SEASON FINALE


02.00pm
Paradise Suite Room
Kamar ini, kamar termahal yang ada di paradise, 650ribu per malam. Bagi Debby tak akan masalah, toh semua sudah masuk ke tagihan kantor. Ukuran ruangan dua kali kamar standar, dengan minibar kecil dan teras menghadap ke belakang.
Kamar ini awalnya tak terkonsep sama sekali. Suite Room untuk Paradise sebenarnya sudah kusiapkan di belakang, berupa paviliun kecil dengan carport dan taman private kecil. Namun, suatu sore ketika pelat lantai dua akan dilakukan pengecoran, aku naik ke atas dan menemukan view yang sangat menarik di belakang, satu bukit kecil dan pantai di kejauhan. Setelah berkonsuktasi dengan owner, yaitu ayah Lisa, Suite Room pindah ke atas dan paviliun belakang dipakai menjadi rumah dinas buat Nina.
Aku duduk di teras balkon itu, kulihat Fina baru saja memasukkan nampan berisi 2 gelas besar orange juice ke dalam kamar. Debby kembali menutup pintu setelah berterima kasih dan memberi tips sekedarnya.
"ann...minum..."kata Debby sambil duduk di kursi sebelah. Nampan isi juice itu diletakkannya di coffe table yang memisahkan kedua kursi kita.
Aku menghirup rokokku dalam dalam, mencoba mencari ketenangan dari asap racun nikotin itu. "Gimana debb...."kataku kemudian, mencoba memecah kesunyian yang muncul ketika kulirik wanita itu melamun.
"Ann....sorry...."dia merunduk.
"ya? kenapa debb?" tanyaku.
"aku...aku tak tahu....hhh....kau...kamu.....hhhhh...."kata Debby terpatah patah.
"what debb...."
"please...jangan marah...please...."Debby berkata dengan mata yang agak berkaca kaca menatapku.
"Debb...."
"Ann...kamu mau menikah..."katanya..."shit....sorry...." wanita itu mulai menangis.
"Debbb....please...." aku tahu Debby bukan cewek cengeng. Anak pertama seorang pengusaha besar itu termasuk cewek tangguh. Tak pernah dia memperlihatkan kelemahannya di hadapan siapapun juga dengan menangis. Sedari kecil, cecile adiknyalah yang justru secara tak langsung menempanya menjadi seperti itu. Tapi sekarang duduk di sampingku, pipinya basah oleh buliran air mata yang mengalir. Jemarinya yang berusaha mengusapnya tak kunjung selesai.

“Ann...aku boleh ngomong?”katanya beberapa menit kemudian masih sesenggukan.
Aku menatap matanya, dan mengangguk.

“.... sonny....dia melamarku ann....”kata Debby pendek.
DEGG....!!

Aku tak tahu harus berkata apa...
“debb...cecile udah cerita semua kan?”aku mencoba berkata pelan. Aku tak berani menatapnya.

Debby kembali sesenggukan.
“keputusan ada di tanganmu, Debb...tapi....”

SHIT...!! Im getting married too....! Fuck...!!!
Aku mengutuk dalam hati.
“aku belum bilang apa apa kok ann....”Debby memandangku sambil mencoba tersenyum.

Aku berdiri, mendekat ke railing balkon, mencari udara yang memang malas bergerak di sore yang panas itu. Aku sedikit melamun memandang kerlip cahaya matahari yang memantul dari air laut di kejauhan. Perlahan, satu tangan mungil memeluk pinggangku, kepalanya menyender di lenganku.
Kupandangi wajah cantik itu. Mata indah yang sehari tadi kuhindari, sekarang begitu dekat dengan wajahku.

....mmmmmhhhhhh...... Tak ada yang memulai, bibir kami bersentuhan dengan lembut.
Sedetik....dua detik....tiga detik....empat detik....
Ciuman kami semakin dalam. Mulut kami berdua benar benar menyatu.

Hingga aku mendongak, kulepaskan bibir itu.
Aku tersadar.

"sorry....."satu patah kata tampak keluar dari mulutnya. Satu kata penyesalan.
Bukan.....bukan penyesalan atas ciuman itu. Penyesalan karena kami tak mampu menahan diri untuk menikmati ciuman itu.

Kukecup sekali lagi bibir itu, kulihat matanya tampak berkaca kaca. "me too...."
Lantas, aku segera beranjak, keluar dari kamar itu. Karena aku yakin, tubuh ini tak akan mampu menahan diri lagi.
Aku tak mampu menengok ke belakang, aku yakin Debby juga tak mampu menahanku.

...ntar aku anter Lisa ke hotel....
Sms kukirimkan ke nomer Debby sesaat setelah aku duduk di belakang kemudi.
...ok....
Dia membalas.

===

Waktu belum juga menunjukkan pukul empat sore, ketika aku sampai di lobby Ballroom kongres himpunan dokter itu. Aku duduk di lounge, sofa coklat yang besar. Sesi coffe break baru saja selesai, tampak para petugas katering yang lalu lalang membersihkan meja prasmanan yang memang sengaja diletakkan di lobby yang menghadap ke taman hotel berbintang itu.

Sebagai salah satu staff dari rumah sakit di kota ini, Lisa memang bertugas untuk mengawasi sesi konsumsi. Kesibukan calon istriku itu memang sangat menyita waktunya, meski sudah diurus oleh event organizer setempat, namun tetap saja sebagai penanggung jawab konsumsi, cukup membuatnya kelabakan. Belum lagi soal makalah yang malam nanti akan dipresentasikan.

“maaf bapak? Bu Lisa memanggil anda, ditunggu di bagian persiapan panitia.”seorang petugas hotel mendekatiku.
“oh ya? Dimana itu mas?”tanyaku.
“mari saya antar...”

Aku mengikuti orang itu dari belakang, hingga menuju ke sebuah pintu kecil kira kira 15 meter dari pintu ballroom.
“Bu Lisa di dalam pak, silakan, saya tinggal dulu.”kata petugas itu.
“iya mas...terima kasih...”

Kubuka pintu kecil itu, di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang cukup besar, dengan satu pintu persis di seberang dinding. Beberapa orang terlihat sibuk membenahi dus berisi makalah, sebagian lagi sibuk yang lain. Di depan sebuah cermin, Lisa tampak sedang menata backpacknya. Dokter cantik itu memang lebih suka memakai backpack yang ringkas daripada tas jinjing wanita yang cenderung “indah” dipandang namun seringkali tak fungsional.

Lisa mengajak keluar. Setelah sesi coffee break, praktis tugas dia sore ini sudah selesai.

“naik dulu yuk?” katanya
“kemana Liz ?”tanyaku
“i got a room here...Pihak hotel membukakan kamar untuk panitia dan officer. Dan aku kebagian satu. Come on...i got to take a bath...”jelasnya dengan logat British.

Kuikuti langkah wanita semampai itu ke arah lift. Tombol bertuliskan angka 5 tampak menyala ketika jemari lentik Lisa menekannya. Wanita itu kemudian menyenderkan badannya kepadaku. Kulingkarkan tanganku di perutnya dari belakang, sembari aku sedikit menunduk mencium lehernya dari belakang.

Minutes later

Kamar itu kecil, yah...namanya juga gratisan. Dengan single bed berjejeran, jendela lumayan besar di samping menghadap ke arah jalan. Dan satu kursi menghadap meja dengan cermin di atasnya. Kuhidupkan televisi cina 32 inchi yang menempel di dinding.

Aku menyusul mandi setelah Lisa. Kupakai handuk yang masih kering, kulingkarkan di pinggangku setelah kupakai untuk mengeringkan badan. Kulihat Lisa masih berdiri di depan cermin, hanya memakai tshirt pendek, sehingga bongkahan pantatnya menyembul malu malu.
Rambut pirangnya tampak jatuh ke bahu, menyebabkan bercak basah di kain kaos yang membungkus tubuh seksi itu. Aku mendekat dari belakang. Lisa melihatku dari cermin sambil tersenyum menggoda.

Perlahan, diangkatnya tshirt pendek itu sehingga pinggulnya jelas terlihat. Tak ada kain, tak ada tali, tak ada apapun. Dari cermin pun tercetak dua sembulan kecil di bagian depannya. Aku segera tersenyum melihatnya, menyadari situasi yang terjadi.

Lisa sedikit mengangkat pantatnya ke arahku, menggoda.
Kurengkuh pinggangnya, bibirku segera menggerayangi leher mulus itu. Kepalanya mendongak ke atas, nafas berat terdengar halus dari bibirnya. Pantatnya digoyangkan perlahan, menggesek juniorku yang mulai terbangun. Handuk putih itu segera saja terjatuh akibatnya.

Tangan Lisa meraih ujung tshirt putihnya, berusaha melolosinya ke atas. Tanganku segera meraba naik, putingnya jadi sasaran remasan gemas ku. Sedikit kutarik kedepan, seakan mencubit.

“hhhhssshhh......ssshhhh.......”Lisa mendesah panjang.
Tubuhnya menggeliat masih dengan posisi berdiri menghadap cermin.
Secara naluri, wanita itu segera melebarkan pahanya. Penisku pun segera menyusuri belahan paha itu.

Mmmmmmhhhhhh........ssssshhhh..mmmmmmhh...
Lisa menengokkan wajahnya kearahku dan mencium dengan ganas.
Belahan hangat dan lembab di antara dua pahanya mulai kuraba pelan. Desahan dari bibir seksi Lisa semakin menjadi. Pagutannya semakin kasar. Beberapa kali giginya terasa menggigit kecil lidahku.

Aahhhs.s.....s.shhhhh.......
Perlahan, tanganku mulai mengarahkan ujung penisku ke bibir kemaluan wanita itu.

...uuuuffttthhhh.....aaaahhhsss.......
Lisa melenguh panjang, merasakan batang kejantananku memasuki relung kenikmatannya. Badannya sontak melemas, kedua tangannya segera tertekuk menahan badannya di atas meja.
Praktis, posisi itu membuat pinggulnya semakin naik.

Penisku masih kudiamkan di dalamnya. Tanganku meraba kasar punggungnya, seperti gerakan memijat dengan sedikit mendorong.
Lisa tak bersuara, kepalanya sudah persis menyentuh meja.

Mulai kutarik perlahan pinggulku kebelakang. Kepala Lisa mulai agak mendongak, seakan tak rela tubuhku perlahan keluar dari dalam kenikmatannya.
Kupegang pinggul Lisa, kusodok kembali dengan cepat sebelum Lisa menyadari arah gerakanku.
Dengan cepat pula, Lisa mendongak dan melenguh panjang.

Ahh...ah...ahh..ahhh.....
Gerakanku yang kasar dan tiba tiba membuat serta merta tubuh Lisa melemas di meja. Tak sampai lima menit, Lisa sudah basah oleh keringat.
Pantulan wajahnya di cermin tampak seksi sekali. Beberapa anak rambut basah menutupi wajahnya.

Ooouuuuuffhhhss.s........aaannn.harder...harderrr. .....ssshhhhhhh......
Lisa mendorongkan pinggulnya beberapa kali ke belakang, puncak kenikmatan menyerangnya dengan cepat.
Tubuhnya bergetar hingga pinggulnya ikut bergoyang keras. Kutanamkan penisku sampai mentok.
Getaran dan kedutan otot kewanitaannya sangat kuat, penisku terasa seperti diremas remas.
Aku pun melenguh menikmati getaran itu. Orgasme panjang Lisa hampir saja membuat juniorku ikut menyusul. Namun sedetik kemudian, tubuhnya ambrug melemas. Kedua tangannya melebar ke samping meja.

....aaannn....youre so naughty.....hsss.s....... desis nya.

“Oh...yaaa?...” godaku sambil kutarik perlahan pinggulku. Ujung penisku hampir keluar dari bibir vaginanya. Tiba tiba kudorong kembali masuk dengan cepat.

...oouuufffhhhsss...... Lisa mengeluh panjang. Kupegang pundaknya, kutarik hingga posisinya agak berdiri. Pinggulku masih terus menghujam dengan keras.
Tubuh Lisa berguncang guncang lemas. Punggungnya melengkung, kepalanya mencoba meraihku, meski pinggulnya tetap dipertahankan menungging. Tak ingin kehilangan rasa nikmat di selangkangannya.

Mmmhhhh.....mmmmmhhhhh.....
Bibir, pipi, dan leher jenjangnya menjadi sasaran lidah dan bibirku.

Oh...oh...aaahhh...ahhh..... Lisa terus melenguh panjang. Badannya kembali ambrug ketika wanita itu kembali mencapai ujung kenikmatan. Orgasme kedua ini lebih cepat didapatnya. Sensasi rasa tiba tiba dan sedikit kasar memaksanya tak kunjung mereda.
Rambut pirang Lisa segera kukumpulkan di tanganku, dan sedikit kutarik ke belakang hingga wajahnya mendongak menghadap cermin. Kuhujamkan penisku semakin cepat dan dalam.
Tak mau menyakiti wanita yang kusayangi ini, tanganku beralih ke bahunya, menahan agar tubuhnya tetap berdiri.

Tiga kali hujaman terakhir membuat wajahnya membelalak melihatku dari cermin.
Ooouuuuuuuhhhhhhhhh.......aku melenguh keras merasakan remasan di dalam vaginanya.
Orgasme kedua Lisa ini sedemikian panjang, hingga semprotan maniku selesai di dalamnya, tubuh wanita itu masih menegang dan bergetar getar.

...oouuuhssssshhhiiiittt.t.....youre sooo goooodd........desisnya ketika sekali lagi tubuhnya ambrug di meja itu.

Penisku perlahan mulai menurunkan ketegangannya, hingga terlepas dari himpitan bibir nikmat vagina itu.

Beberapa saat kemudian, Lisa membalikkan badannya. Aku masih memeluk tubuhnya, kurasakan kakinya masih bergetar. Aku menunduk, meraih bagian belakang lututnya lalu menggendongnya untuk merebah di kasur.

Matanya menatapku sayu. “andiii...love youu....”desisnya.
“Love you too Lizz....”bisikku.

“ayo....i want to meet your sweetheart Debby....” kata Lisa tegas.

Bersambung.

Kamar hotel, atau lebih tepatnya bungalow itu cukup besar. Dengan satu kasur ukuran king size menghadap persis di depan pintu kaca besar mengarah ke kolam renang. Letaknya di bukit membuat seakan akan kolam renang itu menyatu dengan laut yang ada jauh di bawah sana.
Trik desain seperti itu pernah kuaplikasikan di suite-room Paradise milik Pak Dahlan. Tapi bukan, ini bukan Paradise. Ini sebuah suite room dari sebuah hotel kelas atas di Bali.
Senja berwarna jingga menyemburat tipis di ufuk, aku membuka pintu teras ke arah kolam itu sambil menghirup udara segar. Seorang wanita cantik memelukku dari belakang.
Wanita setinggi bahuku, dengan rambut lurus persis dipotong pendek hingga terlihat lehernya yang putih. Kulingkarkan tanganku pada bahunya, badannya yang tadinya memelukku dari belakang sekarang berada di samping kiriku. Kupegang perlahan dagunya, kuangkat lalu kucium lembut bibirnya.
“annn....”
“ssshhh...i love you debb....finally...kita menikah...”
Debby tersenyum manis.
Dua hari lalu aku menikah dengannya. Perjalanan ke Bali ini adalah honeymoon kita.
“renang yuk...?” kataku sambil menarik tshirt Debby ke atas.
“eehh....” Debby terkaget sambil memegang ujung tshirtnya menahan tarikan tanganku.
“jangaa.......aaaaahhh....”
...B YYUUUURRR......
Aku tertawa melihatnya. Gerakan yang tadinya berniat menghalangiku menarik bajunya, justru membuat Debby kehilangan keseimbangan hingga melangkah ke depan masuk ke dalam kolam.
Rambutnya yang pendek jadi terlihat semakin tipis karena basah. Aku mengulurkan tanganku untuk membantunya naik.
....BYUUUUURRR.... Alih alih segera beranjak naik, tangan mungil Debby justru menarikku ke arah kolam. Klasik.
Kita tertawa tawa berdua. Aku menyender di dinding kolam ber-air hangat itu. Debby segera mengikuti, dengan kepalanya di dadaku. Kupeluk perutnya dari belakang.
...mmmmmcchhhhhhh.....
Kucium leher mulus itu. Debby segera menengok kearahku, menyambut bibirku.
Lidah kami bersilat dengan mesra. Tanganku perlahan meremas lembut dadanya.
Tangan lembutnya meraba perutku turun ke bawah. Aku bergerak menghindar, tapi tangan itu cepat memegang kencang penisku.
“ssshhhh...i wanna do you....”kata Debby sambil memandang nakal.
“eh....”hanya itu yang sempat kukatakan, persis sebelum mulut mungil itu melumat bibirku.
Tangan mungil Debby menarik bagian belakang kepalaku ke bawah. Lidahnya lembut mengusap bibirku yang sedikit membuka. Tak lama, lidahku menyambut saputannya dengan beringas.
...mmmmhhhmmmmmm....... Aku mendengus merasakan sensasi gerakan memijat lembut tangan kiri wanita itu di selangkanganku. Tak tinggal diam, kedua tanganku membalas dengan meremas gemas kedua bongkah pantatnya dari dalam air.
.s.sssshhh...... Gerakan tanganku membuat mata Debby semakin menyipit, bibirnya terlepas dariku. Badannya sedikit terdongak, membusungkan dadanya kearahku. Tapi tak lama, seakan menyadari sesuatu, wanita itu lalu mendorong tanganku menjauh dari tubuhnya.
Badanku didorong hingga menyentuh dinding kolam. Matanya mengerling manja, nakal....
“ssshh...annn....dont move....” Debby berbisik.
Kepalanya tiba tiba masuk ke dalam air, turun ke bawah. Celana boxerku diturunkan hingga lutut.
Wajah nakal Debby menyembul dari permukaan air hangat itu. “hihi....gak bisa kayak gini di Beach House kan....” desisnya sembari mengambil nafas, dan menurunkan kembali kepalanya ke dalam air.
Belum sempat menyadari apa yang terjadi, tiba tiba terasa geli di ujung kemaluanku. Kulihat bayangan tubuh Debby di bawahku, kepalanya persis di depan selangkanganku. Air hangat itu semakin menambah sensasi geli permainan lidah Debby.
Aku sengaja berdiri dengan tenang, mencoba merasakan nikmatnya lilitan lidah wanita turunan tionghoa itu di dalam air. Aku semakin penasaran dengan lidahnya. Setiap kali kudorong pinggulku kearahnya, Debby selalu memundurkan kepalanya, atau naik ke atas mengambil nafas.
....hhssshhh....... Akhirnya aku menyerah, kusandarkan punggungku di bibir dinding kolam. Kakiku mulai melayang di dalam air. Pelan, badanku pun ikut naik, melayang di dalam air. Debby tak lagi harus membenamkan wajahnya.
Kini tubuhku melayang, aku hanya berpegangan di dinding kolam dengan kedua lengan. Ujung kemaluanku mulai menyembul perlahan dari permukaan air. Di belakangnya, tampak Debby tersenyum dengan manis.
Lidahnya menempel di bagian bawah batang kemaluanku. Turun...dililitkan lidahnya di pangkal batang itu menggapai kedua bola kenikmatanku.
Kepalaku mendongak, merasakan sensasi luar biasa itu.
Tiba tiba, tanpa peringatan apapun, Debby segera mengulum ujung kemaluanku yang sudah membengkak tegang. Rasa kaget itu membuat badanku segera tenggelam kembali, namun kuluman Debby seakan tak mau melepaskannya.
...oooohshsssss....aku mendesis. Kulihat bayangan kepala Debby menutupi selangkanganku.
Under water deep throat.....amazing !
Aku gerakkan pinggulku ke depan, kurasakan lidah Debby menggelitik di bawah pangkal kemaluanku. Sementara bibirnya tak mau kalah mengatup menelan seluruh batangku.
Meski hitungan detik saja, karena Debby harus segera mengambil nafas. Sensasi rasa itu terasa nikmat.
Empat-lima kali diulangnya kembali. Hingga aku tak tahan.
Kupegang bahunya, kudorong keatas.
Kuangkat tubuhnya hingga terduduk di bibir kolam. Aku tak mau menyia-nyiakan waktu.
Kubuka pahanya keluar, kucium pangkal pahanya yang basah. Segera Debby mendongak.
“....Aahhhhh.ssssss...........”desisnya.
Kurasakan asin di ujung lidahku ketika bertemu dengan kemaluannya. Tangan mungil Debby menarik rambutku, dan mendorong ke arahnya.
Tubuhnya sedikit miring ke belakang, memposisikan bibir vaginanya tepat bertemu dengan lidahku.
Kudorong tubuhnya hingga merebah ke lantai, kuangkat pahanya hingga dua lubang nikmat wanita itu terpampang jelas di depanku.
“ooouuuuuufff...........” Debby mengerang ketika lidahku melelet dari bawah naik keatas, dari lubang belakang, naik hingga bertemu dengan tonjolan kecil persis di atas bibir vertikalnya.
Wanita ini selalu gampang naik birahinya. Dan tak lama, mungkin karena sudah sedemikian terangsang, tubuhnya segera mengejang.
Aku tahu ini tanda apa. Jemariku segera menusuk perlahan ke dalam lubang vaginanya, menggosok gua nikmat itu sedikit ke atas.
...ssssrrrtt..........cairan squirtnya segera menyembur.
“oouuuuhh...sssshiiiiiittt....im cummiiiingg.....ssssshhhhhh....”pekiknya, tangannya sibuk menggapai gapai mencari pegangan. Selama beberapa detik, tubuh seksi yang sebagian masih tertutup tshirt itu menegang. Tampak semburat merah meremang di lehernya yang putih.
Setelah kejang kejangnya mereda. Debby kembali duduk di bibir kolam. Direngkuhnya kepalaku ke dalam dekapannya sambil membungkuk.
Aku mendongak, lalu kucium lembut bibir wanita yang kucintai itu.
“Debby....my wife...” bisikku menggodanya.
“aaannnn.....aku ...ssshhh....aku tadinya..hhhh....mau .....bikin...hhh...kamu duluan...sshshh......tapi kalah terus...” bisiknya semakin mempererat pelukannya.
“yuk...naik....”katanya lagi.
Aku segera naik dari air. Angin sepoi sepoi menerpa badanku. Dingin.
Debby pun segera berdiri menyambutku. Lalu tersenyum mendapati batang kejantananku masih berdiri.
Debby segera melangkahiku ketika aku berbaring di kursi pantai. Tangannya lembut mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Pinggulnya segera diturunkan.
...ssssrrrttt.... Debby memejamkan matanya, menikmati sensasi masuknya penisku ke dalam tubuhnya. Pinggulnya terus turun hingga tubuhnya menempel.
Perlahan, kakinya mendorong tubuhnya naik kembali. Kepalanya mendongak.
Naik turun...naik....turun.....
Terlihat batangku lurus tertelan ke dalam tubuhnya.
Tanganku tak tinggal diam, kudorong tshirt basah itu keatas. Debby membantu mencopotnya, tanpa menghentikan gerakan kakinya.
Aku berbaring diam, kubiarkan Debby bekerja. Semakin lama gerakan naik turun itu semakin cepat.
Tubuhnya mulai berguncang guncang, gundukan payudaranya memantul. Kupegang putingnya, kujepit dengan jemariku. Tubuhnya melengkung ke belakang.
Gerakan kakinya berhenti, namun pinggulnya berubah arah maju mundur. Membuat penisku serasa digiling oleh otot otot kewanitannya.
...aaiihhhhhhssssss........ Kembali Debby memekik keras.
Tubuhnya yang semula melengkung ke belakang, segera berbalik memeluk tubuhku. Gerakan pinggulnya semakin kasar, seakan memaksa penisku menggaruk ujung ujung saraf di dalam liang kenikmatanya. Bibirnya mengeluarkan desahan desahan tak teratur.
Orgasme habat melanda wanita itu. Matanya yang sipit, membelalak lebar. Mulutnya membuka.
Aku tak bisa tahan lagi. Pinggulku ikut mendorong ke atas. Tubuhnya berguncang guncang keras, antara kejang-kejang orgasmenya dan dorongan pinggulku.
Aku tak memberinya waktu untuk meredakan sensasi itu, segera kuputar tubuhnya ke bawahku.
Pinggulku kutarik mundur hingga ujung kemaluanku hampir terlepas dari gigitan vaginanya, lalu kudorong kembali dengan cepat dan keras. Kuulang beberapa kali, hingga kurasakan kenikmatan itu sudah siap menyerang ke dalam tubuhnya.
.....oooouuuuggghhhhh.....satu lenguhan panjangku mengawali semprotan maniku ke dalam rahimnya.
Tubuh Debby yang semakin terlihat memerah terlonjak lonjak bersamaan dengan tiap semprotan spermaku.
“...shiiiitt...shiiitt....” teriaknya dengan mata membelalak.
“im cumming so hardd.....ssshhhhhh.........aannndiii..suamikuuu.. ...kamu nakallllhhhhh.....”katanya sambil terpejam.
Kubiarkan penisku di dalam himpitan vaginanya hingga mengecil.
===
Pintu teras ke arah kolam itu dibiarkan terbuka. Debby berbaring telanjang di kasur menghadap ke arah kolam sambil bercerita dengan mami di telepon tentang bagusnya view dari kamar. Aku yang baru saja keluar dari kamar mandi, segera menyusul berbaring di belakangnya.
“mmmmmhhhh.....” kucium leher putih wanita itu. Tampak Debby sedikit kaget dan memberiku ruang, memiringkan lehernya ke kanan. Ciumanku segera menyusuri lehernya, kukulum telinga kecil wanita itu.
“eh...mamm...udah dulu yaa...ini andi udah selesai mandinya...tar...sshh..lagi yaa.......sshhh...” Tampak Debby buru buru menyudahi percakapannya dengan mami.
“nakaaalllhh...tar mami denger gimana tuh...”kata Debby menengok ke arahku.
“biarin....paling tar langsung minta ke papih...”godaku.
“iiiiiihhh.....andi joroo....eeehhhsssss.....”Debby tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
Debby menelungkup di kasur, seakan tak mau kugoda lebih lanjut.
Tapi justru pantatnya tampak semakin menggodaku.
“eeehhhhssss.....”katanya kaget ketika tanganku meremas kedua bongkah pantat sekal itu.
Aku duduk di kakinya yang menelungkup. Kuraih pantat sekal itu, kubuka perlahan.
Debby menengok ke arahku, sambil mendesis. “aannn......sshhh...”
Jemariku menjelajahi lembah dari dua bukit pantat itu. Basah...!
Aku sengaja ingin bermain cepat. Kuselipkan jari telunjukku ke dalam lubang vaginanya. Kukorek korek seakan ingin mendorong cairan kenikmatannya keluar.
Debby berusaha bergerak, namun kedua kakinya tertahan berat tubuhku.
Penisku sudah menegang, meski belum sempurna. Kudorong perlahan pinggulku mendekat.
Pinggul Debby sedikit didorong sehingga terlihat pantatnya semakin menungging.
“oouuuuuhhhhhff......” Debby melenguh nikmat ketika telunjukku berganti ujung penis.
Kudorong pelan, penisku semakin kaku di bawah nikmatnya himpitan bibir vagina mungil itu.
Tanganku membuka bongkahan pantatnya, kusentuh ujung lubang analnya dengan jemariku.
Kepala Debby tampak melemas di atas kasur, desahannya tertahan.
Kudorong maju mundur, keluar masuk, sedikit goyang kiri kanan. Debby semakin keras mendesah.
“...ah...ah...ahh..aaahhhss...ah..ah..ah....”
Tangannya ditekuk menahan badannya, sehingga kepalanya sedikit mendongak.
“ah...ah...sshhh....shiit....im.....aah....ahh...i m...cummmiiinggg.....”
Squirt Debby kali ini tak terlalu banyak, meski demikian, terlihat kalau wanita itu masih ingin meneruskan pertempurannya. Debby sedikit memaksa untuk merubah posisinya.
Namun aku tak membiarkan itu terjadi.
Justru semakin kudorong tubuhnya, hingga kembali tubuhnya merebah dengan kedua lengan yang membuka lemas.
Kutarik penisku, lalu perlahan kugesekkan naik turun diantara belahan pantatnya.
Menyadari apa yang akan terjadi, Debby membantu membuka pantatnya ke samping. Menampakkan sunhole-nya.
Kutekan perlahan penisku ke dalam anal sempit itu.
“ouuufhfhhhh,,,,annn......teruuuss...aahhh...konto lmu nakaaall....”desisnya berganti pekikan nakal.
Aku memegang pinggulnya kutarik naik, doggy style. Posisi favorit untuk anal-sex.
Tak lama, Debby memekik mekik kecil ketika penisku merojoki lubang pantatnya.
Tangan kananku kupakai untuk meremas dadanya, sementara tangan kiriku merambahi bibir vagina, bermain di tonjolan klitoris mungilnya.
Kepala Debby mendongak ke belakang, mencari bibirku.
“mmmhhh..aaannn...mmmhhh...youre so naughtyy...mmmhh.......fuck...fuck my asss...”katanya.
Tiga kali Debby orgasme ketika kuhajar pantatnya. Bed cover tak hanya berantakan, namun basah tak karuan.
===
Selama tiga hari ke depan, kami berbulan madu. Jalan-jalan menikmati sore di kota kecil di bagian timur pulau Bali. Lalu kembali ke hotel untuk memadu kasih.
Hingga akhirnya, kami harus segera pulang.
06.00 am
Pesawat kami landing setengah jam yang lalu, aku menggandeng tangan Debby menuju ke rumah.
Pintu gerbang kubuka perlahan, Debby pun berjalan dengan senyum menghias wajahnya.
“welcome home honey...”kataku di telinganya.
Debby membuka pintu ruang tamu.
Aku menyusul di belakangnya dengan membawa tas ransel di punggungku.
Kita memasuki ruang keluarga yang cukup besar. Sepi...
Satu pintu kamar membuka.
“Welcome home honeeyyy....”kata dua wanita dari balik pintu itu.
Aku tersenyum lebar, kualihkan pandanganku ke arah dinding.
Terlihat empat foto besar.
Satu foto, aku memakai tuxedo hitam bersanding dengan seorang wanita pirang bergaun putih.
Foto kedua, seorang wanita turunan arab berkerudung emas menggamit lenganku.
Foto ketiga, di tengah, tampak aku masih memakai tuxedo hitam, Nina dengan kerudung emasnya, Lisa memakai gaun pesta pink di sebelah kananku sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Debby juga memakai gaun pesta pink pula di sebelah Nina.
Foto ke empat, masih tergeletak di depan tivi, belum sempat dipasang, diambil sekitar seminggu yang lalu, fotoku dengan tuxedo hitam dan Debby memakai gaun putih.
Yap. Ketiga wanita itu akhirnya kunikahi.

TAMAT.