Malu, karena puluhan mahasiswa lain juga tertawa melihatku.
Aku pura pura jalan cuek, tak kukejar debby yang berlari menjauh sambil tertawa.
Sesampai di warung makan langganan depan kampus, debby sudah menunggu dengan dua esteh manis di mejanya.
...cetuk....kuketuk kepala cewek cantik itu dengan sendok dari es teh didepanku.
“hihihi....”debby masih cekikikan.
Aku dan debby memang dekat dari awal kuliah. Awalnya, aku dipilih senior senior saat ospek sebagai “korban” gara gara rambut gondrongku. Debby dipilih dari kelompok wanita gara gara pake rok terlalu pendek. Itupun sebenarnya masih normal, aturannya rok cewek tak boleh memperlihatkan tempurung lutut, sedang yang dipakainya persis di tengah tengah lutut.
Alhasil kami berdua dikarantina. Sehari pertama di masukkan di ruang tertutup berdua saja. Lalu empat hari berikutnya selalu duduk di kursi paling depan, otomatis paling dekat dengan curahan amuk para senior.
Setelah habis acara ospek itu, kami tetap bareng bareng kemana mana. Nginep bareng sering malah, meski tak aneh aneh. Yah, kampusku memang terkenal dengan padatnya tugas studio, yang artinya lembur di studio kampus sampai berhari hari harus dilakoni demi menyelesaikan satu mata kuliah.
Adalah seorang cewek manis dari lain fakultas yang menarik hatiku. Sherry namanya. Kita ketemu ketika aku sedang berpentas dengan anak anak band di fakultas dia. Posisiku sebagai pemain bass dan juga vokalis membuatnya tertarik. Berbagai pendekatan kulakukan menyusul perkenalanku dengannya sore itu.
“sherr...ini debby...temenku se fakultas...”kataku memperkenalkan.
Debby mengulurkan tangan untuk berkenalan. Segera kami melanjutkan obrolan bersama teman teman di kantin. Yap, hari itu aku mengajak sherry ke kampusku, fakultas teknik.
Apa dinyana...saat aku sudah memantapkan hati.
“sherr...ngg...mau gak ...kamu jadi pacarku ?”kataku di suatu kencan malam minggu.
Sherry diam beberapa saat
,lalu menjawab“gini ndik....andii...hngg....boleh minta syarat gak ?”
“hmm?”aku memandang wajah ayu itu.
“hngg....kalo kita jadian...ngg....andi gak usah main sama debby lagi ya?”katanya tegas.
“kenapa sher?”tanyaku
“aku gak mau andi deket dekat sama debby. Itu aja...”kata sherry.
Aku terdiam
.
Lama aku terdiam, memandang jalan yang penuh kelap kelip lampu kendaraan.
“gimana ndik...gak bisa yaa....”kata sherry sambil tersenyum
“masalahnya bukan bisa atau gak bisa sher...debby itu temanku. Aku gak bisa buang teman sherr. Teman itu lebih mahal daripada saudara.”kataku panjang sambil mata menerawang.
“hmmm....ya sudah ndik...kayaknya memang aku gak bisa jalan bareng kamu lagi...”katanya singkat.
“ya sudah...kamu memang lebih memilih debby daripada aku..”kata sherry lagi seakan mau bangkit.
“sorry sherr....”kataku kali ini entah kenapa terdengar tegas.
Kuantar pulang dan tanpa menengok, aku tinggalkan sherry di depan gerbang rumahnya. Aku tak mau menjual teman. Itu prinsipku !
Debby mengulurkan tangan untuk berkenalan. Segera kami melanjutkan obrolan bersama teman teman di kantin. Yap, hari itu aku mengajak sherry ke kampusku, fakultas teknik.
Apa dinyana...saat aku sudah memantapkan hati.
“sherr...ngg...mau gak ...kamu jadi pacarku ?”kataku di suatu kencan malam minggu.
Sherry diam beberapa saat
,lalu menjawab“gini ndik....andii...hngg....boleh minta syarat gak ?”
“hmm?”aku memandang wajah ayu itu.
“hngg....kalo kita jadian...ngg....andi gak usah main sama debby lagi ya?”katanya tegas.
“kenapa sher?”tanyaku
“aku gak mau andi deket dekat sama debby. Itu aja...”kata sherry.
Aku terdiam
.
Lama aku terdiam, memandang jalan yang penuh kelap kelip lampu kendaraan.
“gimana ndik...gak bisa yaa....”kata sherry sambil tersenyum
“masalahnya bukan bisa atau gak bisa sher...debby itu temanku. Aku gak bisa buang teman sherr. Teman itu lebih mahal daripada saudara.”kataku panjang sambil mata menerawang.
“hmmm....ya sudah ndik...kayaknya memang aku gak bisa jalan bareng kamu lagi...”katanya singkat.
“ya sudah...kamu memang lebih memilih debby daripada aku..”kata sherry lagi seakan mau bangkit.
“sorry sherr....”kataku kali ini entah kenapa terdengar tegas.
Kuantar pulang dan tanpa menengok, aku tinggalkan sherry di depan gerbang rumahnya. Aku tak mau menjual teman. Itu prinsipku !
Esoknya, aku jalan bareng debby. Hingga insiden di depan gerbang itu terjadi. Lalu aku duduk di warung depan kampus dan menceritakan semuanya. Debby mendengarkan sambil memainkan sendok di gelas tehnya.
“ndikk...kok andi mau sih ngelepas sherry demi aku? Cantik lo...”ujarnya kemudian sambil menunduk.
“yaaahh...aku ini debb..udah jatuh ketimpa tangga masih kejatuhan talang. Bayangin, semalam ditolak sherry tadi barusan sama kamu juga ditolak...eeeehh.h....malah jatuh ke tong sampah...mana banyak cewek cewek yang lihat lagi...”kataku mencoba bergurau.
...ceplok.....es batu dari sendoknya melayang ke dahiku.
Entah apa yang terjadi, semenjak tak lagi berhubungan sama sekali dengan Sherry, aku makin sering jalan dengan Debby. Aku pun semakin mengenal wanita turunan tionghoa itu. Keluarganya bahkan sering menitipkan debby padaku kalau ada acara maupun lemburan di kampus. Barangkali mama debby beranggapan, kalau aku adalah pacarnya.
Disitulah aku kenal cecile. Cecilia, adalah adik semata wayang debby.
Anak yang periang, cenderung manja malahan. Kecantikannya tak kalah dengan debby, meski cecilia jauh terlihat lebih “panda” dari debby. Cara ngomongnya ceplas ceplos, bahkan lebih sering seenaknya sendiri.
Namun, jika keinginannya tak terpenuhi, biasanya cecile ini ngambeg sampai berhari hari. Inilah yang sering membuat debby kewalahan. Debby lebih sering mengalah, dia lebih sering mundur teratur ketika cecile sudah punya kemauan. Inilah yang membuat debby cenderung pendiam.
Akan tetapi, berkebalikan ketika debby jalan denganku. Meski masih sebagai teman, bersamaku, debby selalu kuajak untuk mengeluarkan keinginannya. Sering curhatan dia berhenti di perhatian dia ke cecile dan kedua orang tuanya yang selalu memanjakan adiknya itu.
Sepanjang pengetahuanku, debby tak pernah punya pacar. Konon dulu pernah dekat dengan cowo, tapi tak lama mereka pisah. Entah kenapa. Itu juga aku tahu setelah kupaksa paksa mengaku.
Seiring waktu berjalan, aku merasa tiap hari selalu bersama debby. Kalangan kampus sudah menganggap kami pasangan. Dan aku maupun debby tak merasa perlu untuk memberikan klarifikasi.
Hingga suatu malam, kampus mengadakan sebuah acara pembubaran acara ospek mahasiswa baru. Kami sebagai senior, sudah pasti, diharapkan kehadirannya untuk memberikan surprise dan perkenalan dengan jalan “damai”, setelah seminggu lebih selalu “siap perang” dengan para mahasiswa baru.
Acara itu sendiri di gelar di sebuah villa sewaan di bukit luar kota.
Adik kelas 3 tahun di bawahku membawakan sebuah drama yang menyentuh tentang persahabatan di pentas itu.
Dalam dinginnya malam, kulihat debby begitu cantik. Jaket pink terang menghangatkan badannya yang mungil. Dari samping, kulihat mata indah debby berkaca kaca.
Pada saat itulah aku baru sadar sepenuhnya, yang selama ini yang mengikatku dengan debby bukan sekedar persahabatan.
Kita berdua duduk di rumput. Debby terlihat menekuk kedua lututnya, mungkin sambil menahan dingin, menyaksikan pentas di tengah taman itu. Aku duduk bersila di sebelahnya sambil menghirup rokok filter kesukaanku.
Aku sedikit meluruskan punggung dengan meletakkan tanganku di rumput.
Tiba tiba, debby memiringkan badannya ke arahku. Kepalanya pelan pelan mendekat pundakku, meski masih melihat ke depan. Tanganku yang lurus kebelakang bawah sekarang persis di belakang tempatnya duduk.
Yap, debby meletakkan kepalanya di pundakku. Tanpa berkata apapun. Tangankupun segera memeluk pinggangnya.
Sedetik kemudian, debby memandangku. Tersenyum manis sekali, tak ada tindakan konyol apapun, lalu kembali meletakkan kepalanya di pundakku. Semakin erat kupeluk pinggang itu.
Debby meluruskan kakinya ke depan, dan tangan kirinya menyelusup ke belakang, memeluk pinggangku juga.
Yes...this is love...i am in love....damn it debb....
Pentas itu berakhir kira kira seperempat jam kemudian. Acara selesai. Aku bertepuk tangan, debby juga sudah menarik kepalanya ke posisi semula, dan ikut bertepuk tangan.
Acara selanjutnya masih di isi hiburan hiburan dari panitia maupun mahasiswa baru. Tak begitu menarik lagi.
Debby beringsut berdiri. “pindah yukk ann..”katanya.
“waah...kemana debb...malem gini...”jawabku.
“ayolaaahhh...jalan ajaa....bosan niii...”katanya sambil menarik tanganku supaya berdiri.
Lima menit kemudian, aku sudah menyusuri jalan jalan sepi di pegunungan itu. Memang musim liburan sudah habis, membuat area villa di sekitar sini sepi dari pengunjung.
Kira kira 100 meter dari villa itu keatas, ada semacam pondok yang biasa dipakai orang beronda. Malam itu sepi.
Debby mengajakku ke sana. Memang dari situ, terlihat jelas kobaran api unggun di villa tadi, dan di seberang jalannya terlihat kelap kelip lampu kota yang terlihat jauh dari sini.
“ann....sini ah...dingin...”kata debby yang kembali duduk sambil menekuk lututnya.
Aku segera mendekat. Lagi lagi, kepala debby miring ke arahku, mencari posisi bahuku.
Tanganku pun segera memeluk kembali pinggang wanita cantik itu.
“aaannn....ngggg......”debby tiba tiba bersuara, meski terlihat masih memandang ke arah lain.
“kenapa debb...”
“hnggg....sshh...gimana yah...ngomongnya....hngg....”gumam debby lagi.
“he ? kenapa ?” aku bertanya, sambil menarik tanganku dari pinggangnya.
Digenggamnya lembut telapak tanganku itu.
“hnggg....tawaranmu dulu...ngggg...masih berlaku gak ?”tanya debby pelan pelan, dengan nada ragu.
“tawaran apaan?”tanyaku
“hgnggg.....ituu...hnggg....”
“debb...apa aan siih....” aku sedikit gemas.
“soal kita jadian ituu...”debby tampak memalingkan muka. Mungkin kalau pos ronda itu terang, akan terlihat betapa memerah wajah cantik oriental itu.
“eh.....debby....emang kenapaa...”aku kembali meletakkan tanganku di pinggangnya.
Debby memandangku.
“ann...aku gak tau apa yang terjadi...”katanya.
“meski aku tak mau merusak persahabatan kita. Tapi....ssshhh....annn...kok ada rasa aneh ya....”
“aku kangen kalo gak ada kamu ann...aku nyaman dekat sama kamu....aku...nggg...”
Aku cuma terdiam.
"sshtt...debb...im in love too..."kataku sambil mendekatkan wajahku.
Kucium pelan bibir debby. Dia memejamkan mata lalu memelukku erat.
...sepanjang malam itu, kita bergandengan tangan...hingga pagi datang.
Kita berdua memutuskan terlalu capek utk turun pulang. Kebetulan keluarga debby punya villa di sini. Awalnya, paling tidak ada 5 orang cowok cewek yg mau ikut. Tp pd saat saat terakhir, semua mengurungkan niat trus lgsg turun.
Villa debby tak terlalu besar, namun halamannya luas. Digandengnya tanganku masuk ke dalam.
"Mandi dulu ann..."katanya sambil memberikan handuk padaku.
Aku memilih kamar mandi dekat dapur. Guyuran air hangat menyegarkan badan. Tak sampai lima menit aku sudah berpakaian lengkap.
Terkantuk kantuk aku duduk di sofa, menunggu debby. Tiba tiba, ada kain halus menutup mataku.
“ssstt.....”kata debby
Ku berbalik mendapati debby memakai baju tidur tipis. Tampak bra merah dan celana dalam merah menerawang di balik kain tipis itu.
“mmmmhhhh......”debby tiba tiba menciumku.
Aku digandengnya ke kamar tidur utama, lalu didudukkan di pinggir kasur.
“ann....”debby menciumku sekali lagi.
Didorongnya tubuhku hingga telentang di kasur dengan kaki masih di lantai.
Debby pun segera beringsut dan naik ke kasur. Aku menempatkan diri di sampingnya. Kucium bibir indah itu, pelan pelan juniorku mulai mengeras.
Debby memegang belakang kepalaku, mempererat ciumannya. Nafas berat mulai bersahutan.
Meski bukan orang awam soal seks, tapi ini adalah pertama kalinya aku benar benar merasakan sentuhan wanita secara langsung.
Aku tak tahu, tanganku mesti bagaimana dan apa yang harus kulakukan.
Dengan senyum yang sangat cantik, debby kembali memelukku erat.
"annn...tidur yuk.....ngantuk...."katanya.
hihi...terlalu berharap...aku memupus sendiri birahiku. Aku telentang dengan tangan dibawah lehernya. Dalam satu gerakan, kutarik kepalanya mendekat ke dadaku. Debby menurut dan meletakkan kepalanya.
Aku ngantuk sekali. Meski aku memejamkan mata, tak gampang mencoba menurunkan juniorku dengan adanya wanita cantik di dekapanku. Debby pun kurasakan masih berdegub degub jantungnya. Terlihat dari nafasnya yang agak pendek dan berat.
Kita berdua berpelukan di bawah selimut tebal kasur king size itu. Debby mencoba mengeratkan pelukan kakinya pada pahaku. Hangat. Terasa hangat pangkal paha itu. Lututnya digesek gesekkan maju, mencoba memperat pelukan kakinya.
"aannn...sshhhh...ini.......keras yaa..."desah debby ketika lututnya beberapa kali menyenggol bagian tengah celanaku yang mulai menggembung.
"debbbb......"kupererat pelukan tangamku di punggungnya, mencoba merasakan dada kenyal itu.
......Srek...srek....srekk.....pinggul debby bergerak gerak.
"debb....pingin yaa...."godaku sambil mengelus punggungnya.
"ssshhhh....pengen andi....aku pengen andi....shhhh..."desahnya.
kutarik dagunya kearahku. kucium bibirnya dengan ganas.
....mmmmmmhhhhh....kukeluarkan lidahku, debby nampak bingung merespon.
Tapi tak lama, lidahnya pun ikut keluar. Ketika bibirnya membuka, segera kutelusupkan lidahku diantaranya. Bersentuhan, bergumul indah di dalam sana.
Debby memandangku dengan sayu.
"annn..."pinggulnya makin erat menggesek pahaku. Tangan kananku meraba turun ke bongkahan padat pantat kenyal cewek itu. Debby mendesis.
Debby segera menaikiku. Meski masih berbatas celana dalam dan boxerku, debby tampak sangat menikmati tonjolan keras penisku di bibir vaginanya.
Ciuman debby tampak semakin dalam, goyangan dan gesekannya ke badankupun semakin kuat.
...aaahhhsssss......s.ssshhhh.........aaannnn....s sshhhhh......debby menghentikan goyangannya dan menekan pinggulnya ke bawah. Pelukannya semakin erat, bibirnya membuka tapi tak terdengar nafas.
Badan nya mengejang lalu lemas di atasku.
.....ssshhhh....annnn..enaaaakkk sahhhhhhhhhhhhh....hhhshssssss.........
Muka debby memerah, tapi dengan segera disembunyikannya wajah cantik itu ke ketiakku.
...aaannndd.....malu aahhhh......,,desahnya.
kudorong tubuh debby kesamping, namun pelukannya tetap erat ke leherku.
Kuelus rambutnya yang hitam panjang.
Terus terang, aku tak tahu mesti bagaimana. Kubiarkan debby menikmati getaran orgasmenya, aku diam saja memeluk.
Tak lama, terasa dengusan nafas halus debby teratur. Kuangkat tanganku untuk melihat wajahnya. Cantik. Meski rona merah itu masih membayang, wajah cantik oriental wanita itu tampak polos, tidur.
Kubetulkan posisi tubuh debby, kukembalikan ke atas dadaku.
Aku yang masih belum begitu paham suasana, memilih untuk ikut tidur.
EPISODE 3
Kurasa sekitar tengah hari, ketika kuterbangun. Debby ikut terbangun ketika aku menggeliat.
Kupandangi wajah cantiknya, "aaahhhh....apa sih,,,,malu niiiihhh...."kata debby sambil mendoron kepalaku ke arah yang lain.
"hihi....i love you debb..."kataku
"love you too...."debby memelukku kembali.
..."aann...ini...."
.....aduh...terlambat.....
Debby tak sengaja menyenggol batang kejantananku.
Diusapnya batang itu pelan pelan dengan jemarinya.
"...ann....." katanya memandangku.
Aku menatapnya, menunggu kalimat lanjutannya. Menunggu undangan untuk mengulang kejadian tadi. Menunggu ....
Debby duduk, ditariknya selimut ke samping. Terbukalah tubuhku. Celana boxerku jelas tak mampu menutupi tegangnya kejantananku.
Kaki putih itu melangkah, diatas pahaku cewek cantik itu duduk kembali. Tonjolan di selangkanganku persis di depannya.
Debby tersenyum lagi, sambil pelan pelan menarik baju tidurnya dari bawah. Tangan itu diangkat keatas, melolosi daster tipis itu dari tubuh mungilnya. Mungil? Tidak juga, dada itu cukup besar kok. Segera kuketahui setelah tangan debby menarik lepas kuncian di punggungnya.
....ctik.......jrengg......terpampanglah dua bukit indah, dengan puting pink yang menggoda.
Kedua tangan debby segera menutupinya, dengan kerlingan mata menggoda.
Tanganku tak sadar memegang telapak tangan yang menutupinya, ingin kubuka, kunikmati pemandangan indah itu. Debby menunduk, mencium bibirku lembut.
...aann....i wanna give you my everything....
Penisku terasa mengeras dalam himpitan badan debby.
Debby kembali duduk tegak di pahaku. Bukit ranum itu jelas terlihat di depan mataku.
"cantik debb.....kau cantik...."
Debby menarik tshirt ku ke atas, mencoba melepasnya. Tangan debby bergerak ke atas kepalaku menarik tshirt, hingga bukit ranum itu menggantung persis di mukaku.
Kuraih puting kirinya yang menggoda, kujilat perlahan. Debby mendesis, menahan posisi itu. Kukulum dengan lembut, Debby semakin menekan ke bawah.
Desisnya berubah menjadi erangan...
...sshhhhh...aahhhhhhssss.......aannn....gelii.... ssshhhhhh.....
Kembali debby menarik badannya duduk tegak. Bibirku masih mengulum puting pink itu, hingga.....cplok....terlepas dari mulutku dibarengi dengan desahannya.
.....aaahhhsss...nakaall........
Tangan debi menyusuri perutku, lalu menarik karet boxer dan celana dalamku ke bawah...srek...jreeng........menjulanglah batang kejantananku...
Debby tersenyum, sambil sedikit menggumam..."iiihhh...gede juga yah....."
Dielusnya perlahan batang itu naik turun. Masih kaku memang, tapi lebih dari cukup untuk membuat juniorku tegak sempurna. Debby mendekatkan pangkal pahanya yang masih tertutup celana dalam merah ke batangku.
Digeseknya perlahan dari bawah keatas. Kain halus itu lembab, tak lama bahkan terlihat basah. Belahan bukit mugil di selangkangannya tercetak jelas dari bayangan kain itu.
Debby kembali mendesah, goyangannya masih kaku.
Tampak semakin susah untuk mencari posisi, debby berdiri diatasku, lalu kain terakhir itupun segera terlepas. Aku juga menyempurnakan posisiku dengan melepas perangkat celanaku yang tertinggal di kaki.
Debby menurunkan pingulnya, memainkan ujung batang penisku ke ujung atas bibir kewanitaanya. Gesekan ke klitorisnya itu cukup lama dilakukan, segera debby kembali mengejang.
Badannya kembali melemas ambruk ke sampingku. Akupun perlu menata nafas, hampir saja jebol juga pertahananku. Geli di ujung penisku pertama kalinya bertemu dengan kulit wanita dewasa cukup mendesak.
.....aaannn...saayaangg....ssshhhh....aku mau andi masuk...aku mau andi jadi bagianku..."katanya perlahan.
Aku tau maksudnya, segera aku duduk. Kubuka pahanya ke samping. Terlihat bibir kewanitaan itu masih rapat, seakan memang tak ada celah disitu. Tapi, batangku merasa disitulah sumber kenikmatannya.
Kumajukan pinggulku, perlahan.
Kugesekkan kembali ke klitorisnya, debby dengan segera menggeliat dan mendesah.
...aaaahhhhssss.....aannn....masukin ya...pelan pelan saja....aku belum pernah...
kutempelkan ujung penisku kira kira beberapa senti dibawah klitorisnya, coba kutekan.
...heesshhhhh.....meleset...
Debby tampak mengernyit.
"sakit debb?" tanyaku
debby menggeleng, tangan kanannya memegang penisku, mengarahkan posisi.
Ujung penisku sedikit membelah bukit polos itu. Debby kembali mengernyit.
"debb...?."aku bertanya
....ssshhhh...terus ann...masuki aku.....katanya menjawab pandanganku
kudorong lagi perlahan, sempit sekali. Sedikit terbersit di pikiranku, jangan jangan salah..
Tapi debby tetap menarik badanku.
Benar benar sempit. Penisku serasa dijepit meski tak sampai sakit.
Aku mendekatkan wajahku, kucium debby untuk memberinya perasaan nyaman. Dan dalam satu dorongan keras, batang itu kulesakkan ke dalam.
Mata debby membelalak, mulutnya membuka, lalu mengernyit...mata itupun segera mentikkan air.
"ssshhh...soorry sayang....sorry debb...sakit yaa....?"bisikku pelan.
debby memaksakan diri tersenyum.
Kudiamkan penisku di dalam liang itu tanpa gerakan selama beberapa waktu.
lalu...ssshhhhh.......ssshhhh......asnnnnnnnn...ss shhhhh.....
debby mulai mendesah, terasa remasan pelan di dalam kewanitaannya.
kutarik pinggulku ke belakang, lalu ke depan lagi...pelan pelan sekali.
...aoooooouuussshhhh..........debby masih sedikit mengernyit, menahan rasa sakit, tapi lambat laun berganti menjadi desahan kenikmatam.
.....ahh...ah...ah...ah...ah...ahhhsss....ahh....a hsss.....
debby mendesah dengan keras ketika aku sedikit demi sedikit menggerakkan pinggulku maju mundur.
...aahhss...deebbb..,enakk sekalii....ssshhhh...
akupun tak kuasa ikut mengerang.
...deebb....kayaknya,...sshhh...hampir...sshhhh... ...gimana ini....
kataku ketika rasa geli semakin memuncak.
debby memelukku dari bawah, dengan tangan memegang pinggulku membantu memberikan goyangan.
...aaahhhsss....aahhhhhss...........debby menggelinjang lagi.
aku tak tahan lagi, betul betul sempit rasanya...kutekan penisku dalam dalam, hingga paling tidak ada delapan kali semprotan keras keluar dari ujung penisku di dalam kewanitaanya.
....mmmmmmhhhhhh...kucium bubir debby dalam.
aku pun segera ambrug di atas tubuh debby.
Kugulingkan badanku kesamping, terlihat di sepanjang batangku berwarna merah, darah debby.
Debby memandangku. "ann....im yours...."katanya pelan.
"sakit debb?"tanyaku.
"dikit ann...”jawabnya
Kucium kening lalu turun ke pipi dilanjut ke bibirnya.
Aku menggeliat sebentar, lalu segera berjalan ke kamar mandi.
Lapar...!
Kulirik jam tanganku, sekitar pukul 1 siang. Debby dan aku nongkrong di warung sate dekat villa.
Hampir sejam kemudian kita sudah kembali lagi duduk bercengkerama di taman villa, sambil memandang hamparan lembah yg mengarah ke kota.
"debb..."
"emang...dulu...ngg...sama...ngg...riki, belum pernah?.."tanyaku hati hati. Ricky adalah mantannya, mereka jalan sekitar 3 bulan sampai akhirnya mereka putus.
Debby cuma manyun, lalu memandangku tersenyum menjawab, "nggg...riki pernah minta an...tp aku bilang ini buat andik...makanya kita putus"
"loh...debb...beneran bilang gitu?" tanyaku bingung.
...kluthuk...ranting pohon kecil dipukulkan ke kepalaku
"gak laaah...gile lu...!"
debby balas bertanya, "kalo kamu ann...?"
aku terdiam sebentar, lalu menjawab.
"hmm...sherry di kampusnya lima kali, lalu siska di kosnya ngg...tujuh apa delapan kali ya?...trus bu reni dosen centil itu, tiga kali di studio...trus ngg..gak kenal namanya, nemu di moll, nggg...enam ada kali..."
Debby kaget lalu menutup mulutnya yg menganga dg dua telapak tangan.."beneran ann??...
...bletak...kupukul kepalanya dg ranting yg sama.
"gak laaaah...gile lu..."
Siang semakin ke barat. Sinar kuning cerah matahari berganti dengan kabut putih tipis yang mulai turun. Aku packing pakaianku. Rencana sore ini kita turun. Tapi tak kulihat debby packing sama sekali.
Waktu menunjukkan pukul tiga lebih seperempat. Kulihat debby berdiri di teras belakang, memandang jauh. Kupeluk cewek mungil itu dari belakang. Kusibakkan rambut panjangnya yang menutupi telinga.
"ssshhhh......"debby mendesis ketika kucium telinganya.
Tshirt bergambar siluet che guevara milikku dipakainya. Pundak putih itu terlihat mengintip dari sisi kiri. Ciumanku mengarah ke sana. Tangan debby melingkar kebelakang, mencari kehangatan pelukanku.
Celana pendek hitam masih dipakai, namun tshirtku yang kebesaran membuatnya tenggelam, hanya menampakkan betis bersih miliknya.
Tanganku masih memeluknya dari belakang. Ciumanku mulai bergerak lagi dari bahunya menuju leher.
"aaahhhssssss.....annnnn........ssshhhh....... jadi basah niiihh...."rengeknya manja.
"mau pulang gak debb.....tar keburu kabutnya tebel..."kataku masih menciumi bahunya kembali.
"sshhhhhh.....gak ah,..,aku mau sama andi terus....."debby menengok, lalu menciumku lembut.
....pletok pletok pletok.........breeessssshhhhh........... hujan sekonyong konyong turun dengan deras.
“waaahhh....”kutinggalkan debby sendiri di teras, vespa skuter warisan ayahku masih di luar. Tergopoh gopoh kudorong motorku naik ke teras. Waduh...kalau sampai mogok bisa berabe nih.
Setelah kuyakin tak kena tumpahan langsung air hujan, aku kembali masuk.
Debby duduk di sofa tengah, dengan kaki diangkat di meja.
“...eeeeehhhh.....”kataku menggoda.
Tangannya melambai ke arahku, menyuruhku duduk di sebelahnya.
Cantik...seksi....nakal....
Aku duduk di sofa seberang. Senyum debby berubah menjadi nakal. Tangannya memegang lutut yang naik di atas meja, lalu pelan pelan membukanya.
Gerakan yang pelan..
Terlihat bayangan celana pendek hitam di balik tshirt abu abu.
Kaki debby semakin mengangkang, tanpa membuka celana, tangan debby berpindah dari lutut naik ke perut. Kepalanya mendogak ke atas, membuat rambuh indahnya jatuh ke belakang.
Jemari itu masih menari di perutnya, tangan kiri sedikit naik menuju bukit yang tampak dibusungkan, sementara tangan kanannya turun menuju pangkal paha.
Mungkin debby melihat mataku melotot ..yang jelas junior di selangkangan mulai bereaksi.
Tak mau berhenti di situ, tangan kiri dan kanan mulai menyelusup ke dalam tshirt itu, sehingga swdikit tertarik naik memperlihatkan kulit perut dan pusarnya yang putih.
Kembali, tangan kiri naik meremas bukit dada itu dari balik tshirt, sementara tangan kanannya memcoba merogoh ke dalam celana hitam pendek itu.
Aku segera beringsut, namun debby memberikan tanda dengan jarinya supaya aku tetap diam. Debby berdiri, lalu perlahan tangannya turun memegang ujung tshirt itu. Ditariknya ke atas pelan pelan, ditambah dengan goyangan pinggul.
....wwwoooooowww...aku menggumam
Kaus itu sudah diatas kepalanya, tersembul dada debby yang menggoda. Puting pink itu mencuat, mungkin dingin....mungkin terangsang.
....sreg.......Kain itu dilemparnya ke arahku.
Segera kusingkirkan supaya tidak menghalangi pandanganku.
Bak model atau penari, debby menggoyangkan pinggulnya. Bukit ranum itu ikut bergoyang. Ingin rasanya kuhentikan goyangan puting itu dengan lidah dan gigiku.
Sedetik kemudian, debby berbalik, memberiku punggungnya yang mulus. Wajahnya menengok ke arahku, dengan pandangan mata yang menggoda. Namun tiada kata terucap dari bibir seksi itu.
Perlahan kedua tangannya turun ke pinggang, menyentuh ujung atas celana pendek hitam itu.
....woooww.....aku lagi lagi bergumam sambil tak pernah berhenti menelan ludah...
Kembali goyangan pingul itu jelas menggodaku. Tangan mungil debby perlahan lahan menurunkan celana itu ke bawah. Semakin lama semakin menungging.
....plop.....lepaslah celana itu turun dari pangkal kenikmatan debby. Pantatnya yang menunging tampak bulat menggoda. Mulus....
Aku mulai memajukan badanku. Kupegang kedua bongkah pantat itu, masih diiringi goyangan pinggul seksi debby.
Kudekatkan kepalaku, kucium satu persatu bulatan pantat itu.
Debby berbalik, lalu mengangkat kepalaku.
.....mmmmmmmmmhhhhh.......aannnn.....mmmmmhhhh.... im yours.....mmmmhhh....
Debby mencium bibirku pelan, kubalas dengan ganas.
Kukulum bibirnya dalam, lama...sampai terengah engah menarik nafas. Turun ke leher...keliling...
....ashhhhhhh.....sssssshhgh......... debby mendesah.
kupegang kedua tangannya, kutarik ke belakang punggung. ciumanku semakin turun, menuju bukit kembar. Punggungnya maju, berusaha membusungkan dadanya, mengharapkan desiran desiran kenikmatan dari bibirku.
ciumanku berhenti di tengah tengah lembah dua bukit nikmat itu, debby berusaha menggoyangkan badan, putingnya gatal.
Ciumanku berubah menjadi jilatan...kulingkari jilatanku pada batas puting pink merona itu. Kukelilingi beberapa kali. Debby semakin mendesah, tanggannya berontak, bahunya bergetar, bergoyang menginginkan puncak bukit itu kujamah.
Hingga dalam satu gerakan, haapp....kukulum habis puting itu.
....aaashhhhhhhhh....ssshhhhhhhhhhhhh...youre killing mee....aaashhhhh....debby mendesah semakin liar.
Tangan debby kulepaskan dari genggamanku di punggungnya. Segera kepalaku ditekannya mendesak dada ranum itu. Lidahku memilin milin puting itu berganian dengan cepat, diambut dengam getaran getaran kaget dari badannya.
....oh...oiuuuuuusshhhh...aaaahhhsss......
Punggungnya semakin melengkung. Hampir saja jatuh. Kusangga dengan lengan kananku, kuturunkan dia hingga setengah terbaring di sofa hitam itu.
Aku berjongkok di didepannya. Persis didepanku sekarang, sebuah bukit mungil yang tadi pagi kurenggut kesuciannya.
Kutiup sekeliling nya, debby menggerinjal. Tangannya terlalu lemas untuk begerak. Kuangkat paha debby sedikit naik, hingga jelas terlihat celah kecil vagina pink itu.
Kujilat perlahan dari atas..turun ke bawah.
....ooouuuuhhhhsss....aannn...diapaiiiinn....eehhh sssss...........aahahhhhsssssss.......
Badan debby terlonjak lonjak seperti kesetrum. Geli dan lemas, sensasi rangsangan bibirku membuat matanya membeliak.
Kujilat lagi, pelan mengorek ngorek celah sempit itu. Bau khas wanita terasa, basah. Kumasukkan lidahku semakin ke dalam, pungung debby makin melengkung ke atas. Tangannya memegang kepalaku. Goyangan pinggul yang tadi begitu aktif, sekarang tak kagi mampu dilakukan, hanya tergolek pasrah.
Kudorong jari telunjukku masuk perlahan, menggantikan lidahku yang sedikit capek. Kucium dan kukulum area ujung bibir vagina cewek oriental itu. Jariku semakin lama semakin aktif.
...Eehhhss...aand....aasshhh...aaannndd.....aaannn .....jannggaaaannn......jangan berhentii...sshshhhhh...
Jariku menyenggol gumpalan gumpalan jaringan saraf di dalam vagina itu.
Tiba tiba,...,..aaaaaaaauuuuuussshhhhh......ooouuusshhh hhh........sret sret sreeettt.......
Aku kaget...debby menyemprotkan cairan bening dari dalam vaginanya. Matanya membalik, punggungnya melengkung naik, kejang kejang, dan perutnya tampak bergetar getar.
Meski tak sampai bergelas gelas, namun cairan itu cukup banyak hingga membasahi sofa kulit itu. Tanganku masih di dalam, aku masih menciumi klitorisnya. Debby masih berkejang kejang. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
....sshhh..a.aannnnn....keluaarriiinnn....ssshhhhh .....lemeeessshhhhhh...sssshhhhhh........
Takut kalau menyakiti, kuikuti perintahnya. Debby tampak masih tergolek di sofa itu. Kudekati wajahnya. Kucium perlahan.
...aaann.....hhhhhhh...peluk akuuuhhhhh....hhhhhh.....
Debby mengerang. aku sama sekali tak tahu apa yang terjadi. Kukira squirting itu cuma bisa dilakukan para aktris porno terlatih. Debby? cewekku? wanitaku?
Debby masih mengerang dan mendesah di pelukanku, hingga beberapa saat.
"sshhhhhh....diapain sih tadi....hhhhrrhhhhhssshhh...masih kerasa annn...sshhhhh...."kata debby masih bergetar...'aku pipis yaah.....ssshhh...enak sekali rasanya annm...hhhhhhhhh......"
ssssttt....mmmmhhhhh...kucium lembut bibirnya.
Gantian dibalas dengan ciuman yang dalam darinya. Bibir bawahku ditarik tarik dengan giginya.
"debb....kamu seksi sekali...."kataku jujur.
...sreg...sreggg......segera tshirt orangeku dilepasnya dengan cepat.
Telanjang, debby menduduki perutku. Staminanya sudah kembali. Terpampang jelas buah dada miliknya di depan mataku.
Tanpa berkata apa apa, debby segera turun, melorot dari perutku ke lantai. Bersamaan dengan itu, tangannya meraih celana pendekku untuk ikut turun.
...sreeg...jreenggg.....
Gerakan cepat itu membuatku kaget, namun tangan debby segera mendorong dadaku kembali rebahan di sofa.
Penisku mencuat menjulang. Tegang.
"hmmm...ini toh yang tadi masukin akuh...."kata debby gemas sambil mengerling nakal.
"hmmmm......"debby memegang batangku keatas, menyelidiki dan mengamati alat kejantananku.
"inih yang namanyah kontol....hmmmmm......."
"deeebbbb....."desahku ketika tiba tiba bibir seksi itu membuka dan mengulum bola bolaku di bawah.
Mata sipit debby memandangku dari bawah, masih dengan mulut mengulum bolaku.
....cpok......bolaku terbebas dari mulut indah itu.
"aannn...kalo main sendiri diapain? gini?"katanya sambil mengocok batangku tiba tiba.
....eeehhhhssss....pelan pelaaannn.....protesku
"ouuu...jadi gimana dong.....hap...."segera ujung helm lelakiku dikulumnya.
"hegingi annng ?"katanya sambil memandangku lucu.
ooouuushshhhhhh.......desisku
....sslllerrpppp....sslllrrppppp.....halok hegingih hengak gak?....(kalo begini enak gak?) debby memasukkan batangku semakin dalam.
...ssshhhttt,....ahhhsss,.,.....tak bisa kutahan desahku, meski baru pertama, permainan bibir debby termasuk hebat.
Lidah mungil itu menjilat bagian bawah batangku, sementara kepalanya semakin turun.
....ouuusshhhhh....deep throat?....uuushhhh....debby memang liar.
Segera kutarik kepalanya, agar aku tak selesai di dalam mulut seksi itu.
Debby segera berdiri, aku juga ikut beringsut, namun lagi lagi tangannya menahan dadaku supaya tetap diam.
Dikocoknya batangku pelan, sambil pelan pelan kakinya melangkah, mengangkangi pahaku.
.....eehhhhsssss...........
Debby mulai ikut mendesah, ketika ujung penisku menyentuh klitorisnya.
Pinggulnya mulai diturunkan, seraya mengarahkan ujung batangku ke bibir vagina mulus itu.
....aaaouuuuuuhssshhhhhhh..........
Debby mendesah, membuang nafas panjang ketika helm laki lakiku memasuki mahkota kenikmatan itu.
...ssshhhhhh.....semakin diturunkan lagi.
........aaashhhhhhj...sss....hhh......semakin turun lagi....
....aaashhhhhhsssssseppppppp.....hhhhhhh......samp ai mentok ke dalam.
Debby mendiamkan gerakan pinggul itu, begitu menurutnya batangku sudah mentok di dalam. Namun, pangkal batangku masih terlihat sekitar dua lebar jari yang belum masuk.
Beberapa saat kemudian, debby mulai menggoyang naik turun. Tanganku dipegangnya, lalu diarahkan ke dua gunung kembarnya. Kuremas remas, agak kencang. Gerakan sebby semakin naik turun, aku mulai mendorong pingulku naik.
Punggung debby sedikit melenkung, tanganku yang dipegangnya di dada kemudian menjadi tumpuan badannya. Rojokan penisku semakin keras ke atas. Bahkan sampai mentok.
..cpok...cpok...cpok....suara pinggul kami bersentuhan keras.
Debby mendelik...mengerang keras....
....uuuaaaaaassshhhhaaaaaaarrggggh.....sshshhhhh.. .......
Terasa ada dorongan dari dalam vaginanya, lalu diangkatlah pingulnya, hingga penisku terlepas. Bersamaan dengan itu, mengucurlah dengan deras cairan kenikmatan si mungil cantik itu.
Matanya terpejam, mengernyit menahan kenikmatan.
Kakinya bergetar, hingga hampir terjatuh.
Kupegang pinggang ramping itu, kutarik hingga berbaring di sofa bersamaku.
Kuangkat kaki kirinya naik ke atas, badannya kumiringkan ke kanan.
...slepp.......
Kutusukkan kembali penisku ke dalam vaginanya, kali ini aku yakin debby tak akan kesakitan.
Kupompa dengan cepat dan dalam.
Mata debby membeliak, mulutnya megap megap..
Tak lama aku meraa puncakkku akan datang.
Kuputar debby hingga menghadapku. Kucium bibirnya yang sedikit menganga.
...aaaahhhhhhsss,....deeebbbb.......ssshhhh....
Tusukanku menjadi semakin kuat ke dalam, berbarengan dengan menyemburnya cairan ku di dalam vaginanya.
..ouuushhhhh....terusssshhh........aaannn......
jangan berhentiiihhh......fuck mee....
teriaknya.
Belum sampai semprotanku berhenti, debby sudah ikut mengejang dengan hebat.
...Aohhh,,,,aahhh,,,,assshhhhhshssaaaaahhhhhhhh... ..wwaaaassshhhhhjjj..........
Punggungku dipeluknya erat sekali, kukunya tajam tertanam di kulitku.
Bola mata hitamnya tinggal terlihat separuh.
...what a great lover you are ann...ssssshhhhhh...desisnya sambil membuang nafas.
Kita menginap lagi di sana. Meski awalnya susah minta ijin ke mama debby. Tapi, karena bersamaku, mama debby akhirnya mengijinkan, pun sama dengan papanya.
Malam itu, debby tidur di pelukanku. Status kami sebagai sepasang kekasih membuat malam itu menjadi indah sekali. Dari ngobrol soal kampus, cerita soal kelurga hingga cita cita ke depan. Tak melulu bercinta, ya bercinta...bukan sekedar seks, kita benar benar meluapkan segala perasaan kami.
Dua tahun berlalu, semester berganti, hingga saatnya menuju ke tugas akhir.
Tersebutlah seorang dosen muda, genit, seksi, cantik sih sebenernya. Renata Wulandari, dipanggil bu reni. Lulusan universitas tetangga. Hanya tiga tahun di atasku, aku pun termasuk telat memasuki tahapan tugas akhir. Telat hampir dua tahun. Debby? Dia sudah lulus, cum laude, sekarang direkrut oleh satu bank swasta besar.
Keterlambatanku menyelesaikan kuliah bukan karena bodoh, namun karena ada beberapa waktu aku disibukkan dengan side jobku bersama teman teman di band. Juga beberapa pekerjaan yang kuterima. Siapa yang paling sering merengut ketika lagi lagi kutunda tugas akhirku? ....orang tua debby...mungkin dalam angan angan mereka, aku segera lulus lantas menikahi putrinya. Hmm...
Kembali ke bu Reni. Dosen yang masih single. Sering di kampus dia memakai rok panjang, namun lipatan kainnya sedemikian hingga pahanya terbuka bebas dari mata para mahasiswa. Tanktop tertutup blazer yang tak pernah dikancingkan. Malah cenderung mengumbar isinya. Bu reni mengajar mata kuliah dasar utk mahasiswa semester awal, tentu saja aku sudah melaluinya lima tahun lalu. Cantik sebenernya, tapi kegenitan itu yang bagiku merusak kecantikan alaminya.
Tugas akhirku ! Aku dibimbing oleh beberapa dosen lama yang sudah kukenal dengan baik. Materiku sudah matang, kata tanda tangan beliau di kertas laporanku. Hanya tinggal mengurus administrasi tugas akhir, dan menghubungi dosen penguji untuk seminar akhirku.
Aku tak tahu bagaimana proses itu. Yang jelas, dosen pembimbingku mengajukan beberapa nama dosen penguji yang dianggap layak untuk menjadi "musuh" dalam seminarku nanti. Namun pada akhirnya, fakultaslah yang menentukan siapa nama nama pengujiku.
Hari itu, keputusan nama dosen penguji sudah ditempel di papan pengumuman.
Andhika Setya Nugraha NIM 883100xxx, dosen penguji : ir. Bambang S, ir. Isnanta, ir. Budi K, dan Renata Wulandari, st. Tanggal seminar 23 Oktober 20xx.
Beberapa nama yang tercantum sudah kutahu back groundnya. Ir Bambang dosen muda juga. Dia dulu kakak kelas bu reni. Tak hanya sekampus, dari desas desus, sepertinya Pak bambang ini memang menaruh hati padanya. Sementara bu reni cuek cuek saja. Konon, pak bambang pulalah yang mengusulkan untuk menerima bu reni menjadi dosen di kampus ini.
Tanggal seminar..! Masih ada waktu kurang lebih 1,5 bulan. Cukuplah untuk melakukan revisi gambar desain maupun mempersiapkan presentasinya. Studio di lantai 5 gedung ini menjadi rumahku. Praktis hampir tiap hari aku menghabiskan waktuku disana.
Debby? Setelah jam kerja, biasanya cewek tionghoa itu mampir ke sana, lalu makan malam bareng. Kadang aku pulang dulu setelah itu, atau dilanjut kencan berikutnya, lalu sekitar jam 10 malam, kembali ke studio.
Bu reni... Meski terkesan genit, sebenarnya baik. Itu kutahu setelah sering ngobrol bareng. Aku tak lagi memanggilnya bu, cukup reni saja kata beliau. Namun, setelah beberapa kali terlihat menghabiskan waktu di studio bersamaku, pandangan Pak Bambang menjadi aneh padaku. Beberapa kali aku berpapasan dengannya di hall, tampak dia membuang muka.
Aku tak begitu peduli. Hingga, tiba tiba keluar surat pembatalan tugas akhirku.
Yap. Surat dari fakultas itu mengatakan kalau seminarku akan di cancel, bahkan tugas akhirku dibatalkan, karena ada beberapa persyaratan yang ternyata ditolak secara administrasi.
Aku kelimpungan, jelas...!! Tinggal waktu dua minggu, materi sudah selesai semua.
Segala upaya dosen pembimbing pun kandas di tangan dekan fakultas. Kucoba menyelidiki ke bagian tata usaha dan administrasi.
Usut punya usut, ternyata beberapa nilai mata kuliahku yang sekarang dipimpin pak bambang, semua di hilangkan. Padahal, kutempuh mata kuliah itu sebelum Pak bambang jadi dosen di situ.
Aku marah.! Kulabrak pak bambang dengan didampingi bu reni. Menurut hematku, aku harus punya saksi, dan kebetulan saat itu, bu reni lah yang paling bisa diajak kompromi.
Jawaban jawaban normatif keluar dari mulutnya ketika kutanyakan sebab nilaiku menghilang. Alasan absen lah, alasan tugas lah. Jujur, aku memang sudah tak ingat berapa kali aku membolos mata kuliah itu.
“ya sudah dik andi, saya kasih waktu dua semester lagi, untuk mengulang mata kuliah saya, setelah itu boleh ujian akhir lagi.”
...prak....brug.....satu pukulan keras melayang di wajah nyinyir pak bambang disusul dengan ambrugnya tubuh tambun itu. Aku emosi..!
Hari berikutnya, aku dipanggil sidang etika oleh beberapa dosen senior, kepala jurusan dan dekan dengan menghadirkan pak bambang. Aku terpojok. Dan satu satunya jalan adalah aku meminta maaf ke pak bambang, dan mengikuti saran saran beliau. Atau mundur, dipecat dari kemahasiswaan.
Aku memilih untuk mundur..! Dengan kata kata makian kasar kepada pak bambang, aku membanting pintu ruang sidang itu. Bahkan bu reni yang turut hadir di sana hanya mampu menangis sesenggukan.
Hari hari berikutnya, aku selalu emosi. Hanya debby lah tempat ku mengadu.
Hingga suatu malam, kira kira sekitar sebulan sudah berlalu. Dengan menaiki skuterku, aku menuju rumah keluarga debby.
“debby dan papa mamanya baru keluar mas, cuma ada cik sisil di dalam. Masuk saja...”kata pembantunya.
Aku yang tak punya tujuan lain, menuruti anjuran mbok tini pembantu rumah tangga keluarga itu.
Kumasuki ruang tamu rumah besar itu, langsung menuju ruang keluarga. Tak kulihat sesiapapun di sana. Aku duduk di ruang keluarga itu.
Tiba tiba, seorang keluar seorang cewek dari kamar mandi persis di depanku.
...aaaahhh......pekiknya sambil tangannya naik turun berusaha menutupi tubuh telanjangnya. Aku kaget mendengarnya. Secepat mungkin aku memalingkan muka.
“andiii...gak bilang bilang sih...”kata cecile ketus
“yaa....tadi disuruh masuk kok..” jawabku sambil memalingkan muka.
Cecile bergegas masuk ke kamarnya.
Beberapa menit kemudian, cecile sudah duduk di depan tv bersamaku.
“ann...kamu serius yah sama cicikku...?”
“eh..yaa....sambil jalan lah sil...namanya juga pacaran...”kataku.
“hmmm.....”cecile nampak berpikir.
Kulirik cecile cuma memakai babydoll putih sedikit transparan.
Beberapa menit setelahnya, membuatku panas dingin. Bagaimana tidak, cecile terlihat mengangkat kakinya ke meja, dan dengan sengaja menarik pakainnya ke atas, pelan pelan. Posisi dia yang persis di sebelahku membuat juniorku mau tak mau sedikit berontak.
“siiilll.....awas looo......aku ni pacar kakakmuuu....”kataku
Cecile cuma diam saja, bahkan celana dalam putihnya sudah mengintip.
Tiba tiba cewek putih itu berdiri. Dan ....sreg.......tas....... baby doll itu jatuh ke lantai.
“sisiiill....”aku pura pura memalingkan wajah. Namun sempat kulihat buah dadanya yang tak lagi tertutup apa apa.
Sedikit lebih besar dari Debby.
Putingnya pink.
Cecile meliuk liukkan badannya, bagai sedang menari mengikuti musik dari tv.
“aduuuhh....siiill....pleaasee......”kataku sambil menutup mataku. Aku tak mau mengkhianati debby.
“ssttt....gak usah muna ann....”cecile mendesah sambil tangannya melepas telapak tanganku.
“aduuuhhh.......sisiiilll...”celana dalam cecile sudah lepas. Telanjang bulat !
Cecile berdiri menungging dengan kepala mengarah ke wajahku, sementara tangannya mulai menggerayangi pangkal pahaku.
.....cekrik....sreekkk......”aanndiiii......AAANNN DIIIIIIII.........”
Terdengar pintu terbuka dan suara debby yang kaget berteriak.
Aku menengok dengan cepat. Pintu itu ada di belakangku. Cecile juga salah tingkah, diambilnya baby doll di lantai lantas berlari ke kamar.
Debby membelalak memandangku. Aku diam saja, lantas tanpa satu patah katapun, aku keluar dari rumah itu.
Puluhan miscall dari debby maupun cecile ke hpku tak kupedulikan. Hingga dua minggu kemudian, kita berdua putus. Aku merasa tak enak, merasa dijebak, atau apalah. Yang jelas, saat itu aku labil.
Hingga beberapa bulan kemudian, aku baru berani menghubungi kembali debby. Dan kembalilah hubungan pertemanan kita.
Kupandangi wajah cantiknya, "aaahhhh....apa sih,,,,malu niiiihhh...."kata debby sambil mendoron kepalaku ke arah yang lain.
"hihi....i love you debb..."kataku
"love you too...."debby memelukku kembali.
..."aann...ini...."
.....aduh...terlambat.....
Debby tak sengaja menyenggol batang kejantananku.
Diusapnya batang itu pelan pelan dengan jemarinya.
"...ann....." katanya memandangku.
Aku menatapnya, menunggu kalimat lanjutannya. Menunggu undangan untuk mengulang kejadian tadi. Menunggu ....
Debby duduk, ditariknya selimut ke samping. Terbukalah tubuhku. Celana boxerku jelas tak mampu menutupi tegangnya kejantananku.
Kaki putih itu melangkah, diatas pahaku cewek cantik itu duduk kembali. Tonjolan di selangkanganku persis di depannya.
Debby tersenyum lagi, sambil pelan pelan menarik baju tidurnya dari bawah. Tangan itu diangkat keatas, melolosi daster tipis itu dari tubuh mungilnya. Mungil? Tidak juga, dada itu cukup besar kok. Segera kuketahui setelah tangan debby menarik lepas kuncian di punggungnya.
....ctik.......jrengg......terpampanglah dua bukit indah, dengan puting pink yang menggoda.
Kedua tangan debby segera menutupinya, dengan kerlingan mata menggoda.
Tanganku tak sadar memegang telapak tangan yang menutupinya, ingin kubuka, kunikmati pemandangan indah itu. Debby menunduk, mencium bibirku lembut.
...aann....i wanna give you my everything....
Penisku terasa mengeras dalam himpitan badan debby.
Debby kembali duduk tegak di pahaku. Bukit ranum itu jelas terlihat di depan mataku.
"cantik debb.....kau cantik...."
Debby menarik tshirt ku ke atas, mencoba melepasnya. Tangan debby bergerak ke atas kepalaku menarik tshirt, hingga bukit ranum itu menggantung persis di mukaku.
Kuraih puting kirinya yang menggoda, kujilat perlahan. Debby mendesis, menahan posisi itu. Kukulum dengan lembut, Debby semakin menekan ke bawah.
Desisnya berubah menjadi erangan...
...sshhhhh...aahhhhhhssss.......aannn....gelii.... ssshhhhhh.....
Kembali debby menarik badannya duduk tegak. Bibirku masih mengulum puting pink itu, hingga.....cplok....terlepas dari mulutku dibarengi dengan desahannya.
.....aaahhhsss...nakaall........
Tangan debi menyusuri perutku, lalu menarik karet boxer dan celana dalamku ke bawah...srek...jreeng........menjulanglah batang kejantananku...
Debby tersenyum, sambil sedikit menggumam..."iiihhh...gede juga yah....."
Dielusnya perlahan batang itu naik turun. Masih kaku memang, tapi lebih dari cukup untuk membuat juniorku tegak sempurna. Debby mendekatkan pangkal pahanya yang masih tertutup celana dalam merah ke batangku.
Digeseknya perlahan dari bawah keatas. Kain halus itu lembab, tak lama bahkan terlihat basah. Belahan bukit mugil di selangkangannya tercetak jelas dari bayangan kain itu.
Debby kembali mendesah, goyangannya masih kaku.
Tampak semakin susah untuk mencari posisi, debby berdiri diatasku, lalu kain terakhir itupun segera terlepas. Aku juga menyempurnakan posisiku dengan melepas perangkat celanaku yang tertinggal di kaki.
Debby menurunkan pingulnya, memainkan ujung batang penisku ke ujung atas bibir kewanitaanya. Gesekan ke klitorisnya itu cukup lama dilakukan, segera debby kembali mengejang.
Badannya kembali melemas ambruk ke sampingku. Akupun perlu menata nafas, hampir saja jebol juga pertahananku. Geli di ujung penisku pertama kalinya bertemu dengan kulit wanita dewasa cukup mendesak.
.....aaannn...saayaangg....ssshhhh....aku mau andi masuk...aku mau andi jadi bagianku..."katanya perlahan.
Aku tau maksudnya, segera aku duduk. Kubuka pahanya ke samping. Terlihat bibir kewanitaan itu masih rapat, seakan memang tak ada celah disitu. Tapi, batangku merasa disitulah sumber kenikmatannya.
Kumajukan pinggulku, perlahan.
Kugesekkan kembali ke klitorisnya, debby dengan segera menggeliat dan mendesah.
...aaaahhhhssss.....aannn....masukin ya...pelan pelan saja....aku belum pernah...
kutempelkan ujung penisku kira kira beberapa senti dibawah klitorisnya, coba kutekan.
...heesshhhhh.....meleset...
Debby tampak mengernyit.
"sakit debb?" tanyaku
debby menggeleng, tangan kanannya memegang penisku, mengarahkan posisi.
Ujung penisku sedikit membelah bukit polos itu. Debby kembali mengernyit.
"debb...?."aku bertanya
....ssshhhh...terus ann...masuki aku.....katanya menjawab pandanganku
kudorong lagi perlahan, sempit sekali. Sedikit terbersit di pikiranku, jangan jangan salah..
Tapi debby tetap menarik badanku.
Benar benar sempit. Penisku serasa dijepit meski tak sampai sakit.
Aku mendekatkan wajahku, kucium debby untuk memberinya perasaan nyaman. Dan dalam satu dorongan keras, batang itu kulesakkan ke dalam.
Mata debby membelalak, mulutnya membuka, lalu mengernyit...mata itupun segera mentikkan air.
"ssshhh...soorry sayang....sorry debb...sakit yaa....?"bisikku pelan.
debby memaksakan diri tersenyum.
Kudiamkan penisku di dalam liang itu tanpa gerakan selama beberapa waktu.
lalu...ssshhhhh.......ssshhhh......asnnnnnnnn...ss shhhhh.....
debby mulai mendesah, terasa remasan pelan di dalam kewanitaannya.
kutarik pinggulku ke belakang, lalu ke depan lagi...pelan pelan sekali.
...aoooooouuussshhhh..........debby masih sedikit mengernyit, menahan rasa sakit, tapi lambat laun berganti menjadi desahan kenikmatam.
.....ahh...ah...ah...ah...ah...ahhhsss....ahh....a hsss.....
debby mendesah dengan keras ketika aku sedikit demi sedikit menggerakkan pinggulku maju mundur.
...aahhss...deebbb..,enakk sekalii....ssshhhh...
akupun tak kuasa ikut mengerang.
...deebb....kayaknya,...sshhh...hampir...sshhhh... ...gimana ini....
kataku ketika rasa geli semakin memuncak.
debby memelukku dari bawah, dengan tangan memegang pinggulku membantu memberikan goyangan.
...aaahhhsss....aahhhhhss...........debby menggelinjang lagi.
aku tak tahan lagi, betul betul sempit rasanya...kutekan penisku dalam dalam, hingga paling tidak ada delapan kali semprotan keras keluar dari ujung penisku di dalam kewanitaanya.
....mmmmmmhhhhhh...kucium bubir debby dalam.
aku pun segera ambrug di atas tubuh debby.
Kugulingkan badanku kesamping, terlihat di sepanjang batangku berwarna merah, darah debby.
Debby memandangku. "ann....im yours...."katanya pelan.
"sakit debb?"tanyaku.
"dikit ann...”jawabnya
Kucium kening lalu turun ke pipi dilanjut ke bibirnya.
Aku menggeliat sebentar, lalu segera berjalan ke kamar mandi.
Lapar...!
Kulirik jam tanganku, sekitar pukul 1 siang. Debby dan aku nongkrong di warung sate dekat villa.
Hampir sejam kemudian kita sudah kembali lagi duduk bercengkerama di taman villa, sambil memandang hamparan lembah yg mengarah ke kota.
"debb..."
"emang...dulu...ngg...sama...ngg...riki, belum pernah?.."tanyaku hati hati. Ricky adalah mantannya, mereka jalan sekitar 3 bulan sampai akhirnya mereka putus.
Debby cuma manyun, lalu memandangku tersenyum menjawab, "nggg...riki pernah minta an...tp aku bilang ini buat andik...makanya kita putus"
"loh...debb...beneran bilang gitu?" tanyaku bingung.
...kluthuk...ranting pohon kecil dipukulkan ke kepalaku
"gak laaah...gile lu...!"
debby balas bertanya, "kalo kamu ann...?"
aku terdiam sebentar, lalu menjawab.
"hmm...sherry di kampusnya lima kali, lalu siska di kosnya ngg...tujuh apa delapan kali ya?...trus bu reni dosen centil itu, tiga kali di studio...trus ngg..gak kenal namanya, nemu di moll, nggg...enam ada kali..."
Debby kaget lalu menutup mulutnya yg menganga dg dua telapak tangan.."beneran ann??...
...bletak...kupukul kepalanya dg ranting yg sama.
"gak laaaah...gile lu..."
Siang semakin ke barat. Sinar kuning cerah matahari berganti dengan kabut putih tipis yang mulai turun. Aku packing pakaianku. Rencana sore ini kita turun. Tapi tak kulihat debby packing sama sekali.
Waktu menunjukkan pukul tiga lebih seperempat. Kulihat debby berdiri di teras belakang, memandang jauh. Kupeluk cewek mungil itu dari belakang. Kusibakkan rambut panjangnya yang menutupi telinga.
"ssshhhh......"debby mendesis ketika kucium telinganya.
Tshirt bergambar siluet che guevara milikku dipakainya. Pundak putih itu terlihat mengintip dari sisi kiri. Ciumanku mengarah ke sana. Tangan debby melingkar kebelakang, mencari kehangatan pelukanku.
Celana pendek hitam masih dipakai, namun tshirtku yang kebesaran membuatnya tenggelam, hanya menampakkan betis bersih miliknya.
Tanganku masih memeluknya dari belakang. Ciumanku mulai bergerak lagi dari bahunya menuju leher.
"aaahhhssssss.....annnnn........ssshhhh....... jadi basah niiihh...."rengeknya manja.
"mau pulang gak debb.....tar keburu kabutnya tebel..."kataku masih menciumi bahunya kembali.
"sshhhhhh.....gak ah,..,aku mau sama andi terus....."debby menengok, lalu menciumku lembut.
....pletok pletok pletok.........breeessssshhhhh........... hujan sekonyong konyong turun dengan deras.
“waaahhh....”kutinggalkan debby sendiri di teras, vespa skuter warisan ayahku masih di luar. Tergopoh gopoh kudorong motorku naik ke teras. Waduh...kalau sampai mogok bisa berabe nih.
Setelah kuyakin tak kena tumpahan langsung air hujan, aku kembali masuk.
Debby duduk di sofa tengah, dengan kaki diangkat di meja.
“...eeeeehhhh.....”kataku menggoda.
Tangannya melambai ke arahku, menyuruhku duduk di sebelahnya.
Cantik...seksi....nakal....
Aku duduk di sofa seberang. Senyum debby berubah menjadi nakal. Tangannya memegang lutut yang naik di atas meja, lalu pelan pelan membukanya.
Gerakan yang pelan..
Terlihat bayangan celana pendek hitam di balik tshirt abu abu.
Kaki debby semakin mengangkang, tanpa membuka celana, tangan debby berpindah dari lutut naik ke perut. Kepalanya mendogak ke atas, membuat rambuh indahnya jatuh ke belakang.
Jemari itu masih menari di perutnya, tangan kiri sedikit naik menuju bukit yang tampak dibusungkan, sementara tangan kanannya turun menuju pangkal paha.
Mungkin debby melihat mataku melotot ..yang jelas junior di selangkangan mulai bereaksi.
Tak mau berhenti di situ, tangan kiri dan kanan mulai menyelusup ke dalam tshirt itu, sehingga swdikit tertarik naik memperlihatkan kulit perut dan pusarnya yang putih.
Kembali, tangan kiri naik meremas bukit dada itu dari balik tshirt, sementara tangan kanannya memcoba merogoh ke dalam celana hitam pendek itu.
Aku segera beringsut, namun debby memberikan tanda dengan jarinya supaya aku tetap diam. Debby berdiri, lalu perlahan tangannya turun memegang ujung tshirt itu. Ditariknya ke atas pelan pelan, ditambah dengan goyangan pinggul.
....wwwoooooowww...aku menggumam
Kaus itu sudah diatas kepalanya, tersembul dada debby yang menggoda. Puting pink itu mencuat, mungkin dingin....mungkin terangsang.
....sreg.......Kain itu dilemparnya ke arahku.
Segera kusingkirkan supaya tidak menghalangi pandanganku.
Bak model atau penari, debby menggoyangkan pinggulnya. Bukit ranum itu ikut bergoyang. Ingin rasanya kuhentikan goyangan puting itu dengan lidah dan gigiku.
Sedetik kemudian, debby berbalik, memberiku punggungnya yang mulus. Wajahnya menengok ke arahku, dengan pandangan mata yang menggoda. Namun tiada kata terucap dari bibir seksi itu.
Perlahan kedua tangannya turun ke pinggang, menyentuh ujung atas celana pendek hitam itu.
....woooww.....aku lagi lagi bergumam sambil tak pernah berhenti menelan ludah...
Kembali goyangan pingul itu jelas menggodaku. Tangan mungil debby perlahan lahan menurunkan celana itu ke bawah. Semakin lama semakin menungging.
....plop.....lepaslah celana itu turun dari pangkal kenikmatan debby. Pantatnya yang menunging tampak bulat menggoda. Mulus....
Aku mulai memajukan badanku. Kupegang kedua bongkah pantat itu, masih diiringi goyangan pinggul seksi debby.
Kudekatkan kepalaku, kucium satu persatu bulatan pantat itu.
Debby berbalik, lalu mengangkat kepalaku.
.....mmmmmmmmmhhhhh.......aannnn.....mmmmmhhhh.... im yours.....mmmmhhh....
Debby mencium bibirku pelan, kubalas dengan ganas.
Kukulum bibirnya dalam, lama...sampai terengah engah menarik nafas. Turun ke leher...keliling...
....ashhhhhhh.....sssssshhgh......... debby mendesah.
kupegang kedua tangannya, kutarik ke belakang punggung. ciumanku semakin turun, menuju bukit kembar. Punggungnya maju, berusaha membusungkan dadanya, mengharapkan desiran desiran kenikmatan dari bibirku.
ciumanku berhenti di tengah tengah lembah dua bukit nikmat itu, debby berusaha menggoyangkan badan, putingnya gatal.
Ciumanku berubah menjadi jilatan...kulingkari jilatanku pada batas puting pink merona itu. Kukelilingi beberapa kali. Debby semakin mendesah, tanggannya berontak, bahunya bergetar, bergoyang menginginkan puncak bukit itu kujamah.
Hingga dalam satu gerakan, haapp....kukulum habis puting itu.
....aaashhhhhhhhh....ssshhhhhhhhhhhhh...youre killing mee....aaashhhhh....debby mendesah semakin liar.
Tangan debby kulepaskan dari genggamanku di punggungnya. Segera kepalaku ditekannya mendesak dada ranum itu. Lidahku memilin milin puting itu berganian dengan cepat, diambut dengam getaran getaran kaget dari badannya.
....oh...oiuuuuuusshhhh...aaaahhhsss......
Punggungnya semakin melengkung. Hampir saja jatuh. Kusangga dengan lengan kananku, kuturunkan dia hingga setengah terbaring di sofa hitam itu.
Aku berjongkok di didepannya. Persis didepanku sekarang, sebuah bukit mungil yang tadi pagi kurenggut kesuciannya.
Kutiup sekeliling nya, debby menggerinjal. Tangannya terlalu lemas untuk begerak. Kuangkat paha debby sedikit naik, hingga jelas terlihat celah kecil vagina pink itu.
Kujilat perlahan dari atas..turun ke bawah.
....ooouuuuhhhhsss....aannn...diapaiiiinn....eehhh sssss...........aahahhhhsssssss.......
Badan debby terlonjak lonjak seperti kesetrum. Geli dan lemas, sensasi rangsangan bibirku membuat matanya membeliak.
Kujilat lagi, pelan mengorek ngorek celah sempit itu. Bau khas wanita terasa, basah. Kumasukkan lidahku semakin ke dalam, pungung debby makin melengkung ke atas. Tangannya memegang kepalaku. Goyangan pinggul yang tadi begitu aktif, sekarang tak kagi mampu dilakukan, hanya tergolek pasrah.
Kudorong jari telunjukku masuk perlahan, menggantikan lidahku yang sedikit capek. Kucium dan kukulum area ujung bibir vagina cewek oriental itu. Jariku semakin lama semakin aktif.
...Eehhhss...aand....aasshhh...aaannndd.....aaannn .....jannggaaaannn......jangan berhentii...sshshhhhh...
Jariku menyenggol gumpalan gumpalan jaringan saraf di dalam vagina itu.
Tiba tiba,...,..aaaaaaaauuuuuussshhhhh......ooouuusshhh hhh........sret sret sreeettt.......
Aku kaget...debby menyemprotkan cairan bening dari dalam vaginanya. Matanya membalik, punggungnya melengkung naik, kejang kejang, dan perutnya tampak bergetar getar.
Meski tak sampai bergelas gelas, namun cairan itu cukup banyak hingga membasahi sofa kulit itu. Tanganku masih di dalam, aku masih menciumi klitorisnya. Debby masih berkejang kejang. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
....sshhh..a.aannnnn....keluaarriiinnn....ssshhhhh .....lemeeessshhhhhh...sssshhhhhh........
Takut kalau menyakiti, kuikuti perintahnya. Debby tampak masih tergolek di sofa itu. Kudekati wajahnya. Kucium perlahan.
...aaann.....hhhhhhh...peluk akuuuhhhhh....hhhhhh.....
Debby mengerang. aku sama sekali tak tahu apa yang terjadi. Kukira squirting itu cuma bisa dilakukan para aktris porno terlatih. Debby? cewekku? wanitaku?
Debby masih mengerang dan mendesah di pelukanku, hingga beberapa saat.
"sshhhhhh....diapain sih tadi....hhhhrrhhhhhssshhh...masih kerasa annn...sshhhhh...."kata debby masih bergetar...'aku pipis yaah.....ssshhh...enak sekali rasanya annm...hhhhhhhhh......"
ssssttt....mmmmhhhhh...kucium lembut bibirnya.
Gantian dibalas dengan ciuman yang dalam darinya. Bibir bawahku ditarik tarik dengan giginya.
"debb....kamu seksi sekali...."kataku jujur.
...sreg...sreggg......segera tshirt orangeku dilepasnya dengan cepat.
Telanjang, debby menduduki perutku. Staminanya sudah kembali. Terpampang jelas buah dada miliknya di depan mataku.
Tanpa berkata apa apa, debby segera turun, melorot dari perutku ke lantai. Bersamaan dengan itu, tangannya meraih celana pendekku untuk ikut turun.
...sreeg...jreenggg.....
Gerakan cepat itu membuatku kaget, namun tangan debby segera mendorong dadaku kembali rebahan di sofa.
Penisku mencuat menjulang. Tegang.
"hmmm...ini toh yang tadi masukin akuh...."kata debby gemas sambil mengerling nakal.
"hmmmm......"debby memegang batangku keatas, menyelidiki dan mengamati alat kejantananku.
"inih yang namanyah kontol....hmmmmm......."
"deeebbbb....."desahku ketika tiba tiba bibir seksi itu membuka dan mengulum bola bolaku di bawah.
Mata sipit debby memandangku dari bawah, masih dengan mulut mengulum bolaku.
....cpok......bolaku terbebas dari mulut indah itu.
"aannn...kalo main sendiri diapain? gini?"katanya sambil mengocok batangku tiba tiba.
....eeehhhhssss....pelan pelaaannn.....protesku
"ouuu...jadi gimana dong.....hap...."segera ujung helm lelakiku dikulumnya.
"hegingi annng ?"katanya sambil memandangku lucu.
ooouuushshhhhhh.......desisku
....sslllerrpppp....sslllrrppppp.....halok hegingih hengak gak?....(kalo begini enak gak?) debby memasukkan batangku semakin dalam.
...ssshhhttt,....ahhhsss,.,.....tak bisa kutahan desahku, meski baru pertama, permainan bibir debby termasuk hebat.
Lidah mungil itu menjilat bagian bawah batangku, sementara kepalanya semakin turun.
....ouuusshhhhh....deep throat?....uuushhhh....debby memang liar.
Segera kutarik kepalanya, agar aku tak selesai di dalam mulut seksi itu.
Debby segera berdiri, aku juga ikut beringsut, namun lagi lagi tangannya menahan dadaku supaya tetap diam.
Dikocoknya batangku pelan, sambil pelan pelan kakinya melangkah, mengangkangi pahaku.
.....eehhhhsssss...........
Debby mulai ikut mendesah, ketika ujung penisku menyentuh klitorisnya.
Pinggulnya mulai diturunkan, seraya mengarahkan ujung batangku ke bibir vagina mulus itu.
....aaaouuuuuuhssshhhhhhh..........
Debby mendesah, membuang nafas panjang ketika helm laki lakiku memasuki mahkota kenikmatan itu.
...ssshhhhhh.....semakin diturunkan lagi.
........aaashhhhhhj...sss....hhh......semakin turun lagi....
....aaashhhhhhsssssseppppppp.....hhhhhhh......samp ai mentok ke dalam.
Debby mendiamkan gerakan pinggul itu, begitu menurutnya batangku sudah mentok di dalam. Namun, pangkal batangku masih terlihat sekitar dua lebar jari yang belum masuk.
Beberapa saat kemudian, debby mulai menggoyang naik turun. Tanganku dipegangnya, lalu diarahkan ke dua gunung kembarnya. Kuremas remas, agak kencang. Gerakan sebby semakin naik turun, aku mulai mendorong pingulku naik.
Punggung debby sedikit melenkung, tanganku yang dipegangnya di dada kemudian menjadi tumpuan badannya. Rojokan penisku semakin keras ke atas. Bahkan sampai mentok.
..cpok...cpok...cpok....suara pinggul kami bersentuhan keras.
Debby mendelik...mengerang keras....
....uuuaaaaaassshhhhaaaaaaarrggggh.....sshshhhhh.. .......
Terasa ada dorongan dari dalam vaginanya, lalu diangkatlah pingulnya, hingga penisku terlepas. Bersamaan dengan itu, mengucurlah dengan deras cairan kenikmatan si mungil cantik itu.
Matanya terpejam, mengernyit menahan kenikmatan.
Kakinya bergetar, hingga hampir terjatuh.
Kupegang pinggang ramping itu, kutarik hingga berbaring di sofa bersamaku.
Kuangkat kaki kirinya naik ke atas, badannya kumiringkan ke kanan.
...slepp.......
Kutusukkan kembali penisku ke dalam vaginanya, kali ini aku yakin debby tak akan kesakitan.
Kupompa dengan cepat dan dalam.
Mata debby membeliak, mulutnya megap megap..
Tak lama aku meraa puncakkku akan datang.
Kuputar debby hingga menghadapku. Kucium bibirnya yang sedikit menganga.
...aaaahhhhhhsss,....deeebbbb.......ssshhhh....
Tusukanku menjadi semakin kuat ke dalam, berbarengan dengan menyemburnya cairan ku di dalam vaginanya.
..ouuushhhhh....terusssshhh........aaannn......
jangan berhentiiihhh......fuck mee....
teriaknya.
Belum sampai semprotanku berhenti, debby sudah ikut mengejang dengan hebat.
...Aohhh,,,,aahhh,,,,assshhhhhshssaaaaahhhhhhhh... ..wwaaaassshhhhhjjj..........
Punggungku dipeluknya erat sekali, kukunya tajam tertanam di kulitku.
Bola mata hitamnya tinggal terlihat separuh.
...what a great lover you are ann...ssssshhhhhh...desisnya sambil membuang nafas.
Kita menginap lagi di sana. Meski awalnya susah minta ijin ke mama debby. Tapi, karena bersamaku, mama debby akhirnya mengijinkan, pun sama dengan papanya.
Malam itu, debby tidur di pelukanku. Status kami sebagai sepasang kekasih membuat malam itu menjadi indah sekali. Dari ngobrol soal kampus, cerita soal kelurga hingga cita cita ke depan. Tak melulu bercinta, ya bercinta...bukan sekedar seks, kita benar benar meluapkan segala perasaan kami.
Dua tahun berlalu, semester berganti, hingga saatnya menuju ke tugas akhir.
Tersebutlah seorang dosen muda, genit, seksi, cantik sih sebenernya. Renata Wulandari, dipanggil bu reni. Lulusan universitas tetangga. Hanya tiga tahun di atasku, aku pun termasuk telat memasuki tahapan tugas akhir. Telat hampir dua tahun. Debby? Dia sudah lulus, cum laude, sekarang direkrut oleh satu bank swasta besar.
Keterlambatanku menyelesaikan kuliah bukan karena bodoh, namun karena ada beberapa waktu aku disibukkan dengan side jobku bersama teman teman di band. Juga beberapa pekerjaan yang kuterima. Siapa yang paling sering merengut ketika lagi lagi kutunda tugas akhirku? ....orang tua debby...mungkin dalam angan angan mereka, aku segera lulus lantas menikahi putrinya. Hmm...
Kembali ke bu Reni. Dosen yang masih single. Sering di kampus dia memakai rok panjang, namun lipatan kainnya sedemikian hingga pahanya terbuka bebas dari mata para mahasiswa. Tanktop tertutup blazer yang tak pernah dikancingkan. Malah cenderung mengumbar isinya. Bu reni mengajar mata kuliah dasar utk mahasiswa semester awal, tentu saja aku sudah melaluinya lima tahun lalu. Cantik sebenernya, tapi kegenitan itu yang bagiku merusak kecantikan alaminya.
Tugas akhirku ! Aku dibimbing oleh beberapa dosen lama yang sudah kukenal dengan baik. Materiku sudah matang, kata tanda tangan beliau di kertas laporanku. Hanya tinggal mengurus administrasi tugas akhir, dan menghubungi dosen penguji untuk seminar akhirku.
Aku tak tahu bagaimana proses itu. Yang jelas, dosen pembimbingku mengajukan beberapa nama dosen penguji yang dianggap layak untuk menjadi "musuh" dalam seminarku nanti. Namun pada akhirnya, fakultaslah yang menentukan siapa nama nama pengujiku.
Hari itu, keputusan nama dosen penguji sudah ditempel di papan pengumuman.
Andhika Setya Nugraha NIM 883100xxx, dosen penguji : ir. Bambang S, ir. Isnanta, ir. Budi K, dan Renata Wulandari, st. Tanggal seminar 23 Oktober 20xx.
Beberapa nama yang tercantum sudah kutahu back groundnya. Ir Bambang dosen muda juga. Dia dulu kakak kelas bu reni. Tak hanya sekampus, dari desas desus, sepertinya Pak bambang ini memang menaruh hati padanya. Sementara bu reni cuek cuek saja. Konon, pak bambang pulalah yang mengusulkan untuk menerima bu reni menjadi dosen di kampus ini.
Tanggal seminar..! Masih ada waktu kurang lebih 1,5 bulan. Cukuplah untuk melakukan revisi gambar desain maupun mempersiapkan presentasinya. Studio di lantai 5 gedung ini menjadi rumahku. Praktis hampir tiap hari aku menghabiskan waktuku disana.
Debby? Setelah jam kerja, biasanya cewek tionghoa itu mampir ke sana, lalu makan malam bareng. Kadang aku pulang dulu setelah itu, atau dilanjut kencan berikutnya, lalu sekitar jam 10 malam, kembali ke studio.
Bu reni... Meski terkesan genit, sebenarnya baik. Itu kutahu setelah sering ngobrol bareng. Aku tak lagi memanggilnya bu, cukup reni saja kata beliau. Namun, setelah beberapa kali terlihat menghabiskan waktu di studio bersamaku, pandangan Pak Bambang menjadi aneh padaku. Beberapa kali aku berpapasan dengannya di hall, tampak dia membuang muka.
Aku tak begitu peduli. Hingga, tiba tiba keluar surat pembatalan tugas akhirku.
Yap. Surat dari fakultas itu mengatakan kalau seminarku akan di cancel, bahkan tugas akhirku dibatalkan, karena ada beberapa persyaratan yang ternyata ditolak secara administrasi.
Aku kelimpungan, jelas...!! Tinggal waktu dua minggu, materi sudah selesai semua.
Segala upaya dosen pembimbing pun kandas di tangan dekan fakultas. Kucoba menyelidiki ke bagian tata usaha dan administrasi.
Usut punya usut, ternyata beberapa nilai mata kuliahku yang sekarang dipimpin pak bambang, semua di hilangkan. Padahal, kutempuh mata kuliah itu sebelum Pak bambang jadi dosen di situ.
Aku marah.! Kulabrak pak bambang dengan didampingi bu reni. Menurut hematku, aku harus punya saksi, dan kebetulan saat itu, bu reni lah yang paling bisa diajak kompromi.
Jawaban jawaban normatif keluar dari mulutnya ketika kutanyakan sebab nilaiku menghilang. Alasan absen lah, alasan tugas lah. Jujur, aku memang sudah tak ingat berapa kali aku membolos mata kuliah itu.
“ya sudah dik andi, saya kasih waktu dua semester lagi, untuk mengulang mata kuliah saya, setelah itu boleh ujian akhir lagi.”
...prak....brug.....satu pukulan keras melayang di wajah nyinyir pak bambang disusul dengan ambrugnya tubuh tambun itu. Aku emosi..!
Hari berikutnya, aku dipanggil sidang etika oleh beberapa dosen senior, kepala jurusan dan dekan dengan menghadirkan pak bambang. Aku terpojok. Dan satu satunya jalan adalah aku meminta maaf ke pak bambang, dan mengikuti saran saran beliau. Atau mundur, dipecat dari kemahasiswaan.
Aku memilih untuk mundur..! Dengan kata kata makian kasar kepada pak bambang, aku membanting pintu ruang sidang itu. Bahkan bu reni yang turut hadir di sana hanya mampu menangis sesenggukan.
Hari hari berikutnya, aku selalu emosi. Hanya debby lah tempat ku mengadu.
Hingga suatu malam, kira kira sekitar sebulan sudah berlalu. Dengan menaiki skuterku, aku menuju rumah keluarga debby.
“debby dan papa mamanya baru keluar mas, cuma ada cik sisil di dalam. Masuk saja...”kata pembantunya.
Aku yang tak punya tujuan lain, menuruti anjuran mbok tini pembantu rumah tangga keluarga itu.
Kumasuki ruang tamu rumah besar itu, langsung menuju ruang keluarga. Tak kulihat sesiapapun di sana. Aku duduk di ruang keluarga itu.
Tiba tiba, seorang keluar seorang cewek dari kamar mandi persis di depanku.
...aaaahhh......pekiknya sambil tangannya naik turun berusaha menutupi tubuh telanjangnya. Aku kaget mendengarnya. Secepat mungkin aku memalingkan muka.
“andiii...gak bilang bilang sih...”kata cecile ketus
“yaa....tadi disuruh masuk kok..” jawabku sambil memalingkan muka.
Cecile bergegas masuk ke kamarnya.
Beberapa menit kemudian, cecile sudah duduk di depan tv bersamaku.
“ann...kamu serius yah sama cicikku...?”
“eh..yaa....sambil jalan lah sil...namanya juga pacaran...”kataku.
“hmmm.....”cecile nampak berpikir.
Kulirik cecile cuma memakai babydoll putih sedikit transparan.
Beberapa menit setelahnya, membuatku panas dingin. Bagaimana tidak, cecile terlihat mengangkat kakinya ke meja, dan dengan sengaja menarik pakainnya ke atas, pelan pelan. Posisi dia yang persis di sebelahku membuat juniorku mau tak mau sedikit berontak.
“siiilll.....awas looo......aku ni pacar kakakmuuu....”kataku
Cecile cuma diam saja, bahkan celana dalam putihnya sudah mengintip.
Tiba tiba cewek putih itu berdiri. Dan ....sreg.......tas....... baby doll itu jatuh ke lantai.
“sisiiill....”aku pura pura memalingkan wajah. Namun sempat kulihat buah dadanya yang tak lagi tertutup apa apa.
Sedikit lebih besar dari Debby.
Putingnya pink.
Cecile meliuk liukkan badannya, bagai sedang menari mengikuti musik dari tv.
“aduuuhh....siiill....pleaasee......”kataku sambil menutup mataku. Aku tak mau mengkhianati debby.
“ssttt....gak usah muna ann....”cecile mendesah sambil tangannya melepas telapak tanganku.
“aduuuhhh.......sisiiilll...”celana dalam cecile sudah lepas. Telanjang bulat !
Cecile berdiri menungging dengan kepala mengarah ke wajahku, sementara tangannya mulai menggerayangi pangkal pahaku.
.....cekrik....sreekkk......”aanndiiii......AAANNN DIIIIIIII.........”
Terdengar pintu terbuka dan suara debby yang kaget berteriak.
Aku menengok dengan cepat. Pintu itu ada di belakangku. Cecile juga salah tingkah, diambilnya baby doll di lantai lantas berlari ke kamar.
Debby membelalak memandangku. Aku diam saja, lantas tanpa satu patah katapun, aku keluar dari rumah itu.
Puluhan miscall dari debby maupun cecile ke hpku tak kupedulikan. Hingga dua minggu kemudian, kita berdua putus. Aku merasa tak enak, merasa dijebak, atau apalah. Yang jelas, saat itu aku labil.
Hingga beberapa bulan kemudian, aku baru berani menghubungi kembali debby. Dan kembalilah hubungan pertemanan kita.
--end of flashback--
Dan sekarang, wanita yang dulu turut andil merusak hubunganku dengan kakaknya, tergolek lemas di sofa rumahku. Aku masih melihat nafasnya yang teratur. Kuambil selimut dari kamar, lalu kututupi tubuh cecile.
EPISODE 4
09.00 am the next day.
Aku sudah terbangun sejak tadi pagi. Cecile masih tergolek di sofa tamu ku. Aku tak tahu mesti bagaimana. Beberapa kali selimut Cecile tersingkap, dan selalu kurapikan kembali, tak mau aku tergoda tubuh seksi itu.
....adduuuhhhhh.....dimana nih....aduuuhhh....
Tiba tiba Cecile terbangun sambil mengerang, tangannya memegang kepala. Hangover...pusing. Dari pagi aku sengaja tak berani banyak membuat suara, namun sebuah motor dengan knalpot berisik lewat di depan rumahku, dan mau gak mau, memaksa Cecile bangun.
Kudekati Cecile, aku duduk di sofa seberangnya. "sill...kamu dirumahku....mAndi dulu sana...kamu bau..." kuberikan handuk dan sepasang baju dan celana pendek lisa.
....aduhh...annnn.....pusing......
Katanya setelah agak bengong memandangku dan sekeliling ruangan.
"itu ada kopi di meja...minum dulu..."sengaja aku tak langsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk di kepalaku. Kubiarkan Cecile sadar sepenuhnya.
Setelah meminum sedikit kopi, Cecile segera beranjak menuju kamar mAndi.
Aku meneruskan aktifitasku, mengedit beberapa pekerjaan di ruang kerjaku.
"ann.....Andii...dimana kamu..."panggilnya ketika selesai mAndi.
Kulihat, Cecile tampak segar, meski sedikit pucat. Tshirt longgar dan celana selutut dipakainya, tampak agak kedodoran.
"duduk dulu sil...aku udah buat sarapan, makan dulu...."kataku sambil keluar dari ruang kerja menuju pantry.
Kupandangi Cecile yang makan dengan lahap.
"ann...udah telpon Debby?"tanyanya
"belum sil...nunggu kamu bangun dulu...."
Tiba tiba Cecile sesenggukan. "ann....maafin sisil yaah...."katanya
"he? kenapa sil?"
"gara gara sisil....Andi putus sama cicik kan....gara gara sisil...."katanya lagi
“eeeehhhh..udahlaah siiilll...udah kok...."kataku menghibur, meski belum faham betul dengan situasi.
"sill...emang ada apa sih...semalam datang mabuk, terus awut awutan behitu?" tanyaku kemudian.
"aann...dengerin ceritaku ya....
a few years ago (Cecile’s pov.)
Hingar bingar pesta baru saja selesai. Tumpukan kado dan sampah kertas berserakan di taman belakang rumah keluarga toni. Tampak petugas sound system sedang membongkar peralatan suara dan lighting yang tadi dipakai. Di ujung, Debby, cicikku sedang bercengkerama dengan teman teman cowok yang tadi ikut mengisi acara ini. Kulihat mereka dengan tatapan agak iri, atau bahkan kagum ?
Pacarku, atau tepatnya mantan pacarku, hari ini tak datang setelah tadi pagi kita bertengkar hebat hingga akhirnya kita putus. Ulang tahun ke 17 ku...aku kesepian. Bukan...bukan karena putus...bukan. Aku pengen seperti kakakku, yang selalu penuh canda tawa dengan teman temannya.. yang selalu bisa tersenyum no matter what.. yang selalu tampil apa adanya di mana saja.. yang bisa menemukan tempat di mana orang orang tak menilai berdasar penampakan fisik saja.
Aku cantik..! Aku yakin itu, badanku bagus, dadaku besar, what more can a girl want. Tapi aku dibatasi olehnya. Teman temanku tak ada yang melihatku dari apa yang ada di kepalaku. Mantan mantan pacarku hanya ingin melihat dan menikmati isi bajuku..
Tak ada yang peduli dengan hati maupun pikiranku. Mantan pacarku terakhir, seminggu yang lalu lah yang terakhir menjamahku. Yah..aku memang sudah tak lagi perawan. Perawanku diminta pacarku terdahulu, setelah ketahuan memakai narkoba, aku tak lagi mau didekatinya.
Pelan pelan mulai kuangkati kado kado itu, dengan senyum kaku di wajah.
“ceweeekkk.....perlu dibantu gaaakk....”kata salah satu teman kakakku, Rendi sang drummer.
Di belakangnya, Andika, bassis dan vokalis, Alin guitaris, dan tentu saja cicikku Debby. Mereka mendekatiku dengan senyum lebar. Ouuuhhhh....betapa nyamannya di sana.
Dengan dibantu empat tenaga tambahan, tentu saja segera bungkusan bungkusan kado itu terangkat dari meja di depan panggung. Kuletakkan semua di ruang tengah, papa mama baru saja datang. Papa menciumku dan berkata
“selamat ulang tahun sayaang...gimana pestanya ?”
Papa mama ku adalah orang tua yang sempurna. They love each other so much. Bahkan, mama tahu apa yang ada di pikiran papa ketika sedang galau, dan sebaliknya.
Khusus untuk pesta ulang tahun ini, mereka sengaja hanya ikut membuka acara di awal, lalu semua diserahkan kepada kedua anaknya untuk mengelola. Biarkan ini jadi pesta anak muda, kata papa tiga hari lalu. Papa dan mama mau pesta sendiri, hihi...
Tak sampai sejam kemudian, rumah kembali sepi. Cik Debby sudah masuk ke kamar, setelah menciumku selamat tidur. Teman-teman cicik bahkan sudah pulang sejak tadi. Papa mama baru saja masuk kamar pula. Aku kembali sendirian di ruang tengah ini, dengan bergunung gunung kado di depanku.
Capek...tapi aku memilih untuk mulai membuka kado satu persatu. Barang barang mulai dari boneka, tas, sampai benda benda konyol kutemukan dari situ. Namun, ada satu yang menarik.
Sebuah kotak hitam di dalam kertas kado pink, kukira dari mantan pacar. Tapi tertulis besar disitu...”untuk adikku tersayang”
Kubuka segera kotak hitam beludru itu. Mungkin kalung, pikirku. Tapi bukan..!! Didalamnya dijepit indah sebuah cermin dikelilingi frame dari perak. Indah sekali...! Tapi? Cermin ? Ini terlalu biasa...ini bukan kado...hingga kubalik frame itu, kutemukan sepucuk kertas dengan tulisan tangan cik Debby.
....adikku....selamat ulang tahun...saatnya untuk menjadi dewasa....
...kado ini bukan perhiasan...bukan pula alat kecantikan...
...kado ini adalah alat...alat untuk menjadi dewasa...
Dari kakak yang menyayangimu, Deborah.
Meski aku tak begitu paham maksudnya, aku menitikkan air mata. Aku akui, selama ini aku selalu manja kepada siapapun. Siapapun itu, bahkan mama sekalipun, kalau aku pengen sesuatu tak dituruti, pasti ngambeg. Dengan segala upaya, ingin kutunjukkan kalau aku penting.
Surat di dalam kado dari cicikku itu sedikit banyak membuka pandanganku. Malam itu juga, aku segera meninggalkan tumpukan kertas kado berserakan di ruang tengah, dan kutuju kamar Debby. Kupeluk dia yang tertidur, dan aku ikut tidur di sebelahnya.
Beberapa bulan kemudian, aku diterima masuk ke fakultas ekonomi. Lingkungan baru, membuatku mulai belajar banyak. Aku lihat, cik Debby pun semakin menganggapku dewasa. Tapi sekian tahun menjadi anak manja, tak bisa hilang begitu saja. Sikapku yang selalu ingin dituruti kadang tak bisa kurubah dengan sempurna. Paling tidak, aku sudah berusaha, pikirku.
Di kampus, banyak teman yang dulu datang dari sekolah yang sama denganku. Hal itu membuatku susah melepaskan predikat lamaku sebagai cewek judes. Sehingga, temanku pun tak terlalu banyak. Tak apalah...aku masih punya cicik dan papa mama dirumah.
Ricky, kakak kelasku. Cakep. Tinggi. Pemain basket. Beberapa kali tampak sengaja tersenyum padaku. Beberapa kali pula menyampaikan secara langsung ingin mengajakku jalan. Namun hanya senyum yang kuberikan. Aku sedang tak ingin berhubungan dengan pria, lagipula desas desus mengenai tingkah laku Ricky terkenal playboy. Suka gonta ganti cewek, pilihannya selalu ke cewek cewek cantik, kaya dan gampang dibodohi.
One day, 01.15 pm
Siang itu, rumah kosong. Aku mencari cik Debby di kamarnya, kosong pula. Iseng iseng aku duduk di meja riasnya. Kulihat beberapa foto terpampang di cermin besar itu. Foto foto cicik sedang bersama teman temannya. Beberapa foto kulihat band mereka bermain di kafe, ada juga foto cicik sedang bernyanyi.
Kuperhatikan, hampir tiap foto selalu ada Andika. Bahkan ada beberapa foto terpotong yang hanya nampak Debby dan Andi saja. Aku tersenyum menyadari sesuatu.
Kubuka laci meja rias itu. Kutemukan sebuah buku bersampul tebal, diary ?
Kubuka halaman pertama, tampak foto cicik dari kecil, berdua denganku, hingga sekarang. Dipotong berdempet dempet.
Beberapa garis dan gambar Debby juga terlihat disana, warna warni.
Isinya ? Debby bukan cewek cengeng. Dia tegar, seorang cicik panutanku. Pun yang ada di dalam diarynya. Dia cewek yang kuat. Diary bukan curahan tangis seorang cewek, tapi lebih ke jurnal kegiatan dan kesan kesan yang didapatnya mulai sejak smp. Yap, buku itu memang tebal, tapi sebagian sudah di bikin index. Hmmm....cicik memang rapi. Segala sesuatu selalu matang dikerjakannya.
Beberapa kali kubaca nama Andi ditulis dengan tinta merah, kadang biru, selalu dibedakan dari tulisan lainnya. Dari berbagai tulisannya itupun tertulis betapa dia sangat nyaman dengannya. Cowok gondrong itu memang cukup ganteng, pikirku. Dan papa mama sangat suka dengannya. Orangnya tak aneh aneh, tapi lucu. Tapi, hati cowok siapa tahu, aku membatin sambil tersenyum.
Di lembar terakhir tertulis nama Ricky agak besar. Tak ada kalimat maupun kata lain. Hanya nama Ricky.
Kututup buku diary itu. Hmm...aku tak rela cicikku cuma jadi salah satu korban Ricky. Aku harus berbuat sesuatu.
Beberapa hari berlalu.
Cik Debby yang biasanya selalu pulang sebelum gelap, akhir akhir ini merubah kebiasaannya. Aku ingat, sore itu kulihat cik Debby pulang diantar motor yang tak asing lagi. Yah, motor sport itu milik Ricky. Wajah pengendaranya tertutup helm full face, namun aku yakin dari postur tubuhnya, itu adalah Ricky.
Esoknya, aku sengaja memakai baju yang cukup seksi. Kebetulan mata kuliah yang kuambil sama dengan Ricky. Kupancing dia dengan senyum senyum menggoda. Sorenya, di parkiran mobil, cowok itu mendekatiku.
“sil...ehh...tunggu...”panggilnya,
“ya...”aku pura pura tak peduli.
“hnggg..mau kemana ni...”katanya kemudian.
“pulang kak...emang mau kemana lagi....”jawabku
“jalan yuk....dari dulu diajak kagak pernah mau...”ajaknya
Kulihat wajahnya, tipikal wajah cowok cowok coverboy, putih, rambut cepak, tshirt ketat menunjukkan badannya yang kekar. “kemana kak?”tanyaku
“jalan aja lah...kemana aja...”
Sedan honda city warna silver, milikku, dikendarainya pelan. Akhir pekan, jalanan cukup ramai. Apalagi kita menuju ke pusat jajanan malam. Aku memakai blus putih, dengan belahan dada yang cukup lebar, meski tertutup renda-renda besar. Mini skirt coklat garis garis, semakin menampakkan mulusnya pahaku ketika duduk di mobil. Rambut panjang kugelung ke belakang dengan beberapa kelompok yang jatuh, menampakkan leher putihku. Seksi !
Selama perjalanan, nampak mata Ricky tak pernah lepas dari paha maupun dadaku yang kadang sedikit terbuka dari celah renda renda itu. Sebuah cafe mahal, dipilihnya untuk makan malam.
Aku tak tahan sebenarnya, lagak Ricky memang selalu begitu, sok keren. Tapi demi Debby, semua ini kuharus lakukan.
Telapak tanganku dicuri curi pegang olehnya ketika duduk di sofa cafe itu. Sekalian saja, aku goda dia dengan pura pura membungkuk membenarkan sepatuku, yang artinya semakin lebar terlihat belahan dadaku.
Pelan pelan, Ricky mulai mendekat. Tangannya memeluk pinggangku dari belakang.
“sil....kamu seksi...”katanya
Aku jawab dengan tersenyum.
Detik berikutnya, bibir Ricky sudah menempel di leherku.
“ssshhh...kaakkk....jangan disini...banyak orang....sshh...”desahku.
Seperti mendapatkan lampu hijau, Ricky segera menjawab. “kemana yuk....”katanya.
Seperti agak buru buru, Ricky segera membetulkan selangkangannya yang sedikit menggembung, lalu berdiri untuk menyelesaikan pembayaran di cafe itu.
Aku sudah duduk di dalam sedanku lagi. Kali ini, Ricky semakin nakal. Tanpa basa basi, tangan Ricky mulai menempel di pahaku. Meski sebenarnya aku agak jengah dengan cowok itu, namun kubiarkan saja. hmmm....bahkan aku pun tambah terangsang dibuatnya.
Tanganku pun tak tinggal diam. Kuelus pula pahanya yang tertutup celana jins hitam.
“siillll...hangat....”kata Ricky begitu telapak tangannya lancang memasuki ke dalam rok miniku. Sedikit kututup pahaku, memberi tanda menolak.
Aku membalas, tanganku kutaruh di pangkal pahanya.
Kuelus perlahan batangnya yang mulai mengeras.
...kriiikkk.....kulepas zipper celana Ricky. Batang yang keras menyembul dibalik kain putih celana dalamnya. Kuelus lagi, tampak gerakan Ricky agak kaku. Mobil sedikit bergoyang.
Ricky memelankan laju kendaraan, pantatnya diangkat, untuk memberi ruang tanganku mengeluarkan penisnya.
Digenggaman tanganku, penis coklat milik Ricky tampak mengeras. Ukurannya normal, namun sedikit panjang. Kupermainkan batang itu pelan dari kepalanya, turun ke batangnya.
Ricky tampak tak bisa konsentrasi mengendarai mobil. Dipinggirkannya mobilku, sedikit ke daerah yang sepi.
“siill.....mmmmhhh.....”Ricky menciumku kasar.
Kocokanku semakin cepat. Ricky agak mendongak, merasakan sensasinya.
Belakang leherku dipegangnya, lalu ditarik ke bawah.
Aku tau maksudnya.
Lidahku kukeluarkan. Ujung bulat kepala penis itu kusentuh dengan ujung lidahku. Sedikit tampak cairan pelumas kelelakiannya keluar.
Sedikit terkaget dia, ketika tiba tiba mulutku mencaplok batangnya.
...sslllrrrpppp....sllllrrrpppppp...sshhh......
Mulutku penuh di isi batang lelaki itu. Rambut ku dipegangnya, dijambak...digerakkan naik turun.
...uhukkk..uhukk.....turun sampai tersedak.
Tangan Ricky menggerayangi dadaku.
Tangan kiriku yang terbebas, memainkan bola lelaki Ricky. Kuremas remas.
Lidahku membelit belit batang nikmatnya hingga desahan Ricky semakin keras kudengar.
Ikat rambutku sudah terlepas, digantikan jambakan Ricky yang semakin keras memaksa mulutku turun mentok.
Kudorong sedikit tubuhnya, hingga aku dapat bernafas. Tapi tak lama, kembali ditarinya kepalaku kembali.
Beberapa detik kemudian, badan Ricky mengejang. Bersamaan dengan itu, menyemburlah mani cowok itu ke dalam tenggorokanku.
...uhuk...uhuk...uhukk.....tentu saja aku tersedak. Mulutku penuh terisi sperma laki laki itu. Bau dan rasanya khas. Aku mau saja menelannya, kalau saja dia bukan Ricky.
Segera kuambil tissue dan kutumpahkan semua ke sana, bercampur dengan ludahku.
Kulap wajahku, dan kupandang Ricky. Kulihat cowok itu bersender di kursi yang sudah diturunkan sandarannya.
“ssshh...gile lu sil...enak bener seponganmu...”kata Ricky lagi.
“tau gini...bukan kakak lu yang gua deketin...”lanjutnya.
Aku diam saja.
“yuk ... cepetan...udah malem...”kataku kemudian.
Hari hari menyebalkan menyusul. Ricky merasa aku gampang didapatkannya, sering berlaku seenaknya sendiri. Namun tak pernah kuberikan tubuhku padanya. Tapi gobloknya, setiap kali jalan, selalu aku yang mengeluarkan uang, entah bensin, makan bahkan ketika handphone dia hilang, aku yang membelikannya.
Itu semua plus blow job dan sedikit raba-raba sudah terlanjur jadi biaya misiku ini. Misi ? Ya...semenjak ulang tahunku itu, misiku adalah membuat cicikku bahagia. Meski caraku mungkin mahal, tapi rasa sayangku kepada kakakku satu satunya itu mengalahkan semuanya. Aku merasa berhutang banyak pada cicikku itu. Sejak kecil, selalu dia yang mengalah padaku.
Well, paling tidak sekarang Ricky sudah tak lagi mendekati Debby. Kulihat beberapa kali Ricky menjemputku untuk berkencan dari rumah, dan saat itu juga cik Debby yang membukakan pintu. Kulihat di matanya, perasaan yang aneh. Maafkan aku cik, semua ini kulakukan untuk menjagamu. Yang membuatku sangat ingin menangis adalah, cik Debby sama sekali tak merubah perangainya. Dia relakan Ricky kepadaku. Pergulatan batin inilah yang membuatku semakin ingin menjaga kakak kandungku itu demi apapun.
Hingga suatu saat, ketika kurasa sudah cukup waktu, aku mengajak Ricky makan malam. Aku ingin putus..!
Aku jatuh hati dengan orang lain, itu alasanku.
Ricky terdiam di meja restoran itu. Memandangku tak percaya.
“kenapa sill...?”tanya cowok itu.
“hheeehhh.....gak tau kak...kayaknya aku gak bisa meneruskan hubungan ini.”
Ricky berusaha merayuku, aku tahu persis di dalam pikirannya, dia merasa belum sempurna pacaran denganku, dia belum bisa membawaku ke tempat tidur. Namun, aku sudah mantab, toh memang aku sama sekali tak ada rasa dengannya.
Lalu dengan kesal, dia pergi dari restoran ini, meninggalkanku sendirian. Fiuh....ini jauh lebih baik. Aku segera pulang naik taksi setelah menyelesaikan pembayaran.
Sherly, adalah salah satu cewek yang “memusuhi” aku. Yah..bagaimanapun, sepertinya cewek model sherly ini akan gampang sekali jatuh hati ke cowok macam Ricky. Bahkan ketika berita soal bubarnya hubunganku dengan Ricky sudah jadi berita umum, sherly masih saja menghindariku.
Soal gosip mengenai betapa “gampang”nya aku beredar pun, aku tak terlalu peduli. Aku tak peduli, apakah itu Ricky atau kelompok sherly yang menyebarkan gosip itu. Aku merasa itu semua sepadan, dengan selamatnya cicikku dari tangan playboy narsis nan matre macam Ricky.
Kemudian, datanglah kembali sosok Andi. Cowok gondrong yang cuek itu salah satu teman dekat cicik. Aku tak tahu sampai sejauh apa hubungan mereka. Aku mulai penyelidikanku dengan pura pura makan siang di kantin kampus anak anak teknik.
Sejauh ini, Andi sempurna. Tapi aku punya misi ! Aku harus mampu mencari keburukan Andi, untuk menilai patutkah dia bagi kakakku.
Aku belum sempat banyak berbuat, hingga suatu sore.. Debby yang sekarang sudah bekerja di sebuah bank, ternyata harus lembur sampai malam. Sementara papa mama sedang menghadiri sebuah acara di kota. Akupun baru saja bangun tidur, dan mAndi.
Selesai mandi....betapa kagetnya aku ketika melihat Andi duduk di ruang tengah. Kuputuskan untuk menggoda cowok itu, secara seksual. Dan aku sedikit gembira, Andi tak tergoda. Sayangnya, cicik keburu datang memergokiku tanpa busana. Aku langsung lari ke kamar. Andi pun langsung pamit pulang.
Baru pertama kali. Pertama kali bagiku menyaksikan cicikku marah. Pintu kamar ditutupnya dengan keras. Aku yang merasa bersalah berusaha menjelaskan. Tapi cik Debby tak mau menemuiku, mengurung diri di kamar. Dibentaknya aku ketika mengetuk pintunya. Aku benar benar takut. Belum pernah sekalipun cicikku marah.
Di dalam kamar aku menangis. Menangis tanpa suara. Aku salah. Ya...kali ini aku salah.
Semenjak itu, selama beberapa hari, cik Debby tak pernah menyapaku, melengos ketika kuajak bicara. Bahkan, hubungan mereka berdua bubar. Aku sangat merasa bersalah. Kepada Debby, kepada Andi dan kepada cinta mereka berdua.
Tapi, bagaimanapun juga cik Debby adalah kakakku. Setelah sekitar hampir dua minggu, akhirnya cicik sudah tak lagi marah. Namun tak pernah mau kuajak bicara soal Andi. Meski kutahu, sebenarnya cicik sangat mencintai cowok itu.
Berita mengenai DO nya Andi dan retaknya hubungan mereka membuatku semakin gusar. Aku selalu berusaha mendekati kakakku. Kutemani jalan kemanapun dia mau.
Aku sendiri sudah memutuskan, tak akan menjalin hubungan dengan siapapun sebelum cicikku bahagia, minimal menikah dengan orang yang baik. Misi yang awalnya sekedar menjaga seorang kakak, menjadi sebuah obsesi. Sebuah tujuan.! Mungkin aku berlebihan, tapi aku mewarisi darah Toni Suryantono, ayahku, seorang pengusaha ulet yang tak akan menyerah walau apapun menghadang.
Hari sabtu, 09.00 am
Rok mini merah dan hem ketat putih, seragamku hari ini. Kantorku, sebuah perusahaan telekomunikasi, sedang mengadakan pameran di mall.
Aku bertugas melayani pertanyaan dari pengunjung stand berkaitan dengan koneksi internet kami yang baru. Sales promotion girls, SPG, berjumlah 6 orang berkeliling mall menyebarkan brosur kami.
Seorang spg mendekatiku, tak tahu kalau aku karyawan tetap perusahaan itu.
"cik...tar malem dah ada yang buking belum?" tanya spg centil itu.
"he?" kupandang cewek cantik berseragam sama denganku itu. Rambut panjang, tinggi semampai.
Yang membedakan dia dan aku hanya name tag, memang sebagai spg, mereka tak diberi tanda nama, hanya bros berlogo perusahaan saja.
Tak sadar, dia mengulangi lagi pertanyaannya. Aku cuma menggeleng saja.
"cik..beneran nih....tadi om bos telepon aku, ini aku lagi dapet. Makanya aku disuruh cari ganti."katanya lagi.
"hnggg....emang berapa mbak?"tanyaku penasaran dengan tarif dunia malam mereka.
"Kayaknya all night long nih, lumayan dapet tiga juta. Gak usah dipotong lah, gak enak kalau ketahuan bos Sonny."
Degg.....!!
Sonny...hmmm....banyak sih nama Sonny, tapi entah kenapa, instingku bilang kalau ini gak main main. Cik Debby bilang kalau ada cowok yang sering kirim bunga ke kantornya, nama Sonny ada di tiap kartu namanya.
Ahh...mungkin cuma kebetulan, pikirku.
"sori mbak, aku ada acara nanti malem" kataku menolak.
Wajahnya nampak murung. "aduuh....tar om bos marah nih pasti...aduuuhh....".
Kupandangi wajah spg itu, entah kenapa terucap kata yang membuatku sendiri kaget. "Habis jam 6 longgar sih..."
"great...!!! ntar ketemu di sini aja yah."katanya sambil tersenyum lega.
aduuuhh...what have i done...sejenak aku menyesali diri.
Lalu aku kembali teringat cicikku. Ini semua demi cik Debby.
Minggu malam, 05.40 pm
Shift pagi sudah kelar jam 3 sore tadi. Aku sudah berganti memakai terusan rok mini coklat motif kotak kotak. Orang akan mengira aku mahasiswa kuliahan.
Kudapati cewek spg siang tadi ada di hall depan mall ini, tampak ngobrol dengan seorang laki laki.
"eeii...ciikk..."panggilnya begitu melihatku.
Degg....!!!
Agak ragu aku mendekat perlahan, tapi cewek itu justru mempercepat langkahnya ke arahku. Setelah berdiri persis di depanku, tanganku digamitnya sambil berbisik, "ssssttt...itu bos Sonny..bos gua...malam ini kita nemenin dia ke kota sebelah cik, dia ada tamu, ntar lu ikut aja apa kata om bos yah...."
Lelaki tegap berambut cepak itu tersenyum padaku. Aku sedikit menghela mafas lega, kayaknya dia tak mengenaliku. Karena memang tak pernah aku bertemu secara langsung dengannya.
"Kenalin cik...ini bos Sonny...punya dealer di belakang sana tuh..."
Kusambut tangan Sonny, "Lia..."kataku. Sengaja aku sedikit menyamarkan namaku. Cecilia, atau sisil pasti terlalu mudah diingat.
"yuk...langsung saja..."kata Sonny sambil matanya melihatku dari atas ke bawah.
Tak lama, kita bertiga sudah menyusuri jalan utama kota ini menuju ke kota pantai. Aku hanya diam saja duduk di kursi belakang. Cewek spg yang dipanggil Donna duduk di depanku, sementara Sonny membawa mobil sport ini dengan kencang.
"Om boss...emangnya tamunya siapa sih...kok sampai ngajak dari sini?"tanya Donna
"biasa lah doon, tamu pejabat kan biasanya selalu begitu...lagaknya kayak raja..apa apa musti dituruti..."kata Sonny
"hihi...emang si bos ini lagi gak ada stok lain? Donna kan baru dapet..kasian tuh si lia, kayaknya belum pernah main ke luar kota..."kata Donna.
Aku cuma diam saja, pura pura tertidur di kursi belakang.
"yaa..habisnya mendadak banget sih, tadi kontak cewek cewek pada habis dibuking...tinggal elu don... udah tau kalo pasti elu gak mau, kan belum ada seminggu elu pamit liburnya."kata Sonny.
"yeee..untungnya nemu lia nih...cakepkaaann...."kata Donna menggoda.
"iya don...pinter lu nyarinya..tar aku mau dong...besok besok yah...."kata Sonny lagi.
"yeee....trus aku dikemanain dooongg..."kata Donna
"kan bisa barengan tuh...ya kan"goda Sonny.
"yeeeeeee......tapi om, jangan sampe ketauan cewek om tuh...sapa yang kata om kerja di bank?"kata Donna
"yeee...kalau itu mah baik baik don....ngajak ketemu aja ngeles mulu...padahal udah aku kasih kalung sama anting...eehhh...besoknya di balikin...."ujar Sonny.
Dugaanku hampir terbukti, ini Sonny yang pdkt ke ci Debby. Aku tahu karena cicik yang mengajakku mengembalikan pehiasan itu ke toko.
" jangan jangan masih virgin ..eh tapi tar lama lama juga luluh om...apalagi kalo udah ngerasain ini nih..."Donna berkata sambil mengusap pangkal paha Sonny.
"hahahaha....."Sonny tertawa agak keras.
---
10.00pm
Aku memasuki sebuah ruangan yang cukup besar, dengan lampu kerlap kerlip. Musik hingar bingar menghentak hentak. Donna menggamit lenganku, mengajak menuju satu lorong.
Beberapa pintu berjajar di sana, tertulis di masing masin daun pintu, nomor mulai satu sampai sekitar tujuh atau delapan.
Lorong itu cukup gelap, lampu penerangan berwarna merah menyala redup di ujungnya. Sonny berjalan di depan, menuju ke pintu ke tiga sebelah kanan, dengan tulisan Vip 5.
Setelah mengetuk, pintu itu segera terbuka. Di balik pintu terlihat seorang wanita berpakaian minim. Hmmm...tepatnya bukan pakaian, tapi bikini.
Ruangan itu begitu berbAnding terbalik dengan suasana di luar.
Terangnya lampu, dan jendela besar menghadap pantai, serta suara musik yang mengalun pelan. Higar bingar di ruangan kuar sama sekali tak terdengar begitu pintu itu tertutup.
Ruang karaoke. Begitulah fungsi sebenarnya ruangan ini. Sebuah tv layar lebar ada di tengah dinding, di seberangnya meja marmer dan sofa panjang berwarna hitam. Ada satu pintu lagi, yang ternyata adalah toilet.
Di ruangan itu, selain kami bertiga, sudah ada dua orang laki laki dan satu orang perempuan yang tadi membukakan pintu.
Diatas meja marmer, beberapa botol minuman keras dengan berbagai merek sudah berkurang isinya. Beberapa gelas tampak tak beraturan.
"sonn...wah,..cakep betul temen ente..."seorang lelaki berkulit gelap tampak berdiri menyalami Sonny.
"iya laaah pak...Sonny memang ahlinya nyari temen..."balas Sonny.
Disebelahnya tampak seorang yang sudah cukup berumur, dengan perut buncitnya, tampak sudah mulai mabuk.
"duduk sini manis..."kata pria gendut itu memanggil Donna.
Aku yang berdiri di belakang Donna jadi agak rikuh begitu tahu om itu meminta Donna duduk di pangkuannya.
Sementara cewek yang tadi membukakan pintu sibuk mengatur sound dan mennyiapkan beberapa lagu.
"bapak bapak, ini semua pesanan sudah siap, ada lagi yang bisa saya bantu"katanya kemudian.
"yeee..mbak kalau mau bantu beneran,nya disini sajaa...gak usah balik ke luar..."kata pria gendut itu.
"maaf pak, sudah peraturan, kami gak boleh lama lama di dalam kalau masih tugas jaga...nanti kalau memang bapak mau, bisa minta ke operator lewat interkom."jawab cewek itu sambil senyum menggoda.
Tak lama, cewek itu kembali memakai tshirtnya yang tadi tergeletak di depan meja. Hmm...kayaknya cewek tadi sudah sempat memberi suguhan striptis kepada dua pria ini.
Sepeninggal cewek tadi, Sonny segera duduk di samping pria berkulit gelap itu sambil ngobrol nampak serius. Sementara Donna sibuk menuangkan minuman keras ke sloki sloki kecil di meja.
"ayo omm...lagii..."
pria gendut yang dari tadi sudah memerah wajahnya itu masih saja menyorongkan bibirnya ke arah tangan Donna yang membawa sloki itu.
Donna kemudian berdiri dari pangkuan pria gendut itu. Mendekat ke player, lalu memilih lagu dengan beat kencang. Dengan posisinya yang membungkuk ke arah depan, tampak jelas bulatan sekal pantat seksi Donna yang sengaja menggoda pria pria di sofa.
Pria gendut itu bertepuk tangan, sambil berusaha meraih pantat Donna untuj dicolek. Tapi, Donna pura pura menghindar, yang malah membuat om itu semakin penasaran. Pria berkulit gelap yang nampaknya memang belum begiu mabuk tertawa keras melihat ulah temannya itu.
Sonny segera mencolek lenganku, dan berbisik, "lu ikut Donna sana...nari yah..."
Aku ragu ragu berdiri. Donna melihat kode yang diberikan Sonny, lalu menuang wiski ke sloki kecil dan menawarkannyanke aku.
Akan tampak aneh kalau aku menolak, palin tidak supaya sedikit relaks, aku habiskan juga isi gelas kecil itu.
Minuman mahal, terasa hangat di tenggorokan, lantas secara perlahan naik ke kepala, enteng...!!
Aku berdiri ke depan menghadap jendelan arah pantai, lalu mulai bergoyang pelan mengikuti ritme musik. Donna segera mendekatiku, berdiri di belakang dan mengikuti gerakanku. Tangan Donna merabaku pelan, dari perut turun ke paha, naik lagi. Setiap kali tangan Donna naik, rok miniku seakan tak tersengaja tertarik ke atas, menampakkan paha mulusku.
Tangan Donna terus naik, hingga mencapai pangkal bawah payudaraku. Aku meringis, kepalaku mendongak hingga ke bahu Donnanyang sedikit kebih tinggi dariku. Kedua tanganku bergerak ke belakang, berusaha meremas pinggul cewek semampai itu.
Tak dinyana, bibir Donna mendekatiku.
Lidahnya keluar, meraba bibirku berputar putar.
Telapak tangannya sudah mulai meremas dadaku pelan.
Shittt...im horny...damn it...
"sssttt....cik...mereka udah mau mulai tuh...."Donna berbisik.
Kulirik sofa panjang itu, ketiga pria itu tampak memperhatikanku dengan pandangan gemas. Pria buncit yang kira kira sudah berusia 40an lebih itu malah tampak sudah mengeluarkan batang lelakinya.
Donna mendekatinya, lalu berjongkok persis di depan selangkangannya. Segera, penis yang tampak tak begitu besar itu sudah habis masuk ke dalam mulut Donna.
Rambut panjang Donna tampak diremas remas pria itu. Pinggulnya menyentak nyentak ke atas. Kepala Donna pun naik turun dengan cepat.
Pria buncit itu sudah begiu terangsang, terlihat dari remasannya ke kepala Donna yang begitu erat.
....HHOOOUUUSSSSHHHHHHH........pria itu mengerang panjang...bersamaan dengan ditekannya kepala Donna ke selangkangannya. Donna tampak menelan mani lelaki itu. Entah sengaja atau tidak.
Aku yang masih berdansa mengikuti musik mulai memanas. Entah apa semata karena minuman keras tadi, atau memang aku terangsang..
Belum mulai aku melepas baju, pria berkulit gelap itu memanggilku dengan kode melambai. Aku mendekat perlahan, kubuat sesexy mungkin.
Sonny tampak mengelus perlahan celana panjannya tepat di pangkal pahanya. Pria berkulit gelap di sebelahnya masih tampak datar saja.
Aku mendekat.
Pria itu mengulurkan tangannya. Dengan sekali gerakan, pinggulku ditarik ke arahnya. Kepalanya persis di tengah dadaku yang masih tertutup baju.
"eehhh....."kataku kaget.
Aku tak sempat berbuat apapun, ketika tangan pria berkulit gelap yang besar itu segera merengkuh pahaku, membukanya ke samping dengan cepat.
Aku terduduk di badannya, dengan posisi paha membuka tertahan kedua tangannpria itu. Jemarinya segera menggerayangi celana dalamku yang sudah tersingkap.
Kurasakan pangkal pahaku begitu gatal. Aku mengeluh dan mendesis.
...heesssshhhhhh.........
Kancing bajuku digigitnya hingga putus. Segera tersembul belahan dadaku persis di depan wajahnya.
Geli...wajah yang kasar di sekitar pipinya membuatku geli.
Aku menggelinjang. Mendesis.
....sshhhhhh.......ooosshhhhh.....
Jemari besar pria itu mulai menggerayangi pantatku. Direngkuhnya celana dalamku dari kedua buah pantatku, ditariknya keatas, hingga tarikannya menekan klitorisku dengan kencang.
....ooooohhhhh.....aku menghela nafas kaget.
Permainan tangan yang aneh itu, entah bagaimana, merangsang kewanitaanku dengan cepat. Ditarik dan dilepas, membuat klitorisku seakan ditekan dan dilepas. Sementara lipatan sayap celana dalamku masuk ke antara bibir vaginaku hingga ke belahan pantatku. Aneh..agak nyeri...tapi sensasi ini membuatku terangsang. Kewanitaanku gatal, mulai kugoyang pinggulku, turun.
....wow....tonjolan itu begitu besar. Kurasakan sesuatu dibalik celana pria itu lebih besar dari yang pernah kuhadapi.
Kugesekkan pelan pinggulku ke bawah. Wajah pria itu masih datar saja, meski selangkangannya semakin membesar. Dan aku yakin, batang itu besar sekali.
Ketiakku diangkat dengan kedua tangannya, membuatku sedikit berdiri.
Kurasakan dorongan pelan dari tangannya mengarahkanku untuk membelakanginya. Kuputar badanku menghadap monitor di dinding. Pinggulku dipegangnya, sekali lagi punggungku didorongnya hingga hampir terjatuh.
Aku berpegangan pada coffe table marmer di depanku, namun dengan pinggul masih tegak ditahan tangan kelar pria berkulit gelap itu. Sonny memberi kode ke pria itu unuk menunggu di luar. Dia cukup tahu diri, sebagai penyedia jasa, tak pantas baginya ikut menikmati hidangan bersama tamu. Meski aku yakin sekali, Sonny pasti sudah sangat terangsang.
Aku menungging, dengan tangan di ujung meja marmer, sementara pantatku persis di depan pria berkulit gelap itu. Telapak tangannya yang cukup besar menepuk halus pantatku...plak....
...eehhhsssss.....aku mendesis kaget.
Diulangnya beberapa kali, hingga kali ini tangannya menarik celana dalamku ke bawah. Aku yakin, bibir vaginaku sudah basah, persis ada di depan pria itu.
Jemarinya meraba dari batas pantatku, turun kebawah hingga ujung klitorisku. Pelan, namun sangat terasa. Aku sedikit menggigil geli dibuatnya. Desahanku semakin keras.
......oooouuuuhhhffffssssssss.........pekikku tertahan ketika kurasakan jari pria tu menusuk ke dalam vaginaku dengan cepat. Jari itu bergerak gerak di dalam vaginaku, seakan mencoba mengorek keluar cairan wanitaku.
Bukan lagi desahan, aku sedikit berteriak ketika mau tak mau orgasmeku segera dipaksa datang dengan cepat.
....aaaaaaaahhhhssss..............sssshhhhhhh..... ..
Kakiku melemas, namun pinggulku masih dipegang menahan ambrugnya badanku ke bawah. Jemari itu masih menari di dalam lubang kenikmatanku. Aku menggeleng geleng, menikmati setiap gesekan jari itu.
Jari itu mulai maju mundur keluar masuk. Aku terdongak ke depan.
....ahs...ahss...ahhss.......
Tiba tiba dalam dua atau tiga detik gerakan itu berhenti. Belum sampai aku ambrug, tangan kekar itu menahan pinggulku.
...ooouuuuuhhhhhhsssss...a.aaaarrrgghhhhhsssssssss ........aku memekik kaget.
Sesuatu yang besar menusukku dari belakang. Pria berkulit gelap itu mulai memasukkan batangnya ke dalam kewanitaanku.
Benar....besar dan keras.
Dua detik kemudian, belum sempat aku megambil nafas dari kekagetanku, pria itu mulai mendorong dan menarik pingulnya.
...ahss...ahhhss,...ah...ah...ah...ah...ah...ah... ah...ah...ah...ah...ah.....
Pompaannya begitu keras. Aku sampai terdongak mencoba mengambil nafas yang sempat tertahan beberapa kali.
...ooouuussss.......rambutku ditariknya ke belakang...dan dengan cepat batang itu dipompa dengan cepat dan dalam. Bagian bawah perutku terasa ngilu tiap kali tusukannya dalam.
....ooouuuuuuuussshhhhh....aku mengeratkan jepitan vaginaku, menandakan orgasmeku kembali datang. Rambutku semakin ditarik ke atas, bagian bawah leherku persis di dagu ditarik ke atas. Aku berdiri, meski pantatku masih sedikit menekuk ke belakang, terpatri pada batang pria berkulit gelap itu.
Tak diberi kesempatan lama menikmati orgasme keduaku, pria itu memompa pinggulku dengan cepat.
...cpok...cpok...cpok...cpok....ah...ah...ah...cpo k....cpok....
Suara aduan kulit pantatku dan pinggulnya bersahutan dengan desahan atau kebih tepat disebut pekikan kenikmatanku.
Posisi berdiri ini susah, kakiku sudah lemas, namun pria berkulit gelap itu seakan tak peduli. Pinggulku ditahannya kuat, dengan tangan kiri masih memegang daguku yang mendongak.
Pompaanya tak berkurang sedikitpun, keras-cepat-dalam.
Aku sampai terlonjak lonjak dibuatnya.
...ooowuuuuuuuhshshhhhh....aaammmmpouuunnnnnnsshhh hh.....
Aku menyerah, hampir tak bisa mengambil nafas lagi. Sengatan orgasme lagi lagi melandaku. Tubuhku ambrug di lantai. Akhirnya pria itu melepaskan badanku.
...aaauuuhhhhhhhsss.s......kurasakan sensasi ngilu saat batang besar tu terlepas dari jepitan vaginaku. Aku masih bersimpuh di depan meja marmer, bajuku masih terpasang meski awut awutan.
Kulirik keadaan pria itu. Batang penis yang beaar masih tegak mengacung. Pria itu menjambak rambutku lagi, menarik ke arahnya. Aku paham maksudnya, kubuka lebar mulutku. Aku tak tahu, cukupkah mulutku menerima batang itu.
...pluk...pluk....batang hitam besar itu dipukulkan ke pipi kanan ku. Lalu sedikit dipaksa masuk ke dalam celah bibirku.
Batang itu dilesakkan ke dalam mulutku, menyentuh sisi dalam pipiku. Baru setengahnya. Didorong dan ditarik beberapa kali.
"lick my dick..."kata pria itu.
Kuleletkan lidahku di kepala bundar penis itu. Tangan pria itu mengarahkan batangnya, hingga lidahku ada di bawah penisnya. Dalam satu gerakan, lagi lagi penis itu dilesakkan.
Aku tak menyangka mulutku mampu menerimanya. Namun, batang itu melesak dalam. Tangannya sedikit memegang leherku, lantas pinggulnya mendorong ke depan.
....bbrnhhhhhhhj...uuhuuuukkk..uhuuukkk..aku tersedak.
Kulihat pria tu sedikt tersenyum. Diulangnya lagi, namun kali ini aku sudah siap. Kulonggarkan tenggorokanku sebisa mungkin. Batang keras itu kembali melesak lesak.
Beberapa detik, aku tak kuat. Kudorong pinggulnya agak penis itu memberiku kesempatan bernafas.
......ssshhhhhh......hhhhjhj.........
Pria iu bekum selesai. Tubuhku diangkat, lalu direbahkan di sofa. Lututku dipegang dari arah dalam, hingga pantatku terangkat naik. Rok miniku jatuh menutupi sebagian wajahku. Tampak pria iu tak peduli.
....ooouuusshshhhhj.......aku tak bisa bergerak, batang itu dilesakkan ke dalam vaginaku dengan cepat.
...ah...ahhss...aaahhhshssss.........aku hanya hisa mengerang dan mendesah keras.
Batang keras itu begitu dalam melesak ke dalam tubuhku. Bola lelakinya menampar nampar pantatku.
Tak berapa lama, pegangan tangannya melonggar, membuat kakiku bisa turun. Namun dengan cepat, pria berkulit gelap tu kembali mengangkat kepalaku dan menariknya hingga aku terduduk, lalu dengan cepat penisnya sudah ada di dalam mulutku.
.....aaaarrrrrrrgggghhhhhhhhhh.....sssshhhhhh..... pria berkulit gelap iu mengeran keras. Penisnya yang keras tampak membengkak si dalam mulutku.
....sssrrtt....sssrrtt....srrrtt.....srrrtttt....s rrrttttt......
Mani lelaki tinggi besar itu keluar di dalam mulutku. Sangat banyak, hingga tak cukup kutampung di dalam mulut.
Pria itu kembali menarik daguku keatas, lalu dalam sekian detik menutup hidungku. Mau tak mau sperma lelaki itu kutelan sebelum aku tersedak kehabisan nafas.
Aku hampir muntah. Pria itu tampak beristirahat di sebelahku sambil tangannya masih mengurut pelan penisnya. Kulirik, gila...besar betul batang itu, dan meski sedikit menurun ketegangannya, namun terlihat kalau penis itu masih perkasa. Aku sendiri tak yakin, berapa kali aku orgasme tadi.
Aku berdiri menuju toilet untuk membersihkan diri. Celana dalam sengaja tak kupakai, sudah terlalu basah, pasti tak akan nyaman.
Setelah mencuci muka dan sedikt merapikan rambut. Aku keluar dari toilet, kulihat Donna masih berktar dengan penis pria buncit itu.
Penis itu tampak berdiri tegak, namun Donna tampak kewalahan. Mungkin karena agak mabuk, sehingga cewek itu tak mampu memberikan servis yang memuaskan.
Pria berkulit gelap itu kembali melambai ke arahku. "sini cantik....enak betul tubuhmu..."
Aku cuma tersenyum kecut mendengarnya.
Aku duduk di antara dua pria itu. Baru saja pantatku kuletakkan, tangan pria berkulit gelap itu sudah memegang leher belakangku, lalu menariknya ke arah penis besar itu.
Pelan pelan kujilati keliling batangnya, turun hingga ke bola kejantananya, lalu naik lagi. Semua hanya menggunakan lidah dan bibir.
Sejenak aku kaget ketika dua tangan Donna meraih kakiku yang masih di posisi duduk. Diangkatnya, hingga pinggulku menungging di atas sofa.
Belum sempat aku menengok melihat apa yang terjadi, satu batang kembali mengisi liang kewanitaanku. Tak sebesar milik si berkulit gelap, namun cukup menggaruk dinding kemaluanku di dalam hingga aku terlonjak lonjak.
Donna gantian membantuku memberikan rangsangan ke pria berkulit gelap itu, karena aku kehilangan konsentrasi karena sodokan oenis di kewanitaanku.
...ah..ah..ah....ah...ah...ah...ah...ah....
Aku terlonjak lonjak merasakan dorongan penis pria buncit itu. Sementara di depanku, Donna memberikan tanda menolak ketika pria berkulit gelap itu ingin meyetubuhinya.
Pria berkulit gelap itu mendengus, lalu berdiri mendekati pria buncit itu. Nampaknya,ria berkulit gelap ini lebih berpengaruh, segera pria buncit itu melepaskan penisnya dari vaginaku.
.....ooouuuwwwwssshhhhhh....aku mendelik ketika penis besar berkulit gelap itu kembali menyodok kewanitaanku.
Si pria buncit tampak masih penasaran denganku. Posisiku yang seperti irang merangkak, membuat pria buncit itu ingin mendekat kearah wajahku.
....eehhhhhhsss,,eehhhhhhrrr....eehhhhhhrrr......d esahanku tak tertahankan meski penis pria buncit itu juga memompa mulutku.
Nampaknya, kali ini, dengan dibantu Donna, penis itu segera menyelesaikan tugasnya.
Kali ini kepalaku sedikit didongakkan, hingga mani pria buncit itu berhamburan ke arah wajahku. Donna tampak mengocok penis u dengan erakan yang cepat.
Aku tak begitu mempedulikannya, karena getaran getaran orgasme mulai melanda tubuhku dari sodokan di bagian bawahku.
....aaauuuuuuuhhhhsssssssrrrhhhhhhhhhj.........kep alaku segera ambrug ke sofa ketika rasa itu datang dengan tiba tiba.
Lemas sekali rasanya. Pria berkulit gelap itu tampak sedikit mengurangi pompaannya, lalu melepas penisnya dari vaginaku.
Setelah tenaga sedikit terkumpul, aku duduk. Kuambil sloki berisi minuman keras itu, kutenggak sekaligus. Kutuang lagi, hingga setidaknya tiga sloki mengisi kekeringan tenggorokanku.
Dona tampak menjilati batang tegak pria berkulit gelap itu, aku inin segera menuntaskannya. Aku berdiri, melepas semua kain di tubuhku. Akhirnya aku telanjang bulat..
Aku melangkahkan kakiku, mengarahkan penis besar itu, lalu pelan pelan menurunkan pinggulku. Kulesakkan sedalam mungkin. Baru kulihat, pria berkulit gelap itu mendelik keenakan. Kugoyangkan pinggulku pelan, namun kucengkeram kuat penisnya di dalam vaginaku.
Maju mundur, pinggulku seakan terpatri ke pahanya. Batang yang tadi tampak perkasa, sekaran teggelam dalam bibir vaginaku. Rasa penuh san sesak memenuhi liangku. Agak susah memang untuk bergerak.
...ooouuushhhhhhhiiittt....enak beneeerr....ssshhhhh......pria itu menggumam.
Goyanganku semakin cepat....semakin cepat...tanganku meremas sendiri puting dadaku. Aku tak kuat
..ahhs....ah...ah...aahhhsss......aku mengejang lagi...kali ini rasanya kuat sekali..tubuhku bergetar getar....
Pria berkulit gelap itu menambahkan sensasi dehgan mendorong pingguknya naik turun. Orgasme kali ini terasa lama sekali, tubuhku sampai menggigil.
Pria berkulit gelap itu tentu saja semakin terangsang melihatku.
Kuangkat badanku setelah yakin kuat berdiri. Aku segera lemas menggelosor di lantai karpet itu. Donna segera mengambil kendali. Mulutnya naik turun memaksakan diri menelan batang itu.
Rambut Donna dijambak dan ditarik dalam dalam bersamaan dengan lenguhan pria itu. Kembali, Donna dipaksa menelan mani pria.
Aku masih lemas, ketika pria buncit itu mengambilkan baju dan membantuku memakainya. Paling tidak 3 sloki lagi kutenggak malam itu.
Seperempat jam kemudian, pintu diketuk, masuklah cewek seksi tadi sambil membawa nampan berisi bon. Nampaknya, malam sudah berakhir.
...fiuh....meski tak akan mau mengulanginya, tapi kuakui, malam ini benar benar aku menikmatinya.
Donna kembali membantuku bangun, lalu mambawaku keluar ruang vip itu. Kepalaku pening bukan main. Donna mengajakku untuk menginap bertiga dengan Sonny, tapi kutolak. Aku memilih untuk kekuar sendiri, naik taksi. Saat kuraba tas kecilku, kurasakan amplop tebal ada di dalamnya. Kuambil dompetku, kutunjukkan sebuah alamat kepada sopir taksi yang sudah siap.
Satu alamat yang kubawa saat emergency, entah kenapa, aku yakin soal satu nama itu. Andi...!!
-----end of cecilia's pov---
Aku mendengarkan cerita sisil dengan mengangguk angguk. "sill...aku telefon Debby yah...sisil musti cerita semua ke Debby.."
Cecilia memandangku, lalu menunduk kulihat bahunya bergetar.
"jangan sampai ketahuan papa mama lah...kasian mereka...tapi sisil juga harus jaga diri..."aku menambahkan, sambil tanganku memencet mencet handphone.
...tilulit........tulilut.....tanda sms masuk.
"mas anndiiii....hari ini mau kemanaa....mampir paradise yaa.." sms dari nina. Kutelepon dia, kukatakan kalau aku mau pulang ke luar kota, mengantarkan cecile yang semalam nginep di rumahku.
Belum sempat kuceritakan duduk perkaranya, nina malah sibuk merengek ingin ikut. Kulirik cecile, kulihat dia melamun, pandangan matanya kosong. Ah, biarlah...biar ada temen pulang nantinya, pikirku.
Episode 5
12.15 pm
Nina tampak semakin cantik saja....hmm....tepatnya terlihat anggun, baju hamil model baby doll sedikit diatas lutut, dan celana model legging warna hitam. Rambutnya yang panjang dan lebat digelung ke atas serta scarf putih melilit lepas di lehernya.
Tas ransel dibawakan suaminya ke dalam bagasi mobilku.
Setelah berpamitan dengan mas rafi, kita bertiga segera menuju ke luar kota. Selama perjalanan, nina mengakrabkan diri dengan sisil. Dia pun menahan diri tak terlalu mesra kepadaku dihadapan sisil.
Sebelum berangkat, kita mampir dulu di sebuah restoran lesehan. Nina yang sedang hamil tentu saja langsung menuju toilet.
"annn...enggg...memangnya nina itu apanya andi sih...kok kayak mesra bener...nggg....bukannya cewek andi tuh bule yang ada fotonya di rumah?"tanya cecile setelah kita duduk.
"hehe....ceritanya panjang sil....lain kali aja ah ceritanya...ato ntar tanya cicikmu deh..."
"hmmm....trus ntar cicikku gimana dong....andi dah punya cewek, ini jalan ke luar kota malah sama istri orang....aduuuhh....."katanya sambil pura pura menepuk kepalanya.
Aku cuma tersenyum mendengarnya, ingin kubalas tapi kulihat nina sudah berjalan mendekat. Nina...wanita arab itu, tak pernah membuatku bosan memandang...hmm...lisa juga.....debby juga...sisil juga...eh....duh kebablasan nih....hihi.
"mass...dah pesen belum..."nina langsung duduk di sebelahku, dan tanpa sungkan memeluk lenganku.
....pluk...cecile kembali menepuk dahinya melihat kejadian spontan itu.
...eh...kenapa sil?....tanyan nina kemudian.
aku cuma tersenyum, lalu membalas."...ceritanya panjang nin..."
Masih dengan tangan di dahinya, cecile menggeleng gelengkan kepala.
"nin....hnggg...andi selingkuh sama nina ya? Gak kasian tuh bapaknya si anak..."kata cecile beberapa menit kemudian.
"he..? Bapaknya anak ini ya mas andi ini sil...belum tahu toh....?"jawabnya spontan polos.
....pluk...kali ini kedua telapak tangannya menepuk dahinya berbarengan.
"tambah runyam niiihhh....."gumamnya.
Aku tertawa melihat mereka berdua.
"ah...sebodo lah....pokoknya tar andi musti ketemu cicikku...."kata cecile kemudian.
Nina memandangku dan semakin mempererat pelukannya di lenganku.
"emang kenapa sil? Mas andi udah tunangan sama lisa loo..jangan diganggu..."kata nina menjelaskan.
"haahhh....tunangan?.....tambah ruwet niiihhhh....."cecile betul betul bingung.
Nina berbalik tertawa melihat tingkah cewek turunan tionghoa itu.
Sejenak kemudian, nina beringsut dan duduk di sebelah cecile di seberangku. Aku sendiri memilih untuk agak menjauh untuk menikmati sebatang rokok, sambil menunggu pesanan. Kubiarkan nina ngobrol dengan cecile. Beberapa kali tampak cecile mengelus perut nina dan sambil mendengarkan nina yang bercerita tentang hubungan kami.
Cara berbicara nina memang sangat bersahabat. Dua cewek yang baru berkenalan pagi ini, tampak sangat akrab seperti sahabat tahunan. Sepanjang perjalanan yang kutempuh hampir 3 jam inipun tak terasa lama.
04.20 pm
Aku sudah menyelesaikan administrasi check in di hotel bintang tiga itu di front office. Nampaknya, si resepsionis mudah saja percaya kami suami istri, apalagi melihat nina yang hamil dengan mesra menggandeng tanganku.
Aku sengaja memesan kamar family room, kamar besar itu terisi dua kasur king size dengan jendela besar dan balkon yang menghadap ke kolam renang.
Aku minta tolong cecile untuk mengajak debby ketemu di kamar hotel saja. Selain supaya lebih privat, aku kasian dengan nina yang harus banyak istirahat.
Setelah bergantian mandi, kami bertiga memutuskan untuk turun ke lounge sekalian menunggu debby. Lounge itu cukup nyaman, lampu lampu di selasar luar mulai dihidupkan, tanda sinar matahari mulai membarat.
05.15pm.
Aku masih menikmati rokokku yang tinggal setengah, ketika kulihat wanita yang kita tunggu tunggu. Wajahnya tampak gusar, sambil berjalan agak terburu buru.
Senyum getir di wajahnya ketika melihatku, dia mempercepat langkahnya, lalu tanpa sungkan memelukku sambil menangis. "aannnn....sisil manaaa...sisil kenapaaa."
Sisil dan nina memang duduk terpisah dariku di lounge dalam.
Melihat itu, segera sisil berlari mendekat, "ciciiiikkk...."katanya setengah berteriak.
Mereka berdua berpelukan. Aku segera mengajak mereka ke atas, tentu saja setelah kukenalkan nina pada debby.
Aku duduk berdua dengan nina di pinggir kasur. Sementara debby dan cecile di kasur seberang, tangan cecile dipegangnya erat.
Kegusaran debby memang belum terjawab, aku cuma memberi tahu kalau cecile semalam ke rumahku dan akan kuantar pulang. Tentu saja, debby menjadi sangat kuatir. Pikirnya, kalau tak ada masalah berarti, tak mungkin sampai aku mengantarnya pulang dan memita untuk ketemu debby di tempat selain rumah.
"silll...kamu kenapaa...narkoba?..."tanya debby. "Kan bisa cerita sama cicik, gak perlu gangguin andi..."
Cecile cuma menggeleng sambil sesenggukan.
"Nggak kok debb....mending sisil aja lah cerita dari awal."kataku.
Nina sudah berpindah duduk mendekat ke cecile sambil mengusap punggunnya memberikan kenyamanan.
Aku merasa tak enak berada di ruangan itu, segera aku mengajak nina keluar. Kumerasa mereka butuh privasi. "debb...sebelum sisil cerita...yang jelas, sisil berniat baik...itu saja..."ujarku sebelum pamit keluar.
06.00pm
Suasana kolam renang hotel itu di kala senja tampak menarik. Beberapa tamu tampak masih berenang, sementara anak anak mulai dipanggil orang tuanya untuk mandi dan menyelesaikan sesi bermain di kolam kecil.
Aku duduk di gazebo kayu, kira kira 5 meter dari area kolam. Nina menyender di lenganku.
"mas....mmmmaaaaassss annnndiiiii....."kata nina pelan membuyarkan lamunanku.
"yaa...apa sayangggg....."kataku sok mesra.
Nina membalas dengan cubitan di pinggangku.
“Lisa gimana mas...kapan pulang?”tanya nina
“ngg...telepon terakhir sih katanya tiga hari lagi dari sana, maju dua hari dari rencana. Aku cerita soal sisil, kayaknya jadi pengen segera pulang. Kawatir aku selingkuh apa ya....”kataku bercanda.
“hihi...kapan dulu telepon aku mas, masih ditengah tengah seminar atau apa gitu...minta tolong mas rafi ngecek ke beach house.”
Aku pelan pelan mengelus perutnya. “nin...udah ketahuan cewek apa cowok?”
“belum mas...ntar aja ah...biar surprise...hihi..”
.....mmmmmmmmmmhhhhhhhh.........aku mencium bibirnya. Nina memejamkan mata, nampak menikmati sekali ciuman itu.
Kalau ada yang melihat, pasti tak ada yang percaya kalau nina bukanlah istriku.
Minuman yang kupesan dari coffeshop sudah tinggal separuh. Matahari sudah penuh tenggelam, menyisakan warna semburat jingga di ujung gedung bertingkat lima ini. Tamu hotel yang berenang sudah berkurang banyak. Tinggal beberapa yang memang baru saja masuk ke kolam.
“mas...ngg...jalan ke sana yuk...”ajak nina sambil menunjuk ke sebuah cerukan di pojok.
“ngapain ?”tanyaku
“nggg.....”nina tak menjawab, melainkan mengelus pahaku hingga ke pangkalnya.
“eeehhh.....”
“ssstt...ayo ah...”kata nina berdiri dan menarik tanganku.
Cerukan yang dimaksud nina adalah tempat shower yang sedikit tertutup dari kolam renang.
Dikelilingi dinding berlapis batu alam, ruangan kecil itu tak berpintu, namun orang tak bisa melihat ke dalam, karena tertutup pohon palm.
Dinding batu alam itu dipasang sedikit berlubang sehingga ada celah kecil yang bisa membuat seseorang di balik cerukan itu untuk melihat keluar, namun tidak sebaliknya.
Sebelum memasuki cerukan itu, nina tampak menengok sekeliling, memastikan tak ada yang melihat.
Aku mendahului memasuki ruangan kecil itu. Ada satu bangku kayu kecil, dan shower menempel di dinding.
“ninn.... di sini?”tanyaku memastikan.
Tak menjawab, wanita turunan arab itu segera bersimpuh. Dengan cepat, celana pendekku diturunkan sebatas lutut.
...sregg....batang penisku yang belum tegak tampak tersembul
Lidah nina mengangkat batangku dari bagian bawah. Tangannya masih memegang celanaku.
Aku menahan diri untuk tak bersuara sama sekali. Lidah nina bergerak lincah. Menjilati batang hingga turun ke bola nikmatku.
“..sshh...niin...”bisikku sambil membungkuk mencoba meraih dadanya.
Nina mengerling manja, menggoda. Lidahnya yang bermain membuat penisku penasaran.
Melihat gelagatku yang sedikit memajukan pinggulku, nina sengaja menghindar. Lidahnya tetap menggoda dengan jilatan jilatan keliling batang yang sudah mengeras itu.
...hep...ssllllrrrpppp...sslllrrrpppp....
Tiba tiba, mulut nina membuka. Penisku tenggelam di antara bibir seksi itu. Permainan lidah di dalam mulut itu pun berhenti, berganti dengan hisapan yang membuatku mendongak.
...eehhhsss.....ayo nin....bisikku pelan.
Nina segera berdiri, dan mengangkat baju terusan panjangnya sampai pinggang. Celana dalam putih diturunkan perlahan. Nina membelakangiku, membungkukkan punggungnya. Kakinya sedikit melebar.
Tangan nina memegang batangku dan menarik ke arahnya.
....sreeg....ujung penisku menyentuh lubang nikmat itu. Kudorong pelan, licin. Dia sendiri sudah terangsang rupanya. Pelan pelan kudorong pinggulku ke depan.
...hssstttt........nina mendesah.
Pelan pelan aku memompa penisku maju mundur. Nafas nina terdengar keras. Wanita itu berusaha menahan desahannya.
Tanganku mulai menggerayangi badan sekal itu. Dari punggung yang masih tertutup baju, mengarah ke depan.
.....ahhhsss......mass......ssshhh.......desahnya
Tanganku menggerayangi dada sekal yang masih tertutup pakaian lengkap itu. Tangan kananku perlahan bergerak turun....perut....ke bawah...kuraba daerah kewanitaannya. Penisku masih keluar masuk pelan.
Kusentil sentil ujung bibir bawah nina, letak klitorisnya. Tubuhnya secara perlahan menggelinjang, memberikan sensasi goyangan yang terasa oleh penisku.
Goyangan pelan nina semakin lama semakin kasar, tak lagi bergoyang, cenderung mendorong maju mundur. Seakan tak terima dengan pompaanku yang terlalu pelan.
...maaahhsssss.....shhhhhsss.....cepeeet.....
Desahnya sambil menengok ke belakang. Aku tak mengindahkannya, dengan tetap pelan kudorong penisku.
Aku tersenyum lebar ketika nina menarik tubuhnya, melepas penisku dari badannya. Badanku didorongnya ke belakang, didudukkan di bangku kecil itu.
Segera, kaki nina membuka dengan posisi masih membelakangiku. Penisku dipegangnya, diarahkan persis di liang kenikmatan wanita hamil itu.
...sshhhhh.......nina mendesis ketika penisku melesak ke dalam, hingga mentok. Kakinya yang tadinya agak mengangkang, dikatupkan, menambah sensasi sempit vagina itu.
...cplok...cpok...cpok...cpok....
Bagai singa lapar, nina menaik turunkan badannya. Beberapa kali pinggulnya bergoyang, mencari posisi kenikmatan yang semakin deras menerpanya. Tangan kirinya dipakai untuk menutup mulutnya yang tak kuasa menahan desahan.
....eeehshhsss....s...sssstttt........nina mendesah dan menurunkan pinggulnya sampai mentok. Terasa sekali remasan otot otot kewanitaannya. Tubuh yang sekarang sedikit berisi itu bergetar pelan. Tangan kanannya menahan badan dengan memegang pahaku.
Selama beberapa detik, nina diam. Aku mengelus punggungnya perlahan. Yah...nina menggelinjang, bergetar. Orgasme menerpanya.
Detik berikutnya, nina berdiri, melepas penisku. Tampak senyumnya cantik sekali.
....mmmhhh.....mas andiii....mmmmhhh....... nina berbalik dan menciumku penuh gairah. Tangan kanannya kembali mengarahkan penisku ke pangkal pahanya.
Kali ini nina menduduki penisku dengan erat. Gerakan pinggul pelan pelan dimulainya, maju mundur.
Itu senjata pamungkasnya, gerakan remasan otot dalamnya sering membuatku cepat terkapar. Namun, jurus itu pula membuatnya cepat menyongsong orgasme pula.
Rok panjang nina turun menutupi kaki telanjangku. Goyangannya semakin rapat, semakin cepat, semakin bertenaga.
Aku pun merasakan puncak yang semakin mendekat. Kuangkat sedikit pinggul nina, kudorong naik turun hingga tubuh wanita cantik itu melonjak lonjak.
...aahshhssshhh........aaahhhhh.........desahku melepas nafas panjang berbarengan dengan keluarnya sperma di dalam tubuh nina. Kulihat wanita itupun menegakkan tubuhnya, kaku. Tangannya masih menutupi mulutnya, leher jenjangnya mendongak.
Kita berdua berpelukan lemas.
“mas andiiihh....lemesshhh.....”kata nina
....mhhhhhhhmmmmhhh..kembali kita berciuman.
08.00 pm
Nina berjalan melewati lobby dan lounge dengan perlahan. Tak akan ada yang menyangka, wanita hamil itu tak lagi memakai celana dalam. Bahkan, kurasa lelehan maniku mulai merembes turun di pahanya.
Kupencet bel di samping pintu dengan angka 315, tak lama tersembul wajah cantik debby dengan mata sembab. Aku tersenyum. Debby membalasnya, lalu melebarkan pintu itu. Nina yang ada di belakangku langsung menuju ke kamar mandi.
Aku duduk kembali di kasur. Kulihat cecile telungkup di kasur dengan wajah tertutup rambutnya. "nggg....udah selesai belum? nggg...nina kasian tuh..capek kayaknya..."kataku.
“udah an...gak papa...sini saja...aku sama cecile nginep sekalian yah...capek...aku udah telepon mama kok..paling bentar lagi telpun kamu an...seperti biasanya...”kata debby.
Kulirik cecile masih telungkup diam saja, “sstt...biar saja ann...kasian adikku itu....biar aja bobo...”tukas debby.
Hapeku bergetar di celanaku, benar saja, mama debby meneleponku.
“halo maam...”
“ndiiik....titip debby sama sisil yaa...ada sama kamu kan?”terdegnar suara seorang wanita.
“iya mam...tenang saja....”kataku membalas.
Setelah basa basi dan sedikit bercanda, kututup telepon itu.
Nina yang sudah berganti pakaian tidur segera menyusul di ranjang, merebah di belakangku.
“debb...mas andi udah cerita banyak lo...hihi...”kata nina
“ehh...nin...samaa...andi juga udah cerita banyak juga...”balas debby.
“pantesan andi kerasan di kota kamu nin...dapet cewek arab kayak kamu, sama bule...hihi....”ujarnya kemudian.
Aku cuma tertawa, kulihat beberapa kali debby memandangku. I miss you too debb, seakan akan mataku ingin menjawab pertanyaan di matanya.
Aku memilih untuk tidur di sofa. Debby dan nina seranjang. Mereka berdua ngobrol sampai larut, aku sendiri segera meringkuk, tidur.
07.15 am the next day
Berempat, kita duduk di restauran hotel lantai 2, di depan restaurant itu terlihat kolam renang. Saat aku dan ninaberdiri hendak cuci tangan di pojok dekat batas kaca, kutunjuk pojoj cerukan semalam.
"nin...ehh...tuh liat...semalam, kalo ada orang di sini, keliatan dong....hihi"godaku.
"eh...iya ya....hihi...lagi yuk..."
....ceprat... kusiram kepala nina dengan air dari wastafel.
"gimana rencana kalian nona nona maniss...."aku bertanya setelah kembali duduk.
"eeehhh...berani godain....tar aku bilang lisa loo...."nina menyahut.
"hahaha.....kenalin aku dong ann..."kata debby
Cecile cuma tersenyum, namun kulihat wajahnya sudah kembali cerah.
"aku sama cecile pulang dulu ann...kita masih perlu ngobrol lagi..."kata debby.
"sekali lagi...maapin sisil ya ann....semua gara gara sisill...."kata adik debby sambil menunduk.
"sudahlah...kalian selesaikan berdua..aku tahu kok niat mu baik sil....jangan terlalu menyesali sesuatu...everythings happened for a reason...."kataku.
"oke...berarti kita selesai yah...kalo butuh apa apa, just call me...terutama kamu debb...please call me...ok?"kataku tegas.
"ya ann....ntar kalo libur aku main ke tempatmu ya, sekalian pengen kenalan sama lisa..."
Kita berpisah di restaurant itu. Tinggal aku berdua dengan nina.
"belum kenyang nin?"tanyaku
"eehhh....aku makan buat dua orang niiii...musti banyak banyak...mana habis ini pasti kerja keras lagi..."goda nina.
11.00 am
Kita berdua berbaring telanjang di ranjang hotel itu. Nafas nina masih agak terengah engah, matanya terpejam. Satu sesi pertempuran ranjang sudah selesai.
"mas andiihh...sejak hamil...aku kok kepengen terus ya..."katanya setelah nafasnya kembali teratur sambil memelukku.
"memangnya dulu sebelum hamil nggak?"godaku
"yee...jahaaattt.....gak gituu....nggg...eh...iya juga ya...hihi..."kata nina lagi.
Beberapa saat kemudian,
"Semalam ngobrol apa sama debby?..."tanyaku
"hmmm...namanya cewek mas...ngobrol sana sinilah...cerita soal kelakuan mas andi waku kuliah duluu...hihi...."
"eee....jadi semalem gosipin aku ya..."
"hihi...iya mas...Debby masih cinta sama mas andi lo...."
"dia bilang gitu?"
"gak sih....but i can see it in her eyes. Dia cerita kalo gak nemu cowok kayak mas andi...mana dulu perawannya diambil lagih...dasar cowok nakal..."nina berkata sambil mencubit perutku.
"ooohh....dia cerita itu?"aku bertanya serius.
"wuahahahahahaha....ketahuaaaaaannnn....sebene rnya gak cerita mas...tapi mas andi yang buka rahasia sendiri...huahahahahaha...."
...brug..... bantalku kutepukkan ke kepalanya.
Nina masih saja tertawa, aku menyadari kebodohanku sambil garuk garuk kepala.
"kasian lisa nin...selesai persoalan debby sama sisil aku musti putus hubungan dengan mereka."kataku kemudian dengan nada tegas.
Nina cuma diam saja. Masih bermain main dengan bulu dadaku.
"mas....tapi...ntar kalo anak ini sudah lahir...nggg..mas juga minta putus sama aku?"katanya lirih.
"he? Gak lah nin.... bagaimanapun, inikan anakku juga...."jawabku sambil mengelus perut telanjangnya.
“hmmm.....jadi cuma anaknya nih....”kata nina menggoda sambil tangannya menyusuri perutku ke bawah.
“ dedeknya ini nggak kangeen....."tangan mungil nina mengelus perlahan batang penisku yang sudah terkulai.
"eh...hihi..nin...sekarang memang gondrong ya..."sahutku sambil meraba daerah pangkal paha wanita itu.
"hihi....masss....ini gak nyampee....mas andi bawa cukuran gak? tologin dooongg....risih nih...."katanya
Aku duduk untuk memeriksa selangkangannya. Terlihat bintik bitik hitam, bukit nikmat nina yang biasanya selalu licin, kali ini tersa kasar. "Pengen dimodel apa nin? punk?"godaku
"maaasss...ayo ah...ambilin sabun sana...."kata nina sambil mulai mengangkangkan kaki.
Handuk kecil, kubasahi dengan air hangat dari kamar mandi, kuseka pelan di sekitar pangkal pahanya. Nina tampak serius sekali.
Kubersihkan sisa maniku yang terlihat keluar dari celah sempit itu. Nina agak mendesah ketika tanganku merabanya.
Setelah bersih, kulumuri sabun, kuratakan. Nina tampak memejamkan mata.
"duh...belum selesai cukurnya, udah nyampe nih kayaknya."godaku.
."....aaaa....mas andiii...sebeeelll....geli tauuuu....cepetan aahh...."kata nina manja
Aku masih meratakan sabun ke permukaan kulit nina, sengaj kuperlama gerakanku. Terutama ketika sentuhanku sampaindi seputar klitorisnya, nina kembali mendesah, lalu melotot melihatku.. "maaasss...cepeetaaaannn...jangan dimainin ajaaaa....tar nyampe beneran niiii...."
Kubalas dengan tawa terkikik.
Kuambil pisau cukur kuning, lalu perlahan kukerik sampai bersih.
Kupegang klitoris nina, kutekan sedikit keatas, seakan akan mencoba membersihkan bagian sampingnya, lalu tiba tiba kujilat lipatan bibir vagina itu.
Wajah nina yang tadinya tampak serius, lagsung mendongak ke atas dan memekik, ....aaaahhhhsssss.......masss.......diselesein duluuuu......
Tak kupedulikan erangan nina, karena memang proses pengerikannya sudah selesai, lidahku semakin kutusukkan ke dalam celah itu.
...oouuuusshhhhhh....maaaasss.....aaaaahhhhhhsssss .......
Badan nina bergetar hebat, ternyata memang wanita itu sedari tadi berusaha menahan birahinya. Ambrol sudahlah pertahanannya. Tubuhnya bergetar, desahannya menghilang, mulutnya membuka. Lalu sedetik kemudian, tubuhnya kaku, lantas melemas kembali ke ranjang.
...Aaaahhhhsssss....mas annndiiiiiihhhhh........nakaaaaalllllhhhhhhh...... .
Kembali kuusap permukaan tembem vagina nina dengan handuk hangat itu. Lalu sekali lagi kucium bibir vertikalnya.
Nina tampak memejamkan mata. Kutarik selimut, kututupi tubuh tekanjangnya, lalu kuberanjak ke kamar mandi.
01.00pm
...mas....mas andii...laper niiihh....
Nina menggoyang goyangkan badanku yang tertidur di sebelahnya.
"pesen restaurant aja nin...males..."kataku masih memejamkan mata.
"...ayolah maaaasss....laper niiihhhh....."nina sedikit merengek.
Kukerjapkan mataku, kulihat nina sudah berpakaian komplit. Rok panjang warna hitam bergaris putih. Rambutnya masih agak basah, terlihat berombak lebat. Aku sendiri hanya memakai celananpendek dan kaos tanpa lengan.
"jam berapa nin...kapan kita check out?"
"tadi udah di telpun dari bawah mas....sekalian aja yuk...”katanya.
Yah, sisa siang hari itu kuhabiskan dengan jalan jalan di kota itu. Kutunjukkan tempat tempat bersejarah di sana. Persis jam empat, kita sudah dalam perjalanan pulang.
EPISODE 6
Aku masih asyik browsing di tablet ketika tiba tiba gelap. Kedua mataku ditutup oleh sepasang tangan yang lembut.
Kupegang kedua tangan itu, "liizzzz.....youre here..."kataku sambil tersenyum lebar.
"im hooommeee....."kedua tangannya membuka, tak mempedulikan kondisi bandara yang ramai lalu lalang orang, Lisa memelukku.
"ayuk, laper nih...."Lisa menarik tanganku
Persis jam 5 sore ketika mobilku keluar dari pelataran bandara itu.
Senja segera menyemburat jingga di ufuk barat, aku dan Lisa masih duduk santai di salah satu gazebo, atau lebih tepatnya gubug di ujung dermaga. Di meja depanku agak berserakan piring kotor berisi tulang dan duri ikan tengiri yang kami santap berdua.
Lisa menyandar di bahuku. Gubug kecil itu berada persis di sebelah kanan beach house keluarga Lisa, bagian dari restaurant yang cukup terkenal karena kualitas masakannya.
Kuelus rambut Lisa yang sudah memanjang. Wanita itu memejamkan mata meresapi. Aku tak ingin kehilangan suasana seperti ini. Kalau itu artinya harus merelakan Debby bahkan Nina. Tapi....
Damn it...Debb....cant really get her out of my mind.
Lisa tampak mengantuk sekali. Mungkin akibat capek dan jetlag. Bagaimanapun nyamannya pesawat, tetap saja 16 jam di udara membuat siapapun juga terasa penat.
Kuajak Lisa pulang, berjalan kaki. Mobilku sengaja kutinggalkan di beach house, dan kita berdua berjalan menyusuri pantai itu, hingga sampai pada sebuah gerbang kecil yang menutupi puluhan anak tangga batu ke arah halaman belakang beach house.
setengah jam kemudian.
..breggg...
Lisa menghempaskan badannya ke ranjang besar di kamarnya setelah mandi. Kimono sutra putih bercorak tipis bermotif bunga menutupi tubuhnya. Kutarik selimut untuk memberikan rasa nyaman.
Malam itu aku menginap di beach house. Lebih tepatnya, aku bekerja di beach house, beberapa desain harus kuselesaikan hingga jarum jam hampir menunjukkan pukul tiga ketika aku memutuskan untuk tidur.
A week later.
Aku begitu disibukkan dengan proyek baruku. Tiga rumah dengan lokasi yang agak berjauhan dikerjakan dalam waktu bersamaan. Kenaikan harga material, ditambah dengan berbagai persoalan revisi dari klien, semua membuatku harus memutar otak dan mengatur waktu dengan baik. Belum lagi persiapan grand opening paradise, dan tentu saja rencana pernikahanku dengan Lisa.
Debby, selama beberapa saat aku mampu melupakan dia. Dengan tiadanya berita dari cewek mungil itu, aku menganggap masalah mereka sudah selesai. Meski terkadang ketika iseng berselancar di dunia maya, halaman facebook dia selalu kukunjungi. Sekedar pengen melihat kabar dia. I miss her. Ya...tak bisa kupungkiri...meski telah kucoba hindari, tapi ya...aku kangen dia.
Sabtu, 08.00 am
Aku sedang memberikan pengarahan revisi kepada tim kerja lapangan. Yah, tiga mandor dan dua orang pengawas, kukumpulkan di sebuah warung kaki lima di dekat alun alun. Mereka, yang sudah bertahun tahun bekerja denganku, sudah kuanggap sebagai teman kerja. Mereka pun sudah tak lagi sungkan denganku. Berbagai candaan mereka membuat suasana kerja menjadi nyaman. Hal yang kujaga supaya tingkat stress dalam pekerjaan yang sebenarnya membutuhkan konsentrasi tinggi tak membuat capek.
Tak sampai setengah jam kemudian semua materi sudah kusampaikan. Mereka sudah memasukkan berbagai coretan coretan tangan dan revisi gambar terbaru ke dalam tas masing masing. Meja pun sudah berganti menjadi beberapa piring lauk dan mangkok soto.
Selama kurang lebih tiga hari ke depan, aku pulang kampung. Sehingga meeting ini secara maraton memang harus selesai pagi ini. Siang nanti, Lisa kujemput sekitar tengah hari di rumah sakit. Tas berisi pakaian dan kebutuhan kita berdua sudah aman masuk di dalam mobilku. Nina, awalnya merengek untuk ikut kita berdua. Namun, karena kali ini kita berdua berencana untuk mengurus rencana pernikahan dengan keluargaku, Nina pun menyerah.
04.35 pm
"caaapeeeeekkk aaaannnnnnn......."kata Lisa sambil membanting dirinya di kasur hotel setelah check in sebelumnya.
"mandi dulu, hon....."kataku
"nooooo....sleeeeeeepppp......"kata Lisa sambil membuka tangan dan kakinya melebar hingga memenuhi kasur king size itu dan pura pura memejamkan mata.
"waiiitt forr meee...."aku pura pura ancang ancang unuk melompat ke kasur.
"aaaaaaaaaaaaaa......"Lisa langsung menutup tangan dan kakinya mengantisipasi.
aku tertawa menggoda...hahaha....
kubuka almari pakaianku, kulempar satu handuk putih ke muka Lisa.
"gih...mandi dulu...aku unpack.."kataku
dengan malas Lisa mengambil handuk itu lalu berdiri.
belum selesai bongkar bongkar, sebuah tangan melambai dari pintu kamar mandi yang terbuat dari kaca.
"aannnn.....come...join mee..."katanya.
hihi....kususul dia di sana.
Tampak dibawah shower, Lisa berdiri menghadapku, tentu saja telanjang bulat. Rambut pirangnya jatuh hampir menutupi dadanya. Terlihat puting pink itu mengintip dipucuk bukit dada yg membulat indah.
Jari telunjuk Lisa digigitnya, dan dengan mata sayu Lisa memandangku. Sementara tangan kirinya meraba area pubic hair yang licin dan tembem.
Aku pura pura tak peduli, kubuka pelan pelan bajuku dan celana panjangku hingga telanjang. lalu aku duduk di kloset yg masih tertutup. Aku sedikit mengangkangkan kaki, sehingga terlihat juniorku yang baru saja bangun.
Lisa masih dengan mata coklatnya yg sekarang tambah sayu, mulai menggosok gosok vaginanya, dengan desahan yang cukup terdengar meski shower masih hidup.
"aannnn.......coome heree........"desah Lisa "pleeeeaaassseeeeee.........."
aku segera mendekat...punggung Lisa menempel di dinding, sementara pinggulnya didorong maju seakan akan menyongsongku.
Langkah kuhentikan kira kira setengah meter di depan Lisa.
Tak sabar, Lisa langsung merangkak didepanku. Dileletkan lidahnya di ujung kemaluanku yg masih menghadap ke bawah. Diangkat pelan pelan, lalu dibukanya mulut sexy masih dengan posisi kedua tangan menahan badan, merangkak.
....slllrrrppppppp......batangku segera tertelan. Pipinya yang halus tampak mengembung terisi juniorku. Didiamkan didalam, dengan lidah yang bergulung gulung mengitari pangkal batang penisku.
."..aaaahhhhjh.....shhittt..how dyou do that....sssshhhhhhhhh......."desahku.
Tak lama, kepalanya terpaksa agak mundur. Batangku memanjang dan mengeras di dalam mulut itu, memaksa Lisa agak melonggarkan kulumannya.
Lidah si cantik itu bergeliat dibawah penisku, masih mencoba meraih ujung bola bola lelakiku.
kulihat mata sayu Lisa, kuberbisik sedikit..."sorry...."
Lalu segera kupegang kepalanya, kulesakkan lagi penis itu lebih dalam hingga Lisa agak tercekik. Beberapa dorongan kulakukan, Lisa terlihat agak memaksakan diri, hingga mata itu berair.
Kukeluarkan penisku dari mulutnya, kucium bibir itu sambil sekali lagi meminta, "i wanna fuck your mouth", Lisa tak menolak meski tak mengangguk.
Segera sekali lagi kulesakkan juniorku ke dalam mulut bule itu.
"aaahhssss........"desahku. Mulut sexy itu berhasil masuk sampai pangkal penisku. Tanganku yang memegang kepalanya ditepis dengan perlahan. Lisa kembali melepas kulumannya, mengambil napas. lalu menelan lagi penisku, kali ini tanpa aku harus menahan kepala pirang itu. "ooosshshhhhhhhhh...."lagi lagi aku mendesah.
Sensasi deep throat Lisa yang dalam itu membuat juniorku tak mampu bertaham lama. Setelah sekali lagi Lisa mengambil nafas dan melesakkan penisku, kutahan kepalanya dalam dalam sambil pinggul kudorong ....aaahhhh...shiitt...im cummingg......ssrettt...sreett....sreeet......
Beberapa semprotan maniku membuat mata Lisa mendelik, tangannya memukul pahaku. Tiga semprotan panjang, sedikit kukendurkan, tapi kontol itu masih beberapa kali lagi menyemprot mulut sexy itu.
Kakiku lemas..aku agak limbung....ketika kulepaskan penisku, Lisa tampak terbatuk batuk....
"uhukksss....uhuk.....youre so naughty hon...."sebagian besar spermaku menetes keluar dari batuknya.
"sorry liz....you lips are soo hot....cant help it..."kataku.
Aku lemas terduduk di kloset.
Dia bangun, lalu membasuh muka dan bibirnya dari sperma yang tak tertelan itu. lalu duduk di pangkuanku. "its my first deep throat..."katanya mengerlingkan mata, "enak?" tanyanya kemudian.
Kujawab dengan ciuman ganas.
Tanganku meraba pucuk puting payudaranya, kupelintir pelan. Ciuman Lisa semakin dalam, birahinya mulai naik kembali. Kuraba vagina mulus itu, pinggul Lisa tak ayal segera bergoyang menuntut kenikmatan.
Jariku ditekannya hingga masuk ke liang birahi itu. Kubiarkan, lalu dengan posisi agak menekuk seperti kait, kugetarkan dan kugoyang dua jariku di dalam gua lembab itu.
Tiba tiba Lisa melotot sekali lagi. Badannya agak diangkat dari pangkuanku, membiarkan tanganku lebih leluasa bergerak. Kukocok, kugetarkan dan kuputar putar. Tak lama kemudian...
"its too much ann....im cummiiiiimgg....aaaasshhhhhhhhhhhhh..........."kug igit dagunya yang mendongak.
Badan ramping dengan dada penuh itu bergetar panjang. Tak kuhentikan maupun sekedar kupelankan gerakan tanganku.
"stop...stop...stooopp...aaaasshhhhh..im cummin agaaiinn....."masih dengan posisi yang sama, hanya berselang beberapa detik, Lisa kembali sampai di puncak. Kali ini orgasmenya ditutup dengan mulutnya yang terpejam, seakan menahan sesuatu. Tak lama, terasa di tanganku sangat basah. Ada dua atau tiga kali hembusan cairan di dalam vagina itu. "hesssssssshhhhhhh....shiiitt....,im coming so hard........."lenguhnya membuang nafas. Tanganku ditahannya agar tak bergerak lagi. Sementara sekuruh badannya benar benar mengigil, bahkan paha yang lemas di pangkuanku itu ikut bergetar.
Kucium lehernya yg masih mendongak, dibalas dengan pelukan dalam yang sangat erat. "ssshhhhh...honeeeyyy...youre goood....."katanya lemah.
Wanita berambut pirang itu lalu berdiri, membelakangiku menghadap ke cermin di depan wastafel. Diraihnya handuk di gantungan samping wastafel, aku mendekat. Kudekap tubuh rampingnya dari belakang. Lisa tersenyum ketika merasakan batangku menyentuh bongkahan pantatnya. Kedua pahanya segera melebar, memberikan ruang bagi juniorku yang sudah tegak kembali ke dalam lipatan pahanya.
Wajah Lisa segera menengok, mencari bibirku.
...mmmhhhh........aaannn...mmmmhhh...put it in.....desisnya.
Kuarahkan batangku menuju ke liang nikmatnya.
...oooossshhh.....aaannn.....i love you......desahnya kembali dengan mata terpejam.
Kudiamkan batangku tertanam dalam di dalam vaginanya. Sensasi kenikmatan itu membuat tubuhnya sedikit bergetar. Aku sengaja mendiamkan selama beberapa waktu. Hingga akhirnya Lisa sedikit menggoyangkan badannya.
Dadanya kudekap erat dari belakang. Aku gerakkan pinggulku pelan pelan, maju mundur. Lisa tampak sedikit terengah ketika beberapa kali kutusukkan dengan cepat lalu kemudian melambat.
Meski sempit, liang itu terasa sangat licin, berkebalikan dengan debby. Debby meskipun sering sekali orgasme hingga squirting, namun memeknya selalu peret.
Damn it debb...you slipped in my mind again..shit...
Aku merasa agak bersalah dengan Lisa, kucium bibirnya lalu kupelankan goyanganku.
“liss...i love you....”
Lisa tampak menegang, liangnya menyempit dengan cepat. Aku pun tak tahan, kudorong lagi beberapa kali.
...ah..ah...ah...ahhs.s...yh.ess...ahhhh......Lisa melenguh kembali ketika dirasakannya batangku menyembur dengan panas di dalamnya.
Penisku terlepas dengan sendirinya, sementara bibir kami berdua masih bergulat dengan mesra.
Bisikan kata cinta kupertegas, bukan merayu, namun yang sesungguhnya terjadi adalah ingin kuhilangkan bayangan debby dari kepalaku.
==
“honn...hngg....if...hngg....what if...hngg....” Lisa bertanya saat kita berdua sudah berbaring di ranjang.
“kenapa liz ?” tanyaku.
“hngg....i want your opinion...hngg...your approval..”lanjutnya menggantung.
“apa liz?” tanyaku kembali sambil melihat ke wajahnya.
“what if....maksud Lisa....its just a thought...not a decision yet...”
Aku terdiam mendengarkan.
“hngg...we’re about to be married, arent we?...do you ...ngg...do you mind...ngg...if i..ngg...if i take my birth control out?”
“ maksud Lisa....i need your approval...its ok if youre not ready....ini cuma gagasan saja..” Lisa buru buru menambahkan.
“lizzz...if theres anything in the world i would rather want more than married to you..is having a baby with you...of course lizz....tentu saja...”kataku.
..........mmmmmhh...........love you ann.....Lisa membalas dengan ciuman.
The next morning, 07.00 am
Aku dan Lisa berjalan menyusuri sebuah lorong di rumah sakit swasta di kota itu. Aku ingin menengok kakakku yang sedang melahirkan anak keempat. Nampaknya memang sudah mendarah daging untuk beranak banyak, aku adalah paling kecil diantara 8 bersaudara. Ke tujuh kakakku, semuanya mempunyai paling tidak 4 orang anak.
Memang aku langsung menuju ke sana, karena dalam perjalanan tadi, berita dari kakakku cewek nomor 4, mengatakan kalau kakak kelima ku sudah melahirkan. Cowok lagi katanya sambil tertawa.
Yah, memang dari keluarga besarku, hanya ada dua anak perempuan, masing masing adalah anak ketiga dari kakak kedua, dan anak pertama dari kakak ke enam. Bisa membayangkan apa yang terjadi kalo semua saudara berkumpul? Pasti ribut sekali.
Setelah sekedar berbasa basi dengan saudara saudaraku, aku memasuki ruang tidur pasien. Disana terlihat Lisa sedang dirubung oleh kakak kakak cewekku, sampai muka Lisa merah, karena semua bertanya tentang rencana menikah, kapan punya anak, pengen punya anak berapa dll.
Rencanaku gagal total, awalnya pengen pamer kalo adik bungsu mereka bisa dapet cewek bule, eee.hhh....ternyata sama saja. Bukan ke-bule-an Lisa yang dipertanyakan...hahaha. Tapi begitulah kakak kakakku, mereka tak pernah memandang seseorang karena penampakannya saja, apalagi soal harta. Buktinya ? warisan ayahku yang jumlahnya cukup besar, hampir separo dititipkan ke aku.
Dititipkan ke aku, karena waktu itu, akulah yang paling sering mengurus beliau, dan mereka semua sudah cukup katanya. Akhirnya, kubelikan rumah dan kupakai untuk modal kerja yang sekarang sudah berbalik lebih dari dua kali. Dan semenjak setahun yang lalu, semua modal dan harga beli rumah yang sekarang kukontrakkan sudah kukembalikan utuh ke rekening ibu, bercampur dengan sisa separuh dari warisan bapak yang lain.
Apalagi kakak kakak cowokku, semua sibuk tanya tanya soal memancing dan rencana rencana liburan, tak ada sama sekali yang bertanya dari mana aku nemu cewek bule. Hihi...bener bener gagal total.
Meski dicecar berbagai pertanyaan, kulihat wajah Lisa tersenyum sangat manis kepadaku.
Senyum itu, wajah itu, dan hati itu, tak akan kulepaskan.
EPISODE TUJUH
Akhir minggu itu kuajak Lisa keliling kota dan ke tempat saudara maupun sahabat sahabat lamaku. Kali ini dengan tujuan untuk persiapan pernikahan kami. Bimbang, aku memutuskan untuk tidak mampir ke rumah Debby. Hingga akhirnya kita berdua kembali lagi pulang ke kota pantai, beberapa tas berisi souvenir dan makanan khas kotaku tergeletak di kursi tengah freed-ku.
A few days later.
“mas....mas Andiii....”
Satu tangan dengan jemari lentik menggoyang goyangkan badanku yang tertidur di sofa ruang tengah, atau lebih tepatnya Paradise Lounge.
Kukerjapkan mataku, kulihat seorang wanita arab berparas cantik, dengan perut buncit tampak tersenyum manis. Kuperbaiki posisi dudukku.
“sudah jam empat mass....capek banget ya...”kata Nina.
“he eh...” jawabku dengan pandangan menerawang ke luar.
“mas....mas Andi kenapa sih?”tanya Nina menyelidik.
“hmm?”
“itu melamun mulu....”
“gak papa nin...capek kali ya....”jawabku sekedarnya.
Nina memegang tengkukku dan mulai memijit pelan.
“iya mas...ini kenceng banget lehernya....”
“hmmm.....”
“tapi Nina yakin....mas baru mikir sesuatu ya...”kata wanita itu pelan.
“hhhh.....gak tau Nin....”kilahku.
“kenapa maass...cerita aja sama Nina...pasti didengerin kok....soal wedding yaa...”kata Nina.
“hngg....yaa...satu itu....tapi....”jawabku menggantung
“hihi...udah dapet cewek banyak...tetep saja yang namanya mau nikah bikin bingung kan mas....”
Nina menambahkan lagi pelan,” apa soal Debby mas ?”
Mendengar itu, aku berusaha menengok melihat ke wajah Nina. Rambut Nina yang sudah dipotong pendek beberapa waktu lalu, agak tertutup scarf putih. Wajahnya memang sudah berubah dari pertama ketemu dahulu, kehamilan membuat pipinya sedikit lebih berisi.
“Ninn....aku gak tau kenapa....semakin ke sini, kenapa Debby selalu keinget terus ya...hhhh.....aku....aku gak tau Ninn...”
“Mas...mas Andi ngomong aja ke Lisa...”
“itulah Ninn...aku...aku tahu konsekuensinya...kalau Lisa marah gimana....aku juga gak tahu...”
“mas...jawab jujur ya ...mas Andi masih cinta sama Debby?” Nina memandangku erat.
“hhhh.....gak tau Nin...Debby sudah jadi bagian dari hidupku selama hampir 12 tahun....”
“hmmm...ya udah...pelan pelan saja mass.....”jawab Nina sambil mencium keningku.
“ah...sudahlah...aku malam ini ada miting di restoran pantai....ada klien datang, pengen revisi kerjaan lagi..”kataku sambil bangkit.
“mas Andi mau pulang dulu? Gak istirahat di sini saja? “
“gak ah Nin....tar malah gak bisa istirahat lihat Nina terus terusan...”kataku sambil tersenyum nakal.
“aaahh...mas andi aahhh...” memerahlah wajah wanita itu.
“maass....sudah? Cuman gitu aja ? gak dicium ?”kata Nina protes melihatku mengepak tas kerja.
“eeehhh......”kataku lalu dengan segera melumat bibir indahnya.
“uuuhhhhfff...... maass........si kecil protes nih...nendang mulu kalo deket papinya....”kata Nina
Kuelus perut bundar itu, memang terasa ada gerakan dari bawah kulit wanita cantik itu. Aku tersenyum lebar.
“iyaa Nin...gerak....”semakin kuelus semakin terasa gerakan bayi di dalam perut itu.
Nina mengelus rambutku.
“Nin...im gonna be a father....”
Nina mengangguk dan memandangku dengan senyuman yang paling cantik pernah kulihat....senyuman seorang ibu.
Aku segera beranjak. Sebelum kutinggalkan paradise, sekali lagi kucium bibir Nina. Kulambaikan tanganku pada mas Rafi yang kebetulan baru saja masuk dari pagar.
This is too much...tekanan dari pernikahan, yang sebelumnya selalu kuanggap omong kosong orang yang terjebak pada kewajiban untuk menikahi pasangannya, belum soal Debby, antara kangen dan entahlah apa lagi, dan yang baru saja kusadari, paling tidak 2 bulan lagi, aku sudah jadi seorang ayah dari rahim Nina.
Lisa beberapa hari ini sangat sibuk. Berbagai urusan dokter-pasien, dan tesis lanjutan dari perjalanannya ke London beberapa waktu lalu, membuat bule itu hampir tak pernah ketemu denganku. Meski begitu, hubungan kami baik baik saja, telepon, messages semua lancar.
Hingga,
Suatu pagi yang malas, hari minggu, sebuah dering telepon dari paradise membuatku kaku.
Nina mengabarkan....Debby datang dan menginap di sana....degg....!!!
10.00 am
Aku masih termenung, tak tau harus bagaimana. Lisa, hari Sabtu-Minggu ini ada acara konggres asosiasi dokter. Jelas tak bisa diganggu. Padahal, dengan adanya Lisa aku merasa tak perlu menutupi apapun. Aku juga ingin segera keluar dari rasa ini. Bom waktu. Ya !
Rasa ini bagai bom waktu, jika tak dijinakkan, akan meledak dengan menimbulkan kekacauan. Lisa adalah salah satu yang bisa menjinakkan.
Deggg.....!! Ingin rasanya aku mengajak pulang Lisa dan mengajaknya menemui Debby, aku kawatir, kalau aku sendiri yang bertemu dengannya, akan terjadi hal hal yang bisa mengganggu hubunganku dengan Lisa.
Tapi, acara konggres ini betul betul penting bagi calon istriku. Ini adalah saat yang ditunggu tunggu, dimana salah satu acaranya adalah kuliah pagi tentang materi tesis yang sudah berbulan bulan disiapkannya.
Yah, paling tidak masih ada Nina.
Kuambil keputusan, aku harus segera ke paradise. Tentu saja sebelumnya aku mengirim sms ke Nina supaya menemaniku bertemu Debby.
11.40 am
Aku kembali memasuki lounge paradise, kudapati dua orang wanita berbeda ras sedang ngobrol dengan seru. Tawa mereka berdua bagai dua sahabat yang lama tak jumpa. Keluwesan Nina ditambah dengan keterbukaan Debby membuat mereka sangat akrab meski mereka berkenalan baru semalam saja.
“haloooo...”sapaku
Serentak kedua wanita itu memandangku, sedikit kupalingkan muka dari Debby. Sengaja aku tak ingin berlama menyapa mata indah itu. Aku takut.
Nina yang tampak menyadari, langsung sedikit beringsut, memberikan tempat duduk di sebelahnya.
“sini mas...duduk...”kata Nina
"Debb...kapan dateng? Sama siapa?"tanyaku sedikt basa basi.
"tadi pagi Ann...sendirian...bawa mobil tuh....Cecile kuajak gak mau..."
Aku diam saja, bigung musti ngomong apa. Lidahku kelu, namun aku yakin, mataku memandang bibir kecil itu dengan rindu yang teramat.
"eeeeeehhh.....mau minum apa mas?" sahut Nina berusaha memecah kebekuan.
"hmm? gak ah...aku ambil sendiri saja..."jawabku sambil beringsut, berdiri menuju ke pantry di depan pintu teras.
"cewek cewek mau minum apa...."kataku dari balik meja bar.
"oren juss...."Nina segera menyahut. "cik debby apa nih...."
"terserah Ann...apa sajalah..."
Kuambil nampan, dan kuletakkan 3 gelas berisi orange juice.
"dalam rangka apa nih Debb...."kataku.
"hehe...kerjaan lah Annn....ada training di cabang sini"jawab cewek tionghoa itu.
"maass....Debby kayaknya pengen pindah tugas ke sini...tadi nanya nanya soal kontrakan sekitar sini..."Nina menambah.
Deggg....!!
“ohya ?” sahutku mengurangi kekagetanku.
“belum Ann...cuma tanya tanya aja....lagian ini training di sini juga cuma 4 hari kok....kayaknya kawatir banget aku pindah ya?”katanya sedikit mengerling, disambut dengan tawa Nina.
‘...eeeh...aa....nggg...” aku salah tingkah.
"tuuuhh..wuahahahahahaha....."Nina tertawa keras. Wajahku terasa hangat, nampaknya mukaku memerah, Debby cuma tersenyum melihatku. Senyuman yang kurindukan, senyuman yang aku yakin tak akan bisa menghapusnya dari ingatanku.
"ahhh..pulang duluuuu.....dikerjain muluu...."kataku pura pura beranjak.
"hyahahahaha...maaaass annndiiiihhh...huahahahahaha....."tangan Nina mencekalku, menahan supaya aku tak kemana mana.
Tapi tiba tiba, "aduh....aduh..,,"
Nina tiba tiba berdiri dengan cepat dan berjalan agak berlari ke kamar mandi.
Debby yang menyadari kalau Nina tertawa sampai hampir terkencing mulai ikut terbahak dengan keras.
"Annn.....hnggg...ada waku nggak?"tanya Debby dengan mimik agak serius, setelah tawanya menghilang.
"hmm...kenapa Debb...kerjaan banyak sihh...."jawabku menggantung, tapi ketika kulihat wajahnya, aku tahu, aku tak akan bisa menghindar.
"aku bebas sampai besok pagi, hngg...aku pengen ketemu Lisa......"katanya sambil sedikit menunduk, menghindari tatapan mataku.
"eehh...Lisa ada acara seminar atau apa gitu....paling jam 5 udah kelar sih katanya."jawabku. Damn it....i knew it...i cant say no!!
Kulirik jam tanganku, lalu kuputuskan untuk telpon Lisa, aku yakin ini memasuki sesi istirahat.
"ok, babe. But my session start again at 7pm." jawab Lisa ketika kuceritakan soal Debby. Yah, dua jam cukuplah.
"Makan yuk mas...."Nina keluar dari kamar sudah rapi berpakaian panjang.
Aku mengangguk, dan memandang Debby. "Sebentar...aku ganti dulu ya Nin..."jawabnya sambil keluar, ke belakang menuju kamarnya.
Tiba tiba, dari depan Mas Rafi memasuki lounge dengan agak terburu buru.
"Ya ampun Niiin....aku lupa....eh ada mas Andi"kata mas Rafi.
"siang mas, dari mana kok buru buru..."kataku
"dari belanja mas...ini...bener bener kelupaan, mas Andi mau ngajak Nina kemana? Ini aku lupa, Nin...."kata mas Rafi agak bingung.
"he...kenapa pah..?" Nina mendekati suaminya.
Kulihat mas Rafi ngomong sesuatu lalu segera masuk ke kamar.
"yaelah mass....Mas Rafi lupa kalo hari ini ada acara keluarga dia...mas Andi makan sama Debby aja ya...aku temenin mas Rafi...Gak enak sama tantenya kalo aku gak ikut..."kata Nina
"ooo...iyaa...gakpapa..."jawabku.
Sepuluh menit kemudian, mas Rafi sudah duduk di teras depan ngobrol denganku. Ternyata, adik dari ibunya bulan ini akan menikah, meski sederhana, tapi keluarga besar tentu tetap membutuhkan persiapan dan kumpul kumpul dahulu. Pria itu bercerita juga mengenai kesehatannya yang akhir akhir ini agak bermasalah. Staminanya menurun. Aku menganjurkan untuk check up dan konsultasi dengan Lisa. Keletihan pun terlihat dari muka pria yang kira kira 10 tahun lebih tua dariku itu.
“istirahat saja mas...jaga kondisi, dua bulan lagi Nina udah hpl lo...mesti jaga kondisi betul..”saranku.
Dia cuma mengangguk, belum sempat menjawab, karena di pintu sudah berdiri Nina dan Debby.
Nina seperti biasa, memakai baju kerudung, cantik. Namun kali ini Debby membuatku terpana.
Shit..!! Youre too beautiful....damn it....
Rambutnya yang sudah sebahu dibiarkan lepas ke bawah. Gaun terusan, kurang lebih 5 cm dari lutut, berwarna biru tua, sangat kontras dengan kulitnya yang terang. Gaun itu longgar, dengan ikat pinggang besar berwarna senada yang membentuk pinggulnya.
Wajahnya bersih, dan cerah. You havent changed a bit, dear. And i havent changed the way i look at you...
Damn it....
Mereka berdua pamitan, kali ini paradise sudah mempunyai mobil dinas. Luxio warna biru muda.
Aku masih di teras, ketika Debby mendekatiku.
“Ann...kita jadi makan?...kalo gak jadi gak papa loh...”kata wanita tionghoa itu melihatku merasa rikuh.
Bukan, bukan rikuh...salah tingkah lebih tepat.
“eh...ngg...gak lah Debb...ayo ah...”kataku sedikit memaksakan diri.
Sepanjang jalan, aku banyak diam. Pun sama dengan Debby. Kupilih sebuah restoran yang terbuka, kupikir berdua dengan Debby di ruangan tertutup cukup berbahaya.
Kulirik jam tanganku, waktu masih sekitar pukul satu siang. Hmm...jam lima masih lama...
“Ann...Andi kemaren kok gak mampir ke rumah sih....mama nanyain terus..”Debby bertanya di saat makanan sudah tersaji di depan kita berdua.
“iya Debb, kemaren muter muter terus capek...pulang lagi ke sini...”aku mencari jawaban aman.
“hmmm....Andi ngindarin Debby ya...jujur saja ann....aku tahu kok...i know you too well.....nanti setelah ketemu Lisa, aku bisa kok pergi dari kehidupan Andi. Aku cuma pengen ketemu Lisa, pengen lihat cewek itu patut buat Andi gak.”
“Debb.....” jemari lentik Debby kugenggam, erat.
“please....dont do that....”kataku lirih.
“ann..pulang ke paradise aja yuk...rame disini...”
Aku tak mampu menolak, kuikuti tubuh mungil cewek tionghoa itu dari belakang. Mobil merahku segera meluncur.
02.15pm
Paradise Lounge.
Nina sudah menemukan pegawai untuk membantunya di Paradise, cewek berumur 20an tahun. Cewek itu tinggal di sebuah kampung kira kira lima ratusan meter dari rumahku. Kurus, tinggi. Wajah cukup simpatik, tapi sayangnya dia tak cukup beruntung, keluarganya yang seba pas pasan, membuatnya tampak kurang bersinar. Nina pernah mengatakan padaku, kalo Fina, admin itu, mampu berdandan dan merawat tubuhnya, akan terlihat seksi.
“silakan Pak Andi, mau minum apa...?”kata Fina .
“gak Fin, aku tar aja...bikin sendiri juga bisa....Nina belum pulang Fin ?”kataku sambil berjalan masuk ke lounge.
“Belum Pak, bu Debby minum apa?”tanya Fina ke wanita di depanku.
“eh..mbak...minta jus jeruk saja ya...diantar ke kamar bisa?” kata Debby
“bisa bu...nanti saya antar...”kata Fina sembari menulis di sebuah kertas.
Aku segera mengambil posisi duduk di sofa lounge.
“Naik saja yuk ann...”ajak Debby.
“he?...”tanyaku
“iya...naik ke kamar yuk...gak enak kalo Fina denger...”kata Debby.
Aku ragu...
Akhirnya, lagi lagi....aku tak mampu menolak wanita itu. Kuikuti langkahnya ke arah deretan kamar kamar di belakang bangunan utama Paradise.
SEASON FINALE
02.00pm
Paradise Suite Room
Kamar ini, kamar termahal yang ada di paradise, 650ribu per malam. Bagi Debby tak akan masalah, toh semua sudah masuk ke tagihan kantor. Ukuran ruangan dua kali kamar standar, dengan minibar kecil dan teras menghadap ke belakang.
Kamar ini awalnya tak terkonsep sama sekali. Suite Room untuk Paradise sebenarnya sudah kusiapkan di belakang, berupa paviliun kecil dengan carport dan taman private kecil. Namun, suatu sore ketika pelat lantai dua akan dilakukan pengecoran, aku naik ke atas dan menemukan view yang sangat menarik di belakang, satu bukit kecil dan pantai di kejauhan. Setelah berkonsuktasi dengan owner, yaitu ayah Lisa, Suite Room pindah ke atas dan paviliun belakang dipakai menjadi rumah dinas buat Nina.
Aku duduk di teras balkon itu, kulihat Fina baru saja memasukkan nampan berisi 2 gelas besar orange juice ke dalam kamar. Debby kembali menutup pintu setelah berterima kasih dan memberi tips sekedarnya.
"ann...minum..."kata Debby sambil duduk di kursi sebelah. Nampan isi juice itu diletakkannya di coffe table yang memisahkan kedua kursi kita.
Aku menghirup rokokku dalam dalam, mencoba mencari ketenangan dari asap racun nikotin itu. "Gimana debb...."kataku kemudian, mencoba memecah kesunyian yang muncul ketika kulirik wanita itu melamun.
"Ann....sorry...."dia merunduk.
"ya? kenapa debb?" tanyaku.
"aku...aku tak tahu....hhh....kau...kamu.....hhhhh...."kata Debby terpatah patah.
"what debb...."
"please...jangan marah...please...."Debby berkata dengan mata yang agak berkaca kaca menatapku.
"Debb...."
"Ann...kamu mau menikah..."katanya..."shit....sorry...." wanita itu mulai menangis.
"Debbb....please...." aku tahu Debby bukan cewek cengeng. Anak pertama seorang pengusaha besar itu termasuk cewek tangguh. Tak pernah dia memperlihatkan kelemahannya di hadapan siapapun juga dengan menangis. Sedari kecil, cecile adiknyalah yang justru secara tak langsung menempanya menjadi seperti itu. Tapi sekarang duduk di sampingku, pipinya basah oleh buliran air mata yang mengalir. Jemarinya yang berusaha mengusapnya tak kunjung selesai.
“Ann...aku boleh ngomong?”katanya beberapa menit kemudian masih sesenggukan.
Aku menatap matanya, dan mengangguk.
“.... sonny....dia melamarku ann....”kata Debby pendek.
DEGG....!!
Aku tak tahu harus berkata apa...
“debb...cecile udah cerita semua kan?”aku mencoba berkata pelan. Aku tak berani menatapnya.
Debby kembali sesenggukan.
“keputusan ada di tanganmu, Debb...tapi....”
SHIT...!! Im getting married too....! Fuck...!!!
Aku mengutuk dalam hati.
“aku belum bilang apa apa kok ann....”Debby memandangku sambil mencoba tersenyum.
Aku berdiri, mendekat ke railing balkon, mencari udara yang memang malas bergerak di sore yang panas itu. Aku sedikit melamun memandang kerlip cahaya matahari yang memantul dari air laut di kejauhan. Perlahan, satu tangan mungil memeluk pinggangku, kepalanya menyender di lenganku.
Kupandangi wajah cantik itu. Mata indah yang sehari tadi kuhindari, sekarang begitu dekat dengan wajahku.
....mmmmmhhhhhh...... Tak ada yang memulai, bibir kami bersentuhan dengan lembut.
Sedetik....dua detik....tiga detik....empat detik....
Ciuman kami semakin dalam. Mulut kami berdua benar benar menyatu.
Hingga aku mendongak, kulepaskan bibir itu.
Aku tersadar.
"sorry....."satu patah kata tampak keluar dari mulutnya. Satu kata penyesalan.
Bukan.....bukan penyesalan atas ciuman itu. Penyesalan karena kami tak mampu menahan diri untuk menikmati ciuman itu.
Kukecup sekali lagi bibir itu, kulihat matanya tampak berkaca kaca. "me too...."
Lantas, aku segera beranjak, keluar dari kamar itu. Karena aku yakin, tubuh ini tak akan mampu menahan diri lagi.
Aku tak mampu menengok ke belakang, aku yakin Debby juga tak mampu menahanku.
...ntar aku anter Lisa ke hotel....
Sms kukirimkan ke nomer Debby sesaat setelah aku duduk di belakang kemudi.
...ok....
Dia membalas.
===
Waktu belum juga menunjukkan pukul empat sore, ketika aku sampai di lobby Ballroom kongres himpunan dokter itu. Aku duduk di lounge, sofa coklat yang besar. Sesi coffe break baru saja selesai, tampak para petugas katering yang lalu lalang membersihkan meja prasmanan yang memang sengaja diletakkan di lobby yang menghadap ke taman hotel berbintang itu.
Sebagai salah satu staff dari rumah sakit di kota ini, Lisa memang bertugas untuk mengawasi sesi konsumsi. Kesibukan calon istriku itu memang sangat menyita waktunya, meski sudah diurus oleh event organizer setempat, namun tetap saja sebagai penanggung jawab konsumsi, cukup membuatnya kelabakan. Belum lagi soal makalah yang malam nanti akan dipresentasikan.
“maaf bapak? Bu Lisa memanggil anda, ditunggu di bagian persiapan panitia.”seorang petugas hotel mendekatiku.
“oh ya? Dimana itu mas?”tanyaku.
“mari saya antar...”
Aku mengikuti orang itu dari belakang, hingga menuju ke sebuah pintu kecil kira kira 15 meter dari pintu ballroom.
“Bu Lisa di dalam pak, silakan, saya tinggal dulu.”kata petugas itu.
“iya mas...terima kasih...”
Kubuka pintu kecil itu, di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang cukup besar, dengan satu pintu persis di seberang dinding. Beberapa orang terlihat sibuk membenahi dus berisi makalah, sebagian lagi sibuk yang lain. Di depan sebuah cermin, Lisa tampak sedang menata backpacknya. Dokter cantik itu memang lebih suka memakai backpack yang ringkas daripada tas jinjing wanita yang cenderung “indah” dipandang namun seringkali tak fungsional.
Lisa mengajak keluar. Setelah sesi coffee break, praktis tugas dia sore ini sudah selesai.
“naik dulu yuk?” katanya
“kemana Liz ?”tanyaku
“i got a room here...Pihak hotel membukakan kamar untuk panitia dan officer. Dan aku kebagian satu. Come on...i got to take a bath...”jelasnya dengan logat British.
Kuikuti langkah wanita semampai itu ke arah lift. Tombol bertuliskan angka 5 tampak menyala ketika jemari lentik Lisa menekannya. Wanita itu kemudian menyenderkan badannya kepadaku. Kulingkarkan tanganku di perutnya dari belakang, sembari aku sedikit menunduk mencium lehernya dari belakang.
Minutes later
Kamar itu kecil, yah...namanya juga gratisan. Dengan single bed berjejeran, jendela lumayan besar di samping menghadap ke arah jalan. Dan satu kursi menghadap meja dengan cermin di atasnya. Kuhidupkan televisi cina 32 inchi yang menempel di dinding.
Aku menyusul mandi setelah Lisa. Kupakai handuk yang masih kering, kulingkarkan di pinggangku setelah kupakai untuk mengeringkan badan. Kulihat Lisa masih berdiri di depan cermin, hanya memakai tshirt pendek, sehingga bongkahan pantatnya menyembul malu malu.
Rambut pirangnya tampak jatuh ke bahu, menyebabkan bercak basah di kain kaos yang membungkus tubuh seksi itu. Aku mendekat dari belakang. Lisa melihatku dari cermin sambil tersenyum menggoda.
Perlahan, diangkatnya tshirt pendek itu sehingga pinggulnya jelas terlihat. Tak ada kain, tak ada tali, tak ada apapun. Dari cermin pun tercetak dua sembulan kecil di bagian depannya. Aku segera tersenyum melihatnya, menyadari situasi yang terjadi.
Lisa sedikit mengangkat pantatnya ke arahku, menggoda.
Kurengkuh pinggangnya, bibirku segera menggerayangi leher mulus itu. Kepalanya mendongak ke atas, nafas berat terdengar halus dari bibirnya. Pantatnya digoyangkan perlahan, menggesek juniorku yang mulai terbangun. Handuk putih itu segera saja terjatuh akibatnya.
Tangan Lisa meraih ujung tshirt putihnya, berusaha melolosinya ke atas. Tanganku segera meraba naik, putingnya jadi sasaran remasan gemas ku. Sedikit kutarik kedepan, seakan mencubit.
“hhhhssshhh......ssshhhh.......”Lisa mendesah panjang.
Tubuhnya menggeliat masih dengan posisi berdiri menghadap cermin.
Secara naluri, wanita itu segera melebarkan pahanya. Penisku pun segera menyusuri belahan paha itu.
Mmmmmmhhhhhh........ssssshhhh..mmmmmmhh...
Lisa menengokkan wajahnya kearahku dan mencium dengan ganas.
Belahan hangat dan lembab di antara dua pahanya mulai kuraba pelan. Desahan dari bibir seksi Lisa semakin menjadi. Pagutannya semakin kasar. Beberapa kali giginya terasa menggigit kecil lidahku.
Aahhhs.s.....s.shhhhh.......
Perlahan, tanganku mulai mengarahkan ujung penisku ke bibir kemaluan wanita itu.
...uuuuffttthhhh.....aaaahhhsss.......
Lisa melenguh panjang, merasakan batang kejantananku memasuki relung kenikmatannya. Badannya sontak melemas, kedua tangannya segera tertekuk menahan badannya di atas meja.
Praktis, posisi itu membuat pinggulnya semakin naik.
Penisku masih kudiamkan di dalamnya. Tanganku meraba kasar punggungnya, seperti gerakan memijat dengan sedikit mendorong.
Lisa tak bersuara, kepalanya sudah persis menyentuh meja.
Mulai kutarik perlahan pinggulku kebelakang. Kepala Lisa mulai agak mendongak, seakan tak rela tubuhku perlahan keluar dari dalam kenikmatannya.
Kupegang pinggul Lisa, kusodok kembali dengan cepat sebelum Lisa menyadari arah gerakanku.
Dengan cepat pula, Lisa mendongak dan melenguh panjang.
Ahh...ah...ahh..ahhh.....
Gerakanku yang kasar dan tiba tiba membuat serta merta tubuh Lisa melemas di meja. Tak sampai lima menit, Lisa sudah basah oleh keringat.
Pantulan wajahnya di cermin tampak seksi sekali. Beberapa anak rambut basah menutupi wajahnya.
Ooouuuuuffhhhss.s........aaannn.harder...harderrr. .....ssshhhhhhh......
Lisa mendorongkan pinggulnya beberapa kali ke belakang, puncak kenikmatan menyerangnya dengan cepat.
Tubuhnya bergetar hingga pinggulnya ikut bergoyang keras. Kutanamkan penisku sampai mentok.
Getaran dan kedutan otot kewanitaannya sangat kuat, penisku terasa seperti diremas remas.
Aku pun melenguh menikmati getaran itu. Orgasme panjang Lisa hampir saja membuat juniorku ikut menyusul. Namun sedetik kemudian, tubuhnya ambrug melemas. Kedua tangannya melebar ke samping meja.
....aaannn....youre so naughty.....hsss.s....... desis nya.
“Oh...yaaa?...” godaku sambil kutarik perlahan pinggulku. Ujung penisku hampir keluar dari bibir vaginanya. Tiba tiba kudorong kembali masuk dengan cepat.
...oouuufffhhhsss...... Lisa mengeluh panjang. Kupegang pundaknya, kutarik hingga posisinya agak berdiri. Pinggulku masih terus menghujam dengan keras.
Tubuh Lisa berguncang guncang lemas. Punggungnya melengkung, kepalanya mencoba meraihku, meski pinggulnya tetap dipertahankan menungging. Tak ingin kehilangan rasa nikmat di selangkangannya.
Mmmhhhh.....mmmmmhhhhh.....
Bibir, pipi, dan leher jenjangnya menjadi sasaran lidah dan bibirku.
Oh...oh...aaahhh...ahhh..... Lisa terus melenguh panjang. Badannya kembali ambrug ketika wanita itu kembali mencapai ujung kenikmatan. Orgasme kedua ini lebih cepat didapatnya. Sensasi rasa tiba tiba dan sedikit kasar memaksanya tak kunjung mereda.
Rambut pirang Lisa segera kukumpulkan di tanganku, dan sedikit kutarik ke belakang hingga wajahnya mendongak menghadap cermin. Kuhujamkan penisku semakin cepat dan dalam.
Tak mau menyakiti wanita yang kusayangi ini, tanganku beralih ke bahunya, menahan agar tubuhnya tetap berdiri.
Tiga kali hujaman terakhir membuat wajahnya membelalak melihatku dari cermin.
Ooouuuuuuuhhhhhhhhh.......aku melenguh keras merasakan remasan di dalam vaginanya.
Orgasme kedua Lisa ini sedemikian panjang, hingga semprotan maniku selesai di dalamnya, tubuh wanita itu masih menegang dan bergetar getar.
...oouuuhssssshhhiiiittt.t.....youre sooo goooodd........desisnya ketika sekali lagi tubuhnya ambrug di meja itu.
Penisku perlahan mulai menurunkan ketegangannya, hingga terlepas dari himpitan bibir nikmat vagina itu.
Beberapa saat kemudian, Lisa membalikkan badannya. Aku masih memeluk tubuhnya, kurasakan kakinya masih bergetar. Aku menunduk, meraih bagian belakang lututnya lalu menggendongnya untuk merebah di kasur.
Matanya menatapku sayu. “andiii...love youu....”desisnya.
“Love you too Lizz....”bisikku.
“ayo....i want to meet your sweetheart Debby....” kata Lisa tegas.
Bersambung.
Kamar hotel, atau lebih tepatnya bungalow itu cukup besar. Dengan satu kasur ukuran king size menghadap persis di depan pintu kaca besar mengarah ke kolam renang. Letaknya di bukit membuat seakan akan kolam renang itu menyatu dengan laut yang ada jauh di bawah sana.
Trik desain seperti itu pernah kuaplikasikan di suite-room Paradise milik Pak Dahlan. Tapi bukan, ini bukan Paradise. Ini sebuah suite room dari sebuah hotel kelas atas di Bali.
Senja berwarna jingga menyemburat tipis di ufuk, aku membuka pintu teras ke arah kolam itu sambil menghirup udara segar. Seorang wanita cantik memelukku dari belakang.
Wanita setinggi bahuku, dengan rambut lurus persis dipotong pendek hingga terlihat lehernya yang putih. Kulingkarkan tanganku pada bahunya, badannya yang tadinya memelukku dari belakang sekarang berada di samping kiriku. Kupegang perlahan dagunya, kuangkat lalu kucium lembut bibirnya.
“annn....”
“ssshhh...i love you debb....finally...kita menikah...”
Debby tersenyum manis.
Dua hari lalu aku menikah dengannya. Perjalanan ke Bali ini adalah honeymoon kita.
“renang yuk...?” kataku sambil menarik tshirt Debby ke atas.
“eehh....” Debby terkaget sambil memegang ujung tshirtnya menahan tarikan tanganku.
“jangaa.......aaaaahhh....”
...B YYUUUURRR......
Aku tertawa melihatnya. Gerakan yang tadinya berniat menghalangiku menarik bajunya, justru membuat Debby kehilangan keseimbangan hingga melangkah ke depan masuk ke dalam kolam.
Rambutnya yang pendek jadi terlihat semakin tipis karena basah. Aku mengulurkan tanganku untuk membantunya naik.
....BYUUUUURRR.... Alih alih segera beranjak naik, tangan mungil Debby justru menarikku ke arah kolam. Klasik.
Kita tertawa tawa berdua. Aku menyender di dinding kolam ber-air hangat itu. Debby segera mengikuti, dengan kepalanya di dadaku. Kupeluk perutnya dari belakang.
...mmmmmcchhhhhhh.....
Kucium leher mulus itu. Debby segera menengok kearahku, menyambut bibirku.
Lidah kami bersilat dengan mesra. Tanganku perlahan meremas lembut dadanya.
Tangan lembutnya meraba perutku turun ke bawah. Aku bergerak menghindar, tapi tangan itu cepat memegang kencang penisku.
“ssshhhh...i wanna do you....”kata Debby sambil memandang nakal.
“eh....”hanya itu yang sempat kukatakan, persis sebelum mulut mungil itu melumat bibirku.
Tangan mungil Debby menarik bagian belakang kepalaku ke bawah. Lidahnya lembut mengusap bibirku yang sedikit membuka. Tak lama, lidahku menyambut saputannya dengan beringas.
...mmmmhhhmmmmmm....... Aku mendengus merasakan sensasi gerakan memijat lembut tangan kiri wanita itu di selangkanganku. Tak tinggal diam, kedua tanganku membalas dengan meremas gemas kedua bongkah pantatnya dari dalam air.
.s.sssshhh...... Gerakan tanganku membuat mata Debby semakin menyipit, bibirnya terlepas dariku. Badannya sedikit terdongak, membusungkan dadanya kearahku. Tapi tak lama, seakan menyadari sesuatu, wanita itu lalu mendorong tanganku menjauh dari tubuhnya.
Badanku didorong hingga menyentuh dinding kolam. Matanya mengerling manja, nakal....
“ssshh...annn....dont move....” Debby berbisik.
Kepalanya tiba tiba masuk ke dalam air, turun ke bawah. Celana boxerku diturunkan hingga lutut.
Wajah nakal Debby menyembul dari permukaan air hangat itu. “hihi....gak bisa kayak gini di Beach House kan....” desisnya sembari mengambil nafas, dan menurunkan kembali kepalanya ke dalam air.
Belum sempat menyadari apa yang terjadi, tiba tiba terasa geli di ujung kemaluanku. Kulihat bayangan tubuh Debby di bawahku, kepalanya persis di depan selangkanganku. Air hangat itu semakin menambah sensasi geli permainan lidah Debby.
Aku sengaja berdiri dengan tenang, mencoba merasakan nikmatnya lilitan lidah wanita turunan tionghoa itu di dalam air. Aku semakin penasaran dengan lidahnya. Setiap kali kudorong pinggulku kearahnya, Debby selalu memundurkan kepalanya, atau naik ke atas mengambil nafas.
....hhssshhh....... Akhirnya aku menyerah, kusandarkan punggungku di bibir dinding kolam. Kakiku mulai melayang di dalam air. Pelan, badanku pun ikut naik, melayang di dalam air. Debby tak lagi harus membenamkan wajahnya.
Kini tubuhku melayang, aku hanya berpegangan di dinding kolam dengan kedua lengan. Ujung kemaluanku mulai menyembul perlahan dari permukaan air. Di belakangnya, tampak Debby tersenyum dengan manis.
Lidahnya menempel di bagian bawah batang kemaluanku. Turun...dililitkan lidahnya di pangkal batang itu menggapai kedua bola kenikmatanku.
Kepalaku mendongak, merasakan sensasi luar biasa itu.
Tiba tiba, tanpa peringatan apapun, Debby segera mengulum ujung kemaluanku yang sudah membengkak tegang. Rasa kaget itu membuat badanku segera tenggelam kembali, namun kuluman Debby seakan tak mau melepaskannya.
...oooohshsssss....aku mendesis. Kulihat bayangan kepala Debby menutupi selangkanganku.
Under water deep throat.....amazing !
Aku gerakkan pinggulku ke depan, kurasakan lidah Debby menggelitik di bawah pangkal kemaluanku. Sementara bibirnya tak mau kalah mengatup menelan seluruh batangku.
Meski hitungan detik saja, karena Debby harus segera mengambil nafas. Sensasi rasa itu terasa nikmat.
Empat-lima kali diulangnya kembali. Hingga aku tak tahan.
Kupegang bahunya, kudorong keatas.
Kuangkat tubuhnya hingga terduduk di bibir kolam. Aku tak mau menyia-nyiakan waktu.
Kubuka pahanya keluar, kucium pangkal pahanya yang basah. Segera Debby mendongak.
“....Aahhhhh.ssssss...........”desisnya.
Kurasakan asin di ujung lidahku ketika bertemu dengan kemaluannya. Tangan mungil Debby menarik rambutku, dan mendorong ke arahnya.
Tubuhnya sedikit miring ke belakang, memposisikan bibir vaginanya tepat bertemu dengan lidahku.
Kudorong tubuhnya hingga merebah ke lantai, kuangkat pahanya hingga dua lubang nikmat wanita itu terpampang jelas di depanku.
“ooouuuuuufff...........” Debby mengerang ketika lidahku melelet dari bawah naik keatas, dari lubang belakang, naik hingga bertemu dengan tonjolan kecil persis di atas bibir vertikalnya.
Wanita ini selalu gampang naik birahinya. Dan tak lama, mungkin karena sudah sedemikian terangsang, tubuhnya segera mengejang.
Aku tahu ini tanda apa. Jemariku segera menusuk perlahan ke dalam lubang vaginanya, menggosok gua nikmat itu sedikit ke atas.
...ssssrrrtt..........cairan squirtnya segera menyembur.
“oouuuuhh...sssshiiiiiittt....im cummiiiingg.....ssssshhhhhh....”pekiknya, tangannya sibuk menggapai gapai mencari pegangan. Selama beberapa detik, tubuh seksi yang sebagian masih tertutup tshirt itu menegang. Tampak semburat merah meremang di lehernya yang putih.
Setelah kejang kejangnya mereda. Debby kembali duduk di bibir kolam. Direngkuhnya kepalaku ke dalam dekapannya sambil membungkuk.
Aku mendongak, lalu kucium lembut bibir wanita yang kucintai itu.
“Debby....my wife...” bisikku menggodanya.
“aaannnn.....aku ...ssshhh....aku tadinya..hhhh....mau .....bikin...hhh...kamu duluan...sshshh......tapi kalah terus...” bisiknya semakin mempererat pelukannya.
“yuk...naik....”katanya lagi.
Aku segera naik dari air. Angin sepoi sepoi menerpa badanku. Dingin.
Debby pun segera berdiri menyambutku. Lalu tersenyum mendapati batang kejantananku masih berdiri.
Debby segera melangkahiku ketika aku berbaring di kursi pantai. Tangannya lembut mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Pinggulnya segera diturunkan.
...ssssrrrttt.... Debby memejamkan matanya, menikmati sensasi masuknya penisku ke dalam tubuhnya. Pinggulnya terus turun hingga tubuhnya menempel.
Perlahan, kakinya mendorong tubuhnya naik kembali. Kepalanya mendongak.
Naik turun...naik....turun.....
Terlihat batangku lurus tertelan ke dalam tubuhnya.
Tanganku tak tinggal diam, kudorong tshirt basah itu keatas. Debby membantu mencopotnya, tanpa menghentikan gerakan kakinya.
Aku berbaring diam, kubiarkan Debby bekerja. Semakin lama gerakan naik turun itu semakin cepat.
Tubuhnya mulai berguncang guncang, gundukan payudaranya memantul. Kupegang putingnya, kujepit dengan jemariku. Tubuhnya melengkung ke belakang.
Gerakan kakinya berhenti, namun pinggulnya berubah arah maju mundur. Membuat penisku serasa digiling oleh otot otot kewanitannya.
...aaiihhhhhhssssss........ Kembali Debby memekik keras.
Tubuhnya yang semula melengkung ke belakang, segera berbalik memeluk tubuhku. Gerakan pinggulnya semakin kasar, seakan memaksa penisku menggaruk ujung ujung saraf di dalam liang kenikmatanya. Bibirnya mengeluarkan desahan desahan tak teratur.
Orgasme habat melanda wanita itu. Matanya yang sipit, membelalak lebar. Mulutnya membuka.
Aku tak bisa tahan lagi. Pinggulku ikut mendorong ke atas. Tubuhnya berguncang guncang keras, antara kejang-kejang orgasmenya dan dorongan pinggulku.
Aku tak memberinya waktu untuk meredakan sensasi itu, segera kuputar tubuhnya ke bawahku.
Pinggulku kutarik mundur hingga ujung kemaluanku hampir terlepas dari gigitan vaginanya, lalu kudorong kembali dengan cepat dan keras. Kuulang beberapa kali, hingga kurasakan kenikmatan itu sudah siap menyerang ke dalam tubuhnya.
.....oooouuuuggghhhhh.....satu lenguhan panjangku mengawali semprotan maniku ke dalam rahimnya.
Tubuh Debby yang semakin terlihat memerah terlonjak lonjak bersamaan dengan tiap semprotan spermaku.
“...shiiiitt...shiiitt....” teriaknya dengan mata membelalak.
“im cumming so hardd.....ssshhhhhh.........aannndiii..suamikuuu.. ...kamu nakallllhhhhh.....”katanya sambil terpejam.
Kubiarkan penisku di dalam himpitan vaginanya hingga mengecil.
===
Pintu teras ke arah kolam itu dibiarkan terbuka. Debby berbaring telanjang di kasur menghadap ke arah kolam sambil bercerita dengan mami di telepon tentang bagusnya view dari kamar. Aku yang baru saja keluar dari kamar mandi, segera menyusul berbaring di belakangnya.
“mmmmmhhhh.....” kucium leher putih wanita itu. Tampak Debby sedikit kaget dan memberiku ruang, memiringkan lehernya ke kanan. Ciumanku segera menyusuri lehernya, kukulum telinga kecil wanita itu.
“eh...mamm...udah dulu yaa...ini andi udah selesai mandinya...tar...sshh..lagi yaa.......sshhh...” Tampak Debby buru buru menyudahi percakapannya dengan mami.
“nakaaalllhh...tar mami denger gimana tuh...”kata Debby menengok ke arahku.
“biarin....paling tar langsung minta ke papih...”godaku.
“iiiiiihhh.....andi joroo....eeehhhsssss.....”Debby tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
Debby menelungkup di kasur, seakan tak mau kugoda lebih lanjut.
Tapi justru pantatnya tampak semakin menggodaku.
“eeehhhhssss.....”katanya kaget ketika tanganku meremas kedua bongkah pantat sekal itu.
Aku duduk di kakinya yang menelungkup. Kuraih pantat sekal itu, kubuka perlahan.
Debby menengok ke arahku, sambil mendesis. “aannn......sshhh...”
Jemariku menjelajahi lembah dari dua bukit pantat itu. Basah...!
Aku sengaja ingin bermain cepat. Kuselipkan jari telunjukku ke dalam lubang vaginanya. Kukorek korek seakan ingin mendorong cairan kenikmatannya keluar.
Debby berusaha bergerak, namun kedua kakinya tertahan berat tubuhku.
Penisku sudah menegang, meski belum sempurna. Kudorong perlahan pinggulku mendekat.
Pinggul Debby sedikit didorong sehingga terlihat pantatnya semakin menungging.
“oouuuuuhhhhhff......” Debby melenguh nikmat ketika telunjukku berganti ujung penis.
Kudorong pelan, penisku semakin kaku di bawah nikmatnya himpitan bibir vagina mungil itu.
Tanganku membuka bongkahan pantatnya, kusentuh ujung lubang analnya dengan jemariku.
Kepala Debby tampak melemas di atas kasur, desahannya tertahan.
Kudorong maju mundur, keluar masuk, sedikit goyang kiri kanan. Debby semakin keras mendesah.
“...ah...ah...ahh..aaahhhss...ah..ah..ah....”
Tangannya ditekuk menahan badannya, sehingga kepalanya sedikit mendongak.
“ah...ah...sshhh....shiit....im.....aah....ahh...i m...cummmiiinggg.....”
Squirt Debby kali ini tak terlalu banyak, meski demikian, terlihat kalau wanita itu masih ingin meneruskan pertempurannya. Debby sedikit memaksa untuk merubah posisinya.
Namun aku tak membiarkan itu terjadi.
Justru semakin kudorong tubuhnya, hingga kembali tubuhnya merebah dengan kedua lengan yang membuka lemas.
Kutarik penisku, lalu perlahan kugesekkan naik turun diantara belahan pantatnya.
Menyadari apa yang akan terjadi, Debby membantu membuka pantatnya ke samping. Menampakkan sunhole-nya.
Kutekan perlahan penisku ke dalam anal sempit itu.
“ouuufhfhhhh,,,,annn......teruuuss...aahhh...konto lmu nakaaall....”desisnya berganti pekikan nakal.
Aku memegang pinggulnya kutarik naik, doggy style. Posisi favorit untuk anal-sex.
Tak lama, Debby memekik mekik kecil ketika penisku merojoki lubang pantatnya.
Tangan kananku kupakai untuk meremas dadanya, sementara tangan kiriku merambahi bibir vagina, bermain di tonjolan klitoris mungilnya.
Kepala Debby mendongak ke belakang, mencari bibirku.
“mmmhhh..aaannn...mmmhhh...youre so naughtyy...mmmhh.......fuck...fuck my asss...”katanya.
Tiga kali Debby orgasme ketika kuhajar pantatnya. Bed cover tak hanya berantakan, namun basah tak karuan.
===
Selama tiga hari ke depan, kami berbulan madu. Jalan-jalan menikmati sore di kota kecil di bagian timur pulau Bali. Lalu kembali ke hotel untuk memadu kasih.
Hingga akhirnya, kami harus segera pulang.
06.00 am
Pesawat kami landing setengah jam yang lalu, aku menggandeng tangan Debby menuju ke rumah.
Pintu gerbang kubuka perlahan, Debby pun berjalan dengan senyum menghias wajahnya.
“welcome home honey...”kataku di telinganya.
Debby membuka pintu ruang tamu.
Aku menyusul di belakangnya dengan membawa tas ransel di punggungku.
Kita memasuki ruang keluarga yang cukup besar. Sepi...
Satu pintu kamar membuka.
“Welcome home honeeyyy....”kata dua wanita dari balik pintu itu.
Aku tersenyum lebar, kualihkan pandanganku ke arah dinding.
Terlihat empat foto besar.
Satu foto, aku memakai tuxedo hitam bersanding dengan seorang wanita pirang bergaun putih.
Foto kedua, seorang wanita turunan arab berkerudung emas menggamit lenganku.
Foto ketiga, di tengah, tampak aku masih memakai tuxedo hitam, Nina dengan kerudung emasnya, Lisa memakai gaun pesta pink di sebelah kananku sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Debby juga memakai gaun pesta pink pula di sebelah Nina.
Foto ke empat, masih tergeletak di depan tivi, belum sempat dipasang, diambil sekitar seminggu yang lalu, fotoku dengan tuxedo hitam dan Debby memakai gaun putih.
Yap. Ketiga wanita itu akhirnya kunikahi.
TAMAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar