Selasa, 15 Desember 2015

Istana Pasir Milik Sang Ayah

Pelaku peran:

Darso (57) = duda, ayah Daniati, kakek Diro.
Danang (38) = mantan duda, sekarang suami Weni.
Daniati (37) = janda, ibu kandung Diro.
Weni (36) = mantan janda, sekarang isteri Danang.
Dini (18) = (pr), anak kandung Weni.
Diro (18) = (lk), anak kandung Danang & Daniati.


Bagian 1 - Tidak Muda, Tua Pun Jadi

Sekarang hari Jum'at, di pagi hari, malahan masih sangat pagi!

<Tenggg...!> <Tenggg...!> <Tenggg...!> <Tenggg...!>
Bunyi lonceng antik berdentang 4 kali. Bunyi yang sangat mengganggu bagi telinga Diro yang tengah asyik menonton siaran langsung Liga Champion. Diro sempat tidur cukup lama guna persiapan menonton tayangan langsung ini, rupanya 'alarm system' pada tubuhnya masih berfungsi dengan baik. Dia terbangun dari tidur nyenyaknya, tepat 15 menit sebelum tayangan ini dimulai.

Jam antik ini yang kelihatannya biasa saja tidak ada hal khusus bagi siapa saja yang melihatnya, sama dengan jam antik lainnya, apalagi bagi mata seseorang yang memang tidak terlalu ekstrim sebagai penggemarnya. Tapi bila seseorang diberitahu berapa harga beli untuk memilikinya, bukan mata tapi telinga mereka yang akan 'melotot' mendengarkannya. Tidak kurang dari Rp 1 milyard untuk dapat memilikinya! Memang sejak penggangkatan Danang pada jabatan baru yang disandangkan padanya, jumlah uang sebegitu banyaknya... bagaikan tidak ada artinya dan inilah merubah total sifat dan tingkah laku Danang, bahkan... ingkar dengan ikrar sucinya tatkala memadu kasih dengan sekarang yang jadi mantan isterinya, Daniati, wanita ayu, cantik jelita dan ramah serta berperasaan halus itu. Tidak ada satu pun yang kurang dari tubuh dan penampilan ibundanya Diro ini. Begitulah akibatnya bila seseorang yang dahaga meminum air laut... yang semakin banyak diminum... malah semakin haus jadinya.

Ingin saja Diro memindahkan lonceng antik itu dari ruang TV ini, tapi... kemana? Kamar tidur saudari tirinya, anak kandung dari ibu tirinya yang bernama Dini adalah juga 'domain' ayah kandungnya, Danang. Sedangkan kamar ibu tirinya, Weni sudahlah pasti 'domain' ibu tirinya bersama dengan ayah kandungnya. Mungkin di ruang tamu, kiranya tepat untuk tempat jam berisik ini, demikian pikir Diro yang lebih suka dengan suasana yang penuh ketenangan ini. Tubuhnya yang berotot seperti binaragawan, tegap dan ganteng pula, sangat disegani oleh kawan dan calon lawannya kalau pun itu ada.

Sebenarnya Diro tidak terlalu nyaman tinggal dirumah ayah kandungnya ini, dia belum lama tinggal bersama ayah kandungnya dirumah ini, belum juga genap setahun, paling sekitar 6 bulanan saja. Itu juga karena Diro ingin melanjutkan kuliahnya pada universitas yang kebetulan berdekatan dengan tempat tinggalnya sekarang yaitu rumah ayah kandungnya disini.

Dua makhluk wanita yang ada dirumah ini, sangat jelita dimata Diro yang masih perjaka, bagaimana tidak...? Kedua wanita, ibu dan anak gadisnya yang sudah tidak perawan ini, sungguh seksi dan rupawan, cukup ramah dan... sangat 'terbuka' sekali! Setiap hari Diro selalu disuguhi pemandangan yang syur...! Menyebabkan penis perjaka-nya kerap kali terbangun tegang jadinya... Apalagi Dini, saudari tirinya ini, yang sama-sama berumur 18 tahun, betul-betul 'jinak-jinak merpati' yang bisa dilihat... tak mungkin didapat!

Diro diharuskan oleh ayah kandung untuk memanggil Dini (saudari tirinya) dengan imbuhan sebutan kata 'kakak' didepan namanya yang Dini itu. Ya... nasib! Kenapa pula ibunda kandung tercintanya, tidak melahirkannya ke dunia ini 1 bulan lebih awal! Beliau sekarang tinggal dirumah ayahnya, Darso (kakeknya Diro dari pihak ibunya) di lahan pertanian yang sangat luas ada sekitar 200 hektar. Orang yang terkaya didaerahnya dan sekitar, bahkan jumlah hasil korupsi uang negara akibat jabatan baru Danang... boleh disatukan semuanya, masih belum pantas untuk dibandingkan dengan kekayaan Darso, mantan mertua Danang ini. Uang dari hasil garapan lahan yang luas ini telah dikelola dengan baik oleh 2 generasi terdahulu, yang sekarang dilimpahkan pada Darso untuk pengelolaannya, telah dilaksanakanya dengan sukses dan profesional. Duda berusia 57 tahun ini, yang ditinggal mati oleh isterinya karena kanker, tidak punya keinginan lagi untuk menikah, karena itulah, Darso lebih fokus mengurus lahan pertaniannya ini.

Danang dan Daniati, orangtua kandung Diro, telah berpisah secara baik-baik karena Daniati tidak punya hasrat untuk dimadu oleh calon isteri baru suaminya ini. Hal ini terjadi belum lama, sebulan kurang dari lamanya Diro tinggal dirumah ini.

Rumah bersama mereka dulu itu (Danang & Daniati + Diro) bagaikan sebuah istana pasir... hilang lenyap tersapu oleh badai perceraian ini. Rumah itu telah dijual ke pemiliknya yang baru dan uang hasil penjualan rumah ini seluruhnya dimasukkan kedalam rekening Diro, anak mereka untuk menopang biaya pendidikan Diro kelak.

Karena status 'mantan isteri' memang selalu akan jadi ada, akibat suatu perceraian dan kematian, tetapi... status 'mantan anak' tidaklah akan pernah ada... apapun alasannya! Danang meminta anak kandungnya ini untuk tinggal dirumah ini ketimbang harus tinggal ditempat kost. Ini tidaklah menyebabkan Diro merasa beruntung, malah sebaliknya seakan merasa tertekan hidupnya dalam rumah ayah kandungnya ini.

Sedangkan kakek Diro yang kaya-raya itu, Darso, tidak mempermasalahkan semuanya itu, yang pasti dia selalu mengirim per 3 bulanan untuk biaya hidup Diro dan tidak perduli apakah Diro tinggal di kost atau pun tinggal dirumah mantan mantunya ini. Uang ini dikirim via pos cabang yang ada di lingkungan kampusnya. Diro adalah cucu sejati dari kakeknya, Darso sesosok figur petani tekun yang berpendidikan tinggi. Darso percaya sepenuhnya akan 'langkah kaki' yang ditempuh oleh cucu yang paling disayang dan sangat dibanggakannya ini, tanpa harus gembor-gembor pada orang disekelilingnya yang memang tidak punya kepentingan untuk itu.

Seperempat jam kemudian, ayah kandung Diro keluar dari kamar tidur Dini, dan melihat Diro sedang asyik menonton TV. "Kamu begadang ya Dir?!", tanya Danang pada Diro, anak kandungnya itu'

"Tidak pa... Diro baru saja bangun 15 menit barusan".

"Kalau begitu... kamu ikut ke ruang kerja papa... sekarang!", kata Danang meminta Diro mengikutinya sampai masuk kedalam ruang kerjanya. Sampai disana, Danang membuka brandkas-nya dan menutupnya kembali dengan 3 tumpuk uang dari pecahan Rp 100 ribuan sudah berada dalam ditangannya (= Rp30 juta), dan kemudian memberikannya pada Diro, anak kandungnya. "Ini sebagai pegangan untuk keperluan semua kebutuhan kamu, Dir. Papa akan memulai perjalanan dinas untuk waktu yang lumayan lama... mungkin 1 bulan atau lebih. Jangan pernah meminta uang pada mama-mu yang disini (ibu tiri)... jagalah gengsi-mu! Tak perlu memberitahu pada siapa saja, ini adalah urusan diantara kita berdua saja!", kata Danang tegas tanpa ingin ada penolakan sedikitpun dari putera kandungnya, Diro.

Diro yang sudah jadi jutawan tanpa bekerja ini, tidak terlalu mempersoalkannya. Diro adalah tipe kawula muda yang sederhana, tidak suka pesta dan berfoya-foya, apalagi... ngedugem! Dia lebih senang menggunakan waktu berharganya untuk belajar dan... belajar saja. Seandainya masih memiliki sisa waktu, Diro lebih suka 'menghabiskan'-nya dengan mempergunakan dan memanfaatkannya pada notebook (laptop) yang dipandang Diro sebagai miliknya yang paling berharga.

Kemudian Danang keluar dari ruang kerjanya, melangkah menuju kamar tidur utama, dimana isteri barunya, Weni sedang tertidur pulas dengan gaun sutera tipisnya tersingkap sampai ke pinggangnya yang ramping, mempertontonkan paha mulus dan vagina-nya yang klimis, maklum saja beliau tidur tanpa mengenakan CD lagi! Danang melihatnya sekilas, tidak terusik gairahnya, karena.. bara api gejolak gairahnya sudah 'disiram' tuntas oleh anak perempuan tirinya... tadi malam ditempat tidur Dini sendiri.

Sambil menggerutu dalam hati. 'Dasar punya bakat exhibitionist! Tubuhnya selalu terbuka... telanjang saja!', dan melangkah kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Bagi Danang, apa yang bisa dilihat matanya, juga... dapat dilihat oleh putera kandungnya. Sebetulnya Danang adalah seorang pria yang sangat pencemburu... tapi kecemburuannya ini tidak diberlakukan pada Diro, putera kandung tunggalnya! Bahkan bila Diro ingin menggauli ibu dan saudari tirinya... tidak jadi masaalah baginya. Tapi dia belum dan... tidak mau memberitahu Diro secara langsung mengenai 'green-card' ini... karena gengsi-nya sebagai ayah kandungnya Diro, mencegahnya untuk melakukan itu.

***

Diro kembali dengan 3 gepok uang dari pecahan Rp100 ribuan dalam gengaman tangan kekarnya. Sampai didalam kamarnya, Diro menutup dan mengunci kamarnya dari dalam, kemudian melempar begitu saja gepokan uang sejumlah 30 juta keatas meja belajarnya.

'Merepotkanku saja!', katanya kesal didalam hatinya.

Besok hari Senin, 3 hari lagi dari hari ini, sembari akan masuk kuliah, Diro akan mampir dahulu ke bank yang lain dari bank yang menerbitkan kartu ATM yang sudah lama dimilikinya. Diro akan membuka rekening pada bank baru yang akan dipilihnya pada hari Senin mendatang. Memang Diro rada curiga dengan uang yang diberikan dari sedikit saja kekayaan tunai milik ayah kandungnya ini. Sebab dalam pikirannya yang cerdas berpendapat bahwa bila ada uang sejumlah besar yang diberikan begitu mudahnya, tentu... lebih mudah lagi cara mendapatkannya. Di jaman yang sulit ini... banyak demo-demo dari kalangan organisasi buruh yang menuntut kenaikan gaji dari upah minimum yang mereka dapatkan setiap bulannya... maka sudah sepatutnya uang yang diberikan padanya ini, wajar untuk dicurigai muasal... asal-usul darimana uang ini berasal.

'Papa-papa! Papaku sayang... sadarlah! Sebelum semuanya... terlambat!', katanya dalam hati dengan rasa sedih yang sangat mendalam, tanpa adanya walaupun setetes saja keluar dari matanya yang punya sorot pandang yang sangat tajam. Tiada niatan dalam hati yang paling dalam untuk mengurui ayah kandungnya perihal sepak terjang beliau.

Cukup sudah dia meneteskan airmata atas kemalangan yang di derita oleh ibundanya yang sangat dikasihi sepenuh hatinya, akibat perceraian yang tak terhindari, itupun hanya... setetes saja airmatanya yang keluar... mengalir pelan turun kebawah menyusuri rahangnya yang amat maskulin itu. Dia sebagai anak mereka sudah tidak mungkin menyatukan kembali berkumpul sebagai satu keluarga bahagia yang utuh. Ungkapan kata yang tepat untuk menggambarkan situasi pelik ini adalah 'sudah patah arang'...!

Diambilnya 3 gepok uang yang masih dibalut oleh sepotong kertas yang menyatukan setiap bundel 100 lembar yang mempunyai nomor seri yang berurutan, dan dimasukkan kedalam laci kecil yang terletak dibawah daun meja belajarnya itu.

Kemudian Diro membaringkan tubuhnya diatas tempat tidurnya yang empuk dan selalu rapi itu, segera terlelap tidur guna melunasi waktu tidurnya yang tadi dihabiskannya untuk menonton siaran langsung tayangan olahraga sepakbola Liga Champion.

***

Di siang hari, sekitar jam 12:30, ada ketokan pelan pada pintu kamar tidur Diro.

<Tokk-tokk-tokk...>

"Diro... Diro sayang, sudah pukul setengah satu siang nih... Haayooo... bangun sebentar! Mari... bersama-sama mama... kita makan siang yuukkk...!", tegur Weni dengan seruan merdu yang lembut, mencoba membangunkan Diro, anak tirinya yang kebablasan tidur sehabis menonton tayangan langsung olahraga pada subuh tadi. Weni menunggunya sejenak... karena didengar agak samar, ada suara gerakan seorang yang bangun dan turun dari tempat tidur...

Tak lama kemudian... <klik...!> bunyi suara kunci pintu kamar ini dibuka. Baru juga Weni mulai berkata lagi... keburu sebuah tangan kekar menarik tubuhnya masuk kedalam kamar Diro ini. Kemudian... <klik...!> pintu kamar ini di kunci kembali dari dalam! Dengan sangat tenang Diro memeluk tubuh sintal Weni yang masih terbalut gaun tidur sutera tipis dan... tidak memakai daleman samasekali!

Weni terkejut menerima perlakuan seperti ini, spontan dia meronta berusaha melepaskan dirinya dari dekapan kuat tangan-tangan kekar Diro, anak tirinya ini, sambil berkata, "Diro! Kamu masih ngigau ya sayang...! Ini mama-mu ingin mengajak kamu... makan siang bersama! Lepaskan pelukanmu... sekarang! Cepat! Dengar tidak...!", kata Weni berusaha tegas dan menjaga reputasi-nya sebagai seorang ibu dirumah ini.

Dengan sangat tenang dan penuh keyakinan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun, Diro melepaskan dekapan eratnya pada tubuh seksi ibu tirinya. Dengan kalem dia membuka kembali pintu kamarnya... <klik...!> serta menarik daun pintu itu membuka kedalam dan berkata dengan berwibawa dan mantap.

"Silahkan... mama-ku yang cantik jelita... cuma ada 2 pilihan yang harus mama pilih...! Dan ingat! Jangan pernah berharap ada kata permintaan maaf... walaupun hanya sebutir pasir besarnya... dari mulut Diro...! Mama tinggal memilih apa yang mama ingin lakukan... pertama keluar dari kamar ini... mungkin ingin merangkai kata laporan untuk... papa kandungku, mungkin juga ingin kontak menelpon papa dengan tenang dari kamar tidur mama sendiri...! Atau... pilihan yang kedua... buka dahulu gaun tidur mama yang tipis ini... lalu segera berbaring terlentang ditengah-tengah tempat tidur Diro... cukup empuk kok... rasakan saja sendiri...!".

"Kamu... Diro...", terkesiap terdiam Weni menghentikan perkataannya, ketika menatap mata Diro, anat tirinya ini... begitu tajam sorotan mata maskulin-nya... tanpa terlihat adanya setitikpun nada kebencian didalamnya... yang hanya terlihat oleh Weni wanita cantik jelita berumur 36 tahun ini adalah... bayang-bayang gairah penuh birahi dari orang muda yang berumur setengah dari umur Weni sendiri!

Hening sejenak... Weni berpikir cepat... apalagi dia sudah seminggu tidak mendapatkan 'jatah batin...'. Danang, suaminya lebih suka jatahnya ini diberikan semuanya pada tubuh yang jauh lebih muda... puteri kandungnya sendiri, Dini, yang seumuran dengan Diro yang berusia 18 tahun ini. Untuk melaporkan tindakan yang dianggap Weni... 'kurang ajar' ini... tidak pernah terbersit didalam benaknya yang cerdik... walaupun hanya setengah detik sekalipun! Diro adalah figur setengan belahan jiwa-raga ayah kandungnya...! Memberitahukan perilaku anak tirinya pada ayah kandungnya... sama saja melempar dirinya sendiri... keluar dari kehidupan bersama suami barunya ini... untuk selamanya!

Akhirnya... dengan tenang dan pasrah... Weni melepaskan sendiri gaun tidur suteranya yang tipis, melipatnya dan ditaruh diatas meja belajar Diro.

Sedang Diro dengan tenang menutup kembali pintu kamar tidurnya dengan sangat perlahan, kemudian mengunci pintu itu dari dalam kamar... <klik...!> Masih dengan tenang... penuh keyakinan, melucuti sendiri seluruh pakaian yang dikenakan pada tubuhnya. Terlihatlah... tubuh telanjang bulatnya... bak tubuh kekar perkasa dari sosok tubuh Ares, dewa perang dalam cerita Yunani kuno.

Segera tubuh tegap Diro naik keatas tempat tidurnya, langsung menindih dengan lembut bak tubuh telanjang Aphrodite yang mendekati umur paruh baya, Weni yang bertubuh sintal... putih mulus dan csntik jelita ini. Diro tidak langsung mendaratkan ciuman pada bibir sexy ibu tirinya... yang terlentang pasrah dan hanya menunggu saja dengan sabar serta mengikuti dengan matanya yang berbulu mata lentik yang melengkung keatas sangat erotis sekali... tanpa bersuara... <seerrr...!> keluar semprotan kecil dari dalam vagina-nya, langsung melicinkan 'jalan' menuju ke gua nikmat vagina-nya... yang sudah amat haus akan belaian kasih dan sodokan nikmat didalam lorong vagina-nya... yang sudah seminggu tak kunjung disatroni oleh penis tegang milik suami barunya, Danang.

Diro berbisik di telinga kanan Weni dan berbisik mesra dengan lembut. "Mama sungguh cantik sekali... mulus jelita lagi tubuh mulus mama-ku ini, sayang... Maafkan papa Diro ya ma! Tidak seharusnya papa berlaku pilih kasih terhadap mama...! Jangan khawatir ma... Diro yang mewakili papa dan melunasi semua 'jatah' yang sudah alpa... papa berikan pada mama... isterinya sendiri!".

Weni tak sanggup berkata-kata... apalagi menimpali kata-kata lembut yang keluar dari mulut anak tirinya ini. 'Andainya saja Danang... suamiku itu santun tutur katanya dan perlakuannya yang lemah-lembut dalam menikmati tubuh telanjangku yang pasrah ini seperti yang sedang dilakukan Diro sekarang ini. Oooh... Danang suamiku... belajarlah pada Diro, anak kandungmu sendiri...!'.

Kemudian Diro melakukan French Kissing yang super lembut... yang tak mungkin menyesakkan napasnya yang mulai tersengal nikmat. Tubuh Weni bagaikan melayang-layang di udara, diterpa dan melewati awan nikmat beraroma nafsu birahi yang memabukkannya <seerrr...!> ada semprotan kecil ke-dua yang melicinkan sempurna seluruh permukaan lorong gua nikmat didalam vagina-nya yang labia majora-nya terlihat bagaikan mulut dari seekor ikan maskoki yang megap-megap karena kekurangan zat oksigen...

"Mama-ku sayang... tolong pegang dan masukkan penis Diro kedalam vagina mama... Ayo dong... ma!", kata Diro lembut meminta pada ibu tirinya ini.

Agak ragu dan sungkan, Weni memenuhi permintaan lembut Diro, anak tirinya ini. Terkesiap kaget campur kagum, ketika tangan halus menggapai dan langsung menggenggam batang penis Diro yang amat keras dan tegang. Sejenak Weni mencoba melingkarkan jari-jari tangan kanannya yang lentik... dan mengurut penis keras milik anak tirinya dan mulai dapat memperkirakan seberapa panjangnya penis itu. Penis keras itu Weni memperkirakan panjang penis keras itu dari pangkal (dekat bulu pubis-nya) sampai pada ujung 'helm' palkon-nya dibandingkan dengan lebar telapak tangannya... kira-kira panjangnya 17 cm kurang 1 cm saja dari panjang penis suaminya... tapi kekerasannya 2 X lebih keras... mungkin lebih keras lagi...!

Buru-buru diarahkannya palkon Diro dan menekannya sedikit dengan pinggul mulusnya yang diangkat, melewati katupan labia majora dan berhenti pas didepan mulut gua nikmat vagina-nya.

"Tekan... sayang!", ujar Weni, singkat saja.

<Bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis Diro yang sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat'-nya... Dimulailah pompaan-pompaan nikmat yang bagaikan gerakan piston penis keras Diro yang bergerak didalam silinder lorong nikmat vagina Weni, ibu tirinya... masuk-keluar... masuk-keluar... tarik-dorong... tarik-dorong... konstan saja speed-nya serta non-stop... Terhentak-hentak merasakan nikmatnya persetubuhan pengganti 'jatah'-nya itu, Weni mendesah-desah mulutnya... tidak jelas kata-kata apa yang diucapkannya itu... Sedangkan Diro yang masih terus saja mengayun-ayunkan pinggul yang kekar... turun-naik... turun-naik...

Diro tidak fokus dan juga tidak serius sekali menikmati senggama perdana-nya... lumayan istimewa sih... karena cewek pasangan ngeseks... tidak lain dan tidak bukan adalah ibu tirinya sendiri, isteri ke-dua ayah kandungnya, Danang! Karena jepitan labia majora vagina Weni yang menjepit lembut batang penis keras Diro serta cengkeraman sangat kuat dari otot-otot elastis disepanjang lorong nikmat didalam vagina mulus Weni... menjebabkan ketegangan penis Diro... terjaga dengan baik...!

Sembari melakukan itu semua, pikiran Diro lagi mengingat-ingat nama bank untuk rekening baru penyimpanan uang yang diberi ayah kandung tadi pagi... uang hasil korupsi uang negara yang dilakukan Danang... ayah kandung Diro.

Yang tidak disadari Diro adalah bahwa persenggamaanya dengan ibu tirinya itu, telah berlangsung hampir satu jam lama! Yang menyebabkan setiap 10 menitnya, Weni seakan 'terpaksa' harus menerima orgasme-nya. Mendekati menit-menit mendekati untuk melengkapi waktu 1 jam, barulah tersungging senyumannya. "Ooohhh... iya! Baru aku ingat sekarang... bukankah nama bank itu adalah kata lain dari 'batu perhiasan', he-he-he... baru aku bisa ingat sekarang. Hari Senin, 3 hari lagi aku akan membuka nomor rekening baru untuk uang Rp30 juta 'uang panas' pada bank itu. He-he-he... kenapa aku jadi pelupa ya... sekarang?!', Diro mula menghentikan lamunan tentang nama bank itu dan mulai fokus lagi pada acara ngeseks-nya dengan serius! Tidaklah terlalu lama... dengan genjotan pinggul kekar yang dipercepat... <CROTTT...!> <Crottt...!> <Crottt...!> cukup 5 menit saja untuk Diro mendapatkan orgasme perdana-nya... yang ditukar dengan perjaka-nya.

"Terimakasih banyak... mama-ku yang cantik...!", kata Diro dengan lembut didekat telinga kanan sang ibu tiri.

Mana bisa didengar oleh Weni... beliau sedang berpetualang yang baru lagi... di alam 'negeri antah berantah...'. Terlihat senyum puas pada bibirnya yang seksi serta bernapas pelan dan konstan menyebabkan alunan dadanya berayun secara teratur...


Bagian 2 - Yang Muda Yang Berbisa!

Sekarang hari Sabtu, pukul 9:00 di pagi hari yang cerah. Dari arah depan, di halaman rumah yang rumputnya berwarna hijau segar, seekor ayam Bekisar mulai memperdengarkan suara kokoknya yang indah, nyaring dan bergema. 'Telat... Yam! Sekarang giliran burung kicauan yang berbunyi!', kata Diro didalam hatinya... kesal. 'Seharusnya sebelum pagi menjadi terang oleh sinar mentari dari ufuk timur sana... dasar ayam penakut! Cuma menang pada jenggernya yang berwarna merah tua yang berdiri tegak kaku keatas! Kok ayam penakut pake dibeli lagi, pasti harganya mahal sekali!'.

Diro meracik sendiri sarapannya, berupa 2 potong roti yang setangkup berisi selai kacang, dan tangkupan lainnya berisi selai coklat, ditambah segelas sedang berisi kopi susu yang hangat. Diro menyantap sarapannya dengan tenang, tidak terburu-buru.

Mengharapkan layanan dari 2 makhluk wanita dalam rumah ini untuk menyediakan makan paginya... ugh...! Suatu hal yang hampir mustahil. Sang ibu cantik dengan puteri kandung yang juga cantik... apa yang bisa diharapkan dari mereka berdua... tidak ada! Kecuali... paling sekedar menetralkan libido-nya saja. Kemarin siang sang ibu tiri yang cantik telah meredakan sedikit tuntutan libido-nya.

Diro sangat menyayangkan tindakan ayah kandung yang terlalu gegabah dengan mengharuskannya memanggil kakak pada Dini ini. 'Apa sih isi benak papa saat memerintahkan hal itu... dasar papa yang bodoh!'. Seharusnya biarkan saja berlalu secara wajar, interaksi diantara orang muda akan sangat mudah larut dengan sendirinya tidak sesulit seperti apa dalam benak orang-orang tua.

Kalau sudah begini... cuma membuat saudari tirinya seakan menang diatas angin dan menjadi angkuh tak berdasar yang akan merugikan dirinya sendiri. Sampai saat ini, Diro tetap menyapa saudari tirinya dengan sebutan kak Dini, sesuai 'titah' sang ayah kandung yang bertindak tanpa dipikir dulu dengan masak-masak. Mungkin itu juga sudah watak dasar ayah kandungnya... bisa jadi!? Bertindak dahulu, berpikir belakangan.

Apa sih yang istimewa dari Dini ini...? Lulus dari SMU saja tidak pernah bisa, sudah 2 tahun berturut-turut di kelas 3. Semua kemudahan yang dia miliki tidak dimanfaatkan demi kepentingan untuk masa depannya sendiri. Karena keharusannya harus menyapa 'kakak' pada Dini... menghentikan upayanya untuk menasehati saudari tiri-nya yang cantik ini. Terserah bagaimana nanti saja. Yang penting bagi Diro bagaimana dia bisa naik ke semester 3 dalam kuliahnya. Diro ingin cepat-cepat menyelesaikan kuliahnya, agar kakek dan ibu kandung yang berada di lahan pertanian yang sangat luas itu... menjadi bangga akan dirinya.

<Kriieeett...> bunyi suara pintu kamar Dini terdengar dibuka penghuninya.

"Hei halo dik! Sudah rapi toh...", terdiam Dini tak sanggup melanjutkan perkataannya yang sok ramah itu, karena mendapat sorotan tajam dari mata Diro yang memandang lurus bagaikan menembus matanya indah.

"Aku peringatkan kak Dini... dan ingat aku hanya mengatakannya hanya sekali ini saja... JANGAN PERNAH PANGGIL AKU DENGAN SEBUTAN DIK ATAU ADIK... MENGERTI! Kak Dini-ku yang cantik dan menggairahkan...!", kata Diro kalem tapi tegas.

"Tapi...", kata Dini ingin bersikeras, tapi keburu ditegur oleh suara keras dari ibu kandungnya, Weni... yang rupanya menyaksikan itu semua.

"DINI...! Kau tidak pernah diperintah papa-mu memanggil Diro dengan sebutan itu".

"Tapi papa memerintahkan Diro menyapa Dini dengan sebutan kakak", masih saja bersikeras gadis muda yang cantik tapi bebal ini.

"Ya... itu benar, mama juga ikut mendengarkannya kok! Tapi mama tidak pernah mendengar bahwa papa-mu memerintahkan padamu untuk menyapa Diro dengan tambahan kata 'dik' atau 'adik'. Ini kesalahan mama yang telat memberitahu papa-mu, bahwa kamu Din... dilahirkan dengan masa kandungan 8 bulan!", kata Weni, ibu kandungnya Dini akhirnya mengungkap fakta diseputar kelahiran Dini. "Jadi kalau kalian berdua lahir secara normal dengan masa kandungan 9 bulan 10 hari, maka sebenarnya Diro lebih tua beberapa hari dari usiamu Din... ingat itu!", lanjut Weni menjelaskan semuanya pada Dini, puteri kandungnya yang cantik jelita, tapi sangat bebal dan keras kepala itu.

Terdiam Dini jadinya, tapi sempat-sempatnya berpikir. 'Berarti kesalahan papa dan mama... dong! Kenapa aku yang disalahkan!'. Dasar bodoh... ya... tetap bodoh! Tolol sekali gadis muda rupawan ini, bahkan dalam berpikirnya pun sangat bodoh tanpa diperhitungkan terlebih dahulu kebenarannya!

Sedangkan Diro sedari tadi tenang-tenang saja menyelesaikan sarapannya tanpa menghiraukan ocehan 2 makhluk cantik itu saling berbicara.

Dengan tenangnya Diro berdiri dan melangkah menuju kamarnya sendiri, ketika lewat dekat ibu-anak ini, Diro berkata dengan kalem dan sangat lembut, seakan tidak pernah terjadi apa-apa barusan tadi. "Kak Dini... aku tunggu dikamarku dalam waktu satu jam, dan tidak usah pake daleman ya! Buka saja pintunya... tidak dikunci kok", setelah berkata kalem tapi bernada sangat tegas ini dengan tenangnya Diro masuk kedalam kamarnya dan menutup pintu dengan perlahan tanpa di kunci lagi.

Dini yang mendengarkan perkataan yang diucapkan kalem tapi tegas itu menjadi terperangah mulutnya, membelalak mata indahnya serta napasnya jadi memburu... ngos-ngosan saking marahnya.

Dini berkata pada ibunya, "Coba dengar tuh ma...! Kurang ajar sekali anak itu...! Aku akan melaporkan pada papa atas perlakuan Diro yang kurang ajar ini".

Weni menjawab dengan kalem kemarahan puterinya yang tolol ini meskipun memang cantik sih, "Mama mendengarkannya... mama belum tuli kok! Lalu apa yang akan kau katakan pada papa tirimu itu? Bila laporanmu pada papa tirimu tidak punya alasan kuat, maka kamu akan dilempar ke seberang lautan sana. Kalaupun Diro memanggilmu dengan sebutan 'kakak'... itu karena kepatuhan dan hormatnya pada papa kandungnya, dan itu sangat menyakitkan baginya. Percayalah pada mama... Diro tidak gentar pada papa kandungnya yang telah menyakiti hati ibu kandung Diro, yang paling dikasihinya di dunia ini. Diro menunggu alasan yang kuat untuk menghabisi papa kandungnya sendiri! Lewat kebodohanmu itulah... Diro akan mendapatkan alasan yang ditunggunya!".

"Pokoknya Dini akan memberitahu papa mengenai hal ini! Lagipula kelihatan papa lebih percaya pada Dini dari pada mama yang jadi isterinya".

"Terserah kamu Din...! Tetapi mama heran kenapa kamu akhir-akhir ini sangat bodoh sekali di pandangan mata mama, apa efek dari kelahiranmu yang kurang matang waktu bayi-mu telah timbul saat kamu sebesar ini... apa? Ingat anakku yang cantik... tapi bodohnya... minta ampun! Kamu ini cuma pemuas nafsu pak Danang yang kau panggil papa itu, sedangkan Diro adalah setengah belahan jiwa-raganya... coba renungkanlah ini dengan tenang, dan... pergunakan hati nurani-mu sendiri!".

"Sebodoh amat, Dini tidak mau bersusah payah memikirkannya... pokoknya Dini akan menelpon papa sekarang juga".

"Silahkan anakku sayang! Asal kamu berjanji... untuk memberitahu mama... apapun hasilnya... OK?", kata Weni dengan pasrah. "Kalau kamu tidak menepati janjimu... mama akan meninggalkanmu sendirian disini pada hari ini juga... papa tirimu itu baru sebulan lagi kembali kerumah ini... tinggal kamu berdua dengan Diro saja...!".

"Dini tidak mau memikirkan tentang itu sekarang... Dini akan menelpon papa sekarang juga", kata Dini kesal dan bergegas kembali kekamarnya dan mambanting pintu kamarnya itu dengan keras dari dalam kamarnya.

Sedangkan Weni berjalan kembali dengan tenang dan kalem saja melangkah kembali ke kamarnya. Belajar banyak dari Diro, anak tirinya itu, lewat persetubuhannya dengan Diro selama 1 jam itu. Begitu sampai didalam kamarnya, mengumpulkan barang-barangnya seakan siap melakukan perjalanan panjang... entah kemana!

***

<Kriiinggg...!> <Kriiinggg...!> <Kriiinggg...!>

BB milik pak Danang berdering nyaring. Sedangkan didalam kamar hotel itu juga ada 2 ABG SMP, kelas 2 dan kelas 3... bugil tanpa sehelai benang pun yang melekat di tubuh mereka yang bersama-sama sedang sibuk melakukan oral seks pada penis pak Danang secara bergantian.

Pak Danang mendengar saja pengaduan Dini, anak tirinya. Lalu berkata lewat BB-nya.

<"Ya... sudah, lakukan apa yang diinginkan Diro padamu dan katakan pada Diro bahwa dia dari mulai saat detik ini, dia tidak usah memanggilmu sebagai kakak lagi... ini kesalahan fatal yang telah papa lakukan padanya, jangan melewati batas waktu yang telah ditentukan Diro tadi. Apa yang diinginkan Diro adalah juga keinginan papa juga, lakukan dengan patuh. Kalau tidak... papa akan mengirimmu kembali pada ayah kandungmu hari ini juga, mungkin beliau ingin mencicipi tubuh anak kandungnya yang jelita ini. Papa memperingatkanmu JANGAN PERNAH MEREMEHKAN DIRO! Dan jangan lagi merecoki papa dengan telepon-mu ini! Kalau tidak kau boleh angkat kaki dari rumah... terserah kemana tujuanmu!">.

Terbayang lagi peristiwa setahun lalu, dimana dia seorang diri... malah masih perawan dikala itu... di-gangbang oleh ayah kandungnya bersama-sama dengan 4 orang teman mabuknya. Ayah kandungnyalah yang memerawaninya...! Sungguh sangat tragis sekali, peristiwa yang telah dialami oleh gadis muda belia ini! Kembali kerumah ayahnya...? Oh... tidak! Lebih baik dia melacurkan dirinya... menunggu calon pelanggannya ditepi jalan!

Ternganga mulutnya mendengarkan kata-kata ayah tirinya, walaupun disampaikan dengan lembut tapi sarat dengan ancaman yang amat menakutkan dirinya. Rupanya selama ini dia cuma sebagai pelampiasan nafsu seks semata bagi ayah tirinya yang suka mengobral janji dan pujian itu. Persis sama seperti apa yang telah dikatakan oleh ibu kandungnya... belum juga lama sesaat tadi barusan!

Buru-buru Dini membuka pintu kamarnya sambil berderai airmata bodohnya itu... bergegas menemui ibu kandungnya untuk... mengadukan semuanya itu, yang masih berada dikamar tidur utama.

Lewat 30 menit kemudian, Dini keluar dari kamar ibu kandungnya dengan berat hati serta langkah-langkah kakinya seakan dihentak-hentaknya ke lantai keramik. Ada suara yang memanggilnya dari sang ibu kandung.

"Dini! Jangan lupa... lepaskan dahulu semua pakaian dalammu... cepat", kata ibu kandungnya dengan nada sangat khawatir sekali. 'Dini... anakku sayang yang cantik... yang sangat bodoh sekali! Kalau kau ingin menyusahkan dirimu sendiri... silahkan, tapi jangan mama ikut terseret-seret jadinya!', Weni menangis didalam hatinya... dan sangat menyesali dirinya... kenapa dia sebagai seorang ibu kandung bagi Dini... gagal mendidik anak kandungnya sendiri!

Dini dengan kesal melepas CD G-string nya dan... melemparkannya pas jatuh diatas meja makan.

Diketoknya pintu kamar Diro, tapi tidak ada jawaban... ditunggunya sejenak didepan pintu kamar Diro yang masih tertutup. 'Apa sudah tertidur si bangsat gila ini!', makinya dalam hati dengan kesalnya. Akhirnya dengan nekat Dini membuka pintu itu perlahan. Dilihatnya Diro sedang tidur-tiduran terlentang diatas tempat tidurnya... dengan santainya. Diro diam saja sambil mengawasi gerak-geriknya dengan seksama.

Setelah Dini dengan seluruh tubuhnya telah masuk kedalam kamar, barulah Diro berkata pada saudari tirinya yang cantik ini dengan suara sangat lembut sekali. "Tutup pintunya kembali... sayang! Tidak usah dikunci!". Agak bergetar hati Dini jadinya... mendengar suara lembut itu... yang kalau didengar dengan seksama... ada nada wibawa dan ketegasan didalamnya, tapi... Dini mana ada kemampuan untuk mengartikan itu semua. Dini cuma seorang gadis cantik rupawan, pemuas nafsu pria, dan... sangat bebal sekali.

Kemudian Dini memutarkan dirinya menghadap kearah Diro.

"Tanggalkan bajumu sekarang!", perintah Diro dengan lembut tapi berwibawa.

Pelan saja tapi penuh rasa kesal, Dini melepaskan bajunya dan... membiarkan baju itu bertumpuk diatas karpet hijau dilantai kamar. Kini Dini bertelanjang bulat didepan Diro, anak kandung ayah tirinya.

Diro melihat dangan seksama tubuh telanjang gadis remaja itu, dan memberi kode agar Dini datang mendekatinya. "Indah dan cantiknya bentuk tubuhmu kak Din...!". Dengan telapak tangan kanannya mengusap-usap bulu pubis yang mulai tumbuh lagi semenjak cukurannya 10 hari yang lalu. "Sudah mulai terasa kesat nih kak Din... cukur lagi ya kak dan licinkan kembali, kalau tidak tahu caranya... minta tolong sama mama kandungmu. Lalu telapak tangan kanannya mulai bergerak keatas dan... sampai payudara montok dan mulus milik Dini, meremas-remas buahdada yang sebelah kanan dan berakhir pada puting kecil berwarna maroon sangat muda... memelintirkannya dengan jepitan telunjuk dan ibu jari dan memilin-milinnya sejenak. "Benar-benar sangat indah, mulus dan... sekal sekali...!".

Menarik kedua tangan Dini, yang menyebabkan tubuh Dini terjerembab kedepan dan menindih tubuh kekar Diro. Dengan memegang pipi Dini dengan kedua telapak tangan pada kedua sisinya, kemudian mendaratkan bibirnya pada mulut seksi gadis itu, dan... melakukan FK awal yang sangat lembut sekali. Saking lembutnya dirasa oleh Dini yang serta-merta membalas FK dengan sama lembutnya. <Seerrr...!> keluar semprotan kecil dari dalam vagina-nya, yang langsung melicinkan 'jalan' menuju ke gua nikmat vagina-nya.

Kemudian meminta Dini untuk duduk dipinggir tempat tidur yang dekat dengan Diro. Sambil meremas-remas mesra buahdada sekal sebelah kanan dengan lembut dan perlahan, Diro mulai bertanya pada saudari tirinya ini. "Apa kata papa... tadi ditelpon?".

"Kata papa, mulai detik ini... tidak usah memanggil namaku dengan kata 'kak'...", kata Dini pelan yang sekarang gejolak nafsunya mulai timbul akibat perlakuan halus, lembut dan sangat mesra dirasakan oleh Dini. 'Oohh... seandainya papa bisa selembut... tangan kekar bangsat ini...!'.

'Dasar papa-ku yang bodoh, memang tak salah penilaianku pada papa... Bertindak dahulu, berpikir belakangan... kenapa papa tidak langsung menelpon dan memberitahukanku langsung... kenapa pula lewat 'mistress' papa yang jelita ini, tapi... tidak ada 'inner beauty'-nya barang sebutir pasir pun besarnya didalam dirinya, dan... bebalnya... minta ampun! Kok 'kebodohan' dipelihara terus... papa-ku sayang...!'.

"Kulihat... kamu habis menangis ya Din?", tanya Diro dengan lembut, tapi telapak tangan kanannya masih saja terus meremas-remas mesra buahdada Dini yang sekal itu.

Diam sejenak...

Dini menjawabnya dengan sangat pelan. "Iya... mmm... ma-sss...", kata Dini yang agak sungkan melafalkan kata 'mas' pada saudara tirinya itu.

"Ya sudah... pakai bajumu kembali dan... bukankah kamu belum sarapan tadi... tapi sebelumnya aku minta tolong supaya memberitahukan mama, supaya beliau datang kemari... aku menunggunya!", kata Diro dengan lembut dan kalem tapi berwibawa.

Tidak pake lama... Weni, ibu kandung Dini segera menyatroni kamar Diro. Weni membuka pintu kamar Diro perlahan, ketika sudah berada didalam dan memutarkan badannya untuk menutup pintu kamar itu.

Diro yang sudah berdiri disamping tempat tidurnya, berkata dengan lembut pada Weni, ibu tirinya yang cantik jelita. "Tutup saja ma pintunya... tidak usah dikunci lagi", sembari dengan perlahan menanggalkan bajunya satu persatu... terlihat lagi tubuh telanjang bak tubuh tegap dan kekar milik... Ares, dewa perang dalam cerita Yunani kuno...

Begitu Weni, ibu tirinya berbalik badan kembali... terkesiap Weni sejenak memandang tubuh tegap dan kekar yang bertelanjang bulat didepannya ini. "Oohhh...! Diro... gagah sekali kamu sayang...!", dan diikuti dengan... <seerrr...!> sebuah semprotan kecil keluar dari vagina-nya yang klimis dan mulus... melicinkan sebagian lorong menuju gua nikmat dalam vagina-nya itu. Segera saja Weni menanggalkan gaunnya... memperlihatkan bak tubuh indah Aphrodite, sang dewi cinta dalam cerita Yunani kuno... Weni melipat gaunnya itu dan menaruhnya diatas meja belajar Diro.

Mereka, ibu dan putera tiri ini, saling mendekat dan berpelukan penuh birahi. Weni berbisik mesra didekat telinga kanan Diro, "Kok... cepat sekali sayang... dengan Dini?".

"Aku tidak sampai hati... ma! Dia lelah sehabis menangis... mungkin saja akibat ditegur papa... barangkali...", jawab Diro sambil mengusap-usap lembut punggung mulus Weni, ibu tirinya itu.

"Maafkan Dini ya... sayang... mungkin saja akibat dia dilahirkan terlalu dini, sehingga dia tidak mampu berpikir cerdas seperti dirimu, sayang...", kata Weni lembut sambil meminta maaf atas kelakuan Dini, puteri kandungnya itu serta menekankan lekat payudara-nya yang sekal dan indah itu pada dada Diro yang bidang dan kekar.

"Oooh... jadi ini alasan mama memberi dia dengan nama Dini... ya ma?", tanya Diro dengan lembut sembari meremas-remas lembut pada kedua bungkahan bokong Weni yang masih kencang dan sekal itu.

"Benar sekali sayang... itulah alasan mama memberinya nama... Dini", jawab Weni agak pilu bila mengingat kejadian pada saat Dini dilahirkan secara lebih awal lewat operasi 'caesarean' (pembedahan pada kulit di perut untuk mengeluarkan sang bayi).

"Diro pikir pada 6 bulan terakhir ini, papa jugs mempunyai andil yang besar atas kemunduran intelektual Dini...! Papa mempunyai sifat yang sangat mendasar yaitu 'bertindak dahulu, berpikir belakangan'. Seharusnya papa jangan terlalu muda menyuruh Diro dengan memanggil Dini dengan imbuhan 'kak' atau 'kakak'... ini menutup peluang Diro untuk bisa secara perlahan membimbingnya dan menasihatinya... karena Dini keburu menjadi 'besar kepala' dan merasa telah menang diatas angin... kasihan Dini, cewek yang sangat cantik tapi daya berpikirnya malas untuk dilatih", jelas Diro panjang lebar tentang saudari tirinya itu.

"Mama pikir... maafkan mama dahulu... papa-mu seharusnya bisa belajar banyak darimu sayang", kata Weni sangat berhati-hati.

"Tidak mengapa ma... apalagi itu memang betul adanya...!", kata Diro sambil mulai melakukan FK yang lembut tapi penuh nafsu pada mama tirinya ini. FK mesra itu tidak berlangsung lama, karena Diro melepaskan tautan bibir gasangnya dan ibu tirinya yang jelita. "Sudah sarapan... atau belum ma?".

"Sudah sayang...", jawab Weni singkat karena merasa sedikit kecewa karena FK nikmat itu dihentikan tiba-tiba.

"Kalau begitu, mama jangan terlalu lama berdiri... ini akan melelahkan mama nantinya... bagaimana kalau mama tidur terlentang ditengah-tengah tempat tidur, biarkan Diro yang akan memcumbu tubuh mama yang indah ini...", kata Diro menggiring ibu tirinya... mendekat tepi tempat tidur dan melepaskan dekapan eratnya pada tubuh telanjang Weni.

Segera saja Weni naik keatas tempat tidur... membaringkan tubuhnya terlentang serta mengangkangkan paha mulusnya lebar-lebar...

***

Dini selesai menghabiskan sarapannya, kemudian berdiri. Dilihatnya G-string yang dilemparnya tadi masih berada diatas meja makan. "Ahhh... sebodoh amat lah! Biar yang tak senang melihatnya... silahkan memindahkan sendiri G-string itu... sebalnya aku...!", katanya kesal, dasar bebal ya... tetap saja bebal! Tiada niatan samasekali untuk lebih baik sedikit saja... sedikit saja pada permulaan ini sebagai awal untuk memulihkan tubuhnya yang multi pribadi itu... semuanya pribadi-pribadi itu tidak ada yang baik, dan tidak ada satupun yang bermutu...

Dini melangkah mendekat pada pintu kamar Diro, ingin menempelkan telinga kanannya untuk menguping... 'Sedang terjadi apa gerangan... didalam kamar bangsat ini... sekarang?!', pikir Dini penuh rasa keculasannya yang tinggi. Akibatnya... pintu ini menjadi terdorong terbuka lagi sedikit... terkesiap dan tercekat hatinya, saking terkejut dan takutnya. 'Dasar sialan! Pintu ini ikut-ikutan menjadi bangsat sama dengan pemiliknya...!', umpat Dini dalam hatinya... sangat terkejut.

Dini berdiri berdiam diri kaku sejenak... mata indah melirik kedalam kamar bagian kiri dari pintu itu... 'Oh... dasar bangsat ini lagi sial, dan... aku yang beruntung!'. Didalam sana... dengan leluasa dia bisa menyaksikan semua hal yang sedang terjadi diatas tempat tidur Diro... lewat bayangan semu didalam cermin kaca yang sangat lebar pada daun pintu lemari pakaian milik Diro, yang diletakkan merapat pada dinding tembok dan menghadap... persis ke tempat tidur Diro!

'Hhmmm... sungguh beruntung aku... ini adalah 'kartu as' yang bisa memulihkan hubunganku dengan papa lagi...! Akan aku laporkan perselingkuhan mama dengan putera kandung papa tiri-ku... TAMAT SUDAH riwayatmu BANGSAT! Rasakan pembalasanku dan hukuman dari papa kandungmu sendiri, dan... mama-ku sayang pergilah jauh-jauh dari kehidupanku dan jangah pernah mendekati aku lagi! Jangan takut ma! Aku bukanlah seorang anak yang tidak tahu berterima kasih... akan aku santuni mama dengan uang yang banyak setiap bulannya agar mama bisa makan makanan enak yang banyak dan... tidak usah memikirkan hal-hal lainnya yang ribet... cukup makan... dan makan terus biar tubuh mama menjadi tambun dan gemuk dan... tidak lagi menjadi pesaingku lagi...!', pikir Dini dengan penuh rasa kedengkian!

Segera Dini bergegas menuju kamarnya sendiri dan menelpon dengan penuh rasa kemenangan... kemenangan yang belum ada ditangannya barang secuil pun...! Bodohnya gadis cantik muda belia ini! Beruntung bagi Dini... dia tidak dapat menghubungi ayah tirinya karena BB itu sudah di-'off' oleh pemiliknya sendiri, yang lagi 'sibuk berat'... menggenjot dengan penuh semangat tubuh telanjang gadis yang paling muda, yaitu gadis ABG SMP kelas 2.

Kemudian Dini jatuh terduduk lemas dipinggir tempat tidurnya yang masih acak-acakan karena belum sempat dirapikan lagi. Barulah dia bisa berpikir tenang kembali... seingatnya tadi, ketika dia berbincang lewat sambungan cellular pertama tadi... teringatlah dia akan perkataan ayah tirinya yang penuh ancaman yang sangat menakutkannya saat tadi... bukankah dia tidak boleh menghubungi lagi ayah tirinya! Kalau tidak... dia harus hengkang dari rumah hari ini juga!

'Oh... untung aku tidak bisa menghubungi papa...!', langsung Dini menangis tersedu merasa selamat... lewat lubang jarum! Akhirnya dia merebahkan dirinya meringkuk bagai anak kucing yang kedinginan dan... tertidur pulas...

***

Sekitar pukul 16:30 BB-nya Diro berbunyi dengan RBT getar-nya
<Drzzz...> <drzzz...> <drzzz...>

<"Halo Dir... Diro...!"> dari ujung 'sana' ada yang menyapa.

<"Ya... Diro disini... ada apa?">, jawab Diro ogah-ogahan.

<"Tahu nggak? Siapa yang ngomong padamu sekarang... sayang">, kata yang di-'sana' berkata lagi.

'Oh... mama toh, emangnya ada apa menelponku sekarang?', langsung buru-buru Diro menjawab telepon dari ibundanya itu, maklum saja... tadi kurang jelas terdengar.

<"Tau-tau... cintaku pada pandangan pertama kan... he-he-he...!">, kata Diro lancar sembari merayu dengan bercanda pada Daniati, ibunya yang tercinta.

<"Kamu ini... ngomong sama mama kok begitu sih...!? Sering-sering aja... kenapa? Hi-hi-hi..."> Daniati membalas canda Diro dengan candaan juga. <"Besok kan ada 2 hari libur berturut-turut... temanin mama dong...! Opa-mu besok pagi-pagi sekali mau berangkat ke Bali untuk sesuatu hal... tanya aja deh langsung sama yang bersangkutan...">. Ada suara berat Darso, kakeknya Diro angkat bicara lewat sambungan telekomunikasi cellular itu. <"Halo Diro apa baik-baik semua disana? Eh... maksud opa kamu sehat wal'afiat kan? Kalau yang lainnya yang disana sih... opa nggak mau mikirin! Opa besok... subuh nanti berangkat ke Bali untuk 2 atau 3 hari pakai pesawat... untuk keperluan keluarga besar kita... kamu bisa kan Dir...? Menemani mama-mu... daripada nanti digondol sama orang... ayoo... gimana?! Ha-ha-ha...! Aduh...!"> suara Darso, kakeknya Diro terhenti seketika, karena... sesuatu.

<"Halo opa... emangnya ada apa disana... pake aduh-aduhan segala...?!"> tanya Diro, ingin tahu sekarang sedang terjadi apa di ujung sana. Ada jawaban dari kakeknya, seakan sedang berbisik pada Diro seorang...

<"Tahu nih... Dir! Dicubit mama-mu! Mungkin merasa urung barangkali mendapatkan jatahnya besok hari Sabtu... Ha-ha-ha... sudah deh opa kembalikan saja BB ini pada pemiliknya... daripada dicubit lagi... ha-ha-ha...!">. Yang langsung disambung langsung oleh ibunya, Daniati. <"Tahu nih... heran deh... mungkin opa-mu sedang dalam kondisi puber ke-dua 'kali! Hi-hi-hi..."> Daniati tertawa lepas, gembira punya alasan untuk bisa meledek ayah kandungnya, Darso... 'the old crack but still going strong' ini, berperawakan tinggi besar, tapi heran... perutnya kok masih rata saja.

<"Emangnya apa hubungan mama dengan 'jatah' itu...?", tanya Diro antusias ingin tahu detail lagi.

<"Nah... itu dia! Kebetulan yang tidak bisa dihindari... hi-hi-hi... pengen tahu jawabannya sayang... datang aja kemari..! Dan hati-hati dijalan... jangan ngebut dengan mobil tua-mu itu... hi-hi-hi... Bye... see you tomorrow morning, sayang...!">, ibunya langsung memutuskan sambungan cellular itu.

'Mendingan aku mandi dulu... lalu makan... kemudian ngobrol dan pamitan pada mama Weni... istirahat sejenak dan tidur lebih awal untuk bangun sekitar pukul 4 kurang, pagi hari...


Bagian 3 - Piknik Menemui Ibunda Tercinta (revised)

Sekarang hari Sabtu. Pukul 6:30 pagi hari, angin segar dan sejuk di daerah seputar perbukitan menerpa pipi kanan di wajah Diro yang ganteng dan maskulin, lewat buka-an kaca pintu kanan mobil '*and*over'-nya yang usianya sudah lumayan ABG alias 11 tahunan.

Setelah hampir dua setengah jam mengendarai mobilnya, melalui jalan rata tapi berbatu-batu... didaerah lahan pertanian milik kakeknya, Darso... sampai juga Diro dipelataran depan rumah kuno yang besar, yang ditempati kakeknya bersama anak perempuan tunggalnya, Daniati, ibu kandung Diro yang hidup menjanda meskipun masih lumayan muda, 37 tahun sudah usianya.

Berdiri didepan pintu masuk rumah yang tinggi dan lebar... khas pintu depan rumah besar seperti dikala 'tempo doeloe'. Diro mengambil BB-nya dan menghubungi ibunya yang ada didalam rumah... tepatnya entah dimana.

"Halo ma... Diro sedang terkurung diluar, didepan pintu masuk rumah nih...! He-he-he...", Diro menyapa ibunya via BB sambil berkelakar.

Sayup-sayup terdengar bunyi langkah kaki bersendal, melangkah tergesa-gesa dari dalam dan mendekati pintu depan rumah.

<Cekleekkk!> suara anak kunci pintu diputar, kemudian <kriieeett...> bunyi suara pintu kamar dibuka lebar, daun pintu pun bergerak memutar masuk kedalam rumah.

Segera saja sang ibunda, Daniati mendekap erat penuh kasih tubuh Diro, putera tunggalnya yang tegap dan kekar. Buru-buru Daniati melepaskan dekapannya dan mundur 3 langkah kebelakang.

"Gagah sekali kamu, Dir...! Kamu ini disana, sebenarnya jadi... seorang tentara atau mahasiswa sih...?!".

"Mama-mana... mama-ku yang jelita...! Aku jaruh cinta pada pada pandangan pertama! He-he-he... Diro masih tetap jadi seorang mahasiswa ma! Tapi mau dibilang jadi tentara juga tidak mengapa... Diro jadi komandan sekaligus jadi anakbuahnya... he-he-he...!", kata Diro masih saja berkelakar yang pada pandangan matanya saat ini... ibu kandungnya semakin cantik dan ceria saja... seakan tidak pernah mengalami perceraian yang relatif belum lama (5 bulanan).

"Kamu masih belum berubah bagi mama... kerjanya guyon... melulu!", kata Daniati sang ibunda Diro yang tercinta.

<Brrrz...> <brrrz...> Tubuh kekar Diro menggigil kedinginan diterpa angin sejuk dari sekitar lahan daerah pertanian yang tingginya 500 m dpl (dari permukaan laut) ini, maklum saja... Diro hanya mengenakan T-shirt dan jeans.

"Kalau dingin, ya... sudah! Pintunya ditutup saja...", kata Daniati pada Diro yang mnggigil merasa dingin tubuhnya.

"Heittt...! Jangan ma! Dipeluk mama sekali lagi saja... juga hilang rasa dinginnya!", ujar Diro seperti asal... padahal ada maksud yang tersembunyi rupanya.

Segera mereka, ibu dan anak lelaki tunggalnya, berpelukan mesra kembali. Saat mendekap tubuh ramping dan indah ibunya, Diro memutar kedua tubuh mereka yang masih menempel ketat, sehingga sekarang posisinya, tubuh ibunya berada didekat pintu yang terbuka lebar dan menghadap kedalam rumah jadinya. Pada posisi inilah, Diro melancarkan French Kissing pada ibunya yang sekarang tidak bisa merontakan tubuhnya karena sedang didekap sangat erat oleh kedua tangan kekar Diro, remaja matang ini. Akhirnya... mau tidak mau, Daniati membalas ciuman dan belitan hot lidah-lidah mereka dengan sukarela dan bergairah...

Saat Diro ingin mengalihkan wajah ke arah lain... saat inilah Daniati bisa melepaskan tautan kedua mulut mereka yang tadinya menempel sangat lekat.

"Akhirnya... terlepas juga...! Hi-hi-hi... mama bisa bernapas lega sekarang", kata Daniati sambil menarik napas panjang dan dalam.

"Emangnya... tadi mama jadi sesak napas, apa...?", tanya Diro rada kuatir, takut telah menyakitkan tubuh ibunya.

Melihat raut wajah ganteng yang maskulin Diro yang dahinya mengerenyit seperti sedikit merasa kuatir rupanya, dengan bertolak pinggang seperti gaya wanita model yang beraksi diatas 'catwalk'.

"Bukan begitu sayang...! OK mama jelaskan dahulu, karena mama lihat kamu sudah sangat matang seperti pria dewasa, maka mulai detik ini mama akan berbicara blak-blakan tanpa tedeng aling-aling lagi... pokoknya tidak boleh ada rahasia-rahasiaan diantara kita...! Mama pastikan... kamu telah melakukan ML dan... mama tidak mau tahu siapa nama ceweknya. Yang jelas dan mama yakin 100% asli, cewek itu tidak ada hubungan yang khusus denganmu...!".

"Kok mama tahu sih...?", tanya Diro singkat.

"Ya jelas tahulah, kan... mama mengandung dan melahirkanmu meskipun lewat operasi caesarean! Apa lagi kamu kan sekarang tidak datang kemari bersama cewek ngeseks-mu itu. Mengenai tadi tentang sesak napas dan FK... asal kamu tahu saja, kalau mama di-FK dengan lembut tapi hot... efeknya bisa kemana-mana... tau!".

"Misal apa itu ma...?!", tanya Diro kepengen tahu.

"Percuma...! Masak sih... ngasih tahu sama orang yang sudah tahu lebih dulu... jangan ngelabuin mama deh!", kata Daniati sambil memandang ganteng Diro dan... selusuran pandangan mata anaknya... ternyata bermuara pada sekujur tubuh bagian depannya. 'Bener-bener deh! Dasar remaja sudah matang sekali! Mana aku hanya memakai gaun tidurnya yang tipis tanpa memakai daleman lagi! Kan sebelum ditelepon Diro tadi... pas aku ingin melangkah masuk kedalam kamar mandi... ya... untuk mandi lah!'.

Pasti sekarang Diro sedang asyik memandang tubuhnya yang seakan telanjang bulat, bagaimana tidak... dengan berpakaian begini Daniati berdiri membelakang arah datangnya cahaya! Mana diluar... langit tumben-tumbennya lagi sangat cerah sekali.

"Minta ampun deh...! Si cucu sama opa-nya, bener-bener... setali tiga uang hi-hi-hi...!", kata Daniati sambil mnggeleng-gelengkan kepalanya.

"Emangnya Diro sama opa, apanya yang sama ma?!", tanya Diro lagi berpura-pura atau memang tidak tahu?

"Bokis-nya sama, pura-pura tidak tahu-nya juga sama, kalau ada sesuatu yang diinginkan pasti dengan matang direncana secara teliti dan optimal...! Pokoknya... segalanya... semua sama deh!".

"Aah... mama! Buktinya apa... Ayo?! He-he-he...!", tanya Diro sambil tertawa cengengesan.

"Nih lihat gaun mama yang tipis ini...!".

Diro yang tahu dia sudah tertangkap basah karena telah mengawasi dan menikmati tubuh 'telanjang' ibunys, jadi nyengir malu!

Lanjut sang ibunda, "Kamu pikir... gaun tidur tipis ini... mama yang beli apa...?! Kalau mama... pasti beli gaun tidur yang tebal... ketahuan bisa menghangatkan badan! Kamu aja pagi hari begini... mana langit cerah dan matahari bersinar terang, eh... kok bisa kedinginan. Nanti malam... coba rasakan dinginnya yang 'mengasyikkan'...", langsung saja perkataan Daniati dipotong oleh Diro.

"Nggak mungkin deh ma! Kan ada... mama... he-he-he...", kata Diro dengan lancar membantah ibundanya.

"Huusshh... nggak usah mikirin sampe kesitu-situ dulu...".

Akhir karena merasakan kedinginan karena terpaan angin sejuk yang makin santer bertiup kedalam rumah lewat area pintu depan yang terbuka lebar, buru-buru pintu depan itu kembali ditutup rapat-rapat dan kembali dikunci kembali.

Sambil bergandengan tangan melangkah menuju kursi tamu yang terdekat. Ketika Diro mau duduk diatas kursi yang terdekat... tangannya ditarik oleh ibunya.

"Jangan jauh-jauh kenapa?! Kita duduk berdekatan saja diatas sofa biar hangat. Lagi pula mama jadi tidak perlu ngomong keras-keras padamu", kata Daniati pada Diro.

"Emangnya Diro tuli apa?!", kata Diro agak memberengut pada ibunya.

"Bukannya tuli... sayang! Tapi suka pura-pura tidak mendengar, tau!?", kata Daniati juga dengan rada dongkol. "Baiklah mama ceritakan dari awal... agar kamu tidak kaget nantinya dan... malah teriak-teriak jejeritan, hi-hi-hi...!', kata Daniati mengoda anaknya.

"Mengenai apa tuh ma? Lagipula kapan Diro teriak...? Coba kasih tahu kapan ayoo!", kata Diro rada keki dikatakan suka teriak-teriak.

"Mungkin saja teriak-teriak dan menjerit dalam hati... gitu lho! Hi-hi-hi...", kata Daniati masih terus saja mengoda anaknya yang sudah menjadi remaja matang ini.

Kemudian Daniati bercerita panjang lebar tentang sesuatu yang telah terjadi didalam keluarga dari 3 generasi ini...

***

3 bulan setelah perceraian Daniati dan Danang (atau 2 bulan sebelumnya dari sekarang). Peristiwa yang menyakitkan hati dan yang nyaris hampir meruntuhkan mental Daniati pada titik nadir...

Sore hari di daerah perbukitan yang tingginya sekitar 500 m dpl, didalam sebuah rumah kuno yang besar dan yang seperti satu-satunya rumah disana... Daniati duduk sendiri diatas sofa yang besar (yang bisa digunakan untuk tidur bagi seorang pria dewasa... kalau diperlukan).

Mentari mulai tenggelam di ufuk barat, angin malam berhembus perlahan... membuat suasana lahan yang tadinya sejuk semakin dingin saja. Lampu-lampu penerangan disekitar rumah termasuk pelataran dan jalan depan rumah sudah menyala dan... akan terus menyala sepanjang malam sampai pagi datang menjelang. Tidak perduli, apakah listrik negara dari gardu pusat terdekat mau dimatikan atau tidak... karena bila terjadi sesuatu, maka generator rumah akan tetap menjaga nyalanya lampu penerangan rumah sepanjang malam... secara otomatis. Memang bangunan rumahnya saja yang kuno, tapi peralatan pendukung dalam rumah semuanya modern dan canggih.

Soal keamanan tidak usah diragukan, ada satu pos penjagaan untuk setiap sisi rumah besar itu, yang letaknya tersembunyi dan terhalang oleh pepohonan penghias rumah agar asri kelihatannya.
Lagi pula agak jauh dibelakang rumah ada barak yang nyaman untuk tidur para petugas keamanan untuk seluruh wilayah lahan pertanian milik pak Darso itu.

Rumah tetangganya yang terdekat adalah perumahan kecil milik para pekerja tani yang bekerja pada lahan pertanian yang luasnya 200 hektar itu, dan jaraknya dengan rumah kuno yang besar milik si empunya pertanian luas ini ada mungkin sekitar 2000 meter-an.

Daniati masih teringat pada sore hari itu, saat jam pulang dari kantor setiap harinya. Danang (38 th), suami Daniati yang sore itu berbicara pada Daniati untuk minta ijin padanya untuk menikahi Weni (36 th), kekasih barunya.

Daniati terkejut mendengarkan, tetapi dengan kalem dia berkata bahwa apa yang diinginkan Danang adalah urusannya sendiri, dan tidak perlu meminta ijin padanya... asalkan Danang menceraikan dia dahulu sehingga tidak ada seorang pun yang akan tersakiti hatinya. Waktu itu Diro berada di luar kota mengikuti study tour dari kampusnya.

Sebenarnya Danang tidak jatuh hati pada Weni, dia lebih terpesona pada wajah dan tubuh mulus anaknya Weni, yaitu Dini (18 th) ketika dikenalkan oleh Weni padanya...

***

"Ehh-heemm...!", pak Darso pura-pura berdehem, untuk memberitahu kedatangannya sambil mendekati Daniati, puteri tunggalnya yang lagi duduk termenung dan ngelamun. "Boleh papa duduk disampingmu...?", yang belum juga dijawab... sudah duduk saja disamping Daniati.

"Kenapa pula harus meminta ijin sama Ati, ini kan rumah papa sendiri...?!", jawab Daniati menjadi senang hatinya, karena ada ayahnya yang masih gagah saja pada usia yang 57 tahun ini... duduk menemaninya disaat udara semakin sejuk saja.

"Tidak-tidak... itu sedikit keliru, yang benar adalah ini rumah milik seluruh keluarga besar kita. Tempat kita berkumpul dan tempat yang aman untuk kamu... ngelamun! Ha-ha-ha...!", tawa Darso mengajak Daniati lebih bersikap ceria kembali. "Kalau cowoknya tidak setia... gampang! Cari saja penggantinya, papa ingin tahu siapa sih yang mampu menolak seorang wanita muda, mana cantik lagi... sepertimu ini... Ha-ha-ha...!".

"Papa-papa... kalau Ati boleh bertanya...", kata Daniati sengaja 'menggantungkan' perkataannya. Sehingga Darso yang mendengarkan menjadi heran karenanya.

"Apa itu...?", tanya Darso singkat saja.

"Boleh tidak? Jawab dulu dong... papa-ku sayang...!", kata Daniati meminta jawaban dari ayahnya.

"Asyik...! Sudah lama papa tidak mendengar kata terakhir darimu itu... Apa sih yang tidak boleh untuk puteri tunggal papa... maksudnya mau memarahi papa-mu... silahkan... papa sudah lama kok tidak dimarahi orang... ha-ha-ha...", jawab Darso sambil tertawa lepas.

"Mendengarkan tawa papa itu... menghilangkan sangat cepat rasa sedih yang ada didalam... Ati...", kata Ati dengan lembut berterus terang.

"Cuma itu saja...? Kirain sih ada apa... begitu", kata Darso heran.

"Eh... belum! Sebenarnya Ati ingin bertanya tentang sesuatu... begitu lho pa!", kata Daniati menjelaskan pada ayahnya.

"Oh... pertanyaan toh...? Tidak apa, silahkan tanya saja... di saku papa banyak kok jawabannya... ha-ha-ha...!", kata Darso sambil tertawa lagi.

"OK. Papa mengalami 'puber kedua' ya...?", tanya Daniati kalem saja dan 'to the point' saja.

"Kok nanya yang begituan sih... papa tidak mengantungi jawabannya", jawab Darso gelagapan mendengarkan pertanyaan yang tak terduga dari puteri tunggalnya itu. "Kalau boleh tahu, apa penyebabnya sampai bertanya mengenai hal itu...?", Darso balik bertanya.

"Penyebabnya banyak, sehingga Ati berani bertanya seperti itu pada papa... tapi jangan marah ya pa...?!", tanya Daniati berhati-hati.

"Tidak-tidak... jangan pikirkan soal marah-marah... papa ditemani dalam rumah yang besar ini, sungguh membuat papa lebih bergairah... eh... maksud papa lebih berbahagia! Gitu lho...", jawab Darso berterus-terang.

"Nah... benar kan pertanyaan Ati tadi, jawaban papa barusan juga bisa merupakan penyebab kuat kenapa Ati mengeluarkan pertanyaan itu...", kata Ati semakin yakin bahwa ayahnya memang lagi 'puber kedua'-nya.

"OK deh! Papa tahu apa yang kamu maksudkan. Papa akan mengakui segalanya... nanti setelah kamu mendengarkan itu semua... papa rela untuk dimarahi olehmu...", akhirnya Darso merasa terpojok dan akan memberitahukan tentang perasaannya sejak Daniati tinggal bersamanya dirumah yang sangat besar ini. "Sejak kamu tinggal dirumah ini papa merasa sangat bahagia sekali. Apalagi tanpa sengaja melihatmu berdiri didekat pintu depan yang terbuka lebar... sedang menyapu dan... mengenakan gaun tidur yang tipis yang papa hadiahkan untukmu pada ulang tahun 37 tahun belum lama ini. Jadi sejak kedatanganmu kembali kerumah ini... papa merasa bahagia dan bergairah sebagai seorang pria... jadi benar apa yang kamu tanyakan tadi, memang papa sedang mengalami 'puber kedua'...! Nah sekarang giliranmu untuk memarahi papa...", kata Darso pasrah tapi lega telah mengungkapkan perasaannya pada puteri tunggalnya, Daniati yang sudah menjadi janda tapi kecantikan masih mempesona yang mengingatkan pada isterinya yang juga ibu kandung Daniati yang sudah lama tiada...

Daniati menjawab dengan kalem saja atas semua pengakuan ayahnya yang jujur dan terbuka itu, "Emangnya... papa saja yang boleh berbahagia dan bergairah... Ati juga sama lah...! Malam ini Ati rasakan semakin dingin saja dari hari-hari sebelumnya. Bagaimana kalau Ati mengajak papa untuk tidur bareng saja... biar hangat dan...". perkataan Daniati langsung dipotong saja oleh Darso.

"Siapa takut? Ha-ha-ha...!". Tapi tawanya terhenti seketika karena... ditutup oleh tautan bibir sexy Daniati yang langsung melancarkan 'serangan' FK-nya yang bertubi-tubi...

***

Tercengang Diro mendengarkan cerita Daniati, ibundanya yang tercinta.

"Ini cerita roman yang paling indah yang baru pertama kalinya Diro mendengarnya!", kata Diro mengomentari cerita Daniati barusan.

"Huusshh... ini bukan cerita roman, ini adalah pengakuan mama padamu sayang...!', kata Daniati.

"Kalau begitu Diro harus merubah komentarnya, tapi mama harus memejamkan mata indah mama dahulu... sebab setiap kali mata indah mama memandang... Diro tidak bisa konsens berpikir jadinya", kata Diro melancarkan taktiknya.

Daniati yang pura-pura tidak mengetahui rencana Diro yang mulai nakal ini... memejamkan kedua mata indahnya. Belum juga sedetik dia memejamkan mata... terasa tautan bibir Diro yang lidah nakalnya langsung menembus 'barikade' bibir Daniati yang seksi serta mengerayang-gerayang didalam mulutnya... mencari lidahnya yang begitu ketemu langsung melakukan teknik memiting, membelit... yang selanjutnya saling berbalasan. sementara French Kissing ini berlangsung seru dan bergairah... datang pula 'bala bantuan' dari jari-jari tangan kiri Diro yang 'menguasai' daerah perbukitan indah dari payudara Daniati yang sebelah kanan dan berakhir dengan 'dibekuknya' puncak bukit yang indah dengan 'ringkusan' oleh jari telunjuk dan jempolnya melakukan plintiran lembut pada pentil susu yang berwarna maroon muda itu.

Sontak terhenyak tubuh Daniati bersandar kebelakang pada sandaran sofa, merasakan sensasi nikmat yang tak terduga datang melanda pada daerah yang sensitif pada puting yang tidak terlalu besar, tapi ditopang oleh buahdada berukuran 36B yang montok dan masih sekal saja diusianya sekarang ini. Ketika Diro dengan penuh gaya memiringkan kepalanya kearah lain... terlepas sudah tautan kedua lidah yang tadinya asyik ber-FK seru.

"Aaahhh... Diro nakal sekali kamu... sayang, terbukti sudah... semua tindakanmu mirip sekali dengan tindakan opa-mu pada tubuh mama... oohhh... nikmatnya! Kok 'nyerang'-nya nggak pake bilang-bilang sih... oohh... aaahhh...", keluh Daniati, sang ibunda yang cantik jelita sambil mendesah penuh nikmat.

"Nah... baru tahu kan ma! Ini 'serangan mendadak' yang peraturannya memang tidak boleh ada pemberitahuan lebih dahulu, tapi... asyik kan 'serangan' Diro ini... he-he-he...!", kata Diro genit sambil tertawa... sementara jari-jari tangan kirinya tidak menghentikan aksinya walau hanya untuk sedetik.

"Udahan ahhh... sayangku, mama mau mandi nih! Tadi waktu kamu menelpon... mama baru saja mau masuk kekamar mandi... ooh nikmatnya... hentikan jari-jari nakalmu ini, Dir...!", kata Daniati lirih yang yang diselingi desahan nikmat.

"Mana bisa ma! Bukit yang kiri... belum lagi 'dikuasai', he-he-he...", kata Diro yang ogah menghentikan aksi nakalnya pada tubuh indah mengairahkan milik ibunya ini.

"Yaaa... udahan kenapa...! Mama nyerah deh...! Kalau pun mau dilanjutkan, jangan di sofa ini... yang pasti sesudah mama mandi dahulu OK! Oooh...", akhirnya Daniati mengaku 'kalah' dan membujuk Diro untuk menghentikan aksi nakalnya untuk sementara waktu.

"OK! 'Deal!' kebetulan Diro pagi subuh tadi langsung berangkat tanpa mandi terlebih dahulu, lagipula... ini sesuai anjuran teman Diro yang mengatakan tidak baik mandi terlalu pagi, he-he-he...!", Diro akhirnya menyetujui 'gencatan senjata' ini dan berkilah tentang belum mandi dia yang ujung-ujungnya, pasti... minta mandi bareng bersama sang ibunda.

"Sok tahu temanmu itu Dir... emangnya siapa sih nama temanmu itu?", kata Daniati yang sudah mengetahui segala 'akal bulus' putera tunggalnya ini.

"Namanya...? Maksud mama namanya kan...". Tapi yang tidak diketahui Diro, saat ini 'capitan' jari telunjuk dan jempolnya yang lentik sudah siap untuk mencubit keras lengan bawah Diro yang kekar.

"Namanya adalah... Aduh mak...! Pake dicubit lagi", teriak Diro seketika merasa kesakitan.

"Hi-hi-hi... baru tahu rasa sekarang! Ini juga baru balasan dari 2 jari mama... belum yang lain! Opa-mu yang tinggi besar saja... sangat takut sama 2 jari mama ini! Hi-hi-hi...! Asyik kan rasanya?!", kata Daniati rada kesal tahu dipermainkan sama Diro. "Dan tidak usah memberitahu siapa nama temanmu yang ngawur itu... mama sudah mengetahuinya, nama 'temanmu' adalah... DIRO!".

Buru-buru Diro berdiri dan kabur menjauhi ibunya... takut dicubit lagi... melihat posisi 2 jari itu mulai mendekat... pada lengannya tadi.

"Nggak disangka... kalau kepepet... senjata andalannya pake dipergunakan lagi! Pantesan opa kemarin aduh-aduhan dalam teleponnya", kata Diro sambil nyengir masih merasakan sakitnya.

"Hi-hi-hi... sudah tahu kan sekarang? Dari itu jangan pandang enteng meskipun badan mama memang sih tidak terlalu berat sih... hi-hi-hi...", kata Daniati puas akan keampuhan 2 jari andalannya itu.

***

Daniati dan Diro berdua, ibunda dan putera tunggalnya sudah bertelanjang bulat didalam kamar mandi. Wajar saja... kan mau mandi alias bersih-bersih diri.

"Diro... kamu berdiri dibelakang tubuh mama saja, dan jangan mencoba-coba melirik ke bagian depan tubuh mama, ini... adalah 'very strictly area... you know!'. Mendingan 'kerja-bakti' dibelakang... tolong gosokin punggung mama...! Nih spons mandi-nya...", kata Daniati santai sambil melipat sikut tangan kanan-nya kedepan sehingga spons mandi yang ada dalam genggaman telapak tangan kanannya pas ada didepan mata Diro jadinya. Sedang Diro saat ini, sedang mengagumi dan menikmati tubuh mulus ibunda-nya yang telanjang bulat bak tubuh Dewi Murni, seorang bidadari... yang sudah melepaskan kembem sutera ungu-nya dan tengah bermandi di... telaga dewa.

"Halo... 'spada' disana...?! Nih spons-nya sayang... Bener-bener deh... minta ampun! Ini akibatnya... baru juga... memandang punggung mama... gimana kalau diberi 'green card' untuk boleh melihat bagian depan tubuh mama, mmm... kamu bisa tidur berdiri sambil melotot 'kali...! Hi-hi-hi...!", kata Daniati sambil menyindir Diro yang lagi memandang punggung mulus ibunya dengan... terkesima!

Terkesiap Diro jadi tersadar mendengar suara ketawa ibunya yang lumayan keras. "Eehhh... apa ya...? Oke deh... Diro mengaku... sejujurnya memang benar dugaan mama... penis Diro sedang berdiri... siap beraksi! He-he-he...", kata Diro menjawab ibunya dengan ngawur dan nyasar kemana-mana...

Daniati jadi sangat heran akan jawaban Diro yang ngawur itu... kok penis berdiri lah pake dibawa-bawa segala! Segera Daniati menoleh kebelakang...

"Yaaa... ampunnn deh Diro! Remaja matang mama yang ganteng! Kamu nafsu ya melihat punggung mama...? Gimana kalau ngelihat bagian depan yang hot seperti dibilang opa-mu beberapa hari yang lalu... aaahhh...!", Daniati terhenti perkataannya seketika, karena Diro sudah memeluk dan mendekap tubuh telanjangnya dengan penuh gairah birahi yang berapi-api! Serta berbisik dekat telinga kanan Daniati...

"Lepaskan saja spons mandi itu, mama-ku sayang... jari-jari mama berpegangan erat pada lubang di dinding tempat sabun didepan mama. Mari nikmati gaya yang belum pernah mama rasakan dengan opa sekalipun...!", bisik Diro penuh nafsu serta mengambil kendali semua aksi mesra penuh gairah ini. Kejadian incest antara ibu kandung dan putera kandung, sudah dapat dipastikan... akan terpenuhi sebentar lagi...!

"Kenapa tidak mandi dulu sayang... dan kita melakukannya dengan leluasa diatas tempat tidur mama...", kata Daniati pasrah karena telah dirundung birahi dan mencoba membujuk anaknya. Hari ini adalah harinya bersama Darso, ayah kandung tercinta yang masih gagah saja. Mereka (ayah dan puteri) biasa melakukan hubungan incest / sedarah yang saling meredakan gejolak seks mereka bersama, biasa 3 atau 4 kali dalam seminggu, tetapi yang pasti selalu pada hari Sabtu dan Minggu yang tidak ada kegiatan kantor dan bisnis.

"Oh itu... jangan khawatir... juga akan kita lakukan bersama, setelah ini... lalu mandi, dan ditempat tidur mama...!".

"OMG! Mama lupa... bahwa mama sedang dicumbu oleh seorang remaja matang yang gagah, yang tentu saja... melimpah ruah energi dan stamina-nya... Janji lho... sama mama... ada waktu rehat sejenak diantara 'ronde-ronde'-nya... hi-hi-hi...", Daniati pun sadar pria usia berapa yang sedang dihadapinya...?!

"Mama-ku sayang... yang sangat menggairahkan... memangnya kita lagi bertanding tinju... apa?! He-he-he... OK Diro janji!", kata Diro mantap serta tangan-tangan kekarnya mulai meremas-remas buahdada kenyal dan montok milik mamanya... dari belakang. Sedangkan penis tegang bergerak maju-mundur diantara kedua paha ibunya yang mulus, dan... Diro mengupayakan palkon-nya menggesek-gesek mesra kelentit ibunya yang mulai bertambah keras karena sedang bernafsu!

<Seerrr...!> ada semprotan awal, cairan yang berfungsi sebagai pelicin yang melumasi pemukaan gua nikmat didalam vagina indah tapi klimis milik sang ibunda.

"Oh... Diro, anakku sayang... udah nggak pake lama lagi deh...! Kan ada ronde-ronde selanjutnya!", kata Daniati yang jadi gregetan... langsung memegang batang penis Diro yang sangat keras, dan mengarahkan palkon-nya melewati katupan labia majora vagina Daniati... dan tertahan di jalan masuk gua nikmat yang lumayan sempit bagi palkon Diro yang 'helm'-nya lumayan lebar. Tidak kurang akal, Daniati mendorong pinggul mulusnya kebelakang, dan...

<Bleeesss...!> Masuk sudah seluruh batang penis remaja Diro yang sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penis remaja matang ini. Terpenuhi sempurna peristiwa incest / sedarah antara ibu kandung dan putera tunggalnya yang remaja matang itu. Senggama mesra yang dipenuhi bara api gejolak gairahnya dan birahi yang bertubi-tubi melanda kedua insan ibu dan anak ini... hanya bisa dipadamkan dengan siraman klimaks mereka berdua... tidak memerlukan waktu lama untuk menunggunya... paling sekitar 7 menit saja... ibu dan anak mendapatkan masing-masing orgasme-nya, dan semakin indah saja dirasa karena datangnya pada saat yang bersamaan.

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>

<CROTTT...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

***

Setengah jam kemudian sang ibu dan putera tunggalnya yang telah berpakaian rapi, sambil bergandengan pinggang menuju meja makan kecil yang berada diruang dapur untuk menikmati sarapan dan masing-masing minum secangkir coklat asli, hasil dari kebun sendiri...

<cekleekkk!> suara anak kunci diputar pada pintu belakang ruang dapur

Ada sesosok kepala dari STW muncul melongok kedalam dapur. "Eehhh... maaf bu!", buru-buru kepala STW itu keluar dan menutup kembali pintu itu. Tak lama kemudian terdengar ketukan pelan pada pintu itu <tok-tok-tok...>, dan yang diluar menunggu jawaban dari dalam.

"Ya...! Masuk saja mbak Surti... silahkan", kata Daniati menjawab ketukan pelan pada pintu itu.

"Terimakasin bu Ati... selamat pagi bu... selamat pagi den...!", jawab mbak Surti yang telah masuk kedalam ruangan dapur itu sambil membawa sayur-mayur segar dan belanjaan lainnya untuk keperluan membuat masakan. Mbak Surti, STW yang berumur 40 tahun ini, bukanlah PRT tetapi karena pengalamannya yang telah lama menjadi jurumasak di restoran lumayan besar dikota besar terdekat. Dia kembali ke kampung halamannya didekat area perkebunan yang luas ini, karena diberitahu oleh tetangganya yang baik hati bahwa pak Darso, pemilik perkebunan ini sedang mencari jurumasak untuk dirumah beliau sendiri.

"Sekali lagi maaf bu... habis gorden-nya tertutup sih! Jadi tidak bisa mengintip siapa saja yang ada didalam dapur hi-hi-hi...", kata mbak Surti memberitahu alasannya atas kesembronoan kecilnya tadi.

"Emangnya mbak Surti suka mengintip ya... hi-hi-hi...!", kata Daniati bercanda.

"Nggaklah bu... awal mulanya sih hampir tidak pernah, malahan kalau... dintip sih sering banget deh... malah hampir setiap hari... lagi!", jawab mbak Surti sambil tersenyum.

"Dimana dan oleh siapa... mbak?", tanya Daniati ingin tahu dan... sembari menyentuhkan ujung jari-jari kakinya pada betis kiri Diro yang sedang asyik menikmati minuman coklat panasnya itu. Tahu betisnya disenggol, Diro menoleh ke wajah cantik sang ibunda sambil tersenyum saja.

"Setiap mandi... hampir selalu diintip! Siapa lagi kalau bukan sama orang dirumah sendiri. Itu lho... Sarto, anak mbak satu-satunya... umurnya baru juga 14 tahun, kok... doyan banget melihat tubuh telanjang wanita... nggak perduli tubuh telanjang ibu kandungnya sendiri juga dintip...! Ampun deh! Abisnya gimana lagi... seingat mbak dulu... pernah mendengar bahwa terlalu banyak minum atau makan coklat... bisa menyebabkan orang itu jadi... bergairah! Sedang si Sarto, anak tunggal mbak itu doyan banget sama yang berbau coklat... mau berupa minuman kek... apa berupa permen coklat... pokoknya semua makanan olahan dari coklat... dia suka... gitu lho bu!", kata mbak Surti menyelesaikan penjelasannya itu.

"Mbak... apa nggak memarahi anak mbak itu?", tanya Daniati tertarik jadinya. Diro yang diam-diam mendengarkan ikut-ikutan tertarik juga.

"Waktu pertama kali tahu lagi diintip sih... pengennya marah besar... tapi begitu sebelum marahnya keluar... melihat seluruh tubuh mbak masih utuh... hi-hi-hi... tidak ada yang bocel-bocel gitu... ya cuek aja deh. Daripada ribut-ribut tidak karuan, malah... tetangga semua bakal jadi tahu lagi... kan yang malu keluarga mbak sendiri... iya toh?!", kata mbak Surti santai tanpa terlihat kesal oleh kejadian itu.

"Wah... kasian dong si Sarto... bagaimana tuh melepaskan gairahnya gitu... he-he-he...!", Diro ikut-ikutan nimbrung dalam obrolan ringan orang dewasa ini.

"Nih begini caranya, tapi jangan marah ya den... habis mbak rada malu mengatakannya!". Dengan tenangnya mbak Surti mengambil sebuah mentimun besar dan lurus... dan segera melakukan gerak pantomim dengan telapak tangan yang kanan yang mencekal batang mentimun itu sambil bergerak-gerak turun-naik... turun-naik... layaknya seorang pria lagi melakukan onani!

"Hi-hi-hi... mbak! Sampai diperagakan begitu jelasnya lagi...! Hi-hi-hi...!", Daniati tertawa terpingkal-pingkal jadinya.

"Habis gimana lagi... daripada malu ngomongnya! Maafkan mbak ya den... begini deh kalau mbak sama ibu sih sudah seperti 2 orang yang senasib... sama-sama janda-nya gitu... hi-hi-hi...!", jawab mbak Surti sambil tertawa.

"Kok bisa tahu Sarto melakukan yang seperti diperagakan mbak tadi...?!", tanya Diro lagi masih penasaran rupanya.

"Ya gampang atuh... den! Mbak balik ngintip si Sarto lagi aja... gitu lho... hi-hi-hi...!", jawab mbak Surti santai saja sambil tertawa.

"Hi-hi-hi...! He-he-he...!", Daniati dan Diro serentak tertawa berbarengan dengan mbak Surti... jadi ramai suasana didalam dapur itu sekarang.

"Ah... udahan ah! Mbak jadi nggak masak-masak nih! Punten bu...! Punten den...!", mbak Surti segera berkiprah cepat layaknya seorang jurumasak yang profesional, bekerja serius tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya lagi...

***

Khawatir mengganggu kerja mbak Sutri, segera Daniati dan Diro 'angkat kaki' dari kawasan dapur ini, tidak lupa dengan rendah hati memberitahu 'sang penguasa' dapur terlebih dahulu.

"Maaf mbak... ibu bersama Diro mau duduk-duduk didepan saja...!", kata Daniati dengan ramah memberitahu mbak Sutri sang jurumasak.

"Mangga bu... mangga den... silahkan saja...!", jawab mbak Sutri dengan penuh hormat.

Diro sambil membawa 2 cangkir yang masih berisi setengah minuman coklat yang sedap dan masih panas itu, diikuti oleh Daniati, ibundanya Diro yang cantik yang tangan kirinya memegang baki tempat minuman dan ditangan kanan dengan jari-jari lentiknya memegang gagang teko stainless-steel yang berisi 3 per 4 minuman coklat panas. Mereka menuju sofa diruang tamu dengan sepanjang langkah mereka meninggalkan aroma coklat yang sedap...

Setelah menaruh cangkir-cangkir itu diatas daun meja tamu yang terbuat dari kaca bening yang tebal, didepan tempat duduk masing-masing pemiliknya. Dan Daniati pun sudah menaruh teko 'menindih' baki yang ditaruh diatas daun meja tamu itu.

Kemudian ibu dan anak itu duduk berdampingan ditengah sofa panjang itu. Sedang jam lonceng antik yang tinggi, berdiri diatas lantai keramik berwarna putih susu tanpa motif... yang berada didekat mereka... seakan sedang mengawasi kedua ibu-anak ini yang duduk dekat... sembari menggoyangkan bandulnya yang besar yang mengkilat keemasan dengan teratur... <tik-tak...!> <tik-tak...!> <tik-tak...!> <tik-tak...!> <tik-tak...!>

Seandainya saja jam lonceng antik itu bisa melihat... tentu akan heran jadinya...!

Berdua yang duduk dekat ditengah sofa panjang itu, kok... semakin rapat dan... bahkan tidak mungkin merapat lagi... karena sekarang berdua sudah lekat dengan rangkulan dan dekapan mesra dan... FK mesra yang kelihatannya kalem saja... ditautan dalamnya sedang terjadi pergumulan sengit bagaikan tanding 'smack-down'... masing-masing lidah saling membelit... berkelit... dengan sengit...! Kalau sudah begini keadaannya... sesuai dengan pengakuan Daniati tadi tentang pengaruh tubuhnya setelah mendapat FK mesra yang hot... Begitu ada kesempatan bisa berbicara...

"Sudah-sudah sayang... minta ampun deh...! Daripada nanti mambasahi... sofa, kita teruskan ditempat tidur mama saja... ooohh... nikmatnya! Untung kamu berkunjung kesini... kalau tidak! Hilang sudah jatah mama yang berharga...!", desah Daniata terang-terangan penuh gairah yang meletup-letup... tanpa tedeng aling-aling lagi...!

"Jatah apaan tuh ma...?", Diro bertanya sembari jari-jari tangan kanannya yang kekar sibuk meremas-remas buahdada kiri yang montok dan lumayan kenyal... rupanya tanpa pemberitahuan lebih dahulu... 'pertempuran' nikmat sudah disambung lagi... keadaan 'gencatan senjata'-nya sudah kadaluarsa rupanya.

"Yaaa... itu! Yang bisa menghilangkan mumet di kepala dengan sangat cepat... hi-hi-hi...!", kata Daniati mesra sambil berdiri merangkul mesra sang anak tunggal yang sudah remaja matang... ganteng... sangat maskulin sekali... mengajaknya menuju kamar tidurnya...

***

Begitu mereka berdua sudah berada didalam kamar tidur Daniati dan juga sudah menutup kembali pintu kamar dan menguncinya dari dalam.

Segera mereka masing-masing dengan sukarela melucuti pakaian mereka sendiri. Daniati telah melucuti 3 potong pakaiannya, yaitu gaun sutera yang tipis, BH tipis berukuran 36B dan... CD yang super tipis. Sama hal dengan Diro juga sudah tuntas bebas dari 'kurungan'-nya yang berupa T-shirt, jeans dan CD khusus cowok.

Sungguh suatu pemandangan yang lebih indah dan... lebih hot daripada... pemandangan yang biasa terlihat di resort kaum nudis yang... organ-organ vital-nya ybs pada 'memble' semuanya!

Coba tengok saja pemandangan dikamar tidur ini... sang remaja matang dengan tubuh kekar perkasa dan penisnya yang tegak kaku keatas dengan sudut dari perut datarnya 60 derajat! Sedang yang wanita... bak tubuh bidadari yang telanjang tanpa busana... indah jelita... payudara mulus, montok dan lumayan kenyal berukuran besar 36B yang serasi dengan tubuh semampainya yang ramping dengan 'topping' puting indah berwarna maroon muda.
Dan... vagina klimis (sengaja dicukur habis 'semak-belukar'-nya), yang didalamnya penuh dengan misteri!

Dengan sigap sungguh tak dinyana, Daniati melompat keatas tempat tidur dan mengambil posisi terlentang sambil mengangkang ditengah-tengah tempat tidur itu... bersiap-siaga menyambut tindihan sang cowok kekar yang tak lain tak bukan adalah... putera lelaki semata wayang yang ganteng dan... gasang!

Begitu tubuh kekar Diro yang telanjang menindih lembut tubuh mulus yang juga telanjang Daniati yang cantik dan jelita, segera Daniati mengunci pinggul dan bokong Diro yang kekar dengan kuncian kaki-kakinya yang mulus melingkar ke tubuh Diro... tidak mungkin dilepas karena kaki pada bagian tumit sampai ke jari-jari lentiknya bertaut dengan sangat kuat! Sedangkan tangan-tangan mulus Daniati melingkar kuat disekeliling tubuh bagian atas Diro dan... dikunci dengan tautan dari kesepuluh jari tangannya yang lentik!

Diro yang tahu telah diringkus tubuhnya tanpa daya segera mwncari akal, membujuk ibunya... pasti tidak mungkin, tapi... tidak rugi kan untuk mencobanya... membujuk ibunys ini.

"Mama-ku sayang yang jelita... tubuh mama seperti bidadari saja, elok dan...", belum juga selesai omong sudah diputus olhe Daniati.

"Stop! Pokoknya... tidak mempan! Kalau sudah begini rayuan gombalmu sudah tidak berlaku... Cuma ada satu cara untukmu sayang... yang tadi sebagai si 'penyerang gelap'... tidak sulit kok... hi-hi-hi... ayooo... ngaku kalah saja! Mudah kan?! Hi-hi-hi...".

"Oke... baik deh...! Tapi Diro mau memperbaiki posisi jari tangan kiri yang ketekuk nih... entar kecetit gimana?", kata Diro mengerinyitkan dahinya seakan sedang merasakan sakit.

"Ya sudah... benerin saja...!", kata Daniati sang 'peringkus' dengan singkat saja.

"Ya nggak bisa dong...! Kendorkan tangan kanan sedikit...", kata Diro coba menawar.

"Tidak bisa! Entar kamu menyerang dari 'perbukitan' mama yang kanan lagi... ugghhh... dasar akal bulus!", jawab Daniati tegas.

"Jangan takut ma... kalau Diro melanggar, mama boleh mempergunakan senjata andalan mama... capitan 2 jari mama yang ampuh itu... mama cuma meletakkan tangan kanan mama lurus menyamping kekanan cukup sedetik saja... jangan ditunda lama-lama ma... entar malah jari Diro jadi kecetit beneran lagi nih!", kata Diro sambil berusaha menambah jumlah kerutan di jidatnya.

"Oke kalau begitu permohonan dikabulkan!", kata Daniati tegas layaknya komandan perang pihak musuh. Rencana Daniati sederhana saja, yaitu melempar tangan kanannya menyamping dan segera ditarik kembali untuk menguncikannya lagi melingkar bagian tubuh Diro bagian atas, dia yakin bisa melakukan dalam waktu sedetik sementara Diro sibuk membenahi posisi jarinya. "Kalau begitu siap... pada hitungan ke-tiga waktu sedetik manfaatkan dengan baik! Satu...! Dua...! Tigaaa...!", Daniati mengucapkan aba-abanya.

Begitu tangan kanan kanan Daniati ditaruh diatas tempat tidur, lurus menyamping kekanan... dengan secepat kilat lidah Diro yang kesat langsung mendarat di ketiak kanan ibunya dan sibuk menjilat-jilat ketiak mulus dan klimis karena tidak luput dari perawatan kulit yang rutin dilakukan Daniati setiap harinya.

Terlonjat tubuh Daniati seketika yang baru pertama kalinya merasakan... sensasi geli yang tak tertahankan lagi... terlepas sudah seluruh kuncian-kuncian kuat pada tubuh Diro dan... terlontar seruan dari mulutnya yang seksi, "Aduh... apaan nih... udah-udah... sayang! Geli tahu! Hentikan dong...!". Diikuti dengan... <Seerrr...!> <Seerrr...!> tidak hanya 1 tapi 2 kali semprotan kecil yang langsung melumasi sempurna lorong gua nikmat didalam vagina Daniat yang mulus...

Kedua tangan Daniati sudah terbuka lebar manyamping... memberi keleluasaan penuh pada Diro untuk menggilir ketiak mulus Daniati yang sebelah kiri.

Daniati kebingungan sendiri... 'Wah kalau begini... sungguh gawat darurat berat nih! Hhhmmm... tidak ada jalan lain, kecuali...'. Dengan cepat kedua tangan Daniati turun kebawah... meraba-raba selangkangannya... ini dia! Ketemu...! Dengan mencekal kuat batang penis Diro yang ngaceng... super tegang! Mengarahkan palkon-nya langsung melewati cakupan labia majora, terus melesak masuk dengan bantuan pinggul mulusnya yang menekan keatas, sampai dimuka mulut gua nikmat, juga tidak berhenti terus... non-stop dengan dorongan kuat kedua pinggulnya keatas ditambah dengan tenaga yang kuat...

<Bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis Diro yang sangat tegang itu, dan Daniati menarik mundur pinggul dengan cepat, untuk... dihentakkan lagi keatas dengan kuat...!

Buyar sudah konsentrasi Diro pada apa yang sedang dilakukan saat ini! Pikirannya sepenuhnya tertuju penuh oleh nikmat cengkeraman kuat disekujur batang penisnya yang keras.

<Bleeesss...!> masuk kembali seluruh batang penis pak Damarto yang sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penis yang sekarang dilakukan oleh Diro sendiri.

"Oooh sayangku... Diro! Nikmat sekali... aaahhh...!", desah Daniati merasakan gumulan dan pompaan mantap dari penis keras anak kandungnya ini... nikmat, dan... cuma nikmat... yang dirasakan Daniati yang 'mumet'-nya terkikis habis bersih oleh persetubuhan sedarah yang penuh gairah... Daniati menyambut dengan sepenuh hati persetubuhan ini dan melayani dengan birahi yang berapi-api.

Diro tidak mau berkata-kata... sibuk berat dengan pompaan-pompaan penisnya perkasa penuh energi serta stamina yang prima... berusaha mengupayakan agar persetubuhan ini berlangsung lebih lama tanpa ada rehat yang menghentikan gerakan persetubuhan mereka untuk sementara.

Memasuki menit ke-sepuluh, Daniati tak tertahankan lagi, mulai mendesah dengan agak keras. "Aahhh... sayangku Diro...! Nikmat sekali... cuma rasa nikmat yang amat sangat kalau mama disetubuhi kamu... sayang... aaahhh... mama mau klimaks nih... ayoo sayang... mendingan kita klimaks barengan...!".

Mendengar desahan ibu kandungnya yang mengandung keseriusan tingkat tinggi, segera Diro tancap gas! Gelinjangan tubuh ibu dan anaknya ini sudah tidak beraturan tak karuan...! Tak perlu lama menunggu...

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>

<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

Terkapar tubuh keduanya hampir tak sadar... dirundung nikmatnya oleh orgasme ke-dua mereka pada hari ini... yang sangat sempurna... selalu datang pada saat bersamaan.

Hening sejenak... kira-kira untuk 60 detik waktu berlalu... bersamaan lenyapnya pengaruh orgasme yang penuh sensasi dan misteri itu, hilang... entah kemana... tapi meninggalkan setumpuk perasaan puas pada organ dalam tubuh mereka yang tak terlihat, hanya tercermin di wajah mereka yang semakin berseri-seri...

Diro segera menggulirkan tubuh telanjangnya disamping tubuh ibunda yang tersayang, dan... terlena bersama untuk beberapa menit lamanya...

<Teenggg...!> bunyi jam antik di ruang tamu bergema keseantero ruang didalam rumah kuno yang besar ini.

Menyadarkan mereka berdua... dan merasakan lapar pada perut mereka yang mulai berbunyi minta diisi, dan... tidak usah khawatir, pasti mbak Sutri sudah menghidangkan makan siang yang lezat telah siap tersaji rapi di meja besar... diruang makan.

***

Ketika setengah jam kemudian mereka duduk menikmati makan siang... memang pantas diakui kepiawaian sang jurumasak yang ahli mengolah makanan... sanggup 'menggoyang lidah' para penikmatnya.

Sedang mbak Sutri telah hilang entah kemana... mungkin sudah pulang kerumahnya... tidak melupakan kewajibannya sebagai orangtua tunggal bagi putera tunggal semata wayangnya, yang pasti telah pulang dari sekolah dengan perut yang keroncongan... jangan khawatir ibunda tercinta membawakan makan siang yang lezat untuk mereka santap bersama di siang hari ini...


Bagian 4 - Berpetualang Cinta Di RS

Pelaku peran: (dari awal cerita ini)

Darso (57) = duda, ayah Daniati, kakek Diro.
Danang (38) = mantan duda, sekarang suami Weni.
Daniati (37) = janda, ibu kandung Diro.
Weni (36) = mantan janda, sekarang isteri Danang.
Dini (18) = (pr), anak kandung Weni.
Diro (18) = (lk), anak kandung Danang & Daniati.


Pelaku peran tambahan: (dimulai dari Bagian 4 cerita ini)

Widya (38) = janda, suster senior.
Renita (18) = puteri sulung Widya.
Dwi Ayumi (15) = puteri kedua Widya.
Triastuti (12) = puteri bungsu Widya.

***

Sekarang hari Senin, didaerah perbukitan lahan pertanian yang sangat luas milik pak Darso, kakeknya Diro. Arloji di pergelangan tangan sebelah kiri Diro yang kekar, menunjukkan pukul 5:30... masih pagi namun hari sudah cerah di dataran perbukitan yang tinggi ini, sinar mentari pagi dari ufuk timur menyinari alam sekitarnya dengan cahaya emas kejinggaan diiringi hembusan silir angin pagi yang sejuk.

Kemarin, sekitar jam 18:00 di sore hari menjelang datangnya malam... pak Darso (kakeknya Diro) sudah kembali dirumahnya setelah perjalanan singkatnya ke Bali yang cuma 2 hari.

Sebelum tidur malam Diro telah berpamitan dengan pak Darso, kakeknya dan Daniati, ibunda Diro yang dikasihi sepenuh hatinya itu dengan berkata bahwa dia tidak menunggu kakek atau ibunya bangun dari tidurnya pada keesokan pagi... melainkan dia akan langsung berangkat menuju kampusnya.

Dengan mengendarai mobil ABG-nya '*and*over', Diro hampir sampai mendekati pintu gerbang utama masuk / keluar yang berpalang dari perkebunan.

Begitu mau melewati gerbang utama yang palangnya sudah terangkat keatas, seorang petugas keamanan perkebunan telah menyambutnya dengan sikap berdiri tegak dan memberikan hormat layaknya yang dilakukan seorang prajurit tentara.

"Mariii... pak!", sapa Diro pada petugas jaga itu.

"Siaaap...! Hati-hati di jalan oom...!", tegur petugas paruh baya itu dengan ramah dan bersahabat. Yang tidak diketahui Diro tentang petugas keamanan lahan pertanian ini adalah... beliau bernama Sutarman, pensiunan pasukan komando dari salah satu angkatan. Dia adalah kepala keamanan untuk seluruh area lahan pertanian milik pak Darso, dan... menjadi 'tangan kanan' pak Darso di bidang keamanan. Kebetulan saja dia berjaga di gerbang utama ini, menunggu petugas jaga yang sebenarnya, yang kemarin malam minta ijin karena akan terlambat datang untuk berjaga pagi ini karena ada sesuatu urusan penting dalam keluarganya yang harus diselesaikan.

Pak Sutarman, orangnya ramah dan santun sekali, dia sangat menyukai pekerjaannya ini. Area yang menjadi tanggung-jawabnya... relatif cukup aman, tanpa sesuatu hal yang sangat menguatirkannya. Paling-paling kejadian 3 hari yang lalu dan ini pun baru pertama terjadi setelah bertahun-tahun dia bekerja disini. Hari itu regu keamanan lahan pertanian telah meringkus 2 orang pemuda penggangguran yang sedang asyik memanen buah coklat
dengan santainya. Keduanya dibawa dan dihadapkan pada kepala keamanan yang tak lain tak bukan adalah pak Sutarman ini. Dengan ramah dan santun menanyai kedua pemuda bersalah ini, sembari... tidak lupa 'mengelus-ngelus' dengan lembut kepala mereka yang gondrong itu sampai... sedikit 'benjut' jadinya!

Ini adalah karir tertinggi yang telah dicapai oleh pak Sutarman dalam mengisi hari-hari pensiunnya. Bagaimana dia tidak merasa sangat bersyukur jadinya... rumah kediamannya tidak jauh dari kawasan pertanian milik pak Darso ini. Beruntung dia tidak mengikuti jejak teman-temannya yang satu korps dengannya... menjadi satpam plus (karena mantan tentara) yang bekerja pada perusahaan-perusahaan besar yang kebanyakan para pemiliknya sibuk berpolitik ketimbang mengurusi kepentingan harkat hidup para karyawannya.

Baru juga berjalan melewati sekitar 20 meteran, RBT getar BB Diro berbunyi. Segera dia membuka sambungan telekomunikasi cellular itu.

Pak Sutarman yang melihat mobil yang dikendarai Diro berhenti di pinggir jalan sebelah kiri... segera beliau berlari dengan gagah mendekati mobil Diro dan menyapa dengan hormat.

"Siaaap...! Ada yang saya bisa bantu oom?", tanya pak Sutarman dengan hormat.

"Ooh... terimakasih pak! Saya baru saja mendapat telepon dari teman kampus saya... supaya aman dan nyaman... saya menghentikan dulu mobil ini dahulu... untuk melayani telepon ini pak, begitu lho...", jawab Diro kagum akan kesigapan pria paruh-baya ini dalam menjalankan tugasnya.

"Ooh.. begitu toh oom... kirain sih ada suatu masalah. Siaaap...! Kembali ke tempat!", segera pak Sutarman pamitan ala militernya, berlari dengan gagah kembali ke gardu gerbang utama.

Rupanya, Weni, ibu tirinya berhasil juga menghubungi BB milik Diro dan berbicara dengan nada cemas, bahwa Dini, anak kandung Weni telah berada di RS *****, karena malam Minggu (kemarin malam) dengan ambulans telah dibawa ke RS itu dan langsung dirawat di UGD (Unit Gawat Darurat). Baru tadi pagi (sebelum Weni berhasil menghubungi BB milik Diro) diberitahu oleh pihak RS, bahwa Dini telah dipindahkan ke kamar spesial VIP karena telah melewati pemeriksaan dengan teliti saat dirawat di ruang UGD dan tidak diketemukan hal-hal yang sangat menguatirkan menyangkut dengan kesehatan Dini secara keseluruhan.

Mendengar pemberitahuan dari Weni, ibu tirinya, Diro berniat langsung menuju ke RS saja untuk membezuk Dini, adik tirinya yang sedang dirawat disana.

***

Diro telah sampai di RS ***** itu, dan dengan diantar oleh seorang suster senior yang belakangan Diro mengetahui bahwa suster senior yang hampir seumuran dengan ibu kandungnya (menurut perkiraannya), bernama Widya... yang namanya bakalan susah dilupakan oleh Diro, karena... wajahnya yang putih bersih dan cantik, ditambah dengan perawakannya yang... oke punya!

Sampai didalam kamar rawat spesial VIP, terlihat tubuh Dini, adik tirinya yang diselimuti sedang tertidur terlentang diatas pembaringan untuk pasien RS yang dirawat dikamar.

Dengan berbisik pelan, Widya, sang suster senior berkata, "Tidak usah khawatir, adiknya sudah melewati masih kritis dan tidak ada yang perlu dikhawatir lagi, dia tertidur dibawah pengaruh obat tidur yang diberi oleh team dokter tadi. Dan saya akan selalu datang memantaunya, karena kamar ini dibawah pengawasan dan dalam tanggung-jawab saya... sebentar ya... saya akan pergi mengontrol pasien lainnya yang dibawah pengawasan saya...", Widya kemudian dengan cepat berlalu dari kamar itu.

Dengan menaruh kursi disamping sisi kanan pembaringan, Diro duduk berdiam diri sembari memandangi wajah cantik Dini yang tertidur tenang dan bernapas dengan teratur. Pikir Diro dalam hati, 'Di negeri antah berantah dimana gerangan, Dini berada saat ini...?'. Ditaruhnya dagu maskulin-nya di pinggiran tempat pembaringan itu... berdiam diri terpekur hampir 10 menitan pada posisi itu, malah... menyebabkan dia kebablasan jatuh tertidur jadinya.

Tak lama kemudian suster senior Widya datang kembali kekamar itu. Dia terheran-heran melihat Diro malah ikut-ikutan tertidur jadinya. Tak sampai hati dia membangunkan pemuda gagah ini. Sambil menaruh kursi pada sisi kiri pembaringan, suster senior Widya duduk, malah dia sekarang tengan asyik memandangi wajah ganteng yang maskulin yang sedang tertidur itu. Dia melihat arloji wanita-nya yang melingkari di pergelangan tangan kanannya yang mulus itu dan bermaksud akan membangunkan Diro 5 menit lagi, sebab kalau tertidur terlalu lama dengan posisi kepala tertekuk itu, bisa menyebabkan pemuda ganteng ini akan merasakan sakit ketika nanti tersadar dari tidurnya ini. Percuma saja pemuda ini menunggu adiknya ini... sampai bangun dengan sendirinya... itu memerlukan waktu beberapa jam lagi!

Kembali Widya memandangi tubuh dan wajah Diro, tiba-tiba... <seerrr...!> ada semprotan kecil yang keluar, karena... pintu gairahnya tanpa disadarinya telah terbuka dengan sendirinya... itulah sebagai jalan keluarnya cairan pelicin dalam lorong vagina-nya yang tidak pernah kedatangan 'tamu' semenjak meninggalnya suaminya 5 tahun yang lalu.

Widya bertemu dengan calon suaminya ketika dia, dikala itu berumur 19 tahun, gadis muda yang cantik dan telah lulus dengan baik dari Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan dan mencoba memulai debut karirnya sebagai suster perawat RS ini. Sedang calon suaminya dikala itu telah berusia 49 tahun... dengan selisih usia yang sangat jauh yaitu 30 tahun! Seorang pria yang telah lama menduda, karena telah ditinggal selama 5 tahun (saat itu) karena suatu kecelakaan maut yang menimpa isteri pertamanya itu.

Siapa yang mau usilan menentang perkawinan itu? Suatu pernikahan dengan mempelainya ada perbedaan umur dengan selisih 30 tahun! Memang dasar jodoh saja lah yang mempertemukan mereka, seorang suster muda belia yang cantik dengan seorang dokter senior yang mempunyai kedudukan sebagai wakil presiden direktur RS ini.

Saat suami Widya tutup usia pada umur 68 tahun karena suatu penyakit yang dideritanya, mereka telah memiliki 3 orang puteri yang semuanya wajahnya mengikuti kecantikan Widya. Dan saat itu Widya telah bekerja lagi 3 tahun lamanya di RS ini.

Sekarang janda cantik ini, memiliki 3 orang puteri jelita, yaitu: Renita (18), Dwi Ayumi (15) dan Triastuti (12).

Demikianlah, para dokter senior di rumahsakit ini selalu menaruh penuh hormat pada wanita janda yang terlihat wajahnya masih cerah dan cantik saja, kalau tidak... mana mungkin dilamar dan dinikahi sampai mempunyai 3 orang dara yang manis dan cantik semuanya, maklum saja... sang suami yang gagah dan tampan adalah seorang dokter senior yang mempunyai jabatan tinggi dalam struktur managerial RS ini, sebagai Wakil Presiden Direktur dan yang mempunyai 20% kepemilikan atas asset RS ini secara keseluruhannya.

Seluruh dokter-dokter muda yang lama maupun yang baru masuk... tidak luput dari peringatan dari dokter senior yang jadi pejabat RS saat ini... agar jangan 'macam-macam' dengan suster senior yang janda tapi cantik jelita ini. Kalau dengan suster lainnya... terserah, dan jangan 'takut' kalau ketahuan affair ini... pasti akan dipecat dengan tidak hormat, ya... begitulah memang peraturan ketat yang berlaku di RS modern ini... harap maklum saja...!

Entah kenapa atau karena sesuatu hal, Diro mendusin bangun dari tidurnya. Dilihatnya suster senior Widya tengah asyik memandanginya. "Maaf sus... saya tertidur... mungkin kelelahan sehabis menyetir mobil dari luar kota...", Diro meminta maaf sambil mengemukakan alasannya tanpa diminta.

"Bagus dik... telah bangun dengan sendirinya... kalau tidak... banyak air dingin disini! Hi-hi-hi...", Widya tertawa lepas sambil bercanda dengan ramah.

Jadilah mereka terlibat percakapan yang cukup mengasyikkan diantara mereka berdua. Dari hasil percakapan yang ramah itu, barulah Diro mengetahui bahwa puteri sulung Widya, Renita yang seumuran dengannya (18 tahun) adalah teman kampus satu universitas tapi berbeda jurusan. Diro di jurusan Komputerisasi Industri, sedangkan Denita di jurusan Managemen Informatika.

Setelah diberitahu bahwa Diro tidak usah menunggu adik tirinya yang sedang dirawat ini... karena Dini baru siuman beberapa jam lagi akibat pengaruh obat tidurnya itu. Dan Widya menawarkan tempat untuk Diro melanjutkan tidurnya yang kurang nyaman tadi.

Herannya Diro menerima saja tawaran ini... malah dengan bersuka hati. 'Apa salahnya aku menerima tawaran baik ini, lagipula kan datangnya dari ibu dari cewek sekampusnya, walau aku belum mengenalnya, lagipula aku lagi pegal memegang setir mobil itu'.

"Dengan satu syarat... panggil aku dengan sebutan mbak... begitu kita sudah keluar dari kamar ini!", kata Widya menjelaskan pada Diro. Dalam pikiran Widya adalah janggal rasanya kalau dia mengakui Diro sebagai kerabatnya pada kolega sesama suster perawat lainnya, sementara Diro masih tetap memanggilnya dengan sebutan 'sus' atau 'suster'.

Berdua keluar dari kamar itu, Widya memberitahukan kolega sesama suster dengan mengatakan bahwa dia ingin mengantarkan Diro, 'keponakan' yang kelelahan sehabis perjalanan dari luar kota dan ingin beristirahat di paviliun-nya yang letaknya di sisi timur RS ini, yang dulunya adalah tempat suaminya dulu melepaskan penatnya ketimbang harus pulang dulu kerumahnya hanya untuk rehat sejenak. Memiliki paviliun untuk beristirahat sejenak adalah hak istimewa bagi pejabat setingkat wakil presiden direktur RS dan tidak ada satu pun dari pejabat RS yang aktif sekarang untuk mempermasalahkannya, apalagi mengingat dengan kepemilikan 20% atas semua asset RS, sekarang paviliun itu dibawah kepemilikan Widya sebagai janda-nya.

Tidak memerlukan waktu lama, sampailah mereka di paviliun itu yang terletak dibalik kerindangan aneka ragam pepohonan yang rimbun. Widya membuka pintu depan-nya dan mempersilahkan Diro masuk kedalam. Suasana didalam paviliun ini sangat bersih dan ber-AC, layaknya ruang rawat-inap bagi pasien tertentu yang diistimewakan. Heran dan kagum Diro melihat semuanya itu.

Tahu akan keheranan Diro ini, kemudian Widya berbicara dan menceritakan segala sesuatunya dengan sejelasnya dan panjang lebar, termasuk tentang hal-ikhwal keberadaan paviliun ini. Semakin hormat dan kagum saja Diro pada suster senior ini. Widya membuka kamar tidur satu-satunya dalam paviliun ini, ada sebuah spring bed lumayan besar berukuran king size dan ada kamar mandi berikut toiletnya didalam kamar tidur ini.

Memang keseluruhan paviliun ini, terdiri dari ruang duduk yang lumayan besar dan satu kamar tidur yang komplit dengan kamar mandi dan toilet didalamnya, dan ditambah dengan kulkas dan coffee / tea maker dan sebuah lemari kecil yang digantung di dinding, yang berisi cangkir dan bahan-bahan untuk membuat minuman ringan lainnya. Sedang di ruang duduk ada seperangkat meubel kursi duduk, lengkap dengan sebuah sofa yang lumayan besar.

Widya mempersilahkan Diro untuk beristirahat diatas tempat tidur.

"Sebaiknya aku tiduran diatas sofa ini saja... mbak!", kata Diro pelan saja. Yang langsung ditolak mentah-mentah permintaan Diro ini, yang dianggap Widya sedikit ngawur itu.

"Paviliun ini diperuntukkan untuk seseorang yang lelah dan ingin memulihkan tubuhnya dengan nyaman untuk mendapatkan kembali staminanya, dan bukan... untuk bercamping-ria dengan tidur diatas sofa! OK dik? Bisa dimaklumi... bukan? Hi-hi-hi... mbak sebentar lagi akan mengontrol pasien-pasien terakhir kalinya untuk hari ini yang selanjutnya akan diteruskan oleh team shift berikutnya, ya... kurang lebih sekitar setengah jam-an. Waktu yang cukup untuk dik Diro untuk memulihkan stamina kembali atau... masih kurang apa? Mungkin begadang ya tadi...? Hi-hi-hi... biasa, namanya orang muda jaman sekarang... hi-hi-hi...!", belum juga sempat Diro memberi komentarnya, Widya berlalu keluar dari dari dalam paviliun itu dengan tak lupa sebelumnya meninggalkan anak kunci pintu tergantung bebas ditempatnya dalam ruang duduk itu.

Dengan perasaan rada sungkan, Diro membaringkan tubuhnya ditas spring bed yang yang bebantal sangat empuk. Akhirnya karena rasa lelahnya, Diro tertidur kembali dengan pulas...

***

Sayup-sayup terdengar langkah kaki masuk kedalam kamar tidur itu, yang menyebabkan Diro terjaga dari tidurnya yang lumayan pulas dan cukup lama. Tapi Diro tidak segera bangun dan membuka matanya, tapi dengan memicingkan matanya sedikit terbuka ingin melihat siapa orang yang baru datang itu, yang ternyata... suster senior Widya... yang dengan tenangnya tanpa curiga sedikit pun, ingin bersalin pakaian dengan baju biasa yang dikenakan saat dia pagi tadi masuk ke RS, untuk memulai tugas rutin pada RS ini

Dengan tenangnya Widya membukai pakaian seragam dinas kerjanya, satu persatu didepan... Diro yang tengah berbaring miring menghadap tubuhnya bagian belakangnya. Saat Widya ingin melepas potongan terakhir dari pakaiannya, yaitu CD tipis-nya, sempat Widya melirikkan mata jeli-nya yang indah pada cermin meja rias yang berada didepannya dan menghadap pada tempat tidur. 'Wah... dasar remaja matang yang punya insting tajam adanya tubuh wanita telanjang didekatnya...!', dilihatnya Diro penuh antusias memandangi tubuh telanjangnya dari belakang.

Segera Widya menyalakan satu lampu lagi biar kamr tidur bertambah terang, sambil berkata, "Asyik...! Jelas kan sekarang melihat tubuh telanjang mbak", kata Widya menyindir Diro yang sekarang tengah tersenyum malu... segera saja Widya meloloskan CD tipis lewat kaki-kaki mulusnya... komplit sudah... Widya kini bertelanjang bulat tapi masih membelakangi Diro yang masih memandang tubuh indah bagian belakangnya... biar dengan persaan malu, tetapi matanya melotot menatap nanar pada tubuh wanita telanjang yang berdiri membelakangi didepannya saat ini. Kata Widya selanjutnya yang mengoda Diro yang masih saja melanjutkan aksi nakalnya itu.

"Kalau dengan angka 1 sampai 10... berapa ponten untuk tubuh mbak menurut penilaiamu... dik Diro...?! Hi-hi-hi...! 4 ya?!", tanya Widya dengan nada menuntut jawaban dari Diro yang genit ini.

Mau tidak mau, karena tertangkap basah serta dituntut jawabannya itu. Kepalang tanggung deh, dijawab dengan mantap. "Enam... mbak!", jawab Diro singkat saja.

"Emangnya memberikan nilai 6, alasannya apa... hayooo...!", tanya Widya lagi.

"Nilainya masih agak subyektif mbak! Kan... baru tubuh bagian belakangnya saja yang terlihat...!', Diro mulai berani mengungkapkan fakta karena telah dikasih peluang untuk itu.

"OK... deh! Bilang aja pengen melihat tubuh telanjang mbak seutuhnya...! Sekarang berapa ponten-nya...?!", tanya Widya yang sekarang telah berdiri menghadap Diro dengan bertelanjang bulat... bukan main indahnya, yang seketika menggoda dan menggelitik hebat gelora gairah bagi siapa saja yang diberi kesempatan melihat tuhuh indah, cantik jelita ini... putih mulus dan halus sekali kulitnya. (NB: ponten = angka penilaian)

Payudara yang penuh berisi, besar montok berukuran BH 38B. Diro memandang tajam payudara indah milik suster senior Widya yang lagi berdiri tegak dan bertelanjang bulat. Pasti bobot payudara itu lumayan berat, tapi... gayutan amat sedikit hampir-hampir tak terlihat. Munkin orang-orang takkan percaya bahwa tubuh telanjang cantik jelita ini ini telah memiliki 3 dara yang cantik-cantik semuanya... bahkan puteri sulung seumuran dengan Diro.

Gelagapan jadinya Diro menatap tubuh telanjang bulat didepannya... terpesona oleh segala kecantikan dan sangat berpengaruh hebat pada tingkat libido-nya saat ini.

Widya membiarkan momen yang penuh kejut, pesona dan birahi ini untuk beberapa saat lagi... Setelah dirasa waktu yang dibiarkan berlalu... dirasakan cukup, Widya menuntut kembali ponten untuk tubuh telanjang bulat ini.

Tersadar Diro dari terpaan gelombang gairah yang dipancarkan oleh tubuh indah didepannya, Diro menjawabnya dengan spontan!

"Tujuh... mbak...!", kata Diro singkat saja karena tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata yang lebih panjang lagi.

"Alasannya apa sayang...?!", tanja Widya yang sekarang sedang dirundung sangat hebat oleh gejolak gairah dan birahi yang sangat besar, yang... setelah menunggu selama 5 tahun tanpa henti barulah sekarang... rasa itu datang mengunjungi dengan sukarela... <seerrr...!> inilah adalah semprotan kecil yang kedua setelah semprotan kecil pertama yang terjadi dikamar pasien tadi... dimana Dini tertidur dalam pengaruh obat tidur yang diberikan oleh team dokter yang handal tadi pagi.

"Kan Diro belum... mencicipinya...!", jawab Diro sangat berhati-hati.

"Rupanya kamu ingin mencobai mbak ya...!", jawab Widya gregetan penuh nafsu. "OK... simpan dahulu penilaian akhirmu, setelah... aksi bersama kita... tuntas diselesaikan!".

Segera Widya mendekat dan melancarkan ciuman dan FK yang menggebu-gebu... penuh nafsu. Berkutatan seru kedua lidah mereka, membelit sambil berkelit dengan amat sengit!

Setelah FK yang mereka lakukan dirasakan cukup, dengan cekatan penuh birahi tinggi yang nyaris tak terkendali... langsung membuka jeans berikut CD milik Diro yang masih terlentang pasrah. Dengan suara agak serak gara-gara FK hebat tadi Widya memberitahu Diro.

"Copot T shirt-mu, cepat sayang...! Biar... kita seimbang jadinya... hi-hi-hi... sama-sama telanjang bulat gitu...! Hi-hi-hi...".

Dengan kesigapannya yang mencengangkan Diro yang dengan serius mengikuti gerak-gerik Widya yang sedang dirundung kecamuk gelora nafsu yang ingin segera dipuaskan... Widya berjongkok diatas penis tegang milik Diro, diarahkan palkon-nya dan diarahkan dengan melewati katupan labia majora yang terkuak oleh terjangan lembut batang penis keras itu dan terhenti menutupi mulut gua nikmat dalam vagina Widya yang telah menanggung dahaga seksual selama 5 tahun tanpa henti... disertai dorongan pinggul penuh dan mulusnya kebawah... <bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis keras milik remaja matang Diro. Keluar-masuk... keluar-masuk... semua pompaan nikmat ini diatur oleh gerakan naik-turun pinggul mulus Widya, dengan gaya WOT, yang... sepenuhnya dikendalikan oleh Widya yang penuh semangat yang menggebu-gebu ingin mendapatkan orgasme-nya dengan segera... yang sangat didambakannya selama 5 tahun terakhir ini.

Diro hanya bisa meremas-remas kedua buahdada montok yang masih kenyal saja dan amat indah ini... tidak lupa diselingin dengan plintiran hasil kerjasama 2 jarinya yang nakal, telunjuk dan ibujarinya yang sangat kompak melakukan aksinya pada puting kiri dan dan kanan puting mungil dan indah yang terasa mulai mengeras...

Justru ulah nakal jari-jari kedua tangan Diro yang rada kesat dan kekar, menyebabkan gerakan otot-otot seluruh dinding lorong dari gua nikmat dalam vagina legit Widya seperti 'dipaksa' mencengkeram lebih erat dan kencang sekali, bahkan... sekarang bagaikan sedang mengemut-emut seluruh pemukaan batang penis Diro yang sangat keras itu. Tanpa disengaja terlontar seruan penuh rasa nikmat dari mulut Diro. "Oh... mbak-ku sayang! Ini baru pertama kali Diro merasakan jepitan vagina yang bisa begitu nikmatnya. Haajooo mbak! Nggak pake lama lagi... ngenjot yang kencang... lebih sepat lagi...! Biar kita klimaks bareng-bareng... akan semakin nikmat jadinya... oohh... mau muncrat nih...!", seru Diro sudah tidak tahan ingin segera klimaks.

"Iya Diro sayang...! Oooh nikmatnya...! Kita akan sa...", tak sanggup sudah Widya menuntaskan perkataannya...

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>.

<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

Pasangan seks tua-muda ini, kelihatannya sangat serasi sekali, dan... mendapatkan masing-masing orgasme-nya secara bersamaan serta dengan cara yang... sangat sempurna sekali...!

Terhempas tubuh telanjang yang jelita Widya, menindih tubuh telanjang sang remaja matang... bagaikan tak bertenaga.

Keduanya berdiam diri sejenak sampai rasa nikmat orgasme itu menghilang dengan sendirinya... entah kemana, tetapi kepuasan bersenggama itu akan bertahan relatif lama, bisa berjam-jam, bahkan bisa berhari-hari, sampai yang bersangkutan terpengaruh keinginan untuk ngeseks kembali... baik secara sadar ataupun tak tak sadar karena pengaruh dari panca indera ybs sendiri. (misalnya lewat indera penglihatan: filem bokep, bacaan dewasa atau lewat mulut misalnya pil perangsang atau rangsangan langsung pada organ-organ tubuh yang sensitif, dsb).

Sambil menggulirkan tubuh cukup sintal, Widya berbaring terlentang disamping kekasih remajanya dan berbisik, "Belum ketahuan ya ponten-nya?".

"Belum...!", jawab Diro singkat mengikuti keinginan Widya itu akan ponten-nya. "Tadi adalah gaya WOT... mbak, yang berperan aktif 95% adalah sang cewek. Sedang gaya MOT yang klasik wajib dilakukan agar dapat kesimpulah yang obyektif, he-he-he...!".

"Emangnya kamu masih kuat dengan gaya yang lain..?", kata Widya dengan mimik tak begitu yakin. Untuk membuktikannya, tangannya yang halus serta jari-jarinya yang lentik memegang penis yang masih tegang tapi tidak terlalu kaku dan keras seperti sebelum mendapatkan orgasme-nya. "Penismu ini, meskipun masih besar tapi sudah melunak... sayang...?!".

"Gampang! Tidak usah dikhawatirkan mbak... elusan tangan mbak yang lembut ini juga bisa membuat penis-ku tegang kembali, tetapi... tergantung kepiawaian jari-jari tangan ceweknya atau...".

Perkataan Diro langsung dipotong karena Widya ingin tahu apa yang dimaksudkan kekasih remajanya ini. "Contohnya seperti apa... ayoo...?!".

"Oral-sex...!", jawab Diro singkat dengan santai.

"Kamu menyepelekan mbak ya... sayang! Apa kamu lupa? Mbak adalah seorang suster senior lho... hi-hi-hi... sembarangan!", jawab Widya dengan dongkol.

"Buktikan saja...! Action now, talking then!", kata Diro sambil menantang mesra sang kekasih yang suster itu.

Buru-buru Widya duduk diatas tempat tidur dan segera mendekati penis Diro yang masih tergeletak lemas.

"Akan mbak buat penismu muncrat berkali-kali dalam mulut mbak", kata Widya dengan kesal tapi mesra gitu.

"Eh-eh... jangan mbak... itu sih buat besok-besok saja... kan kita mau nge-MOT...", kata Diro yang langsung dipotong oleh Widya.

"Iya bener... mbak mau ngemut penis-mu biar... tahu rasa!", kata Widya masih kesal tapi mesra.

"Katanya mau di-ponten...! Harus melalui gaya MOT dulu dong...!", bujuk Diro sambil merayu kekasihnya ini.

"Oohh... begitu toh? OK deh... dispensasi untuk hari ini saja, tapi besok-besok... tiada MOT bagimu... Sayang! Hi-hi-hi...", jawab Widya terus menggoda kekasih muda-nya ini.

Dimulailah oral-seks itu... Widya memang asli ahli-nya. Belum juga sampai 5 menit dengan emutan mulutnya dahsyat, membuat batang penis Diro menjadi sangat tegang... bahkan lebih panjang sedikit dari saat ML pertama tadi. Widya berhasil mengundang aliran darah dalam tubuh Diro lebih banyak lagi memenuhi dan mengisi batang penis Diro yang sekarang menjadi tegang dan memanjang.

"Nah... terbukti kan...! Hi-hi-hi... ayo cepat nge-MOT sama tubuh mbak... nggak pake lama deh, hi-hi-hi...!", kata Widya rada pongah tapi mesra.

Segera mereka berganti posisi, Widya yang berbaring terlentang dengan mengangkangkan paha mulusnya lebar-lebar.

Diro bukannya langsung menindih tubuh telanjang Widya, malah ngedeprok didepan vagina yang klimis, karena bulu pubis-nya talah dicukur habis dan langsung melancarkan oral-sex balasan. Tindakan Diro ini mengundang protes keras dari Widya.

"Eh-eh... sayangku bukan itu! Hayooo... eem-oou-tee! MOT-MOT...!", kata Widya sambil bergelinjang pinggul geli-nikmat campur-aduk jadi satu. "Udah-udah-udah... kenapa...! Aduuhhh... nikmatnya... ooh-ooh-ooh... benar-bener nikmat... sebodoh aaah...! Pokoknya mbak terima enak aja deh... terserah deh mau diapain...!Oohhh...!", <seerrr...!> "Cepetin sayang... emutannya... mau klimaks nih...!", kata Widya sambil kepala dan pinggul mulus bergoyang-goyang tak beraturan.

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> beres sudah Widya mendapatkan orgasme-nya lebih dahsyat dari yang pertama!

Tapi belum beres untuk Diro sang remaja yang perkasa, dengan sigap menindih tubuh telanjang bulat Widya, dengan dibantu dengan tangan kanannya, memegang batang penisnya yang keras dan mengarahkan palkon-nya pada mulut depan pintu masuk gua nikmat dalam vagina legit Widya yang klimis serta dibantu dengan dorongan sedikit pinggul remajanya kebawah, dan...

<Bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis remaja Diro yang sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penis gagah dari pinggul remaja perkasa ini. Tak terkira rasa nikmat yang dirasakan oleh Widya... terbayar sudah masa penantiannya selama 5 tahun... sudah!

Pompaan-pompaan nikmat berlangsung lumayan lama... mendekati menit keduabelas... gerakan tubuh mereka sudah tak terkendali lagi, dan...

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>.

<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

Mereka mendapatkan orgasme berbarengan lagi, bak pasangan nge-seks yang benar-benar sudah 'chemistry' sekali menurut istilah kata orang-orang politisi disana...

Buru-buru Diro mengulirkan tubuh telanjangnya dan berbaring paralel terlentang berdampingan.

Kali ini rasa nikmat orgasme itu menghilang agak lama sedikit... tapi yang pasti akan tuntas menghilang juga dengan sendirinya meninggalkan rasa puas yang telah membukit.

Sempat-sempatnya Widya bertanya, "Berapa sayang... ponten-nya...?", (zzz...) (zzz...) (zzz...) alam sadarnya sudah melalang-buana dinegeri dimanakah itu...? Orang-orang hanya tahu nama julukannya... 'negeri antah berantah' yang sunyi tapi penuh kedamaian.

Diro menyusul kemudian, tapi masih sempat juga menyawab pertanyaan Widya tentang ponten yang didapatnya... "Tak berhingga...".


Bagian 5 - Konflik Yang Memutus Ikatan Batin

Arloji yang melingkari pergelangan tangan Diro yang kekar, menunjukkan waktu pukul 17:30 di sore masih hari Senin ini, yang masih terang saja. Diro telah berada didalam kamar dimana Dini (adik tiri Diro) dirawat. Diro telah mengetahui bahwa 'kekasih baru'-nya alias suster senior Widya mengikutinya dari belakang seakan tanpa diketahui Diro, dan sekarang berbaur dengan dengan 2 orang suster jaga yang bertugas dikamar itu. Widya yang telah berpakaian biasa, layaknya seorang pengunjung bezuk saja. Kedua suster itu mengetahui keberadaannya dan membiarkan segala tindak-tanduk yang dilakukan atasannya ini yang dianggap mereka tengah berkunjung secara 'in cognito'.

Sedang Weni (ibu tirinya Diro) tengah serius berbincang dengan Dini, anak kandungnya yang tengah berbaring... lemas yang bukan disebabkan oleh penyakitnya justru oleh pemberian obat tidur oleh team dokter yang 'canggih-canggih' dan handal saat di UGD tadi pagi. Sedang Diro berdiri agak jauh dari ibu-anak yang tengah asyik berbincang, dia telah mengetahui bahwa dibelakang dirinya... ada Widya yang berdiri, kemudian membelakangi diri Diro, ketika tahu 'kekasih remaja'-nya datang mendekat karena menyisih menjauhi pembaringan tempat pasien tidur. Diro yang mengetahui keberadaan Widya didekatnya, mengikuti saja keinginan 'kekasih'-nya itu dengan berpura-pura tidak mengetahui keberadaannya.

Cukup banyak orang berkunjung yang datang untuk membezuk rekan mereka yang tengah terbaring lemas ini. Tak lama kemudian datang memasuki kamar ini, seorang pria setengah baya yang berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi paling sekitar 165 cm, berumur 38 tahun dan dengan perut yang tidak terlalu sedang alias agak buncit sedikit... dia adalah Danang, ayah kandung Diro! Danang datang menengok kearah Dini sekilas lalu memandang diseliling kamar pasien yang tak terlalu besar itu, ketika dia melihat yang dicarinya itu sedang berdiri diam dipinggiran disana, segera Danang mendatang Diro disana, sambil membuka pembicaraan dengan nada sedikit arrogant.

"Kemana saja kamu Dir! Sampai-sampai saudaramu sakit dan dibawa ke rumahsakit ini saja... harus mama-mu sendiri yang mengurusnya!", tegur Danang dengan kesal pada anak kandungnya, Diro.

Dengan tenang Diro menjawab teguran sang ayah dengan santai. "Ya begitulah... kan papa bisa melihatnya sekarang... Dini telah dirawat dan tidak kurang sesuatu apapun... bukan?!".

Bertambah kesal dan bahkan menjadi marah Danang mendengarkan jawaban Diro yang santai itu. "Maksud papa adalah kemana saja kamu keluyuran... sementara ayah berdinas keluar kota! Itulah gunanya papa memberi uang untuk pegangan itu! Kau kan orang laki-laki satu-satunya... cobalah lebih bersikap sebagai seorang pria yang sudah dewasa dan bertanggung jawab...!".

Seketika melonjak amarah Diro mendengarkan ulah kata ayahnya ini. Dengan memandang sangat tajam bagaikan menembus biji mata Danang yang terkesiap oleh sorotan tajam dari anak kandung ini.

Diro berkata dengan tenang tapi dengan suara yang amat dalam dan berwibawa yang melampaui usianya sendiri, "Uang yang dititipkan papa itu ada didalam laci kecil dibawah daun meja belajar Diro. Dan... sejak kapan papa 'menitahkan' Diro bertugas sebagai penjaga setia 'Istana Pasir' papa yang rapuh ini! Diro hanya ingin berkata begini... dan hanya untuk satu kali ini saja... PAPA JANGAN PERNAH MENCOBA MENGATUR HIDUP DIRO!". Terkesiap orang yang ada disekitar mereka yang dapat mendengarkan perkataan Diro yang diucapkan pelan saja tapi sangat dalam ini. Mereka menoleh kearah Diro dan melihat pandangan mata Diro yang tak terbersit walau sedikit saja perasaan marah ataupun nada kebencian... yang mereka lihat adalah cuma pandangan mata Diro yang sangat tajam pada lawan bicaranya.

Widya yang menguping sambil membelakangi Diro ikut-ikutan terkesiap jadinya mendengar perkataan yang diucapkan Diro yang terdengar sangat dalam dan penuh intonasi itu, buru-buru melangkahkan kaki kedepannya dan berbalik menoleh... yang dilihatnya hanyalah tatapan dan sorotan tajam tanpa terbayang perasaan amarah ataupun benci. Seketika itu juga Widya sangat kagum bercampur dangan rasa empathy-nya yang sangat dalam. 'Pintar sekali orang muda ini menjaga gejolak perasaannya dan tak memperlihatkannya walau sedikit saja pada wajah gantengnya yang maskulin itu...', Widya menjadi sangat menghargai sikap Diro yang dinilainya sangat bijak itu.

Terdiam jadinya Danang mendengar kata-kata Diro yang mengandung sindiran yang tajam terhadap dirinya. Sedang Diro berdiam diri saja sambil menunggu jawaban dari Danang, ayah kandungnya itu.

"Lupakan uang itu...! Itu cuma 3 kerikil kecil bagi papa... tak ada artinya samasekali! Kamu seharusnya lebih hormat memandang pada papa-mu ini! Papa memberitahumu sekarang... bukan papa yang menceraikan ibu kandungmu, tapi... dia yang memintanya terlebih dulu... dengan sukarela...! Papa hanya meminta padamu agar 'care' apa yang terjadi didalam rumah sementara papa berdinas keluar kota...!", kata Danang mulai melunak dalam menghadapi Diro yang dia sangat tahu keadaannya sekarang... Diro sungguh-sungguh sangat marah sekali saat ini, tanpa diketahui oleh orang-orang sekitarnya yang bisa mendengar percakapan mereka yang sebenarnya dilakukan dengan suara yang wajar dan pelan saja.

"Itu urusan papa... tapi tak mungkin mama meminta cerai tanpa sebab... pasti ada penyebabnya, dan... jangan pula mencoba memutar-balik fakta yang ada. Diro cuma memohon pada papa... jangan berusaha untuk kembali bersatu dengan mama... biarkan beliau hidup tenang didaerah perbukitan di lahan pertanian disana. Sebab... kalau papa karena sesuatu hal terjadi dengan keluarga baru papa ini... walaupun Diro berharap dengan sangat, semoga papa sekeluarga langgeng dan berbahagia selalu. Jangan jadikan mama yang telah dapat mengatasi rasa duka yang mendalam dengan bersusah payah itu, kelak malah menjadi... 'Bagaikan rembulan yang dirindukan pungguk'...!", sehabis berkata begitu Diro membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya dengan mantap keluar dari kamar itu... putus sudah ikatan batin antara ayah dengan anak kandungnya!

Ternganga Danang jadinya tanpa bisa mengeluarkan kata-kata. Terbayang olehnya perlakuannya yang tanpa disadari mulanya... telah merendahkan martabat anaknya sendiri sebagai seorang yang dewasa. Salah satu contoh saja, yaitu memerintahkan Diro untuk memanggil Dini dengan sebutan kakak, padahal... pada akhirnya dia tahu juga, ternyata Dini lebih muda usianya dari Diro, anak kandungnya itu. Ditambah barusan, dia membuka percakapan awal dengan Diro dengan nada arrogant sekali. Itulah watak dasar Danang seperti yang disimpulkan Diro tentang ayah kandungnya ini, 'Bertindak dahulu, berpikir belakangan'...!

Dengan tenang dan santai Diro melangkahkan kakinya dengan mantap disepanjang koridor beratap dan mengarahkan kakinya ke tempat pelataran parkir khusus kendaraan roda-4. Tidak secuil pun nada kesal, marah atau dendam yang membayang pada wajahnya yang ganteng ini. Segera Diro mengambil BB-nya, membukanya dan mengambil sim card-nya, yang lalu dicabik-cabik dengan jarinya yang kuat, serta semua serpihan kecil itu dibuang kedalam tempat sampah terdekat. Ini dilakukan agar tidak seorang pun dapat mengontak dirinya, apalagi... dari ayah kandungnya... yang sekarang pasti telah selesai 'berpikir' setelah melakukan semua 'tindakannya lebih dahulu' tadi.

Terdengar oleh Diro bunyi langkah-langkah kaki yang tergopoh-gopoh menyusul dirinya. Diro tidak ingin menoleh, bahkan tak ingin tahu siapa orang yang seakan ingin menyusulnya.

Tiba-tiba ada tangan halus seorang wanita yang langsung menggandengkan lengan kirinya yang kekar dengan sangat lembut.Diro menoleh wajahnya kekiri dan melihat Widya yang tengah menengadah memandang padanya dengan wajah cantik jelita yang dialiri satu dua tetes airmata yang keluar dari matanya yang indah.

"Ada apa mbak, kok menangis sih... memangnya Diro telah berbuat salah ya? Mohon maafkan Diro ya... mbak...", kata Diro penuh perhatian, melupakan dan mengabaikan persoalan pelik yang tengah dialaminya saat ini.

Mendengarkan kata Diro yang tulus dan polos itu... malah menambah jumlah tetesan airmata yang keluar jadinya.

"Diro-Diro... malang sekali nasibmu, remaja lain yang seumuran denganmu dan mengalami cobaan sepertimu ini... pasti tak kan sanggup menghadapi setabah kamu ini, coba lihat saja sekarang... kamu tidak terlihat dirundung masalah yang rumit kelihatan, malah kamu meminta maaf pada mbak seakan mbak ada masalah denganmu... sayang...".

"Bagi Diro sudah selesai dengan semuanya itu, malahan hati Diro sudah senang tanpa beban dan... gembira lagi! Kenapa Diro yang sedang bergembira ini malah... kok ditangisi? Emangnya... Diro tidak boleh gembira apa...?!", kata Diro menghibur Widya sembari menggodanya.

"Bener-bener deh kamu ini Dir...! Minta ampun deh... hik-hik-hik...!", kata Widya sambil tersenyum dan tertawa walaupun dengan memaksakannya. "Kamu mau kemana sayang? Coba tenangkan dulu hatimu... jangan tanpa tujuan yang pasti begitu... langkah kakimu... mari kita pikirkan dengan tenang, langkah apa yang akan kita tempuh... dengan benar! Dan mbak ada usulan yang mungkin pantas kamu pertimbangkan, kita bicarakan sambil beristirahat sejenak di paviliun mbak... yuk! Mbak mohon dengan sangat nih...", kata Widya menghiba dengan nada memohon dengan sangat.

"Ini ide sangat cemerlang dan sangat sukar menolaknya... apalagi datang dari suster senior Widya, ayo... apa biar cepat Diro gendong saja mbak... he-he-he...!", kata Diro semakin menggoda 'kekasih'-nya ini.

"Aahh... kamu! Malu dong sama rumput yang bergoyang... hi-hi-hi...!", balas Widya dengan menggoda Diro juga.

***

Mereka berdua telah berada didalam paviliun, pintu depannya pun sudah dikunci. Sementara Diro duduk besandar diatas kursi tamu yang empuk, Widya membuat 2 cangkir kopi 'three in one' yang tanpa ampas. Mudah saja membuatnya, tinggal tambahkan air panas secukupnya... selesai. Widya membawa kedua cangkir berisi kopi panas itu dan menaruhnya diatas meja tamu yang daun mejanya terbuat dari gelas kaca yang tebal.

"Begini lho dik...", belum juga Widya menyelesaikan perkataannya keburu dipotong oleh Diro.

"Maaf mbak... Diro potong... maaf ya mbak... bagaimana kalau kita membicarakan tentang usulan mbak ini dengan santai... apalagi mbak kan lama berdiri dikamar pasien tadi, di... belakang Diro tadi? Iya... kan? He-he-he...", kata Diro memberitahukan keberadaan Widya tadi dikamar tempat Dini dirawat.

"Kok kamu tahu sih...? Kan mbak memunggungimu tadi... tapi maafkan mbak ya sayang, mbak bukan ingin membuntuti kamu lho... mbak cuma mengikut kamu saja kok... dari dekat... hi-hi-hi...", kata Widya minta maaf karena telah tertangkap basah oleh mata Diro yang jeli dan sangat awas itu. Lanjutnya, "Mbak tidak mengerti dengan perkataanmu tentang 'membicarakan usulan dengan santai itu' sayang...".

"Maksud Diro membicarakan usulan mbak itu dengan santai dengan berbaring sambil melepas penat dikaki mbak... gitu lho he-he-he...", kata Diro sambil mengelabui Widya, wanita matang yang cantik jelita ini, tentu saja... gagal total!

"OMG! Mbak selalu lupa dengan siapa yang sedang mbak hadapi sekarang. Mbak sudah biasa kok berdiri berlama-lama dan juga berjalan mondar-mandir di rumahsakit ini... memang sudah tugas rutin hari mbak! Setiap harinya tidak kurang 5 km mbak berjalan karena tugas mbak ini. Jadi mbak tidak perlu olahraga jalan kaki atau jogging... OK kita kosongkan 'tabung' libido-mu yang selalu penuh itu, biar nanti setelah itu kita bisa membicarakan usulan mbak dengan suasana yang lebih santai tanpa dibebani oleh macam-macam!", kata Widya bangun dari duduknya sambil manarik lengan Diro agar mengikutinya.

"Wah...! Memang benar-benar senior... tidak mempan dibohongi... he-he-he... tapi itupun kalau mbak berkenan lho?!", kata Diro sembari meminta persetujuan Widya.

"Mbak memang suka susah menolak yang enak-enak gitu lho... hi-hi-hi...!", kata Widya yang setuju dengan ajakan Diro itu.

Mereka berjalan dengan Widya didepan, belum juga melewati pintu kamar tidur... Diro yang sudah tidak tahan melihat goyangan pinggul dan bokong Widya yang bahenol itu... langsung memeluk tubuh sintal Widya... sambil mendaratkan dengan mulus kedua telapak tangan yang langsung saja meremas-remas dengan sangat mesra sembari sesekali mampir sejenak pada puting-puting yang menjadi puncak dari buahdada Widya yang montok maklum saja ukuran BH-nya saja 38B. Ulah nakal Diro ini menyebabkan tubuh indah Widya menggeliat-geliat merasakan geli dan nikmat bercampur homogen dengan sempurna, padahal Widya masih berpakaian komplit, belum ada satu pun yang dibuka. Widya meliuk-liukan tubuh sintalnya jadinya merasakan rangsangan-rangsangan nikmat dari kedua belah telapak tangan Diro yang kust perkasa, bagaikan liukan tubuh penari perut yang mempesona.

"Aahh... kamu! Diro yang ganteng tapi kedua tanganmu sangat ganjen... kita buka dulu pakaian kita... biar lebih nyaman dan tambah bergairah... hi-hi-hi...!", usul Widya yang ikut-ikutan mabuk kepayang dilanda gairah birahi yamg semakin tinggi.

"Setuju...!", jawab Diro singkat, segera menghentikan 'gempuran' pada kedua bukit yang indah milik Widya, dilanjutkan dengan cepat membuka seluruh pakaian yang dikenakan.

Lamanya waktu untuk melucuti pakaian sendiri, rupanya berjalan seimbang... tuntas dalam waktu yang bersamaan.

Terlihat sekarang sepasang insan tua dan muda sudah bertelanjang bulat, si empunya tempat lebih sigap rupanya... langsung melompat keatas tempat tidur dan mengambil posisi terlentang sambil mengangkangkan paha mulus melebar kesamping, tetapi karena dia ingat akan perkataannya diatas tempat tidur ini juga siang tadi '...tiada MOT bagimu... Sayang!'... buru-buru merubah posisi-nya... tetapi telat sudah! Diro telah naik keatas tempat tidur itu dan... langsung menindih tubuh telanjang Widya yang mulus serta jelita ini...! Dilanjutkan dengan kecupan dan FK yang mesra tapi penuh gejolak asmara yang memabukkan keduanya.

Diro melepaskan tautannya pada bibir seksi Widya yang merah merekah itu, dan berbisik pelan pada Widya, "Batal nge-WOT kan sayang...! Sekarang MOT yang berperan...!", kata Diro sambil mulut gasangnya 'menangkap' puting indah Widya yang sebelah kanan yang langsung dipilin-pilin dengan lidahnya yang kesat, tidak terlalu... paling-paling sekitar 30 detikan saja... mulut Diro melepas 'tangkapan' dan beralih sekarang pada puting indah dipuncak buahdada Widya yang sebelah kiri yang montok serta lumayan kenyal, lidah Diro yang kesat juga melakukan hal yang sama. Sedangkan bukit buahdada kanan Widya yang tadi ditinggalkan oleh mulur Diro, tidak dibiarkan... segera datang jari-jari tangan kiri Diro yang langsung meremas-remas buahdada montok yang kenyal itu serta tidak lupa sesekali 'dikunjungi' oleh duet jari telunjuk dan jempol yang memilin-milinnya...

Gelagapan tubuh telanjang Widya yang meliuk-liuk menghadapi dan merasakan rangsangan nikmat itu... 'Kalau begini gelagatnya, wah... bisa-bisa selesai larut malam nih...! Oooh... nikmatnya!'. Segera saja Widya dengan kedua tangan mulusnya meraba-raba diantara himpitan ketat kedua pinggul mereka, mencari-cari dan... dapat! Dengan mencekal batang penis yang sangat keras dan tegang itu, serta mengarahkan palkon Diro mengarah kedalam vagina klimis yang langsung melewati tautan labia majora dan langsung berhenti berhenti pas didepan mulut gua nikmat yang dijaga oleh tautan labia minora-nya... dengan menghentakkan pinggulnya keatas... <bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis Diro yang sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama oleh penis gagah sang remaja matang yang penuh stamina itu...

Sembari melakukan pompaan-pompaan nikmat dengan kuat dan cepat... Diro juga sekarang melakukan FK dengan semangat birahi yang tinggi, sehingga Widya tak bisa mengeluarkan desahan-desahan karena FK itu... hanya mampu mengeluarkan suara getaran pita suarannya, "Mmm... hhhmmm... mmm... hhh...!". Risih oleh keadaanya ini, segera Widya mengeluarkan taktik yang lumayan jitu dengan menggoyang-goyangkan kedua pinggul dan pahanya yang penuh dan mulus itu... kekiri... kekanan sesekali memutar-mutarkan pinggulnya dan di-variasi dengan dorongan pinggulnya keatas... berkali-kali...

Tak tahan sudah Diro merasakan 'gangguan' penambah nikmat dari kekasihnya yang berpengalaman ini yang usianya lebih dari 2 kali dari umurnya sendiri.

Segera melepaskan tautan FK dari bibir Widya yang seksi... yang disambut oleh tarikan napas yang panjang Widya... terdengar keluhan nikmatnya sekarang, "Aahh... kamu! Diro-ku sayang...! 'Galak' sekali kamu malam ini... kayak udah seminggu lamanya nggak ketemu punyanya wanita saja... oohh... nikmatnya...!".

Jawab Diro dengan penuh nafsu yang menggelora, "Siap-siap mbak...! Diro mau tancap gas nih...!".

"Sapaaa... takuuuttt...! Aaahhh...!", jawab Widya kelojotan bersiap mencapai klimaksnya...

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>.

<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>.

Sungguh sepadan dan serasi sekali pasangan telanjang tua-muda ini... selalu bersenggama penuh semangat dan diakhiri dengan puncaknya yang bersamaan... masing-masing merasakan orgasme mereka masing-masing...!

Ada sekitar 3 menitan mereka berdua berdiam diri... menikmati orgasme mereka masing-masing... secara perlahan-lahan hilang juga pengaruh orgasme itu... menghilang entah kemana... yang tinggal adalah setumpuk besar rasa puas yang akan lama hilangnya, mungkin bisa berjam-jam... bahkan mungkin berhari-hari mendatang...

Diro segera menggulirkan tubuh remaja telanjangnya, berbaring miring menghadap pada Widya dan berkata, "Maaf ya mbak... keberatan ya ditindih tubuh Diro...?"

"Tidak juga sayang... cuma napas mbak jadi agak sulit saja... sedikit! Hi-hi-hi...!", kata Widya agak lelah.

"Tapi enak dan... nikmat kan?! He-he-he...!", jawaab Diro berseloroh.

"Aahh... kamu! Kok tahu sih? Pengalamanmu sudah segudang ya hi-hi-hi...", jawab Widya bercanda.

"Belum mbak... baru sekamar kecil gitu lho... he-he-he...!", jawab Diro cengengesan.

***

Mereka segera menyudahi 'sex meeting' ini dan membersihkan tubuh mereka ala kadarnya.

10 menit kemudian mereka sudah duduk berdampingan di sofa, sambil minum kopi instan yang sudah mendingin dari setadi.

Widya mengawali perbincangan mengenai usulannya.

"Begini dik... kalau boleh mbak ingin membeberkan usulan ini... tapi mohon maaf sebelumnya... janganlah dik Diro merasa dihina atau apa lainnya. Usulan ini diantaranya mengandung beberapa persetujuan yang tak terikat... semua bebas... tanpa ikatan sedikitpun. Kalau memang ada waktu untuk mendengarkan, mbak akan menceritakan... kalau tidak, karena dik Diro talah mengalami... yang mbak anggap sangat luar bisa bagi seorang remaja matang seusia dik Diro, tentu kita akan mencari waktu yang tepat...", kata Widya sangat berhati-hati.

Hening sejenak diantara mereka.


"Boleh mbak teruskan... sayang?", tanya Widya pelan tanpa bernada memaksa.

"Tidak masalah mbak! Cuma kalau boleh... inipun kalau mbak tidak keberatan... jangan panggil Diro dengan imbuhan dik atau adik... panggilan yang berkali-kali dengan kata-kata itu... seakan mengingatkan Diro akan sesuatu. Atau begini gampangnya... 10 kali mbak memanggil Diro dengan imbuhan 'dik' atau 'adik', maka... 10 kali juga Diro merasa bertambah muda saja... maaf lho mbak... cuma kalau itu memang panggilan yang sudah menjadi kebiasaan mbak untuk memanggil seseorang yang lebih muda, ya... apa boleh buat... Diro akan coba memahaminya dan belajar untuk terbiasa dengan panggilan itu", kata Diro menjelaskan hal itu pada Widya, tapi tidak ada nada paksaan samasekali.

"Kalau begitu 'deal'! Tanpa basa-basi! Bagaikan seseorang yang tanpa pakai baju...", kata Widya yang langsung dipotong Diro dengan perkataan...

"Telanjang bulat...! He-he-he....!", kata Diro tertawa lepas.

"Aahh... kamu! Memang tidak salah... lagi! Hi-hi-hi...", kata Widya sambil tertawa juga.

Kemudian Widya menceritakan segala sesuatu dengan panjang lebar dan sejelas-jelasnya

Keluarga besar almarhum suaminya, kebanyakan berdomisili di dunia barat, ada yang USA, Inggeris dan Jerman. Mereka hidup dikalangan atas dan menyerap kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dikalangan itu.

Kebanyakan kehidupan perkawinan mereka adalah 'open marriage' atau lebih sederhananya seperti kebiasaan 'swinger', yaitu berganti pasangan tanpa merusak kehidupan pernikahan yang bersangkutan. Jadi ngeseks dengan seseorang tanpa ada keinginan untuk memilikinya, 'just for fun only' begitulah prinsip mereka ber-'swinger'.

Widya setelah menjanda, juga mendapat tawaran itu yang ditolaknya dengan halus. Yang ditolak tidak merasa terhina atau tersinggung, mereka tetap berkomunikasi dengan baik seperti biasanya... tentu saja tidak menyinggung-nyinggung lagi hal yang telah ditolak Widya.

Sekitar 2 bulan yang lalu dari sekarang, disuatu malam ketika Widya berbaring ditempat tidurnya dan bersiap untuk tidur... datang Tuti, anak perempuan bungsunya yang masih berumur 12 tahun, sambil berbisik mangadukan perihal tingkah-laku kedua kakaknya, yaitu Renita (19 tahun) dan Dwi Ayumi (15 tahun).

"Sambil menonton bokep, masak... kak Nita sama kak Dwi lagi asyik begituan...!", kata Tuti biasa saja dengan santai meng-informasi-kan segalanya tanpa tedeng aling-aling, polos dan lugu seakan kejadian yang diceritakan adalah biasa yang dilakukan orang-orang, dan... menjadi sangat luar biasa bila yang melakukan itu adalah kakak-kakaknya sendiri dan didalam rumah mereka yang sangat besar ini.

Terperanjat Widya mendengarkannya, segala istilah itu didapat Tuti dari teman-teman sepergaulannya yang seumurannya dengannya.

"Maksudmu apa dengan 'begituan' itu sayang", tanya Widya kalem tanpa membuat takut anak bungsu yang menjadi kecintaan seluruh anggota keluarga dalam rumah ini.

"Aduh... gimana sih! Katanya mama ini suster senior... kok urusan yang beginian saja tidak tahu. Hal-hal ini sudah biasa, lumrah diketahui, malahan kami suka membicarakan diwaktu istirahat jam pelajaran di sekolah, tentunya... kalau tidak seorang guru pun yang dekat dengan kami... hi-hi-hi...!".

"Yang jelas dong sayang... mama memang belum mengetahuinya kok. Sumpah enak deh! Hi-hi-hi...!".

"Iihh... mama... mana ada disumpahin orang malah jadi enak...! Begini ma...! Kalau 2 orang cewek begituan... berarti mereka lagi... lesbian-an! Kalau cowok dan cewek begituan... berarti lagi ML... gitu lho ma!", kata Tuti dengan polos mencoba menerangkan itu semua... agar bisa dimengerti ibundanya yang tersayang. 'Kok suster senior nggak tahu apa-apa sih, mungkin cuma belajar menyuntik orang sakit saja 'kali', kata Tuti dalam hati merasa heran.

"Dan kalau ML artinya apa sayang...?", tanya Widya pelan pura-pura tidak tahu.

"Wah kalau kepanjangan ML sih, Tuti mana tahu... perasaan... itu dari kata-kata bahasa Inggeris deh. Untuk jelasnya tanya saja sama kak Renita... kak Dwi juga tahu... menurut Tuti sih malah kak Dwi lebih banyak tahu daripada kak Renita.

"Kalau bokep itu apa sih...", tanya Widya kembali berpura-pura tidak tahu,

"Aduh mama gimana sih nih... masa bokep juga tidak tahu! Kacian deh mama! Bokep itu adalah filem tentang cowok sama cewek lagi tindih-tindihan... cuma heran deh ma masak berdua pada nggak pake baju gitu lho! Heran ya... kok nggak malu mereka ya ma...!", seketika Tuti mencium pipi kiri ibunya dengan perasaan sangat sayang dan... bertanya sembari berbisik pelan di telinga ibunya, "Gituan... emangnya enak ya ma...?".

Widya balas mencium mesra kedua pipi temben puteri bungsunya dan berbisik pelan, "Kelak suatu hari kau akan mengalaminya sendiri! Untuk sekarang jangan pernah mau kalau ada orang atau temanmu mengajak untuk melakukan hal itu... itu melanggar hukum! Kamu tidak mau ditangkap kan gara-gara perbuatanmu yang tercela itu. Sudah malam sayang... tidur ya dikamarmu... kapan-kapan kita sambung lagi ya pembicaraan kita. Bye sayang...!".

Itulah sekelumit yang diungkap tentang pembicaraan Widya dengan puterinya yang cewek-cewek semuanya.

Tiba-tiba Diro mencium bibir sexy Widya dengan penuh hawa nafsu. Widya terkejut oleh 'serangan' nikmat secara tiba-tiba, masih sempat Widya berpikir, 'Bukan main deh... baru juga mendengar cerita dari anak perempuan umur 12 tahun langsung aja bernafsu'.

Cepat saja Diro mengandeng Widya... kekamar tidur dan memuaskan nafsu liar mereka disana sampai tuntas.

40 menit menit kemudian mereka sudah rapi lagi.

***

Jam sudah menunjukkan 21:45.

Dengan bergandengan tangan, berjalan sepanjang koridor rumahsakit, mereka melangkahkan kaki-kaki mereka menuju pelataran parkir khusus kendaraan roda-4...


Bagian 6 - Dunia Kecil Milik Diro

Rumah kediaman suster Widya sekeluarga tidaklah jauh, paling juga kurang 100 m saja dari RS modern tempat suster Widya bekerja sekarang ini. Sebenarnya suster Widya adalah seorang janda yang amat kaya raya, dia pemegang waris kepemilikan yang sekarang menjadi 22% atas seluruh asset RS tetapi orang-orang yang mengenalnya, memandangnya sebagai seorang suster senior yang berkepribadian ramah dan sederhana saja tanpa mengetahui keadaan kekayaan yang dimiliki oleh suster senior yang bersahaja ini... sesungguhnya.

Rumahnya yang seluas 2000 m persegi (40 m X 50 m) adalah hasil jerih kerja almarhum suami Widya yang dikala masih hidupnya adalah menjabat sebagai wakil presiden direktur RS tempat suster senior Widya bekerja sekarang ini! Mengapa pula masih tetap bekerja? Seseorang yang lulus dengan baik dari Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan, pasti mempunyai tujuan hidup khusus dan mulia yang sepatutnya diperjuangkan oleh ybs. Dia ingin mengabdikan ilmu yang diraih itu demi kepentingan sesama, yaitu merawat orang-orang yang sakit. Dan niat tulus dan mulia ini diwujudkan dalam bentuk pelayanan terhadap sesama dengan berprofesi sebagai suster perawat... sederhana tapi penuh tantangan dan kesabaran ekstra untuk menjalankannya secara ikhlas.

Seminggu setelah Tuti (12 tahun), puteri bungsunya yang mengadu perihal kegiatan yang tak lazim yang dilakukan oleh kedua kakaknya itu, Widya memanggil dan mengajak kedua puteri remajanya, Renita (18) dan Dwi Ayumi (15) untuk berbicara dari hati ke hati antara ibu dan kedua puterinya yang sudah remaja dan telah dalam masa akil-baliq nya itu. Mereka berbicara didalam kamar tidur utama dan... setelah menunggu si puteri bungsu, Triastuti (12) telah tertidur pulas dikamar tidurnya sendiri, saat itu jam telah menunjukkan pukul 22:45 sudah larut malam... tapi tidak mengapa karena keesokan harinya adalah hari Minggu.

Widya menjelaskan dengan kalem dan lembut penuh kasih seorang ibu, katanya bahwa melakukan kegiatan ngeseks dengan sesama jenis, walaupun dilakukan dengan saudara sendiri adalah kurang baik efeknya nanti dikemudian hari. Apapun alasannya, misalnya ada yang berkilah bahwa itu lebih aman lah ketimbang melakukannya dengan lawan jenis. Yang sering mereka mengemukakan alasan adalah bahwa keperawanan mereka terjaga, tidak mungkin hamil tanpa... memperhitungkan dari aspek psychology-nya (= segi kejiwaan).

Widya menceritakan tentang kehidupan keluarga besar almarhum ayah mereka... tidak ada satu pun dari mereka melakukan perceraian, walaupun mereka menjadi anggota klub 'swinger' yang sangat ketat organisasi-nya.

Yang paling aman agar tidak terjadi kehamilan yang akan menimpa mereka, yang sudah sangat produktif secara biologis sekarang ini, adalah... dengan memasang spiral KB atau IUD (IntraUtiren Device). Tapi pemasangan spiral KB itu terhalang oleh adanya sebuah kendala yang bersifat teknis... mereka berdua, masing-masing masih mempunyai... selaput dara!

Haruslah diingat bahwa kehamilan bisa terjadi karena suatu persetubuhan badan, tidak tergantung... apakah dilakukan dengan suka sama suka, ataupun sepihak karena pemaksaan oleh orang yang dikenal atau... suatu pemerkosaan yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal samasekali oleh si cewek! Apabila itu terjadi, serta kondisi tubuh semuanya terpenuhi, maka akan terjadi suatu kehamilan... suka atau tidak suka! Dan... reputasi keluarga pun dipertaruhkan!

Dalam perbincangan mesra antara ibu dan kedua anaknya, telah terjadi suatu kesepakatan diantara mereka, yaitu apabila seorang 'hymen breaker boy / man' telah diketemukan dan lulus 'uji kelayakan' oleh suster senior Widya sendiri, maka orang ini akan diperkenalkan dan pemerawanan pun akan segera dilaksanakan tanpa selanjutnya ada ikatan emosional apapun yang berkelanjutan. Baru 2 atau 3 hari sesudahnya, bisa dilakukan pemasangan IUD... apabila semuanya itu terjadi... barulah mereka merasa lega... terutama tentu saja sang ibunda... suster senior Widya sendiri!

***

Tepat jam 22:00, keduanya dengan mengendarai mobilnya Diro yang lumayan 'ABG' itu sampai dirumah keluarga suster senior Widya. Karena lampu-lampu taman yang guram-temaram, Diro tidak jelas memperhatikan tampak keseluruhan rumah itu, dilihat dari luar dekat pintu gerbang utama. Setelah memarkir mobil didalam garasi 'nun' jauh disamping belakang rumah.

Ketika mereka masuk kedalam ruang tamu yang lumayan besar, Diro yang dari tadi mengikuti dengan diam, sekarang malah jadi terheran-heran melihat ada sambutan 'pagar ayu' dari ketiga puteri Widya yang rupanya telah mengetahui akan kedatangan mereka sebelumnya. Gadis-gadis berbaris rapi menyamping, dan semuanya manis dan ayu sama dengan sang ibu, sepadan sekali sesuai dengan umur mereka masing-masing, walaupun... pakaian yang mereka kenakan tidak terlalu rapi. Maklum saja hari sudah lumayan malam dan dan pakaian yang mereka kenakan ala kadarnya saat ini adalah untuk persiapan tidur malam rupanya.

Diro memandangi mereka dari yang sebelah kiri, 'Pasti ini si puteri bungsu yang baru saja jadi ABG, Triastuti, yang berumur 12 tahun'. Tuti hanya memakai CD saja seperti 'tarzan' imut yang seksi saja layaknya. Pandangan mata Diro tertuju pada dada telanjang gadis kedil ini... 'OMG... bukan main!', seruan kekaguman Diro dalam hatinya. Payudara yang mulai terbentuk, mulai menonjol... yang punya khas keindahannya tersendiri serta dihiasi oleh sepasang putik puting kecil yang belum 'melotot'.

Takut berlama-lama memandang dada telanjang Tuti yang baru tumbuh itu malah akan menimbul efek pada penisnya yang sedang istirahat 'tertidur' sekarang. Dengan cepat mengalihkan pandangan matanya pada gadis yang tengah. 'kalau ini sih... tidak salah lagi... pasti puteri ke-dua Widya yang kalau tidak salah berumur 15 tahun. Mengenakan hotpant yang tingginya... minta ampun! Pasti tidak pakai CD tentunya... 'Hhmmm... lumayan juga dengan paras cantik, tubuh semampai dan ukuran 34A yang di dadanya', kata Diro dalam hati, rupanya dia semakin mahir saja menilai dan menebak-nebak tubuh para cewek kalau berdiri berhadap-hadapan dengannya.

Kemudian mengalihkan pandangan matanya kekanan dari para gadis 'pagar ayu' yang berbaris menyamping dihadapannya sekarang. Memandang sekilas saja wajah cantik cewek didepannya, lalu menengadahkan wajahnya keatas sedikit dan... mencoba mengingat-ingat kapan dia pernah melihat wajah cantik ini di kampusnya. Bukankah ini puteri sulung Widya yang berumur sama dengannya dan bernama Renita dan menurut penuturan Widya... satu kampus dengannya.

Ada suara merdu dari cewek yang sedang dihadapinya saat ini.

"Kak Diro... kan?", sapa Renita singkat saja, yang kemudian pinggang rampingnya disikut dengan pelan oleh adiknya, Dwi yang berdiri disamping kanannya.

"Sudah kenal ya kak? Emangnya kenal dimana kak?", tanya Dwi dengan nada keheranan pada kakaknya, Renita.

Renita berbisik pelan menjawab pertanyaan adiknya. "Teman kampus kakak... AC-man...! Hi-hi-hi...", jawab Renita yang diakhiri dengan tertawaan.

"Apa tuh "AC-man'... artinya kak", tanya Dwi yang jadi ikut-ikutan berbisik.

"Arjuna Cuek...! Tau...! Hi-hi-hi...!", jawab Renita tertawa, tapi menghentikannya seketika, saat disapa oleh Diro.

"Kamu Renita kan...?", sapa Diro singkat pada gadis yang bernama Renita, cewek cantik didepannya ini. Diro tak berhasil mengingat kapan dan dimana dia pernah melihat cewek ini di kampusnya. Kalau soal nama, kan... sudah diberitahu ibunya, Widya tadi.

Serentak bergemuruh suasana didalam hati Renita mendapatkan sapaan dari Diro, si cowok ganteng sekampus! Rupa-rupanya tanpa disadari Diro sendiri... dia mendapatkan julukan 'Arjuna Cuek' dari sekumpulan cewek mahasiswi di kampusnya.

"Sudah rampung acara perkenalannya?", tanya Widya bertanya pada para para kawula muda itu, dia baru saja melepaskan hajatnya (buang air kecil) didalam kamar mandi dikamar tidurnya.

Diro yang mendengar suara Widya langsung memeluk dan mendekap tubuh Renita dan mencium sekilas pipi kiri dan kanannya... biar kelihatan akrab gitu... kan teman sekampus! Lalu bergeser kekiri sambil menyodorkan tangan kekarnya kearah Dwi untuk bersalaman kenal, tangan kekarnya diabaikan saja oleh Dwi, yang langsung maju kedepan, dan malah dia yang memeluk dan mendekap. Sambil berjinjit mendaratkan ciuman kenalnya... 'ngok!' di pipi kiri dan 'ngok!' di pipi kanan Diro. Diro yang terpana senang... menerima saja ciuman dari ABG segar yang cantik ini. 'Kapan lagi dapat yang beginian dari ABG yang seksi begini, he-he-he...', tawa senang Diro didalam hatinya yang mulai rada genit.

Si bungsu, Tuti yang melihat semua yang terjadi didepan matanya, dimana kakak-kakaknya mendapatkan ciuman dan mencium... tidak mau kalah rupanya. Segera mendekati tubuh kekar Diro, sambil menjinjitkan kakinya tinggi-tinggi... sehingga Diro yang 'tahu diri' membungkukkan tubuhnya merendah agar wajahnya sejajar dengan wajar ABG imut yang rada centil ini. Dengan cekatan Tuti mendaratkan ciuman pada pipi kiri dan kanan Diro, dan... ditambah bonus indah berupa kecupan pada mulut Diro yang agak terbuka karena terpana oleh ulah ABG imut yang baru berusia 12 tahun ini. Segera Diro berdiri tegak kembali dan mundur pura-pura sempoyongan. Yang langsung mengundang pertanyaan dari Dwi.

"Kenapa kak...?", tanya Dwi singkat saja pada Diro yang masih saja berpura-pura sempoyongan.

"Kecupan indah di bibir kakak oleh bidadari kecil yang cantik... sungguh membuat kakak menjadi mabuk kepayang... he-he-he...!", kata Diro mencandai semua cewek-cewek ABG didepannya itu.

"Hi-hi-hi... hi-hi-hi... rupanya kak Diro mabuk bo'ongan toh?!', jawab serentak Renita dengan Dwi yang jadi ikut-ikutan tertawa lepas.

Tuti yang sekarang berkacak pinggang sambil memiringkan tubuh mungilnya kesamping kiri, berkata senang, "Mau lagi kak...? Masih banyak kok persediaannya... hi-hi-hi...!".

Buru-buru Diro menjawab gadis mungil itu, "Terima kasih sayang... jangan deh! Nanti malah kakak jadi mabuk beneran lagi he-he-he...".

"Hi-hi-hi...! Hi-hi-hi...! Hi-hi-hi...!", riuh-rendah di ruang tamu itu dipenuhi tawa, dan Widya juga ikut-ikutan menyumbangkan tawanya yang seksi itu karena melihat kejadian lucu tadi.

Cair sudah suasana yang tadinya agak kaku... suasananya pun sekarang dipenuhi dengan keakraban semata...

***

Mereka yang ada diruangan ini telah mengambil tempat duduknya masing-masing. Sedang Widya dan Diro juga telah duduk berdampingan diatss sofa yang lebar, cukup dekat walaupun tidak terlalu merapat... malu dong! Kan ada 3 ABG yang manis-manis dan cantik duduk didepan mereka.

Widya, sang nyonya rumah mulai membuka percakapan dengan bertanya pada Renita, puteri sulungnya, "Kamu masih 'tisu' kan, sayang...?".

(NB: tisu = 'tidak subur' menurut kalender KB).

Yang dijawab mantap oleh Renita, "Iya ma...! Waahhh... kalau begini... sebelum tidur sih 'maper', setelah bangun tidur jadi 'gaper' deh...! Berani nggak ya... Renita menghadapinya...?!".

[NB (bocoran dari McD): maper = masih perawan; gaper = nggak perawan].

"Apaan tuh... artinya kak?", tanya Dwi cepat tanggap pada kakak sulungnya.

"Artinya... ya begitu...! Kamu 'kuper' sih...!?", jawab Renita tanpa menjelaskan secara detail kata-katanya yang diucapkan tadi.

"Aahhh... kakak! Jangan ngatain Dwi 'kurang pergaulan' dong... kan tanyanya dengan baik-baik loh...! Apa perlu Dwi cium dulu pipi kakak nih...", kata Di agak merajuk manja pada kakak sulungnya ini.

"Jangan-jangan...! Kakak lagi 'alergi' nih sama ciuman dari makhluk yang sejenis! Hi-hi-hi...", cepat saja Renita menjawabnya... dan langsung membisiki di telinga kiri adiknya, arti dari... kata-katanya tadi.

Langsung saja dijawab spontan oleh Dwi dengan suara agak keras, "Mau dong... kak...!".

Sedangkan Tuti, si bungsu memandang agak kecewa pada kedua kakaknya itu, maklum... tak diikut-sertakan dalam 'bisikan rahasia' itu. Karena merasa dongkol, Tuti, si bungsu ini tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya dan berseru. "Tuti memilih kata 'super'! Hi-hi-hi... Super-Tuti...! Gitu lho...", kemudian segera duduk lagi sambil bersandar kebelakang tempat duduknya, dan tidak lupa... mengangkat kaki kanannya yang mungil serta menaruhnya diatas lututnya, sembari tidak lupa menggoyang-goyangkan telapak kanan kakinya itu... santai! Layaknya boss-kecil yang cuma memakai CD... sedang melepaskan penatnya saja... ini dilakukan tanpa bersuara, rileks sambil menolehkan wajah imutnya yang manis itu... kekanan dan kekiri... memandang satu-persatu wajah yang hadir diruang tamu itu.

Semua yang hadir agak tersentak kaget oleh seruan Tuti, si bungsu imut ini... semuanya menolehkan kepala mereka dan memandang Tuti... seketika 'ggrrr...!' meledak lagi tawa mereka lagi serentak... oleh ulah lucu yang dilakukannya Tuti dengan jenaka... serius tanpa bersuara sedikitpun!

"Hi-hi-hi... hi-hi-hi... hi-hi-hi... he-he-he...!".

Widya menegur Tuti dengan lembut penuh kasih-sayang, "Ada apa sayang, jangan ngambek dong...".

"Tidak ada apa-apa juga... apalagi ngambek! Tuti lagi santai sejenak... tadi kelamaan berdiri sih!", jawab Tuti tenang yang sekarang malah mengibas-ngibaskan telapak tangan kanannya yang membuka... seakan sedang menggunakan sebuah kipas-goyang didepan wajahnya.

"Aahh... kamu! Bener-bener deh... melawak terus! Hi-hi-hi...", kata Widya tertawa sambil melihat jam dinding. "Ayo... sayang, sudah hampir jam 11 malam! Mama temani kamu tidur ya... besok kita sambung lagi...", Widya sambil berdiri dari sofa dan mendekati puteri bungsunya tersayang... mengajak masuk kekamar Tuti sendiri untuk tidur malam.

Widya sebelum menutup kamar Tuti dari dalam, sempat berkata pelan saja (takut terdengar oleh Tuti yang sekarang sudah membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur) pada ketiga yang masih duduk diruang tamu itu. "Renita! Dwi! Ajak Diro ngobrol didalam kamar mama sana... nanti mama menyusul!".

***

Hampir setengah jam telah berlalu, Widya bangun dari tempat tidur puteri bungsunya, Tuti yang telah tertidur pulas dan menyelimuti tubuh mungil yang cuma mengenakan CD, ini memang kebiasaan si bungsu sewaktu ingin tidur. Setelah menyetel AC ruangan pada kedudukan thermostat 28 derajat Celcius, Widya melangkah keluar kamar tidur Tuti dan menutup kembali dengan perlahan pintunya dari luar. Segera melangkahkan kakinya menuju kamar tidur utama.

Ketika Widya membuka pintu kamarnya sendiri dan menutup kembali serta menguncinya dari dalam.

Ketika dia menoleh dan memandang keatas tempat tidur... tanpa disengaja berkata, "Bener-bener deh... minta ampun! Dasar orang muda jaman sekarang... penuh inisiatif dan sangat kreatif... dinamis sekali...! Nggak pake menunggu 'sutradara'-nya datang untuk mengawasi eehhh... malah sudah 'in-action' saja... hi-hi-hi...!". Bagaimana Widya tidak mengeluarkan komentarnya ini...? Dilihatnya Renita sudah bertelanjang bulat terlentang sambil mengangkang... sedang ditindih oleh tubuh telanjang Diro si remaja matang yang lagi sibuk meng-'explorasi' payudara kanannya dengan sangat intensif. Payudara Renita yang 36A serta super kenyal ini... mulus dan indah, yang puting-puting susunya telah menonjol keluar, berwarna maroon muda dan... saat ini sedang dikenyot-kenyot dengan sangat rakus oleh mulut Diro yang gasang penuh gejolak nafsu.

"Pelan-pelan dong ngemutnya kak! Emangnya ada air susunya... apa? Aahhh... kalau tahu nikmatnya kayak begini... kenapa tidak dari dulu-dulu aja ya?", kata Renita sambil mendesah. Tahu ada sedikit protes dari sang cewek melepaskan cakupan mulut dari puting kanan itu dan berganti sasaran.

"Biar seimbang dan adil he-he-he...", selesai mengatakan itu, Diro langsung saja dengan mulutnya mulai mengemut-emut puting susu yang kiri. Sedangkan payudara yang kanan tadi, kini mendapatkan remasan-remasan nikmat yang dilakukan oleh kelima jari tangan Diro yang kiri.

"Hhmm... oohhh... nikmatbya aahhh...", desah Renita merasakan nikmatnya rangsangan-rangsangan itu, dan... <seeer...> ada semprotan kecil dalam vagina Renita yang melumasi pintu masuk menuju gua nikmat didalam vagina klimis Renita, yang labia majora masih mengatup rapat... maklum saja masih perawan ting-ting!

Widya yang tidak mau kalah sama 3 orang muda ini... ikut-ikutan melepaskan semua pakaian dan... bertelanjang bulat juga. Dilihatnya Dwi yang juga tubuhnya telanjang tanpa busana... lagi tertidur pulas dengan bibir merah delima-nya menyungging sebentuk senyuman puas. Widya memperhatikan dari dekat vagina mungil yang klimis serta masih segaris vetikal yang tipis... tidak ada noda dara perawan disana... cuma ada bayangan yang membasah saja.

'Wahh... pintar juga si Diro! Biar nanti tidak terlalu mengganggu rupanya Diro melakukan oral-sex yang hebat terlebih dahulu pada Dwi... hasilnya bisa dilihat sekarang... Dwi tertidur pulas dengan mimik wajah cantiknya tersirat rasa puas karena telah mendapatkan orgasme perdana-nya melalui oral-sex yang dilakukan Diro padanya waktu tadi.

Widya yang melihat puteri sulungnya, Renita lagi asyik-masyuk bersama Diro yang pengalaman ngeseks-nya sudah 'segudang', tanpa memperdulikan keberadaan Widya yang berada didekat mereka... jadi ikut-ikutan bernafsu sendiri jadinya, tanpa berani mengusik kedua orang muda itu yang lagi 'sibuk berat'.

Sambil duduk dan mengangkang diatas tempat tidur serta mengusap-usap kelentitnya sendiri... ber-mastubasi! Dilihatnya Diro sudah ngedeprok didepan vagina Renita yang masih perawan ting-ting... bersiap-siap memulai babak selanjutnya, yaitu... oral-sex.

Mengelinjang-gelinjang tubuh Renita jadinya, tanpa ampun... ketika Diro mendaratkan mulutnya pada permukaan vagina Renita, dengan menguakkan sedikit labia majora Renita yang masih mengatup rapat, akhirnya... dengan leluasa ujung lidah Diro yang kesat... menari-nari 'disko' pada kelentit mungilnya Renita yang langsung merintih-desah agak keras. "Aduh gimana sih nih... jangan galak-galak dong lidahnya...! Aaahh... mana enaknya baru sekali ini oohhh... dirasakan... oohhh... Renita aahhh...", Renita yang berkeluh-desah merasakan geli-geli tapi nikmat... sungguh sangat nikmat rasanya meski bercampur dengan rasa geli... <seerrr...!> ada semprotan kecil yang kedua yang keluar serta melumasi sempurna seluruh lorong dari gua nikmat didalam vagina perawan ting-ting ini.

"Istirahat dulu kak...! Sudah rada becek nih... punyanya Nita... aahhh...!", bujuk Renita mengusulkan rehat sejenak. Diro yang pengalaman, tidak mengindahkan segala keluh-desah sang cewek, baginya yang penting tugasnya memerawani Renita berjalan mulus tanpa ada rasa sakit yang terlalu nyata yang bisa dirasakan perawan ting-ting pada saat momen itu tiba!

Tetap saja Diro dengan intens melanjutkan oral-sex pada cewek yang kata Widya... sekampus dengannya ini. Yang melakukan oral-sex tetap saja... yang berkeluh-desah juga terus saja mengiringinya.

"Aduh gimana nih... mana enaknya minta ampun lagi! Rehat sebentar... kenapa...?! Aahhh... udah deh... nggak ketahanan lagi... enak benar...! Aahhh...!", dan diikuti dengan...
<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> sampai sudah bagi Renita dan mendapatkan orgasme perdana-nya oleh ulah nakal ujung lidah Diro yang kesat. Terhenyak sedikit tubuh telanjang yang mulus dan semampai ini.

Diro menghentikan kegiatannya sejenak... untuk memberikan keleluasaan bagi Renita yang masih terlena nikmat oleh orgasme perdana-nya. Tapi tetap memantau keadaan... jangan sampai Renita hilang kesadarannya. Buru-buru Diro bangun dan... langsung menindih tubuh telanjang perawan ting-ting ini. Dengan tangan kirinya mengarahkan batang penisnya yang sudah tegang dan sangat keras dari sejak awal kegiatan ngeseks ini berlangsung, serta 'memarkir' palkon-nya pas di pintu masuk gua nimat perawan ting-ting. Dengan menekan pelan pinggul kekarnya kebawah dan...

<Bleeesss...!> <Srreeett...!> masuk sudah seluruh batang penis yang keras sembari menerjang tuntas barikade selaput dara-nya Renita, yang tidak jadi tertidur dan tanpa merasakan sengatan akibat robeknya selaput dara-nya yang kebetulan memang agak tipis dan ogah menantang terjangan palkon yang perkasa milik Diro ini.

Dengan sangat leluasa batang penis Diro meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penis gagah perkasa milik sang remaja matang yang ganteng maskulin ini. Meskipun otot-otot dalam vagina Renita mengadakan 'perlawanan' dengan mencengkeram kuat disekeliling batang tagang, tapi tidak mampu menahan gerak maju-mundur penis rada galak ini.

Ini berlangsung terus tanpa henti. Memasuki menit ke-7, Renita mencapai klimaksnya dan... <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> mendapatkan orgasme-nya yang ke-dua pada tengah malam ini. Disusul oleh Diro yang mencapai klimaks-nya... saat
memasuki menit ke-9... <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>
Diro mendapatkan orgasme-nya untuk pertama kalinya sepanjang malam ini.

Hening sejenak, keduanya masih menikmati orgasme masing-masing...

Tak lama kemudian Diro turun dari tubuh ramping Renita yang mulus dan telanjang bulat ini, menggulirkan tubuh kekarnya yang sudah agak lemas... berbaring paralel terlentang disamping tubuh sang cewek yang baru daja kehilangan keperawanannya... dengan sukarela...

Sedangkan Widya yang tadi mendapatkan juga klimaks-nya dengan cara ber-masturbasi... sudah tertidur pulas... karena lelah oleh aktivitasnya seharian penuh tadi...


Bagian 7 - Permintaan Ibunda

Sekarang hari Selasa.

Diro sudah berada di kawasan pertokoan, sekumpulan toko yang menjual 'voucher' nomor dan pulsa untuk segala jenis cellular, juga menjual HP dari berbagai macam merk dan ada juga diantara toko-toko itu yang menjual barang-barang elekronik lainnya, seperti PS, handy video game, dan lain sejenisnya. Diro memilih memasuki sebuah toko yang kebetulan (atau memang disengaja Diro memilihnya) dijaga dan dilayani oleh seorang cewek muda berwajah 'oriental' cantik yang kalau mau membanding-bandingkan dengan seseorang... kira-kira secantik bintang filem Jepang lah... begitu deh. Kebetulan saat itu belum ada pembeli yang datang berkunjung... maklum saja hari masih lumayan pagi kira-kira pukul 10-an.

Diro buru-buru menyodorkan tangannya yang kekar mengajak berkenalan dengan cewek cantik ini, maklum saja ini pembawaan diri Diro yang ramah, apalagi sama yang 'bening-bening' begitu lho.

"Diro... mbak", kata Diro memperkenalkan dirinya saat berhasil menjabat tangan yang halus dan mulus dengan jemari-nya yang lentik ber-cat pewarna kuku yang berwarna pink sangat muda.

"Ivonne Wulan... pak", jawab cewek muda itu memperkenalkan dirinya juga.

"Saya mau beli voucher baru yang seharga Rp100 ribu dari provider **, mbak", kata Diro selanjutnya.

Segera saja cewek muda itu membungkukkan tubuhnya, mencari-cari yang ingin dibeli Diro. 'OMG! Mulus banget tuh dada montok!', seru Diro dalam hati ketika mengikuti gerakan si cewek. Pada saat membungkut itulah Diro dapat memandang bebas kearah dada mulus sang cewek, walaupun masih tertutup selapis lagi kaus dalam yang tipis. 'Belum juga membeli... sudah mendapat bonus lagi! He-he-he', komentar Diro dalam hati menikmati 'sarapan' pagi yang indah ini.

Dengan menggenggam sebuah kartu voucher yang baru, besarnya kira-kira seukuran kartu KTP begitu, si cewek berdiri tegak kembali. Belum juga cewek yang bernama Ivonne Wulan ini mengeluarkan kata-kata lewat bibirnya yang seksi berwarna merah delima ini, eh... sudah didahului oleh Diro yang bertanya lagi.

"Jadi mbak namanya adalah Ivonne Wulan Pak ya...?", tanya Diro ingin kepastian dari cewek mulus dan cantik ini.

"Bukan...! Ivonne Wulan saja! Sedang 'Pak'-nya untuk situ saja... hi-hi-hi...", Ivonne menjelaskan tentang namanya.

"Oh... itu panggilan untukku ya? Kasihani aku mbak... kan aku belum setua itu lho...?!", kata Diro pura-pura memelas sambil mengusap-usap dagunya yang kesat... habis lupa memakai alat cukur saat mandi pagi tadi, untuk menghaluskan bulu-bulu pendek yang telah mulai tumbuh kembali.

"Emangnya tua-nya seseorang bisa dilihat dari dagunya apa...? Hi-hi-hi...!", kata Ivonne yang mulai berani mengemukakan komentarnya.

"Bisa mbak...! Apalagi kalau dagunya tidak dicukur selama berpuluh-puluh tahun begitu... he-he-he...!", kata Diro sambil tertawa mencoba mengakrabkan dirinya dengan Ivonne yang segar dan cantik ini.

"Hi-hi-hi... bisa aja... engkong... eehhh maaf... maksudnya mas gitu... hi-hi-hi...", kata Ivonne tertawa sambil menyodorkan voucher yang mau dibeli Diro.

"Terimakasih...", jawab Diro singkat sambil menerima voucher baru itu. Diperhatikannya voucher itu dengan seksama dan menjadi heran 'Kok nomornya banyak angka kembarnya, sangat mudah diingat jadinya'. Langsung saja Diro berkata lagi pada Ivonne. "Kok nomornya... bagus sekali mbak...". Langsung dipotong saja oleh Ivonne dengan berkata.

"Bener! Tidak salah... itu 'nocan' khusus untuk pembeli pertama pagi ini, lagipula... biar saya gampang dan mudah menghubungi mas Diro gitu lho... hi-hi-hi", kata Ivonne berkomentar sambil tertawa lepas ramah... mulai merasa akrab dengan pemuda gagah yang ganteng maskulin yang berdiri didepannya.

(NB: nocan = nomor cantik)

"Lha kalau Ivonne dengan mudah menghubungiku, gimana dong kalau aku dapat menghubungi kembali dengan sama mudahnya", tanya Diro ber-strategi ingin mengetahui nomor cellular Ivonne si cewek cantik ini.

"Itu... malah lebih mudah lagi! Cukup menambah dengan satu pada angka belakang nomor voucher mas yang baru ini... OK? Jangan khawatir pasti Ivonne angkat dan jawab... asal Ivonne belum tidur gitu lho... hi-hi-hi...!", jawab Ivonne ramah dengan ceria, mukanya agak memerah... menambah cantik saja cewek yang memang sudah cantik ini.

Setelah membayar dan ditolong pasangkan sim card baru pada BB milik Diro serta penyetelan seperlunya... beres sudah.

"Boleh tidak aku nelpon nanti malam?", tanya Diro hahap-harap cemas mencoba keberuntungannya dengan Ivonne, cewek cantik yang baru dikenalnya ini... siapa tahu tak keberatan?

"Boleh saja mas, tapi kalau boleh tahu... jam berapa?", jawab Ivonne sembari bertanya balik kembali.

"Bagaimana kalau jam 11 malam, atau begini saja... Ivonne yang menentukan waktunya biar aku yang menelpon, bagaimana OK tidak?", kata Diro sedang 'nego' soal waktu menelpon.

"OK kalau begitu... bagaimana jam setengah sebelas malam... soalnya Ivonne lagi sibuk-sibuknya merem-melek gitu... hi-hi-hi...!", jawab Ivonne gembira sambil berkelakar.

"Kok merem-melek sih? Emangnya Ivonne lagi ngapain...", tanya Diro berhati-hati.

"Ya mau tidurlah... gimana sih...! Merem sebentar lalu melek lagi... begitu seterusnya, sampai merem... tidak bisa melek lagi... itu baru namanya... sudah tidur, tahu nggak...? Hi-hi-hi...", kata vonne menjelaskan dengan gembira sambil tertawa.

"Oohhh... begitu toh!", jawab Diro singkat saja sambil meneruskan perkataan yang tak terucap didalam hatinya. 'Kirain sih... kenapa gitu...?!', komentar Diro cuma berani dalam hati.

"Beneran lho...! Kalau sudah janji malah tidak jadi nelpon, wahh... bisa-bisa Ivonne yang nelpon duluan sambil nyedot pulsa-nya sampai habis! Hi-hi-hi...!", kata Ivonne sambil bercanda.

"Emangnya bisa apa?!", tanya Diro singkat tak yakin. Padahal dalam hati dia ingin berkata... 'Sedot yang lain saja... mbak!'. Melihat calon pembeli sudah mulai ramai, segera Diro pamitan. "OK deh Ivonne...! Lihat tuh sudah banyak yang datang... Sampai nanti malam jam setengah sebelas ya... Semoga banyak pembeli yang berkunjung... daaghh... Ivonne!", segera berlalu keluar dari toko kecil.

"Daaaghhh... juga mas Diro...!", jawab Ivonne yang buru-buru melayani calon pembeli yang baru saja datang.

Kemudian Diro berangkat dengan mengendarai mobilnya menuju kampusnya, meskipun jam kuliah baru dimulai jam 11:30. Dia memilih tempat, dibawah kerimbunan pohon Ketapang yang subur dan agak hijau tua daun-daunnya, yang berdekatan dengan kantin kampus. Kemudian Diro menghubungi ibunya dengan sarana telekomunikasi cellular itu dan memberitahu ibunya bahwa nomor BB-nya telah ditukar dengan nomor baru yang mudah diingat karena banyak angka kembarnya. Diro tidak memberitahu alasan kenapa dia mengganti nomor BB-nya dengan yang baru, konflik dengan ayah kandungnya juga tidak diceritakan... pikirnya itu cuma hanya membuat orang jadi susah dan emosi bila mendengarkannya, padahal dia tidak terpengaruhi samasekali dengan konflik itu. Yang pasti putus sudah ikatan batin dengan ayah kandungnya. Lebih baik dia dengan ayah kandungnya berjalan menurut jalan mereka ambil masing-masing... tak akan pernah bersinggungan lagi!

<"Kemana saja kamu sayang...? Opa-mu mencari dan mencoba menghubungi selama 2 hari ini, karena ada sesuatu hal yang penting yang ingin dibicarakan. Katanya sih untuk kelangsungan dan expansi perkebunan dimasa datang. Untuk jelasnya tanya saja sama opa-mu sendiri deh. Dia lagi ke kantor kebun sebentar">, kata Daniati senang karena telah dihubungi oleh anak kandungnya ini.

<"Begini ma... kalau mama tidak keberatan... bagaimana kalau Diro datang mengunjungi mama dan bertemu dengan opa, boleh kan ma...?">.

<"Tentu saja boleh sayang...! Tetapi dengan satu syarat...! Yaitu... kamu harus berhati-hati mengenderai mobil tua-mu, apalagi mama perkirakan kamu akan tiba dikawasan perkebunan ini pada sore hari menjelang malam...! OK... sampai ketemu nanti sayang...">, Daniati menutup hubungan telekomunikasi cellular itu.

***

Jam kuliah berakhir juga pada jam 14:45, buru-buru dengan mengendarai mobilnya menuju resto PH dan memesan makanan yang 'padat' yang lezat. Maklum saja tadi pagi dia hanya mengkonsumsi sepotong roti bakar dan secangkir kopi instan saja didekat pertokoan RS.

Dilihatnya pada arloji yang melingkar pergelangan tangannya yang kiri, menunjukkan waktu pukul 15:30. Dengan perut penuh terisi, energi perlahan pulih kembali, Diro memulai perjalanannya menuju tanah kawasan perkebunan, dimana ibunda yang tengah menanti bersama kakeknya yang sudah 2 hari mencari.

Tepat jam 18:00, Diro sudah sampai dipelataran depan rumah kakeknya. Silir angin sejuk menyapu wajahnya, di ufuk barat yang berwarna jingga kemerahan mengantar mentari masuk keperaduannya, sedangkan samar-samar terlihat diatas langit nun disana, sang rembulan penuh, bersiap menggantikan mentari... kurang lebih seperempat jam lagi akan menghilang sekalian membawa serta cahaya jingga kemerahan tadi.

Diro tidak usah menelepon atau mengetuk pintu, karena disana... telah menunggu ibunda tercinta yang sangat tepat perkiraanya seperti apa yang disampaikan dalam telepon siang tadi bahwa Diro akan sampai pada sore hari menjelang malam... tiba dirumah kakeknya. Diro sambil menyandang tas besar di punggungnya yang kekar, tas itu berisi pakaian dsb pokoknya serba komplit deh.

Mereka berpelukan mesra, Daniati berbisik, "Sana sekalian mandi... aroma-mu membuat para cewek bergairah...!".

Diro tersenyum senang, "Ah... masak sih ma?!".

Daniati menjawabnya dengan santai. "Maksud mama... kambing cewek... gitu lho hi-hi-hi...".

Diro rada memberengut manja pada ibunda tercinta, "Emangnya Diro bandot apa...?!".

Sambil bergandengan pinggang mesra, segera saja mereka masuk kedalam rumah dan Daniati berkata, "Langsung mandi saja dikamarmu... kalau tidak membawa baju bersih pakai gaun mama... biar seksi! Hi-hi-hi...! Setelah mandi kita makan bersama opa-mu... mungkin saja sembari makan opa-mu mau menceritakan maksudnya mencarimu selama 2 hari ini!".

"Baik ma...! Ma... mama... mandi bareng yuk... he-he-he...", kata Diro merayu ibunya yang seksi ini.

"Huusshhh... kamu! Nanti dengkul mama bisa lemas lagi seperti hari Sabtu yang lalu! Sssttt... malam ini jatah mama dengan opa-mu... kalau kamu memang mau nanti setelah opa-mu tidur... mama akan mendatangi kamarmu. OK".

"Diro cuma bercanda ma... jangan disimpan di hati! Sungguh Diro merasakan... kebahagiaan mama adalah juga kebahagiaan Diro...", kata Diro buru-buru kekamarnya untuk mandi... khawatir aroma badannya membuat polusi tak sedap pada udara dalam rumah besar yang tenang ini.

"Oohhh... Diro, dikala kamu bicara serius... sungguh mencengangkan hati mama, sayang...", kata Daniati pelan tanpa bisa didengar Diro yang mau masuk kekamarnya untuk mandi.

***

<Teenggg...!> <Teenggg...!> <Teenggg...!> <Teenggg...!> <Teenggg...!> <Teenggg...!> <Teenggg...!> jam antik besar berdentang 7 kali. Bunyinya sebenarnya hampir mirip dengan bunyi dentangan jam antik dirumah ayah kandung Diro, tapi heran bila mendengar bunyi dentangannya yang disana... selalu membangkitkan emosi Diro, lain dengan yang disini... hanya sebagai pemberitahuan waktu saat bunyi dentangannya bergema keseantero rumah besar yang kuno ini.

Mereka bertiga telah duduk dikursi makan menghadap ke meja makan yang lumayan besar ukurannya ini. Darso duduk di ujung meja, sedangkan Diro disebelah kanannya. Sedang Diro duduk berhadapan dengan Daniati, yang duduk disebelah kirinya Darso.

Dengan tenang mereka menikmati makan malam bersama mereka, ketika suapan terakhir telah dimasukkan kedalam mulut Darso yang makan kalem dan pelan saja.

Darso mulai angkat bicara, "Bagaimana kuliahmu, Dir? Tidak ada masalah bukan?!".

Yang dijawab Diro, "Baik opa, semua mata kuliahnya bisa diikuti dan dimengerti oleh Diro semuanya...".

"Bagus... kalau begitu! Begini Diro... opa ingin memberitahu padamu... ini menyangkut ekspansi dan perkembangan usaha perkebunan milik keluarga besar kita untuk masa mendatang. Opa telah membeli atss nama kepemilikan perusahaan perkebunan keluarga besar kita, yaitu sebuah gedung berlantai dua... lumayan besar, luas lahan total adalah 1200 m persegi sedang luas bangunannya adalah sekitar 400 m persegi. Sekarang ini kondisi didalamnya sudah direnovasi yang disesuaikan untuk keperluan saat ini. Kelak ini adalah berfungsi sebagai kantor pusat pemasaran hasil olahan perkebunan.

Lupakan tentang kantor pusat itu dahulu. Sekarang berfungsi sebagai tempat tinggal atau mess yang mengikuti program Peningkatan Mutu SDM, tidak banyak hanya 3 orang termasuk kamu, Diro. Divisi ini diketuai olah opa langsung yang pelaksanaannya diwakilkan padamu, Diro. Karena itu, kamu akan menerima gaji bulanan atas tugasmu ini dari badan hukum perusahaan perkebunan keluaga besar kita ini. Jangan dicampur-aduk dengan kiriman opa yang 3 bulanan yang kamu terima selama ini... itu tetap akan berlanjut karena... itu adalah kiriman seorang kakek pada cucunya yang sedang menuntut ilmu disana, sampai disini apa kamu paham, Diro? Atau kamu ingin bertanya sesuatu pada opa, silahkan sayang...!", Darso menghentikan perkataannya sebentar untuk memberi kesempatan pada Diro untuk bertanya atau lainnya.

"Tidak opa... Diro setuju saja, apalagi ini untuk kepentingan usaha perkebunan dimasa datang", kata Diro yang percaya 100% pada kakeknya yang dikaguminya. Ditangan pengurusan kakeknya lah setelah 2 generasi berlanjut, usaha perkebunan ini menjadi sangat maju... dan berkembang sangat pesat.

"Bagus kalau begitu... ternyata kita berdua mempunyai sudut pandang yang sama! Demi kemajuan usaha perkebunan ini, karena pada puncak kemajuannya sekarang ini kita lebih mudah melaksanakan segala sesuatunys tanpa perlu berurusan dengan bank.

Ini ada tawaran untukmu... mudah-mudahan kamu mau menerimanya. Perkebunan ini memerlukan sebuah kendaraan yang cocok untuk didaerah ini, opa memerlukan mobil kesayangan yang kamu pakai sekarang ini dan ditukar dengan mobil sejenis yang samasekali baru serta interior-nya dibuat persis sama dengan mobilmu itu. Bagaimana menurutmu... Diro", tanya sang kakek pada cucunya ini.

"Wah.. mau sekali opa! Terimakasih opa. Jadi mama kan tidak bisa menyebut 'mobil tua' lagi, he-he-he... kacian deh mama-ku sayang...", kata Diro senang dan mencandai ibu tersayang.

"Aahhh... kamu yang kacian dong... kalau tidak percaya tanya saja sama anak kecil yang baru bisa ngomong, jawabnya pasti... itu 'mobil bau' hi-hi-hi...", kata Daniati masih mengejek mobil barunya yang bakalan jadi milik Diro.

"Ha-ha-ha.... he-he-he...", kakek sama cucu tertawa bareng sangat bahagia.

"Eehhh... mama! Anak kecil baru bisa ngomong aja... pake dibawa-bawa lagi. Entar ngadu loh sama ibunya, "Mama-mama... mimi cucu dong... he-he-he...", kata Diro membalas candaan mama tersayangnya.

"Ha-ha-ha...", Darso jadi ikut-ikutan ketawa sambil minum air putih karena merasa haus jadinya.

"OK... kalau begitu, opa mau masuk ruang kerja untuk mengurus segala sesuatunya berjalan baik besok. Dan kamu besok akan diantar oleh pak Sutarman, kepala keamanan seluruh lahan perkebunan sini dengan memakai 'mobil tua'-mu, dan 'mobil bau'-mu sudah menunggu di gedung yang akan menjadi tempat tinggalmu yang baru... ha-ha-ha...!", kata Darso sambil tertawa menuju ruang kerjanya yang dipenuhi alat-alat canggih telekomunikasi dan komputer.

"Bener kan kata mama... sekarang anak mama sudah punya 'mobil bau' lho... hi-hi-hi...!", kata Daniati sambil tertawa bahagia.

Diro melihat arlojinya, sudah menunjukkan pukul delapan malam lewat 5 menit, kok jam antik ang berada diruang tamu tidak berdentang delapan kali? Dengan heran Diro bertanya pada ibu mengenai hal ini.

"Kok tidak berdentang ma... jam antik diruang tamu?", tanyanya dengan heran.

"Diro-Diro kamu melihat sesuatu selalu dari tampak luarnya saja sih...! Jam antik diruang tamu itu, cuma bentuknya saja merupakan replika jam antik, itu adalah jam super canggih sebenarnya. Kita bisa memilih jam-jam berapa saja boleh berdentang dan nada-nya pun bisa dipilih dari memory datanya. Jam itu pada saat tentu terhubung langsung dengan satelit yang bisa menyetel akurasi-nya pada waktu GMT (Greenwich Mean Time) kemudian secara otomatis di-konversi-kan dengan waktu di negara mana 'jam-antik' itu berada... hi-hi-hi... kapan lagi mama bisa memberi kuliah pada seorang mahasiswa Komputerisasi Industri, ya nggak hi-hi-hi...".

"Oohhh... begitu toh ma... siapa sangka benda yang berbentuk antik itu, ternyata penuh berisi komputer?!", kata Diro dengan kagum.

"Kenapa tadi pukul 7 malam tadi jam bunyi... berdentang, karena memang disengaja berdentang... karena itu adalah saat kita makan malam!", kata Daniati lagi.

"Ssst... ma... gimana mama dengan opa nanti", tanya Diro setengah berbisik pada ibunya.

"Ya... begitulah! Kalau opa-mu sedang asyik kerja diruang kerjanya, pasti ada hal yang dianggap sangat penting untuk dikerjakan... begitulah seperti biasanya...!", kata Daniati sambil menarik napas panjang. Dengan intuisi yang kuat dari seorang ibu terhadap anaknya, Diro. "Kamu... mama perhatikan sebentar-sebentar melihat arloji-mu, dan bertanya soal jam antik segala... kamu pasti janjian telepon sama cewek ya...?", tanya Daniati 'to the point' saja.

"Kok mama bisa tahu sih? Memang benar ma... tapi masih lama, nanti... pukul setengah sebelas malam, cuma kalau lewat dari waktu itu maka dia yang menelpon sambil bercanda... sekalian menyedot pula BB Diro sampai habis...! Begitu lho candanya...", kata Diro menjelaskan tentang janji telepon itu.

"Oooh cewek yang menjual voucher ya, yang memberimu nomor yang mudah diingat itu toh... hi-hi-hi...", kata Daniati menebak tapi... tepat!

"Malah cewek itu berkata, gampang menelpon dia, cukup menambah angka nomor terakhir BB Diro dengan menambahnya dengan satu! Begitu lho ma...".

"Oohh... kalau jam setengah sebelas, itu sih masih lama lagi malah kita bisa melakukan terlebih dahulu... bagaimana kalau... 2 ronde, hi-hi-hi...". kata Daniati mengoda Diro.

"Tapi kalau mau yang romantis sih... itu namanya kualitas ma! Kalau main ronde-rondean itu namanya kuantitas... beda dong ma...!", kata Diro menjelaskan.

"Bercintalah dengan mama... lebih romantis lagi...!", kata Daniati memandang sayu tapi syahdu pada wajah ganteng maskulin Diro.

***

Mereka sudah berada didalam kamar Diro, dan menutup pintu kamar tanpa dikunci lagi. Diro mengecup lembut bibir seksi ibunya, sebentar saja. Kemudian dengan pelahan membuka gaun tidur ibunya yang tipis, dibalas oleh ibunya tanpa berkata, melepaskan T-shirt Diro dngan perlahan. Kemudian Diro melepas BH tipis milik ibunya, yang kemudian dibalas Daniati dengan perlahan membuka celana pendek jeans milik Diro, dilanjutkan dengan usapan lembut pada tonjolan pada CD Diro yang menggelembung oleh penis Diro yang perlahan-lahan bertambah panjang dan membesar. Diro lalu dengan perlahan melepas CD tipis milik Daniati dan melepaskan lewat kedua kaki-kaki mulusnya. Dibalas oleh Daniati dengan perlahan menatik kebawah CD Diro dan melepaskannya sama caranya dengan apa yang dilakukan Diro terhadap CD tipisnya.

Telanjang sudah kedua ibu-anak berdiri berhadap-hadapan.

"Sayang kamu tidur terlentang dulu, mama ingin melakukan sesuatu padamu... saysng...". Diro melakukan apa yang diminta ibunya tanpa berkata-kata.

Segera tubuh telanjang yang jelita tubuh Daniati menindih tubuh telanjang puteranya itu dengan posisi mulut sexy-nya dekat dengan batang penis Diro yang mulai mengeras, dan diaturnya posisi vagina-nya berada tepat diatas mulut Diro. Rupanya Daniati menginginkan gaya '69' bersama putera tunggal-nya ini.

Diro segera melakukan kecupan-kecupan mesra pada bagian vagina ibunya dan berusaha tidak terlalu sering menggesek kelentit ibunya yang mulai mengeras juga. Sementara itu Daniati mulai memasukkan palkon Diro yang kemudian mengemut-emut dengan pelan dan lembut saja.

Emutan pelan ini justu membuat batang penis menjadi sangat keras, sedangkan vagina dielus mesra secara perlahan mulai membawah.

Kemudian Daniati bangun dari telungkupannya dan dengan perlahan berjongkok diatas penis tegang Diro yang berdiri tegak. dengan perlahan saja Daniati memegang batang penis itu dan mengarahkannya pada gua nikmat dalam vagina-nya sambil menekan pinggul mulus kebawah... <bleesss...>. Daniati mulai mnggerakkan pinggulnya turun-naik... turun-naik... konstan dan pelan saja, sementara itu kedua tangan Diro menjulur jauh kedepannya dan mulai meremas-remas payudara dengan pelan dan mesra.

Mereka melakukan dengan tenang, perlahan dan tanpa kata, hanya kedua pasang mata mereka yang saling memandang penuh kemesraan.

Daniati sudah ingin mendesah-desah karena merasakan nikmat persetubuhan yang penuh kemesraan dan asmara yang syahdu ini, berusaha keras tidak mengeluarkan suara dari mulutnya yang sexy. Pinggul mulusnya masih tatap bergoyang turun-naik pelan saja tidak terburu-buru, tapi keletihan melanda juga tubuhnya. Dengan menindih pelan tubuh telanjang bulat putera kandungnya ini sambil berkata pelan, "Kamu yang diatas ya... sayang, lakukan ayunan pinggulmu dengan pelan saja... seperti yang tadi mama lakukan.

Diro dengan lembut membalikkan tubuh mereka dengan perlahan agar penis tegangnya masih tetap berada didalam vagina ibunya, setelah mengatur posisi-nya, Diro mulai mengayun-ayunkan pinggulnya dengan pelan dan penuh kemesraan. Mereka yang sedang bersatu fisik, berusaha sedapat mungkin tidak mengeluarkan suara, walaupun sekecil apapun. Mereka melakukan persetubuhan dalam keheningan malam yang syahdu. Gerakan mengayun pinggulnya pun dilakukan tanpa henti dan pelan saja.

Setengah jam telah berlalu, tetapi mereka masih tetap melakukan persetubuhan ini pelan saja dan penuh kemesraan. Diro mengayunkan pinggulnya perlahan hanya sebatas penisnya kelusr-masuk sambil dicengkeram otot-otot dalam vagina Daniati, agar ketegangan penis Diro terjaga dan tidak bertambah lunak sedikitpun karena dijaga dengan sengaja kekerasannya.

Berdua menghentikan kegiatan seks mereka. Diro mengecup lembut bibir ibunya, dan berkata, "Aku cinta padamu. ma...!".

Yang dibalas Daniati dengan memegang kedua pipi anaknya dan berkata, "Mama juga cinta padamu... temukan gadis yang kau cintai nak... hamili dia... buatlah anak yang banyak agar mama tidak kesepian lagi... Mintalah pada isterimu agar tinggal bersama mama disini...".

Mereka berdiam diri tanpa berkata-kata agak lama... tanpa disadari mereka jatuh terdidur. Sedang penis tegang Diro sudah melunak lagi karena tidak mengalami gesekan yang merangsang sudah keluar dari jepitan vagina ibunya. Tanpa disadari Diro menggulirkan tubuhnya terlentang disamping ibunya.

Mereka melakukan persetubuhan tanpa mengejar klimaks maupun orgasme, tapi melakukannya sepenuh hati yang ikhlas, dan saling membutuhkan dalam kemesraan yang syahdu penuh misteri-nya tersendiri...

***

Pada jam 22:20 Diro terbangun dengan sendirinya, begitu kuat pikirannya mampu mempengaruhi 'alarm system' yang ada didalam tubuhnya, sama halnya saat dia masih tinggal dirumah ayah kandungnya, ketika itu dia berniat nonton pertandingan sepakbola tayangan langsung, Diro juga mampu membuat 'alarm system' bekerja dalam tubuhnya... membangunkan dari tidur pulasnya 15 menit sebelum pertandingan sepakbola itu dimulai. Itulah sebagian kecil talenta yang dimiliki seseorang dari sebegitu banyak talenta lainnya yang... penuh misteri!

Diro menyelimuti tubuh telanjang ibunya dan turun dari tempat tidurnya dan duduk dekat meja belajar yang masih kosong (karena sehari-harinya Diro tidak tinggal disini).

Tepat jam 22.30, Diro menelepon nomor Ivonne.

<"Halo Ivonne selamat malam dan selamat merem-melek... he-he-he...">, menyapa ang diujung sana.

<"Halo mas Diro... 10 detik lagi... Ivonne menelpon... habis sudah pulsa mas Diro... Ivonne sedot semuanya... hi-hi-hi...!">, jawab Ivonne sangat senang Diro bisa menepati janjinya.

<"Wah Ivonne ternyata hobby nyedot juga ya... sama dong! He-he-he...">, kata Diro mengoda nakal agak menjurus.

<"Emangnya mas Diro hobby nyedot apaan sih... kasih bocorannya dong...!">, tanya Ivonne lagi.

<"Pokoknya yang aku tidak punya... gitu lho...! He-he-he...!">, jawab Diro menggoda sembari memberitahu 'clue'-nya.

<"Hi-hi-hi... mas Diro ternyata diam-diam nakal juga ya?! OK Ivonne akan menebaknya... tapi sebelumnya tolong jawab pertanyaan Ivonne dulu... jawabnya yang jujur ya...">, kata Ivonne memberi kesempatan Diro berkata dulu.

<"Pertanyaan apa dulu...? Pokoknya tidak ada pertanyaan berarti tidak ada jawabannya dong... He-he-he... OK?!">, kata Diro bercanda.

<"Ini baru mau dikatakan Ivonne... pertanyaannya adalah... tadi pagi di toko, sewaktu Ivonne membungkuk mengambil voucher... mas Diro jelas nggak ngelihatnya...? Hi-hi-hi...!">, tanya Ivonne 'to the point'... rupanya ketika blus atasnya terbuka karena membungkuk, dan... Diro dengan mata melotot memandang dadanya dengan penuh minat kelihatannya, Ivonne tahu tapi tidak berusaha menutupinya karena khawatir Diro menjadi malu karena tertangkap basah.

<"Yaaa... ketangkap basah deh sama yang punya, terimakasih Ivonne, kamu tidak memaki spontan tadi pagi. Aku minta tolong nih, tolong dilihatin dan diperiksa dengan teliti... ada goresan atau apa gitu... soalnya lirikan aku tadi lumayan tajam lho! He-he-he...!">, jawab Diro terus menggoda nakal Ivonne yang cantik.

<"Aah... nggak mau ahhh... disuruh-suruh! Lihat aja sendiri... hi-hi-hi...! Sekarang juga boleh kalau mau!">, Ivonne membalas menggoda dengan berani.

<"Ya... nggak bisa sekarang dong! Aku sekarang berada di kota SB, besok pagi baru kembali... paling bisa memeriksa itu lusa... Bagaimana...?">, kata Diro menjelaskan posisi dimana dia berada sekarang.

<"Cius nih... bener pengen melihatnya sendiri, OK kita janjian. Mas Diro datang ke toko lusa sekarang Selasa berarti datang ke toko hari Kamis pagi jam 8:00, karena jam segitu masih sepi orang di kawasan toko sana... Ivonne sudah ada didalam toko... tapi rolling door-nya tertutup rapat. ketuk 3X cepat lalu 1X dan 3X cepat... jangan salah ketok... kalau salah ketuk nggak bakalan Ivonne membuka rolling doornya... Ingat 3-1-3, dan... jangan lupa membawa bukti bahwa mas Diro memang dari SB... 'deal' ya?! Hu-aahh.. eh... maaf mas Diro... Ivonne jadi nguap nih...">, kata Ivonne membuat janji ketemuan di toko lusa pagi sembari menguap karena terasa mulai mengantuk.

<"Sudah deh... habis kamu sudah mengantuk sih... selamat tidur ya Ivonne... semoga mimpi yang indah... bye...!">, diro ingin memutuskan hubungan telepon ini. Masih sempat Diro mendengar jawaban singkat dari Ivonne.

<"Bye juga mas... selamat tidur...">, putus sudah hubungan telepon itu.

***

Diro menengok kearah ibunya, yang sekarang tidur miring memandang Diro sambil berkata, "Asyik juga yaa... mendengar orang muda teleponan, hi-hi-hi...!", kata Daniati menggoda Diro.

Dengan segera Diro mendekati ibunya dan berbisik, "Pokoknya Diro bakalan nyemprot vagina legit mama dengan sperma Diro yang banyak...!", kata Diro yang tergugah gairahnya gara-gara teleponan dengan Ivonne Wulan yang cantik.

"Sapa takut...?", kata Daniati singkat sambil membuka balutan selimutnya... tidur terlentang diatas tempat tidur Diro sambil mengangkangkan paha mulusnya lebar-lebar.

Diro yang masih telanjang bulat dari tadi, dengan penisnya yang sudah tegang sempurna, menindih tubuh telanjang ibunya yang jelita. Rupanya karena malam semakin larut saja, Daniati ingin menyelesaikan persetubuhan ini dengan cepat saja. Kedua tangan lentik Daniati mencekal penis tegang Diro dan memasukkannya melewati katupan labia majora dan palkon Diro berhenti sambil dikatup oleh labia minora pas dimulut gua nikmat dalam vagina mulus Daniati.

"Ayoo.. tekan sayang... ingat usahakan kita mendapatkan klimaks berbarengan... OK?!", kata Daniati memberi aba-aba dengan mantap.

<Bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis Diro yang sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penis remaja matang ini... meneruskan persetubuhan mereka yang tadi.

"Aaah... nikmatnya...! Ingat sayang... kita barengannya yaa...?!", desah Daniati penuh kenikmatan sambil mengingatkan soal bareng-bareng itu.

Ini berlangsung sampai 10 menitan... itu karena berdua sempat rehat sebentartadi.

Diro makin tancap gas, pompaan-pompaan nikmatny semakin cepat saja... 5 menit kemudian, Daniati mulai mendesah-desah seakan ingin memberitahu bahwa saatnya sudah semakin dekat...

"Terus Diro... tancap terus yang cepat ooohhh... aahhh... sampai juga...!", desah Daniati agak keras sambil tubuh terhenyak dihempas gelombang klimaks yang dahsyat...

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>

<CROTTT...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

Mereka mendapatkan orgasme-nya secara bersamaan, betul-betul pasangan yang serasi...

Mereka diam menikmati orgasme-nya, kali ini lumayan lama... hampir 90 detikan... barulah menghilang orgasme itu pergi sambil meninggalkan rasa puas yang berlimpah ruah. Segera Diro menggulirkan tubuh tidur terlentang disambing tubuh telanjang ibunya.

Bersamaam mendapat orgasme mereka tadi dan sekarang secara bersamaan juga mereka jatuh tertidur dengan pulas...


Bagian 8 - Rumah Tinggal Diro Yang Baru

<Teenggg...!> <Teenggg...!> <Teenggg...!> <Teenggg...!>
<Teenggg...!> suara dentangan 'jam antik' berbunyi.

Diro yang telah terbangun 5 menit yang lalu, sempat menghitung dentangannya, ternyata jumlahnya 5 kali, berarti sekarang adalah pukul 5:00 pagi, di hari Rabu ini. Dia menoleh kesampingnya, ternyata... kosong, ibunya telah bangun lebih dahulu rupanya. Buru-buru Diro segera mandi dan tak lupa menggosok gigi.

Setelah berpakaian rapi, biasa... T-shirt, jeans dan tentu saja mengenakan CD yang bersih, kemudian merapikan semua barang bawaannya kedalam tas punggung yang besar, termasuk juga pakaian kotornya. Merapikan seprei tempat tidurnya kembali, barulah dia melangkah keluar dari kamarnya itu.

Dilihatnya ibunya duduk sendiri di sofa ruang tamu sambil memegang secangkir coklat panas. Ibunya melambai tangannya yang bebas padanya agar Diro datang mendekat.

"Hhmmm... wanginya mama-ku ini!", kata Diro setelah mengecup mesra pipi kiri dan kanan ibunda yang tecinta.

Daniati balas mengecup dahi anak tunggal semata wayangnya ini. "Kamu juga sayang, segar sekali wanginya... mama jamin cewek-cewek tak kan berani mendekat...!".

"Kok bisa begitu ma...?!", tanya Diro keheranan pada ibundanya ini.

"Iya-lah... masa sih berani kambing-kambing cewek mendekatimu... hi-hi-hi...!", kata Daniati bergurau sambil tertawa.

"Aduh mama...! Pagi-pagi begini kok ngomongin kambing cewek segala... ngomong yang sedikit lebih indah begitu...", kata Diro protes manja pada ibunya.

"Bagaimana kabarnya si Ivonne itu, sayang...?", tanya Daniati dengan penuh minat.

"Kok mama tahu sih, namanya... Ivonne?", kata Diro heran balik bertanya.

"Ya tahulah...! Kan mama belum tuli... hi-hi-hi... lagipula mama tidak nguping lho! Nama 'Ivonne' masuk sendiri ke telinga mama... tanpa permisi...!", kata Daniati serta-merta menolak kalau nama Ivonne itu hasil dari aksi-nya menguping.

"Ya pastilah... emangnya Diro nyangka mama nguping apa? Eh... kebetulan ma! Dengar mama menyebut-nyebut nama Ivonne... Diro jadi ingat... Ivonne kurang yakin dan heran saja... soalnya dia sama Diro ngomong janjian telepon pada saat pagi hari di tokonya... kok begitu malamnya Diro meneleponnya tadi malam sudah berada di SB sini. Dia minta bukti bahwa kemarin malam saat Diro meneleponnya... memang berada di SB sini. Bagaimana tuh ma...? Mungkin mama ada solusi-nya...?", tanya Diro minta tolong pada ibunya ini.

"Itu sih... gampang saja! Coba lihat didalam lemari-lemari yang menempel di dinding dapur. Didalamnya kamu akan mendapatkan botol-botol yang berlabel indah... itu adalah sekumpulan produksi perdana pengolahan dari hasil perkebunan kita. Sudah pasti botol-botol itu berisi bubuk coklat yang diracik dengan ramuan rahasia dari lab perkebunan. Seperti kamu ketahui kan... bukan hanya pohon coklat yang ditanam pada lahan perkebunan yang sangat luas ini, meskipun memang coklat-lah yang menjadi andalan utama perkebunan opa-mu ini. Ada buah-naga, melon-merah dan beberapa jenis buah-buahan yang cepat panen berbuah meski tanamannya sendiri tidaklah berumur panjang... maklum saja termasuk tanaman perdu... begitu. Ayo cari deh sekarang... ambil 2 atau 3 botol... atau berapa saja deh. Berikan sebotol pada Ivonne sebagai bukti bahwa kamu memang malam tadi berada disini! Selebihnya untuk keperluanmu sendiri. Sekarang saja ambilnya... entar kamu lupa lagi... jadi kelabakan sendiri menghadapi Ivonne... yang mama yakin.. pasti paras dan body-nya, hhmmm... oke punya ya? Hi-hi-hi...!", kata Daniati sambil bertanya, dan... tertawa.

Diro ke dapur dan dari dalam lemari yang dikatakan ibunya itu, dia mengambil 3 botol Chocolate Powder - Export Quality - 1 lb (= 453,6 g) memakai ukuran berat Eropa, karena memang untuk di-ekspor ke negara-negara di kawasan benua Eropa sana. Diro sambil 'menyambar' dari meja dapur setangkup roti berselai coklat dicampur kacang dan dimakan sambil berjalan dan... lenyap sudah masuk kedalam perutnya... pas sampai dekat ibunya... ya begitulah gaya orang muda jaman sekarang, semuanya dilakukan dengan serba praktis dan cepat saja.

"Bersiap-siaplah sayang... sebentar lagi pak Sutarman, Kepala Keamanan Perkebunan akan datang dan mengantarmu ke tempat tinggalmu yang baru, sembari dia menjemput anak-buahnya yang ditugaskan sementara di gedung yang akan menjadi rumah tinggalmu nanti... Opa-mu pernah bercerita pada mama, tempat baru itu tidak jauh dari tempat kampus-mu... kurang dari 1 km saja. Mama berharap, kamu lebih giat belajar dan kuliah, karena kamu lah tumpuan satu-satunya harapan opa-mu demi kelangsungan dan kemajuan perkebunan ini. Kurangi waktu affair-mu diluar rumah dan tambahkan itu kedalam waktumu untuk menuntut ilmu, mandiri dan lebih bersikap lebih dewasa, karena kamu sekarang mempunyai 2 orang anak-buah yang sama dalam satu divisi Peningkatan Mutu SDM perkebunan milik keluarga besar kita ini", kata Daniati menasehati putera tunggal semata wayang yang sangat dikasihinya ini. Daniati yakin Diro pasti mau mendengar semua nasehatnya dan memang tidak satu kalipun dia pernah membantah padanya, apalagi itu untuk kepentingannya sendiri, dan... harapan satu-satunya bagi seluruh keluaga besar pak Darso, kakeknya yang sangat dikagumi oleh Diro.

"Baik... ma! Diro akan selalu mengingatnya...!", kata Diro sambil mengecup pipi kiri ibunya dengan penuh kasih. "Dan... kalau mama kesepian... ingatlah selalu bahwa mama masih memiliki seorang putera... yang selalu menunggu via BB... saat itu... hubungi Diro ya... mama-ku sayang...! Begitu pula sebaliknya, jangan marah bila Diro menghubungi mama via BB kalau memang Diro membutuhkannya", kata Diro penuh hormat dan kasih pada ibunda tersayangnya ini.

<Tok-tok-tok...!> ada ketukan pelan pada pintu utama yang cukup jelas terdengar oleh Diro dan Daniati, yang langsung menjawabnya.

"Selamat pagi pak Sutarman, maaf... dibuka saja pintunya sendiri... memang tidak dikunci... silahkan pak!", kata Daniati menyawab ketukan itu dan mempersilahkan... yang ternyata memang benar adalah pak Sutarman yang tadi telah diomongin Daniati tadi.

Pintu depan dibuka oleh pak Sutarman sembari mengucapkan salam ala militernya.

"Siap! Selamat pagi bu! Selamat pagi oom! Apa sudah waktunya saya dan oom Diro berangkat... bu?", tanya pak Sutarman penuh hormat pada Daniati.

"Silahkan pak, Diro... sudah tidak ada yang ketinggalan kan, oleh-oleh untuk Ivonne-mu sudah dibawa? Berikan kunci mobilmu pada pak Sutarman dan... selamat jalan! Hati-hati dijalan ya pak!", kata Daniati penuh wibawa tapi sopan-santun.

"Siap...! Laksanakan...!", jawab singkat ala militer dari pak Sutarman, seorang pensiunan anggota korps pasukan komando dari salah satu angkatan ini.

***

Mereka berdua, Diro dan pak Sutarman yang memegang setir... sebentar lagi akan masuk ke jalan raya yang umum untuk semua kendaraan. Sambil mengendalikan setir yang ternyata lebih ahli ketimbang dari Diro sendiri! Pak Sutarman berkata pelan dan hati-hati... khawatir menyinggung perasaan orang muda yang duduk dismpingnya ini.

"Harap oom Diro jangan tersinggung oleh semua sebutan dan semua perkataan ala militer yang mungkin aneh bagi orang sipil yang mendengarkannya. Bapak sudah cukup tua dan... rada kagok untuk merubah kebiasaan militer bapak ini... harap maklum ya oom Diro. Mohon jangan disuruh merubah kebiasaan bapak ini... sudah mendarah daging selama hampir 30 tahun... menyatu dengan tubuh bapak yang tua ini. Bisa diterima kiranya oom Diro...?", kata pak Sutarman dengan hormat dan santun menjelaskan kebiasaannya ini... yang mungkin saja rada janggal di telinga kalangan orang sipil.

"Ya... sejujurnya sih Diro rada aneh saja mendengarkannya... pak, maklumlah Diro jarang berada di lingkungan suasana militer yang tegas dan disiplin tinggi itu. Tapi Diro bisa menerimanya... tidak usah khawatir pak... Diro biasanya cepat belajar memakluminya dan membiasakan diri... he-he-he...!", kata Diro sopan dan sambil tertawa lepas.

"Terimakasih oom! Ternyata si oom... bisa memaklumi dan... memang enak untuk diajak ngobrol santai, he-he-he...!", jawab pak Sutarman lega sambil tertawa lepas juga.

***

Jam 8:10 mereka sampai didepan satu gedung yang lumayan mewah.

'Memang benar perkataan mama, gedung ini tidak jauh dari lokasi kampus-nya, buktinya belum lama tadi mereka melewati depan kampusnya, kira-kira hanya sekitar 600 m saja jauhnya dari kampus.

Melihat komandan-nya datang, kedua anak-buah pak Sutarman segera membuka lebar-lebar pintu gerbang gedung ini, sembari memberi hormat pada pak Sutarman selaku komandan-nya. Secara keseluruhan anak-buah pak Sutarman adalah dari kalangan sipil non-militer.

Setelah memarkir mobil ex-milik Diro, pak Sutarman mengantarkan Diro menuju ke kamar yang akan ditempatinya Diro. Ketika sampai kedalam ruang tamu gedung berlantai 2 ini, mereka bertemu seseorang yang berpakaian necis yang berdasi, rupanya pak Sutarman telah mengenalnya dan menyapanya. "Selamat pagi pak Yanto, silahkan duduk dahulu sambil menunggu. Saya ingin mengantar pak Diro yang disini nantinya adalah wakil ketua divisi PM-SDM disini". Dan menoleh pada Diro sambil mengatakan identitas Yanto. "Dia adalah anggota divisi Urusan Khusus dari Kantor Cabang Pembantu yang kantornya dekat sini, didaerah pertokoan dekat mall".

(PM-SDM = Peningkatan Mutu - Sumber Daya Manusia)

Mendekati sebuah pintu kamar yang kelihatan besar, pak Sutarman mengambil dari dalam sakunya... sebuah kunci kamar yang sudah dilengkapi dengan gantungan kuncinya berupa plat baja putih persegi empat dan berlogo Divisi PM-SDM. Setelah pintu kamar terbuka, melongokkan kepalanya memandang kedalam kamar sejenak, kemudian pintu kamar ditutup dan dikunci kembali, mencabut anak kunci itu, dan memberikan pada Diro sembari berkata, "Ini kamar oom Diro, mohon maaf... dilihatnya nanti saja, karena saya ingin memperlihatkan suasana di lantai dua, silahkan oom... ikuti saya...".

Melalui anak tangga menuju atas, mereka berdua sampai di lantai dua. Suasana ruangan lapang dan banyak peralatan kebugaran / fitness yang lumayan komplit dan tertata rapi yang tata letaknya menurut aturan semestinya.

"Sudah... begitu saja... oom Diro, tugas saya hampir selesai. Mari saya antar dan perkenalkan dengan pak Yanto yang ada kepentingan dengan oom Diro", kata pak Sutarman kembali menuju tangga turun ke lantai satu kembali.

Sampai diruang tamu dimana Yanto menunggu, pak Sutarman memperkenalkan keduanya.

"Pak Yanto, ini adalah pak Diro... wakil ketua Divisi PM-SDM disini... dan pak Diro, ini pak Yanto dari Urusan Khusus Kantor Cabang Pembantu... silahkan bapak-bapak... saya ingin menemui anak-buah saya dahulu", kata pak Sutarman dengan nada formal dan segera berlalu keluar dari ruang tamu itu.

Urusan dengan Yanto sederhana dan cepat saja, yaitu menanda-tangani beberapa dokumen dan surat kepemilikan dan lain sebagainya, seperti surat mobil baru, surat pengangkatan sebagai wakil ketua divisi PM-SDM dan slip gaji, dsb.

Setelah selesai Yanto pamitan dan keluar untuk kembali ke kantornya dengan mengendarai mobil sedan miliknya sendiri.

Diro kemudian keluar ke halaman depan gedung yang sekarang menjadi domisili untuk menempatinya. Kebetulan pak Sutarman justru ingin masuk kedalam ruang tamu untuk perpamitan dengan Diro, karena ingin segera kembali ke area perkebunan di SB,

"Kebetulan oom Diro, saya ingin pamit kembali pulang ke perkebunan...", sembari menengok pada kedua anak-buahnya, yang tahu akan keinginan pak Sutarman dan segera berdiri tegak berdampingan dengan rekannya. Pak Sutaman segera berkata ala militer-nya.

"Lapor! Kami ingin pamit... segera kembali ke perkebunan... Laporan selesai...!".

"Terimakasih pak Sutarman... hati-hati dijalan...!", jawab Diro sambil menyalami tangan tua tapi kekar milik pensiunan anggota pasukan komando ini.

"Siap...! Laksanakan...! Kembali ketempat!", sahut pak Sutarman tegas, sementara kedua anak-buahnya ikut-ikutan memberi hormat pada Diro. Sebelum membalikkan badannya, pak Sutarman berucap pelan saja dengan nada seorang tua yang kebapakan, katanya, "Semoga oom Diro betah tinggal disini dan sukses menjalankan misi seperti yang diamanatkan oleh pak Darso, kakek oom Diro sendiri...!". Kemudian berbalik badan, melangkah mendekati mobil tugas yang sekarang dibawah pengawasannya, inventaris perkebunan... ex-milik Diro tadinya.

Sedang kedua anak-buahnya membuka kembali pintu gerbang gedung itu dan menunggu mobil yang dikendarai pak Sutarman keluar dari area halaman depan gedung dan berhenti dipinggir jalan raya... menunggu kedua anak-buahnya menutup kembali pintu gerbang gedung itu dari luar halaman luas gedung dan berdua bergegas mendekati mobil, dan... naik masuk kedalam mobil itu. Mobil pun bergerak kembali... menuju ke perkebunan, yang berada... nun jauh disana...

***

Diro kembali masuk kedalam gedung... rumah kediamannya sekarang, melangkahkan kakinya mendekat ke kamarnya serta langsung membuka pintu kamar itu dan masuk kedalam... Terperanjat Diro jadinya melihat seluruh keadaan dan suasana didalam kamar barunya ini. Semuanya persis sama dengan keadaan suasana didalam kamarnya yang berada didalam rumah milik Danang, ayah kandungnya... disana.

Meja belajarnya sama, dan... benda-benda diatasnya persis sama letaknya... saat terakhir dia meninggalkan rumah kediaman ayah kandungnya.

Diro segera membuka laci kecil yang letaknya dibawah daun meja belajarnya yang lumayan besar ini, dan mendapati... 3 gepok bundel uang kertas @ 100 lembar dari pecahan uang kertas Rp100 ribuan (= Rp 30 juta)... tak terusik sedikitpun keberadaan uang 'panas' itu!

Begitulah kalau kakeknya memantau segala gerak-gerik Diro tanpa dia merasa terganggu 'privacy'-nya walau sedikitpun! Tentang meja belajarnya yang sama ini serta benda-benda lainnya, yang seakan di-'teleport' kedalam kamar barunya ini... Diro tidak mau pusing memikirkannya... biarlah itu semua menjadi kerahasiaan cara kerja dari divisi Urusan Khusus dari perusahaan perkebunan dan pengolahan hasil panennya sendiri yang dipimpin oleh pak Darso, kakeknya yang sangat dikagumi Diro ini.

Rupanya kakeknya telah mengetahui konfliknya dengan Danang, ayah kandungnya... tanpa bertanya dan mengungkapkan walau setitik saja padanya dan pada Daniati, ibu kandungnya Diro... dan juga sebagai puteri tunggalnya, pak Darso yang kebanyakan 'action'-nya penuh misteri dan sulit di-antisipasi oleh orang lain yang sudah lama mengenalnya.

Diro melihat melihat arloji-nya yang menunjukkan waktu mendekati pukul 10 kurang 2 atau 3 menitan. Padahal jam kuliah untuk hari ini adalah pada jam 10:30, berarti sekitar 30 menit lagi. Segera Diro dengan mengendarai mobil barunya menuju kampusnya sambil membawa semua keperluan untuk kuliah dan menutup pintu gerbang gedung rumah tinggalnya sekarang.

Perkuliahan rehat pada jam 12:30 untuk 1 jam saja, guna memberi kesempatan para mahasiswa mengisi perutnya dengan makan siang mereka masing-masing... mau di kantin kampus atau makan sangu yang dibawa dari rumah sendiri ataupun... di-resto-resto yang lokasi-nya berdekatan dengan kampus.

Pada jam 17.30, akhirnya usai juga perkuliahan diruang jurusan Komputerisasi Industri yang diikuti Diro, entah dengan dengan perkuliahan lainnya, seperti Managemen Informatika dan lainnya.

Diro melangkahkan kaki ke pelataran parkir khusus roda-4, dimana mobil barunya diparkir. Sampai disana dia disapa tanpa disangka-sangka Diro yang menatap penuh keheranan pada 2 sosok tubuh semampai gadis muda yang usianya menurut penglihatan mata Diro yang jeli baru sekitar umur 18 tahunan. Usia kedua gadis hampir sama dan keduanya manis dan cantik pula, memakai jaket seragam resmi dari universitas serta keduanya memakai jeans yang berwarna colat muda atau cream.

"Selamat sore... kak Diro...", salam sapa kedua dagis itu serempak.

"Selamat sore juga, maaf saya lagi sibuk dan terburu-buru... mungkin kalian salah menduga dengan menyamakan saya dengan seseorang... mungkin...?!", jawab Diro penuh keheranan.

Salah seorang gadis itu berkata sekalian memperkenalkan diri dan temannya. "Saya Suntari... kak...", sambil menyodorkan tangan mulus dan halus mengajak Diro untuk berjabatan tangan, sambil meneruskan penjelasannya. "Dan yang ini... Andini, kami berdua adalah 2 orang peserta PM-SDM dari perkebunan, dan... otomatis menjadi anak-buah kak Diro yang baru. Maafkan kami kak, Suntari berserta Andini sudah menunggu kak Diro, lumayan... tidak terlalu sebentar... satu setengah jam... ada kali?!".

Seketika Diro berpikir didalam hati. 'Oohh... celaka... oh tidak! Untung tigabelas...! Untung... yang bikin bingung...!'.

"Oh kalian... toh...! 2 orang peserta PM-SDM yang dimaksudkan itu. Minta ampun...! Siapa yang menduga... Maaf... aku kirain sih 2 orang pemuda... kutu-buku begitu... he-he-he...!", jawab Diro lega... entah mengapa...?!

"Maafkan kami berdua kak... telah mengecewakan kakak...", kata Suntari dengan lesu jadinya.

"Siapa bilang aku kecewa?! Aku cuma merasa 'surprise' saja dan baru kali ini filing-ku meleset total...! He-he-he...!", kata Diro mendekap masing-masing satu-persatu sambil mendaratkan kecupan ringan pada kedua pipi cewek-cewek ini.

Sampai-sampai... terlihat kedua gadis masing-masing menangkupkan kedua telapak tangan mereka pada kedua belah pipi masing-masing sendiri, diam ditempat dan... diselimuti keterkejutan oleh ulah spontan atasannya ini.

Diro tahu, mereka baru mengalami cara perkenalan khas kampus ini untuk pertama kalinya. Diro meng-antisipasi kekakuan suasana seketika ini dengan berkata, "Untuk acara perkenalan perdana memang diperlukan satu kecupan ringan untuk masing-masing pipi yang ada... he-he-he... acara perkenalan perdana ala kampus... yang mengasyikkan bukan...? He-he-he...!", kata Diro menjelaskan sambil menertawakan sikap kedua gadis polos dan lugu itu... rada blo'on saja... kelihatannya...

Dijawab oleh Suntari yang lebih nekat dari tamannya, Andini. "Oohh... begitu toh kak...? Kami berdua cuma merasakan... 'surprise' saja begitu... hi-hi-hi...", kata Suntari sambil tertawa.

"Hi-hi-hi...", Andini sekarang juga ikut-ikutan tertawa jadinya.

"Sudah lupakan kecupan kenal itu... ayo kita ke resto PH untuk merayakannya... tidak jauh kok dari sini...".

"Ta-pi... kami tidak perlu membayar kan...? Kami tidak membawa uang banyak... apalagi belum mengambil uang dari ATM disana itu, habis... banyak benar yang mengantri, nanti malah... tidak bertemu sama kak Diro, dan... ditinggal berdua disini... lagi!", kata Suntari memelas.

"Tidak usah khawatir...! Tidak percuma aku jadi atasanmu langsung... soal makan di resto sih... tidak usah terlalu dibesar-besarkan... OK?!", kata Diro menyemangati kedua anak-buahnya yang polos ini, walau... diakuinya... manis dan cantik wajah mereka... terawat bersih dan mulus.

Segera mereka bertiga menaiki mobil baru milik Diro, dengan alasan supaya adil, Diro meminta kedua cewek itu duduk diatas tempat yang empuk dibaris belakang (mobil ini cuma mempunyai 2 baris tempat duduk dan menyisakan ruang cukup luas guna keperluan Diro pribadi).

Dengan gembira penuh keceriaan seperti juga pada orang-orang muda umumnya tatkala menuju ke suatu... pesta makan! Apalagi dengan kondisi perut mereka yang kelaparan alias... keroncongan...!

***

Jam 19:30 mereka telah kembali ke gedung yang rupanya ditempati oleh mereka bertiga.

Ketika sudah berada diruang tamu mereka duduk-duduk sejenak melepaskan penat rasa kekenyangan di perut mereka. Suntari mulai angkat bicara lagi.

"Kok lampu di halaman depan jadi terang sendiri ya...? Padahal tidak ada seorang pun didalam gedung ini...?", komentar Suntari penuh keheranan melihat itu semua, lanjutnya sambil bertanya pada Diro, "Apa kakak sebelum keluar dari rumah, menyalakan lampu taman dan sebagian lampu didalam rumah? Ternyata... cerdik sekali ya kak Diro memperhitungkan segalanya dan tahu bahwa kita pulang bakalan hari sudah malam dan gelap... hi-hi-hi...!", kata Suntari kagum campur girang.

"Hhuusssh... naif sekali kesimpulanmu itu... sayang...! Ngapain pula cape-cape mikirin lampu segala...! Urusan kita mau pulang jam berapa adalah urusan kita, gedung ini mau terang kek ataupun gelap biarkan itu urusan internal gedung ini, nggak usah pusing memikirkan, karena... kita sendiri juga banyak urusan yang memang penting untuk dipikirkan dan dijalankan dengan disiplin dan baik...", kata Diro memberi 'wejangan' pada kedua gadis yang menjadi anak-buahnya ini, dan melanjutkan penjelasannya soal terang dan dan lampu di gedung yang mereka tempati bersama ini. "Gedung ini mempunyai sistim penyalaan lampu penerangan dengan menerapkan sistim komputerisasi... tidak mungkin dikelabui oleh cuaca mendung yang gelap di siang hari dsb, pokoknya benar-benar canggih... percayalah padaku, karena aku kuliah pada jurusan Komputerisasi Industri.

"Oohhh... Suntari tidak berpikir sampai sejauh itu... lagi pula yang bisa menerangkan ini kan cuma mahasiswa dari jurusan yang sama dengan jurusan yang digeluti oleh kak Diro tentunya... hi-hi-hi", jawab Suntari penuh kekaguman akan kecanggihan-kecanggihan tersembunyi dalam gedung ini, dan... sambil tersipu malu atas kesimpulan yang diucapkannya... terburu-buru... tapi keliru...!

"Setiap kesimpulan salah yang telah terucap oleh seorang mahasiswa dan mahasiswi yang melakukannya... pantas dan wajib menerima penalti, agar supaya dia tidak melakukan kesalahan ngawur untuk kedua kalinya... apalagi pada kasus yang persis sama nantinya...!", kata Diro dengan nada tegas.

"Ya... gara-gara ngomong salah jadi... kena hukuman deh... jangan yang berat-berat dan menakutkan ya... kak Diro", kata Suntari pasrah tapi diliputi dengan kekhawatiran.

"Tidak perlu takut... cukup demokratis karena bisa memilih dari 3 penalti yang tersedia saat ini... he-he-he... Andini sebagai saksi dan tidak boleh membantu memilih, pokoknya netral posisi-nya sebagai saksi pelaksanaan hukuman dijalankan dengan benar... kalau tidak benar maka wajib mengulanginya, sampai... benar!", kata Diro rada 'sadis' tapi elastis... karena adanya kesempatan memilih penalti yang 'disukai' oleh ybs. 'OK ini pilihan penalti-nya... 1) Berbaring diatas sofa sepanjang malam untuk tidur! Atau... 2) Membuka semua setiap potong pakaian yang dikenakan saat ini didepan saksi Andini dan aku atau... 3) memberi kecupan yang lebih mesra daripada yang kita lakukan di pelataran parkir kampus sore tadi... silahkan berpikir dahulu dengan seksama dengan waktu yang juga ada pilihannya, 1) 5 menit berpikir sambil berdiri, atau... 2) sepanjang malam berpikir sambil berdiri. Dan ingat kalau pilihan 1) melewati batas waktu yang ditentukan... hukuman akan di-dobel dengan memilih 2 dari 3 pilihan penalti yang tersedia. Silahkan berkata 'Ya sudah siap!' untuk memulai penghitungan waktu dengan Stop Watch yang feature-nya ada pada arlojiku ini!", kata Diro mengakhiri perkataannya dan memberi kesempatan pada Suntari memberi aba-aba sendiri untuk memulai pelaksanaan hukumannya.

'Nyesel aku jadinya... terlalu ngomong ini-itu... dan mengatakan kesimpulan atas sesuatu yang sebenarnya tidak kuketahui samasekali...', kata Suntari penuh penyesalan, kelak dia tidak terlalu mudah angkat bicara sebelum ditanya oleh atasannya ini yang ganteng maskulin tapi sangat disiplin sekali, kalau bagi Andini sih... gampang, pembawaanya memang... pendiam begitu. 'Pilih yang mana yaa...? 1... huu... tidak bakalan nyaman tidur di sofa... apalagi untuk sepanyang malam! 2... telanjang bulat... kurang ajar! Memangnya aku apaan...! Aaahhh... pilih 3 saja yang mudah... tapi jangan sampai disuruh berulang-ulang, bakalan melelahkan juga... jadinya".

Cepat saja Suntari berkata keras, "3...! Eeehhh... Ya sudah siap! Suntari pilih 3...!".

"He-he-he... asyik...! Ya sudah... lakukan dengan benar...! He-he-he...!", kata Diro tertawa senang bisa ngerjain Suntari yang rada sedikit usilan ini. Sedang Andini tidak berani berkata apa-apa... hanya merasa geli oleh kemalangan yang dialaminya oleh ulahnya sendiri yang terlalu ringan mengeluarkan kesimpulan... salah lagi!.

"Hi-hi-hi...", Andini tertawa sambil dipelototin oleh mata Suntari yang semakin indah saja kelihatannya.

Suntari mulai memeluk tubuh Andini dan mendaratkan kecupan pada pipi kiri dan pipi kanan... selesai. Lalu dilanjutkan dengan memeluk tubuh kekar Diro tapi tidak terlalu erat yang melekat... cukup jauh... asal bisa mendaratkan kecupan pada pipi kiri dan kanan Diro... selesai! Sederhana saja dan tidak memakan waktu yang lama... tapi efek akibat hukuman sederhana ini tidak mungkin bisa dilupakan Suntari selama dia mengikuti program PM-SDM ini... yang diperkirakan akan berlangsung selama 5 tahun mendatang...!

"Hhhmm... boleh juga...! Cuma rada pelit... tidak pake bonus... he-he-he...", kata Diro sekenanya.

"Emangnya bonus apaan... kak Diro", tanya Suntari hati-hati takut dihukum lagi... dasar pembawaan Suntari yang suka ngomong... gatal lidahnya kalau tidak menjawabnya walau dilakukan dengan hati-hati sekali.

"Sudah... lupakan! Ini perintah...! Hayo kita mandi, tapi... dalam kamar masing-masing... mau ikut aku juga tidak dilarang... he-he-he...!", Diro membuka pintu kamarnya dan mencabut anak kunci itu, masuk kedalam kamar dan menguncinya kembali dari dalam. Segera mengambil kelengkapan mandi untuk bersih-bersih diri...


Bagian 9 -Ivonne Untuk Keluarganya Dan Diro (revised)

Sekarang hari Kamis, jam dinding dikamar Diro menunjukkan waktu pukul 6:00 pagi.

Jam 6:40, Diro sudah berpakaian rapi, bersiap-siap... bukan untuk pergi kuliah, tetapi... untuk memenuhi janjinya pada Ivonne Wulan di tokonya pada pukul 8:00 tepat. Sedangkan perkuliahan untuk hari ini, pada jurusan Komputerisasi Industri akan dimulai pada siang hari pukul 13:00. Didalam tas punggung yang sedang saja ukurannya sudah terisi dengan peralatan kuliah untuk hari ini dan satu botol Chocolate Power sebagai bukti dan sekaligus oleh-oleh untuk Ivonne.

Segera Diro membuat sarapan, mudah saja tapi menyehatkan, yaitu 8 sendok makan gandum Q munjung ditambah 1 sachet kopi instan dan ditambah air panas secukupnya lalu diaduk sampai rata kemudian mangkok itu ditutup dengan piring makan... tunggu sampai tidak terlalu panas... 10 menit kemudian adonan gandum matang itu sudah berpindah kedalam perut rata Diro... dan mulai menjalankan fungsi-nya menghilangkan rasa lapar sambil menyerap lemak yang tak diperlukan dalam perut. Dengan cepat saja piring yang kotor dicuci bersih kembali dan ditaruh pada tempatnya masing-masing.

Tak lama kemudian Suntari dan Andini keluar dari kamar Andini, bersiap-siap membuat sarapan untuk sarapan mereka sendiri.

"Selamat pagi kak Diro, boleh Suntari membuatkan sarapan untuk kakak...?", Suntari menyapa dan bertanya dengan suara merdu.

"Tidak-tidak...! Terimakasih! Masing-masing pribadi harus menyiapkan makanannya sendiri... termasuk sarapan kalian masing-masing. Tidak boleh ada main masak-masakin, harus belajar hidup berdikari! Termasuk tidur sendiri dalam kamar masing-masing!
Ini peraturan yang berlaku di divisi PM-SDM ini...!", kata Diro tegas.

(NB: berdikari = berdiri diatas kaki sendiri)

Tercekat kedua gadis ini jadinya, selama 3 hari berturut-turut mereka ber-inisiatif tidur dalam satu kamar, yaitu dikamar Andini... karena mereka berdua takut untuk tidur sendiri didalam kamar tidur mereka sendiri. 'Wah... bakalan dapat penalti lagi nih', pikir dalam masing-masing benak mereka bernada kira-kira begitu... tak jauh dari soal penalti. Tetapi... tidak ada kata 'penalti' yang keluar dari mulut cowok ganteng maskulin yang super disiplin sekali ini. Sedangkan besarnya tempat tidur yang ada pada masing-masing kamar ikut mendukung inisiatif mereka berdua. Kalau cuma ditiduri oleh 2 orang... apalagi oleh 2 gadis langsing semampai ini... sungguh sangat nyaman tidur mereka tanpa ada gangguan rasa takut...!

Karena ketentuan harus 'berdikari' yang diterapkan oleh Diro selaku wakil kepala divisi PM-SDM ini, maka Diro tidak punya kewajiban untuk mengantar dan menjemput. Kalau mereka menolaknya, maka Diro akan mengeluarkan keikut-sertaan mereka dari program PM-SDM ini! Masih banyak orang yang berfisik kuat, bermental baja dan berotak 'encer' yang berupaya sekuat tenaga untuk meraih cita-cita mereka sendiri!

Pada pukul 7:20 keluar gedung, dengan mobil barunya, parkir sebentar untuk menutup pintu gerbang kemudian menaiki mobilnya, sembari ngedumel dalam hari, 'Mereka pikir... mereka sedang wisata camping... apa? Dasar cewek-cewek lemah! Banyak cewek-cewek lain yang berkepribadian kuat dan bermental baja... dasar 'untung 13 yang benar-benar bikin bingung'!'. Jika dalam 1 bulan mereka tidak merubah 'mind-set' mereka, maka dengan lapang dada Diro akan mengembalikan mereka ke kantor perkebunan, dan... gugur sudah keikutan-serta mereka dalam program ini. Kriteria apa saja sih... divisi Urusan Khusus dalam menyiapkan peserta yang dinilai Diro 'memble' ini.

Sambil mengendarai mobil barunya dengan pelan dan santai saja, berusaha mendekati lokasi pertokoan dimana toko kecil milik Ivonne berada. Dan menghentikan mobilnya pas didepan toko milik Ivonne ini pada saat arlojinya menunjukkan waktu 7:59. Diro segera turun dari mobil tidak lupa memegang botol Chocolate Powder ditangan kirinya yang kekar dan mengunci mobilnya serta tidak lupa menyalakan 'Anti-burglar Alarm System'-nya.

Cepat saja mengetuk pintu 'rolling door' 3X cepat lalu sekali ketukan dan diikuti dengan ketukan 3X cepat lagi.

Tidak perlu lama menunggu, bunyi derit pintu 'rolling door' diangkat setengah dari tinggi 'rolling door' itu.

"Benar-benar hebat sekali! Very sharp on time!", terdengar suara Ivonne penuh kekaguman... meski wajah cantiknya belum tampak terlihat karena masih terhalang dengan 'rolling door' yang dipegangnya.

Tapi Diro telah ber-asyik ria terlebih dahulu... bagamana tidak?! Dalam posisi membungkuk itu, bukaan blus atasan yang Ivonne pakai terbuka lebar, dan... terlihat seluruh buahdada montok yang putih mulus dan... terbuka bebas... tanpa hambatan bagi mata genit Diro yang menatap dengan nanar seluruh bentuk buahdada Ivonne yang indah tanpa ditutupi lagi oleh sepotong BH pun samasekali!

Diro membungkukkan tubuhnya dan segera masuk kedalam ruang toko, sedangkan 'rolling door' diturunkan lagi dan digembok kembali. Diro menaruh dengan hati-hati botol yang berisi bubuk coklat, bukti keberadaannya pada hari Selasa malam di kota SB.

Ivonne dengan sangat senang memeluk erat tubuh kekar Diro, remaja matang yang berwajah ganteng maskulin ini... mendaratkan bibir sensualnya dan... mereka melakukan FK dengan bersemangat penuh gelora birahi yang berapi-api... serta jari tangan kiri Diro menurunkan blus atas lebih kebawah lagi dan tersangkut pada tengah-tengah lengan atas sebelah kanan Ivonne... sehingga memperlihatkan seluruh bagian susu sebelah kanan milik Ivonne. Jari-jari tangan kiri Diro yang cekatan telah meremas-remasnya dengan sesekali memilin putingnya yang berwarna pink agak muda ini.

Tak tertahankan lagi Ivonne mendesah dengan agak keras, "Aaahhh... nikmatnya remasan mas Diro yang pengalaman...! Ivonne sudah tidak dapat menahan lebih lama lagi... yuukk... kita lakukan segera... mas. Dibelakang ada tempat tidur lipat... Gituin Ivonne ditempat tidur itu yaa... mas Diro!".

"Sayang kita harus buka seluruh pakaian kita dulu... sayang...!", kata Diro membujuk rayu penuh nafsu.

"Bukanya... sekalian... didalam... sana... aja... mas!", kata Ivonne terputus-putus oleh gejolak gairah yang membara merah... tak mungkin padam lagi! Kecuali disiram dengan semprotan sperma yang kencang pada lorong-lorong paling dalam dari gua nikmat vagina klimis yang bersih mulus milik Ivonne yang cantik dan bertubuh ramping semampai serta dadanya yang kuning gading berhiaskan sepasang buahdada yang kenyal, montok berukuran 36B yang tanpa kerutan dan tanpa gayutan sedikitpun dan... ber-topping indah puting pink muda yang mempesona.

Cepat saja, dalam hitungan detik mereka sudah telanjang bulat. Ivonne dengan segera berbaring terlentang diatas tempat tidur lipat itu, sedang Diro dengan kesepuluh jari-jarinya yang aktif, sibuk mengukur-ukur tingkat kekenyalan seluruh permukaan buahdada Ivonne yang mulus dan montok dengan meremas-remas dan tidak lupa sesekali ngetem sejenak dikedua puting indah yang sudah sejak setahun yang lalu telah nongol setinggi 1 cm dari puncak bukit indah yamg mulus bersih bersemu warna kekuningan-gadingan. Ivonne mendesah keras, "Mas Diro... sambil meremas susu dan memelintir pentil susu Ivonne... sembari memompa pakai ini yang keras-keras dong... Kedua tangan Ivonne dengan gregetan mencekal batang penis Diro yang keras serta tidak lupa mengocok-ngocok penis Diro.

'Wah... orang lagi mau ML kok... pake ada acara coli... segala!'. Dengan cepat tangan Diro mengambil-alih atas kebebasan penisnya dari cengkeraman kedua tangan Ivonne yang lentik itu bisanya berkiprah coli saja... Diarahkannya palkon-nya langsung melewati katupan labia majora... labia minora... dan... ini dia... gua yang menyimpan sejuta rasa nikmat...! Dengan menekan pake dorongan pinggulnya kebawah...

<Bleeesss...!> Masuk sudah seluruh batang penis Diro yang sangat tegang itu dan seakan sangat besar bagi vagina mungil yang klimis milik dara manis yang berkulit kuning gading ini... mengaduk-aduk seluruh isi 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama yang penuh dengan kenikmatan semata...!

Ivonne telah mengganti sasaran bagi kedua tangannya... yaitu dengan memeluk erat tubuh kekar Diro yang perkasa... yang lagi mengayun-ayunkan pinggulnya turun-naik... turun-naik... menyebabkan penis tegang bergerak masuk-keluar... masuk-keluar... seakan ingin memompa keluar seluruh rasa nikmat dari gua yang penuh misteri ini... tanpa henti...!

Ivonne dengan kepasrahan penuh kerelaan melayani hajat nafsu yang dilakukan Diro atas tubuh telanjangnya yang sempurna dan yang memberikan rasa nikmat timbal-balik bagi keduanya... daripada dia terpaksa harus melayani nafsu liar dari adik lelakinya, yang masih 'remaja mentah' berusia 14 tahun itu... ataupun terpaksa melayani nafsu bejat ayah kandungnya yang tidak pernah mampu memberikan kepuasan ML padanya... walau cuma sekali saja! Lebih banyak mengotori perut datarnya yang mulus dengan ceceran air mani yang warnanya sudah tidak putih susu lagi dan sangat encer.

Sambil dengan diam menerima sajian nikmat yang diberikan oleh Diro, remaja matang yang perkasa dan membanding-bandingkan dengan ML dengan adiknya yang mampu melakukan ronde ML berkali-kali, tapi... dengan durasi setiap ronde-nya tidak lebih dari 3 - 5 menitan. Kadangkala keberuntungan ber-ML berpihak juga padanya dan 'menghadiahkan' satu dan hanya satu saja orgasme yang indah yang penuh kenikmatan tetapi setelah melakukan 4 atau 5 ronde ML... sesuatu hal yang cukup lama dan menghambur-hamburkan energi-nya yang terbatas... hanya untuk satu kali orgasme yang sangat cepat menguap... hilang entah kemana, walaupun meninggalkan rasa puas keperluan jatah tubuhnya hanya untuk kurang dari seminggu saja.

Minta digituin sama ayah kandung... ohh... tidak! Ayahnya yang punya bakat pedofil itu lebih sibuk bermain-main seks dengan Lolita-nya yang berumur tidak lebih tua dari 10 tahunan... anak perempuan kandung dari PRT-nya sendiri!

Bila si adik lelaki-nya yang bernama Deni ini tidak mendapatkan jatah ML dari Ivonne, kakak perempuan kandungnya, maka Deni mengalihkan sasaran pelampiaaan nafsu yang sudah tidak dapat dibendungnya... pergi ke ibu kandungnya yang STW... dengan senang hati menerimanya karena dia sendiri masih membutuhkan seks...

Kembali Ivonne konsens pada sajian nikmat yang disuguhkan oleh Diro yang ganteng maskulin... inilah yang ditunggu-tunggu sang orgasme khusus untuk Ivonne seorang. Tambahkan kadar konsens dengan membuatnya lebih intens dan Ivonne terhenyak tubuh telanjangnya diterpa tiba-tiba oleh orgasme-nya yang perdana dalam pengalaman ber-ML dengan Diro yang menambatkan hatinya yang sebelumnya terombang-ambing oleh pilihan cinta yang tak jelas.

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>

Terdiam sudah tubuh Ivonne jadinya, tak mampu lagi mengeluarkan dari mulut merah delima-nya yang sexy walau hanya untuk sepatah kata saja...

Diro tahu pasangan ngeseks-nya telah mendapatkan orgasme yang indah, melambatkan gerak keluar-masuk batang penisnya yang keras dengan hanya menggerakkan penisnys... satu-dua... lalu diam... satu-dua... begitu seterusnya sembari memberikan keleluasaan penuh bagi Ivonne untuk menikmati orgasme-nya ini secara maksimal!

Pada saat yang tepat ditunggunya tiba... segera Diro melanjutkan pompaan-pompaan nikmat pada vagina Ivonne yang rasa becek oleh cairan nikmat yang tersemprot keluar saat orgame-nya tadi. Walaupun begiru... otot-otot dalam sepanjang lorong gua nikmatnya masih saja melakukan cengkeraman kuat pada sekujur batang penis Diro yang mulai tegang lagi dengan sempurna. Tapi terjangan-terjangan batang penis Diro membuat cengkeraman otot-otot vagina Ivonne kadang tersentak melemah... tapi segera secara alamiah berusaha mencengkeram dengan sangat kuat, seakan... berusaha menahan laju batang penis Diro yang menyusup masuk lebih dalam lagi...

Perlawanan sengit yang dilakukan otot-otot dalam vagina legit Ivonne, gadis muda yang jelita ini... menyebabkan sensasi rasa nikmat yang harus 'ditanggung' sekujur tubuh kekar Diro jadinya.
Serasa batang penis yang lagi tegang-tegangnya ini... bagaikan dikulum-kulum sangat kuat oleh otot-otot disepanjang lorong niknat secara serentak, dan... kompak...!

Bagi Diro momen ini harus segera di-antisipasi dengan menggerakkan pinggul kekarnya dengan 'full power' yang powerful dan 'full speed' yang sangat cepat hampir-hampir tanpa pola yang lazim terlihat pada kecepatan normal genjotan pinggul seperti biasanya.

"Aaduuuh... mas Diro...! Kenceng banget sih... enjotan ngeweknya... minta aaampuun... deh! Aahhh... sampai deh...!", keluh-desah Ivonne yang agak keras terdengar. Baginya ini ML yang indah dan... penuh kenikmatan yang baru pertama kali dirasakan dalam hidupnya... <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> terhenyak lagi tubuh Ivonne yang indah... yang pasrah menerima kejutan-kejutan nikmat ini... orgasme-nya yang ke-dua segera 'menyelimuti' sekujur tubuh mulus jelita Ivonne... yang masih diliputi oleh kenikmatan dan rasa puas bersenggama ini...

Sedang Diro yang tidak rela klimaks-nya terlalu lama tautan waktunya dengan pasangan seks-nya... segera menyambut datangnya orgasme pertamanya di pagi hari ini... <Crottt...!> <Crottt...!>
<Crottt...!> <Crottt...!> Sperma-nya menjembur-nyembur sangat kuat dan banyak... memenuhi lorong-lorong nikmat yang otot-ototnya yang semakin melemah daya cengkeramannya.

Keduanya terkapar sangat puas dengan posisi tubuh telanjang Ivonne masih terlentang dan tubuh kekar Diro terbaring puas miring kekiri menghadapi tubuh kekasihnya ini. Mereka telah melakukan ML secara sukarela dan memberikan kenikmatan-kenikmatan nge-seks dengan sempurna bagi keduanya...

***

Sekarang jam 9.15, mereka telah selesai bersih-bersih diri dan mulai berpakaian rapi kembali. Tanpa malu-malu lagi Ivonne mengenakan pakaian dalamnya satu-persatu.

"Eehhh... mas Diro! Jangan pandang tubuh Ivonne seperti itu... Kenapa...!? Ayoo... mulai berpakaian...! Mana tuh barang mulai... bangun lagi! Hi-hi-hi...!".

"Barang apaan... sayang?", tanya Diro pura-pura tidak tahu, sambil menengok kebawah dan menolehkan wajahnya kekiri dan kekanan seakan mencari sesuatu yang telah terjatuh.

"Aduuhhh...! Bener-bener deh... tuh penis mas mulai ngaceng lagi...! Nah... kalau ngomong begini baru ngerti ya!? Hi-hi-hi...!", kata Ivonne blak-blakan, dan... tiba-tiba mendekap erat penuh kemesraan tubuh Diro yang kekar tapi masih telanjang bulat saja. "Ivonne jatuh cinta sama mas Diro...! Mas... sudah tahu kan sekarang? Ivonne ternyata sudah tidak perawan lagi... Nyesel ya mas...", kata Ivonne sambil bertanya penuh kehati-hatian.

"Ha-ha-ha....! Ivonne-Ivonne... cintaku pada pandangan pertama...! Aku tidak ingin bercinta dengan selaput dara-mu itu! Kenapa harus merisaukannya?! Pada hari Selasa, 2 hari yang lalu... di toko ini juga...! Aku sudah mengetahui... sudah ada orang lain sebelum aku... sayang...! Inisial lelaki itu adalah 'D'... iya kan? He-he-he... tidak percuma aku selalu mengawasi setiap makanan yang akan masuk kedalam mulutku... agar selalu bergizi... jadi aku tidak jadi bodoh-bodoh amat dan menjadi telmi setiap apa dan siapa yang aku hadapi dan meng-analisanya...!", kata Diro senang saja, padahal inisial 'D' itu dilihatnya pada topi berukuran sedang yang ditaruh pemiliknya diatas meja etalase.

"Kok bisa tahu sih...? Inisial namanya...? OK! Baiklah Ivonne mengaku dan menjelaskan semuanya itu... inisial 'D' adalah dari nama Deni, dia adalah adik kandung Ivonne yang baru berumur 14 tahun, tapi nafsu seks-nya menggebu-gebu padahal... kurang berkualitas. Dia pertama memerawani Invonne, kakak kandungnya sendiri. Yaa... anggaplah setengah keinginan Deni dan.. setengah keinginan Ivonne sendiri... kami berdua ingin tahu bagaimana rasanya nge-seks yang sebenarnya... seperti yang kami berdua sering menontonnya bersama-sama pada layar laptop Ivonne yang membuka situs porno. Sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan... yaitu... kehamilan! Ivonne setelah 3 hari proses pemerawanan itu... dengan bantuan teman cewek Ivonne yang ternyata lebih dulu berpengalaman... membantu mengurus pemasangan alat KB atau IUD dalam vagina Ivonne", kata Ivonne sambil menghirup napas dalam-dalam. Karena dilihatnya mimik wajah ganteng Diro sangat serius dan sangat interesan sekali... Ivonne melanjutkan kisah 'petualangan seks'-nya dengan anggota keluarga didalam rumah orangtuanya sendiri.

Kami jadi sangat ketagihan sekali untuk melakukannya... kalau bisa setiap harinya...! Tapi kalau Ivonne boleh berkata jujur tentang hal itu... Ivonne lebih disebabkan rasa penasaran saja! Jarang sekali Ivonne mengalami orgasme... seperti yang dialami oleh teman cewek Ivonne itu, walaupun sangat sering sekali teman cewek Ivonne menjelaskan ciri-ciri, gejala dan rasa yang katanya spektakuler dan sangat dahsyat itu...

Suatu hari, setelah kurang lebih seminggu lamanya Deni tidak mendapatkan jatah nge-seks dari Ivonne dan... kebetulan sekali Deni tidak bisa menyalurkan hasrat seks-nya pada 'sasaran' yang lain. Pada malam harinya kalau tidak salah pada malam Minggu... ada sekitar jam setengah duabelasan... papa dan mama ketiduran keletihan karena... sesuatu hal. Kami melakukan ML dengan penuh semangat yang tinggi atau lebih tepatnya Deni lah lebih berperan mmenyetubuhi tubuh telanjang Ivonne yang meladeni nafsunya, seperti biasa Ivonne meladeni adik Ivonne itu yang nafsu-nya memang tinggi itu.

Ronde-1 dalam waktu hanya 3 menit, Deni mencapai klimaks pertamanya pada malam malam Minggu itu. Tidak menunggu lama Deni segera melanjutkannya dengan...

Ronde-2 juga durasi-nya tidak jauh berbeda dengan durasi ronde-1, Deni meneruskan dengan...

Ronde-3 durasi-nya mulai meningkat tajam, yaitu ada sekitar 6 menitan dan pada...

Ronde-4 durasi semakin meningkat ada sekitar 10 menitan kami melakukan ML, sedangkan Deni berupaya dengan susah-payah serta bercucuran keringat menjaga stamina-nya dan menjaga ritme ML kami agar terjaga tetap stabil... dan saat itulah! Kami sampai pada klimaks yang bersamaan waktunya...! Ivonne tidak terlalu merasakan semprotan air mani Deni yang sudah sangat sedikit sekali volumenya, tapi... Ivonne diterpa gelombang nikmat yang terasa seakan sangat dahsyat! Itulah saatnya... untuk pertama kali dalam hidup Ivonne merasakan dan langsung mengerti kenapa pasangan-pasangan nge-seks... sangat mendambakan dan memuja-memuja kenikmatan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata indah maupun kata-kata biasa yang dipakai orang-orang dalam sehari-harinya yang diakibatkan datangnya satu orgasme yang indah dan sangat mencengangkan efek-nya pada tubuh seseorang yang mengalaminya.

Orgasme itu secara perlahan-lahan hilang dari tubuh Ivonne... menguap entah kemana... tapi meninggalkan setumpuk rasa puas sampai seminggu kemudian kami melakukan ML lagi, saat itu Ivonne mendapatkan orgasme yang ke-dua. Dasar apes... sesaat setelah orgasme itu menghilang dari tubuh telanjang Ivonne... kami tertangkap basah oleh papa yang Lolita-nya urung datang... karena perutnya mulas-mulas akibat jajanan yang tidak laik di-konsumsi oleh anak perempuan yang baru berumur tidak lebih dari 10 tahun itu. Gadis pitik itu adalah anak ke-dua PRT kami. Sedangkan anak pertamanya adalah seorang bocah berumur sekitar 12 tahunan, yang mengherankan adalah bahwa PRT kami yang berumur 27 tahun itu belum pernah punya suami! Papa tidak 'doyan' sama anak bocah.

Malam itu Ivonne jadi 'sasaran tembak' papa, dan dalam waktu kurang dari 10 menit saja... hasilnya... cuma mengotori perut Ivonne dengan lelehan airmani-nya yang bening dan... encer...".

Diro segera mendekati Ivonne dan mendekap dengan mesra, "Sudah-sudah... sayang...! Ivonne tidak harus menceritakan semuanya. Kalau ingin merahasiakannya juga aku dapat memahaminya dan menghomati apa yang menjadi rahasia itu. Cuma aku ingin menanyakan satu hal ini saja... harap jawab yang jujur...!", tanya Diro tegas tapi berhati-hati.

"Apaan itu... mas? Tidak ada rahasia untuk mas Diro", jawab Ivonne, sempat jantungnya berdegup kencang.

"Apa Ivonne pernah melakukan aborsi? Maafkan aku ya Ivonne-ku sayang...", tanya Diro 'to the point'.

"Tidak pernah mas... alasannya pemerawanan itu juga dikehendaki Ivonne sendiri, agar supaya pemasangan IUD tidak terlalu berbelit-belit oleh pertanyaan yang sekitar selaput perawan itu...", jawab Ivonne jujur saja.

"Ooh... sungguh merupakan berita yang sangat menyenangkan, kenapa aku menanyakan hal itu adalah dengan suatu pertimbangan. Wanita yang melakukan aborsi, biasanya biar tidak jelimet dan relatif lebih murah ketimbang aborsi oleh dokter yang 'nakal' yang sangat doyan sama duit daripada menjaga 'sumpah dokter'-nya sendiri.

Yang memakai jasa dari seorang yang bukan dokter, biasanya bekerja terburu-buru... yang penting janin keluar dan 'pasien' selamat... selesai dan terima duit. Wanita yang telah melakukan aborsi itu tidak sadar... bisa saja organ-organ penting reproduksi itu bisa saja tercederai tanpa sengaja oleh kerja operasi yang dikejar waktu itu... malah secara tak sengaja menyebabkan wanita ybs menjadi steril permanen atau menjadi mandul!

Sedangkan wanita yang tidak pernah melakukan aborsi, kemungkinan hamilnya fifty-fifty karena banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya faktor turunan, gen-bawaan, kesehatan tubuh dsb tapi tetap masih mempunyai harapan mempunyai anak ketimbang dari wanita yang steril permanen, OK. Sayang... tolong aku sebentar... ada yang ketinggalan nih...!".

"Apa tuh... mas?", tanya Ivonne heran.

"Iniii...!", sambil berjongkok Diro menarik kebawah CD tipis Ivonne dan melepaskan lewat kaki-kaki mulusnya.

"OMG, kirain ada apa...? Rupanya masih laper ya sayang... hi-hi-hi", Ivonne yang tahu diri segera membuat tubuhnya bertelanjang bulat kembali dan segera menelentang dirinya sambil mengangkangkan paha mulusnya lebar-lebar.

Sedang Diro sibuk melakukan oral-sex yang dilakukannya tidak lama hanya sekedar vagina mungil Ivonne mendapatkan cairan pelumas saja yang akan melicinkan sempurna lorong-lorong nikmat dalam vagina Ivonne yang legit.

Setelah dirasakan Diro vagina Ivonne yang mulus itu sudah licin, segera Diro menindih tubuh indah yang telanjang milik Ivonne yang jeita, yang sebelumnya sudah mem-posisi-kan palkon-nya langsung parkir di mulut gua nikmat dalam vagina klimis itu. Dengan sentakan dorongan pelan pinggul kekar Diro yang menekan kebawah dan... <bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis Diro yang sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penis Diro yang gagah perkasa...

Pompaan-pompaan nge-seks nya sungguh bertenaga ini berlangsung sangat stabil dan mendekati menit yang ke limabelas, desahan-desahan penuh nikmat bersahutan diantara sepasang nge-seks yang serasi ini yang melakukan gerak yang harmonis dan dalam satu tujuan yang sama, yaitu pencapaian titik puncak klimaks secara bersamaan waktunya.

"Aaahhh... mas... nikmatnya kayaknya mau nyampe nih mas...! Kencengin dong enjotannya...!", Ivonne berkeluh-desah sambil menggoyang-goyangkan pinggul mulusnya semakin cepatnya.

Sedangkan Diro bereaksi cepat-tanggap, mulai tancap gas, batang penisnya sudah seperti piston yang 'reciprocating' didalam silinder pada bagian kepala mesin mobil balap yang ngebut melaju kencang menuju garis finish yang bertulisan huruf besar-besar: 'ORGASME'.

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>

<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

***

15 menit kemudian, mereka berdua telah berpakaian rapi kembali, kali ini Ivonne tidak memberi peluang tubuh indahnya untuk dilihat Diro yang berusaha 'mencuri-curi' pandang ketika memulai memakai kembali seluruh pakaiannya kembali, dimulai dengan memakai CD tipisnya yang berwarna pink muda tanpa renda, lalu BH tipisnya yang polos berwarna pink muda juga, kemudian rok bawah berwarna merah cerah tanpa motif dan terakhir blus yang berwarna merah muda berpotongan atas yang rendah tapi masih menutupi pinggiran batas atas buahdadanya yang sekal dan montok, segera Ivonne menarik napas dalam-dalam serta menghembuskannya lewat kata-katanya yang merdu.

"Selesai sudah, dan... aman sentausa serta keadaan sudah terkendali kembali... hi-hi-hi...!", kata Ivonne lega dan agak bernada sedikit menyindir Diro yang juga sudah berpakaian rapi kembali serta tidak luput dari perhatian mata Ivonne yang bermata jeli dan berbulu mata lentik asli ini. "Sudah rapi kita sekarang kan... mas Diro, dan jangan terlambat mas dengan 'janji' dengan seseorang... karena 'janji' bagi keluarga besar Ivonne adalah hutang yang belum dilunasi... sampai 'janji' itu ditepati!", kata Ivonne kalem dan berusaha bersikap bijak.

"Janji...?! Janji apaan... sayang? Hari ini aku telah menepati janji padamu tidak ada 'janji' ketemuan dengan orang lain kecuali harus masuk kuliah pada jam satu siang tepat nanti...! Itu saja...", kata Diro heran.

"Karena Ivonne melihat mas Diro... sebentar-sebentar melihat arloji... dan OMG...! Mas masuk kuliah jam satu siang nanti...? Mas... Ivonne mohon dengan sangat... jangan jadikan Ivonne sebagai batu halangan bagi mas Diro yang berusaha mencapai cita-cita mas sendiri...! Ingat itu... terserah mas menganggap Ivonne bawel kek.. apa suka nge-dikte kek, apa suka menggurui... ahmmm...", mulutnya tidak bisa berkata-kata lagi karena telah dibungkam oleh mulut Dino yang gasang langsung melancarkan FK yang hot! Setelah berkutatan sengit akhirnya terlepas juga tautan yang lumayan agak merepotkan Ivonne yang jelita dan berbibir sexy berwarna merah delima itu. "Ampun deh...! Galak amat tuh mulut...! Nggak boleh Ivonne ngomong sedikit saja, langsung main... bungkam saja lagi, hi-hi-hi...!", kata Ivonne megap-megap karena napasnya tersengal-sengal yang disebabkan oleh FK 'galak' itu.

"He-he-he... baru tahu ya... sayang...? He-he-he... tapi asyik kan? Mau lagi... apa?!", kata Diro tertawa sambil menggoda mesra sang kekasih.

"Tidak-tidak...! Bener-bener galak tuh mulutnya... mas Diro! Minta ampun deh...! Tapi Ivonne tidak kapok loh...! Hi-hi-hi... tapi jangan hari ini dong...! Hi-hi-hi...!", kata Ivonne manja sambil mundur selangkah kebelakang dan menutupi mulut sexy-nya dengan kesepuluh jari-jarinya yang lentik, ikut-ikutan membalas menggoda balik sang kekasih hati yang ganteng maskulin ini.

Arloji yang melingkar dipergelangan tangan kiri Diro telah menunjukkan pukul 11:00, Diro membujuk Ivonne untuk mencari makan didekat sekumpulan resto dekat mall, tapi ditolak dengan halus oleh Ivonne yang mengatakan masih terlalu dini untuk menyantap makan siang, lagipula Ivonne membawa sangu dari rumah.

Tiba-tiba Diro berkata pada Ivonne, "Aku belum lunas benar... rupanya... kan seperti katamu tadi sayang... 'janji' yang belum ditepati adalah hutang yang belum dilunasi... 'tul nggak...?!", kata Diro sengaja menggantung perkataannya.

"Memangnya... apaan sih...?", tanya Ivonne yang dahi mulusnya tanpa disadarinya sedikit berkerut.

"Wah... kacau-balau bikin aku terpukau tambah galau jadinya... kalau begini...! Belum juga punya anak satu saja... sudah lupa! Gimana mau punya anak banyak... malah lupa lagi sama anaknya sendiri...!", kata Diro masih saja menggoda habis sang kekasih.

"Iiih mas Diro jangan ngomong begitu dong...! Sampe ke anak-anak segala...! Entar Ivonne nangis beneran nih...!", kata Ivonne yang merasa tersentuh perasaan halusnya dengan nada sendu.

Segera saja Diro mendekap tubuh Ivonne dengan mesra dan perasaan kaget dan penyesalan mendalam. 'Tak kusangka perasaannya menjadi sangat halus sekali kalau membicarakan seputar anak-anak...! Oh... tak kusangka! Kapok...! Tak kuulangi kesalahan fatal ini...!', tekad Diro dari hatinya yang paling dalam. "Maafkan aku sayang... sungguh aku minta maaf! Tak kusangka perkataanku yang usilan membuatmu menjadi sedih... maksudku sederhana saja... kan Ivonne meminta bukti bahwa aku pada Selasa malam, 2 hari yang lalu... menelpon dari SB sana... aku telah membawa sesuatu yang kiranya bisa membuatmu percaya lagi padaku...", kata Diro sembari mengecup lembut tapi mesra dahi Ivonne yang mulus dan memeluk pinggangnya mengajak ke dekat etalase dimana Diro menaruh botol Chocalate Powder itu, sedangkan Ivonne diam saja tanpa suara mengikutinya saja.

Diro mengambil botol itu dan memberikanya pada Ivonne... yang menerima dengan kedua tangannya yang mungil dan mulus itu... melihat sejenak labelnya yang indah dan membaca teks yang ada pada label dengan keras, "Chocolate Powder... Export Quality! Aahemmm...! Kok ada tulisan kecil apaan nih...? Sebagai bukti otentik agar aku tidak disangka oleh si Ivonne itu... ber-dus-ta...! Tertanda Diro si mulut galak!", kata Ivonne seakan dengan serius membaca seluruh teks yang ada pada label botol itu.

Diro yang mendengarkan seksama suara Ivonne yang membaca teks pada label botol Chocolate Powder itu... menjadi sangat heran dan berkata dengan nada kurang percaya, "Ah... masak sih...! Coba aku lihat sini...! Mana tulisannya...?".

"Sudah Ivonne simpan didalam hati... eh... kecele tuh...! Hi-hi-hi...", kata Ivonne berkelakar mesra sembari meledek Diro yang kena dikibulin mentah-mentah olehnya. "Eh... tidak percaya lagi...?! Lihat saja sendiri...!", kata Ivonne membusungkan dada montoknya kedepan.

"Ya sudah... sini aku lihat sendiri...", kata Diro penuh semangat menjulurkan tangannya... tapi telat sedetik... dada montok itu sudah ditarik kembali kebelakang oleh pemiliknya, sambil berkata-kata lagi...

"Tidak-tidak... jangan deh... entar ada yang bangun lagi... hi-hi-hi...", kata Ivonne menolak tegas sambaran tangan Diro yang genit itu. "Lihatnya kapan-kapan saja yaa...!", sambungnya sambil memegang botol itu kembali dan langsung menciumnya dengan dengan serius, "Hhmmm... wanginya...!", komentar Ivonne juga masih bernada serius.

"Wangi apaan...?", tanya Diro keheranan... kan tutup botol yang kedap itu belum dibuka... mana bisa tercium aroma coklatnya?

Tapi Ivonne menjawabnya dengan santai saja. "Ya... bau tangan mas Diro lah...! Kan yang membawanya tadi kesini... hi-hi-hi...".

"Wah... bener-bener deh... ternyata suka guyon juga rupanya...! Kerjanya ngebanyol saja... ternyata... he-he-he...", kata Diro sambil tertawa.

Kemudian Diro pamit pada Ivonne karena sebenarnya ingin mengisi perutnya mulai merasa lapar, habis... sang kekasih hati enggan diajak makan siang, Diro mengecup sangat mesra bibir ranum Ivonne yang merah delima, setelah Ivonne membuka 'rolling door' dan bersiap membuka tokonya kembali.

"Semoga banyak pembeli yang datang yaa... sayang...!", kata Diro dengan lembut penuh kasih-sayang.

"Hati-hati dijalan ya mas... daaagh...!", kata Ivonne dengan mesra dan melambaikan tangannya pada Diro yang sekarang mulai mau masuk kedalam mobil barunya...

***

Setelah sempat mengisi perutnya yang lapar dengan makan siang yang padat, Diro dengan mengendarai mobilnya menuju ke kampusnya. Tepat jam 13:00 mengikuti kuliah sampai selesai... usai tepat pada pukul 18:00. Segera Diro menuju ke pelataran parkir untuk kendaraan roda-4, disana sudah menunggu Suntari dan Andini yang menunggunya dengan setia. Diro menganggap itulah yang disebut 'kesetiaan' yang bodoh... seperti tidak punya inisiatif saja yang lebih cerdas ketimbang menunggunya... seperti orang bodoh saja. Misalnya... kan lebih cerdas dengan ber-inisiatif untuk kembali sendiri menuju 'mess' mereka... tanpa membuang-buang waktu mereka berharga... yang bisa mereka gunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.

Dengan ramah tanpa dibuat-buat, Diro bertanya pada kedua cewek yang dianggapnya rada 'memble' itu, "Apa kalian sudah makan?".

"Su-sudah... kak! Kami berdua sudah makan barusan saja tadi... di kantin kampus...", jawab Suntari, jurubicara kedua gadis itu.

"Baik kalau begitu, silahkan masuk kedalam mobil lebih dahulu... seperti biasanya kalian duduk di baris kedua... agar sang supir tidak terganggu konsentrasi-nya ketika melakukan tugas memegang setir", kata Diro santai tanpa berniat berkelakar... tetapi lebih untuk menyindir mereka secara halus. 'Dasar keduanya ini anak ketek bau ibu-nya', pikirnya sangat kecewa sekali atas kerja pejabat yang berwenang yang melakukan recuitment sangat khusus ini. Apa kriteria yang dipakai?! Apa isi benak mereka... seakan tidak tahu, atau memang tidak mau tahu. Ini adalah proyek besar yang bernilai untuk kemajuan dan kelangsungan hidup perkebunan per satu generasi-an... karena pada saat ini saja... belasan ribu orang yang menggantungkan segenap hidupnya pada usaha perkebunan ini, bagaimana nanti... pada 5 tahun mendatang... pasti jumlahnya berlipat-lipat ganda...!


Bagian 10 - Rencana Wisata Yang Matang

Diro telah merasakan tubuhnya bersih dan segar kembali. Dia baru saja selesai mandi sore... tepatnya sebenarnya 'mandi malam' hari, karena bertiga (Diro, Suntari dan Andini) tiba di gedung PM-SDM tempat tinggal mereka ini pada pukul 18:15 sore menjelang malam tadi.

Jam dinding menunjukkan waktu saat ini pukul 18:40 masih dalam hari Kamis. 'Oh... lupa aku...! Bukankah didalam ruang kuliahnya tadi, petugas TU (Tata Usaha) kampus telah mengumumkan bahwa karena besok Jum'at adalah hari libur nasional dan Sabtu lusanya adalah hari yang 'terjepit' dengan hari Minggu, maka kegiatan kampus berikut perkuliahannya akan dimulai pada hari berikutnya yaitu pada hari Senin.

'Uugghhh...! 3 hari penuh untuk berbengong-ria... bersama 2 anak bebek (Suntari dan Andini) seperti hukuman saja rasanya, memangnya aku telah berbuat salah apa?!', sambil mengenakan pakaian casual untuk dirumah, yaitu CD, celana panjang training sport dan T-shirt.

Diro teringat Daniati, ibunda tercinta, rasanya saat ini beliau tengah menikmati makan malam bersama Darso, kakek yang sangat dikaguminya itu. Jadi menelepon mereka saat ini, sama saja mengganggu kenyamanan mereka yang tengah menyantap makan-malam bersama.

Diro mengalihkan sasaran hubungan cellular-nya pada Ivonne, sang kekasih hati. 'Lagi ngapain Ivonne sekarang ya... sebaiknya aku kontak dia sekarang...!', baru juga dia memegang BB-nya eh... terdengar RBT getar BB berbunyi...

<Drzzz...> <drzzz...> <drzzz...>

Segera Diro menerima panggilan telepon itu, lha... malah dari Ivonne yang justru ingin dihubunginya saat ini! Segera menempelkan BB pada telinga kirinya, rupanya Ivonne telah berceloteh lebih dulu...

<"Uughhh... sedapnya! Wanginya ini lho... lebih wangi dari mas Diro yang mulutnya galak itu tuuhhh...! Hi-hi-hi...! Kalau nikmatnya... oohh niikk-maatt-nya...! Hampir sama sih... dengan mas Diro, cuma... beda rasa saja... hi-hi-hi...!">, Ivonne terus saja menggoda Diro, cuek tanpa perduli.

<"Halo-halo...! Sayang... kamu lagi mabuk coklat ya! Minumnya jangan banyak-banyak... jadi begini deh efeknya... he-he-he...!">, Diro balik balas menggoda Ivonne, sang kekasih hati.

<"Iihhh... mas Diro! Ganggu kesenangan orang aja nih...! Hi-hi-hi...! Terimakasih ya mas Diro sayang... coklatnya sungguh nikmat sekali! Sungguh beruntung sekali orang di Eropa bisa membelinya di toko terdekat... mana lagi musim dingin lagi... disana...! Apa kabar mas Diro... apa sudah mandi? Hi-hi-hi...">, kata Ivonne menggoda Diro dengan manja tapi mesra.

<"Sudah sayang... ngomongnya? Telepon jangan sambil minum coklat panas... nanti tersedak lagiii! Istirahat sejenak... sekarang giliranku yang ngomong! Tahu tidak? Aku baru saja ingin menelponmu eh... keduluan sama kamu! Waktunya beda tipis lah... kira-kira setengah detik kurang sedikit... he-he-he...! Aku ingin mengajakmu besok, tapi... untuk 3 hari penuh...! Kalau hari libur nasional... tokomu tutup kan?">, kata Diro coba membujuk Ivonne untuk jalan-jalan, tapi... untuk 3 hari 3 malam penuh.

<"Cius nih mas...?! Emangnya mau kemana... tapi kebetulan sih... si Deni, adik Ivonne itu pergi piknik mulai besok Jum'at dengan teman-teman sekelasnya untuk 2 atau 3 hari, tujuannya... Ivonne kurang tahu... tapi yang pasti mereka pergi rame-rame... gitu lho!">, jawab Ivonne mulai serius.

<"Yaa... kacian deh! Nggak dapet jatah dong... yang nikmatnya sama dengan coklat, cuma... beda rasa saja gitu... seperti tadi waktu kamu mabuk-coklat ngomongnya... he-he-he...">, Diro mulai menggoda Ivonne, kekasih hati.

<"Iihhh... mas Diro, Ivonne udah serius nih, ayo dong jelasin lagi...!>", kata Ivonne sedikit memelas manja.

<"OK... kita sama-sama serius! Begini sayang... kita teleponan sampai jam 20:00 saja nanti kita sambung lagi sekitar jam 22:00, soalnya... aku ingin telepon dengan mama-ku disana... nanti beliau keburu tidur... berabe deh! Bisa batal semuanya yang kita ingin rencanakan ini. Juga untukmu Ivonne... coba bujuk papa-mamamu agar memberimu ijin... kalau perlu sembari dikilik-kilik gitu... he-he-he... maafkan aku ya ngomongnya kan... tidak bermaksud jelek lho...! Aku ingin mengajakmu untuk menemui mama dan opa-ku di lahan perkebunan di SB sana... sembari 'refreshing' dari kesibukan kita sehari-hari... untuk 3 hari 3 malam... itupun kalau Ivonne mau gitu... tidak ada paksaan sama sekali... hanya untuk suatu 'fun weekend vacation' saja...! Besok pagi kalau bisa sepagi mungkin, supaya kita bisa mengendarai mobilku dengan santai saja dan tiba disana tidak terlalu siang... inipun kalau Ivonne setuju... OK! Pokoknya tidak ada paksaan... kalaupun Ivonne menolak... tidak jadi masalah... aku tidak ingin tahu alasannya... yang penting hubungan kita tetap langgeng dan adem-ayem saja tanpa terpengaruh oleh Ivonne mau atau tidak mau 'just positive thinking'... ya sayangku...? Mungkin Ivonne ingin bertanya atau berkata atau apalah... suka-suka saja! Silahkan sayangku...!">, kata Diro memberi kesempatan Ivonne untuk ngomong.

<"Aduuhh... mas! Sampai merinding bulu-kudukku kalau mendengar omongan mas Diro yang serius 'tingkat tinggi' begini... hi-hi-hi... maafkan Ivonne juga ya mas...! Dari Ivonne tidak ada masalah sama sekali... mungkin papa lebih merasa leluasa dan tambah senang saja, soalnya... Lolita-nya sudah sembuh total dari mules-mulesnya malahan karena liburan 3 hari non-stop ini... ssttt... Ivonne kebetulan mendengarkan... Lolita-nya mau ngajak sepupu perempuannya yang berlibur menginap dirumah PRT kami itu, malah ikut nginap dirumah kami... mungkin mau pesta seks kali... Ivonne kurang berminat untuk mengikuti semua kegiatan mereka. PRT dan ponakannya yang masih berumur 11 tahun itu tentu diikut-sertakan dalam pesta seks itu. Jadi jelas sudah... Ivonne akan ikut wisata bersama mas... yang Ivonne cintai sampai setengah mabuk coklat deh... hi-hi-hi... udahan deh... lihat jam dinding sudah nunjukin pukul 19:55 tuh... aduh gimana nih... mudah-mudahan mama mas Diro belum tidur nih... Sampai jam 22:00 ya sayang... bye!">, kata Ivonne, malahan dia yang khawatir sendiri jadinya.

Tepat jam 20:00, Diro menghubungi ibunda tersayangnya, langsung dijawab santer oleh Daniati.

<"Ya... sayangku! Sudah rindu mau ngomong sama mama ya...? Sudah makan malam belum...? Jaga kesehatanmu... jangan lupakan kuliahmu... atur waktumu, dan istirahat yang cukup... makanlah... makanan yang bergizi yang tidak terlalu banyak mengandung lemak hewani dan lemak nabati dan...">.

'Waduh... lho kok begini jadinya...? Mama apa salah makan ya? Makanan apa ya yang bisa menyebabkan orang sampai rem bicaranya sampai blong begini ya... hhmmm... nggak salah lagi deh... pasti mama kebanyakan makan sambel nih...!', Diro mencoba meng-analisa keadaan ibunya saat ini.

<"Halo-halo...! Kok diajak ngomong... malah nggak jawab-jawab sih...! Jawab apa satu atau dua patah kata... Diro! Denger mama tidak...?!">, Daniati jadi rada kesal... Diro yang nelepon dia... malah tidak bicara barang satu patah kata pun...!

<"Selamat malam ma...! Dari itu jaga kesehatan mama sendiri, jangan terlalu banyak makan sambel... nanti malah mules-mules lagi... Diro tunggu deh... ayo buruan ambil dan minum satu tablet anti diare...">, kata Diro dengan yakin dan pasti.

<"Halo sayang! Kok kamu tahu aja sih...! Mama ngaku deh... memang mama makan sambel... kayaknya kebanyakan deh, habis enak sih! Itu lho... sambel gandaria muda... buatan mbak Surti... kamu belum merasakan sih.... uughh sedapnya...! Eh... Diro-Diro...! Sayangnya mama... Halo...! Jawab kenapa? Apa sambungan telekomunikasi lagi jelek ya...? Atau... waahh... dasar! Opa sama cucunya ini... sama betul perangainya... Dasar kamu Dir...! OK deh mama minum obat anti-diare dulu deh...!">, kata Daniati, akhirnya menyerah kalah mengikuti saran Diro untuk minum obat yang dimaksud. Lalu dengan cepat kembali lagi ke sofa panjang... tempat favorit Daniati untuk bersantai sehabis makan. <"Halo sayang... mama sudah minum obat seperti yang disarankan 'dokter' Diro... halo sayang...?!">.

<"Diro mendengar ma...! Mama-ku yang cantik... mana pintar lagi! Cik-ki-cik-ki-cik...! Ci-luk-ba...! Cik-ki-cik-ki-cik...! Ci-luk-ba...! He-he-he...! Muaahhh... sun sayang dari Diro, he-he-he...">, kata Diro sembari mencandai mama tersayangnya.

<"Ngapain sih kamu...? Hi-hi-hi... kamu mabuk kepayang sama si Ivonne itu ya... ayo ceritakan sama mama... jangan pake rahasia-rahasiaan sama mama, kan... dulu kamu sudah pernah berjanji sama mama lho...! Ayo... jangan ingkar ya...!">, kata Daniati menagih janji pada putera tunggal semata wayangnya ini.

<"Bener mama-ku sayang... 'filing' mama selalu tepat! Karena itulah Diro menghubungi mama untuk minta ijin... Diro ingin mengantarkan Ivonne untuk bertemu dengan mama! Mama-ku yang cantik jelita... bagaikan bidadari Dewi Murni yang berkembenkan sutera ungu sambil...">, perkataan Diro yang dirasa Daniati rada aneh saja ini langsung dipotong saja dengan perkataannya...

<"Stop-stop... apaan sih kamu Dir?! Kamu mau memberitahukan pada mama tentang sesuatu, apa... memang mau nyanyi kroncong 'Dewi Murni' sih...?!">, kata Daniati rada bingung dan agak kesal... maklum saja... pengaruh sambel gandaria muda itu... belum hilang-hilang juga rasa pedesnya...!

<"Eh... maafkan Diro... maaa...! Diro mau mengantarkan Ivonne untuk menemui mama... biar Ivonne tahu bahwa mama-nya Diro ini ternyata... cantik sekali dan awet muda lagi...! Diro yakin bila Ivonne melihat wajah mama yang rupawan ini, ternyata jauh sekali berbeda dengan wajah anak lelakinya, yang tidak ada cantik-cantiknya sedikitpun...! He-he-he...! Jangan marah dong ma... minum air putih agak panas... kenapa?! Biar rasa pedesnya... hilang seketika... begitu!">, kata Diro rada hati-hati, soalnya beliau lagi... kepedesan...!

<"Oh... iya! Bener juga tuh... sampe lupa lagi. Terimasih ya Diro sayang... telah mengingatkan mama tentang air putih agak panas itu... sebentar mama mau minum dulu...! Awas... jangan diputus lho sambungannya...">, kata Daniati senang telah dingatkan tentang air agak panas itu yang akan menghilangkan rasa pedes yang sekarang mengganggunya saat ini. Setelah selesai minum air putih agak panas itu, pelan saja seteguk-seteguk... barulah hampir seketika hilang rasa pedes yang mengganggu percakapannya dengan putera tunggal kesayangannya itu. Daniati segera kembali ke sofa yang berada di area ruang tamu dan segera mengangkat BB-nya yang tergeletak diatas meja tamu didepannya.

<"Halo sayang... terimaksih yaa...! Nyaman deh rasanya sekarang... tanpa rasa pedes yang mengganggu... rupanya kamu bener-bener serius... mau 'jadian' sama Ivonne ya... bawa deh gadis cantik itu kemari menemui mama dan opa-mu... yang kebetulan tidak ada rencana mau kemana-mana kok...">, kata Daniati ikut senang mendengar kabar gembira ini dari putera tunggal semata wayangnya yang disayanginya itu.

<"Eh-eeh... mama! Jangan diputus dulu dong sambungannya... masih banyak yang Diro ingin bicarakan sama mama...! Atau... mama sudah kebelet... sama itu tuh...!? He-he-he...!">, kata Diro menggoda ibunya dengan nada genit.

<"Kebelet sama apaan...! Dan jangan kuatir mama tidak akan memutus sambungan telekomunikasi ini... coba jelaskan apa yang dimaksud dengan 'kebelet' itu... mama ingin mengetahuinya secara jelas... tanpa harus berpikir-pikir lagi...!">, tagih Daniati minta penjelasan dari Diro.

<"Soal 'jadian' itu tergantung dari restu mama dan... opa! Kalau soal 'kebelet'... tapi sebelumnya... jangan marah dulu lho ma...! Ingat ma... Diro kan satu-satunya putera mama... nggak nyombongkan diri lho... ma?! He-he-he...! Mama... takut menguap begitu saja... 'jatah' mama... karena opa... keburu tidur ya kan...? Sekali lagi... jangan marah lho mama-ku sayaannggg...!">, kata Diro sedikit merayu ibunya, karena takut dimarahi.

<"Bener-bener deh anak mama ini... minta ampun! Pikirannya tertuju tentang ituuhh... melulu...! Memangnya mama... tidak memikirkan dengan serius apa... 'jatah' yang mama harap-harapkan itu! Hi-hi-hi...!">, kata Daniati yang jadi timbul gairahnya kalau diingatkan tentang 'jatah' seks itu... bukankah ini sangat dibutuhkan oleh dua orang yang terlibat didalamnya... dengan secara gampang... untuk meredakan gejolak birahi dan... rasa mumet di kepala yang... mengganggu?!

Setelah yakin ibunya tidak tersinggung atau memarahinya, karena telah menyinggung-nyinggung soal 'jatah seks' itu, Diro menceritakan segala sesuatunya 'dari a sampai z' tentang hubungan Ivonne dengan keluarganya... termasuk tentang inisiasi pemerawanan oleh kakak-beradik itu dan tentang pemasangan IUD dsb... pokoknya seluruhnya... terbuka jelas... tanpa ditutup-tutupi dan diakhiri dengan usulan yang kata Diro sendiri... bisa menguntung semua pihak yang terlibat didalamnya! Kemudian Diro berkata pada ibunya dengan sangat berhati-hati...

<"Ma...! Sebenarnya ketika Diro memandang tubuh telanjang mama yang jelita... saat kita nge-seks... perasaan Diro... penuh gejolak nafsu... tetapi ma... pada saat yang sama... perasaan kasih sayang seorang anak terhadap ibu kandungnya yang tercinta... jauh lebih besar lagi...! Begitu kita berdua, sama-sama mendapatkan orgasme kita masing-masing dan... setelah secara perlahan-lahan... orgasme kita itu hilang... sirna, bagaikan menguap entah kemana... meskipun meninggalkan 'bingkisan' untuk masing-masing berupa rasa sangat puas yang mampu bertahan sampai berhari-hari lamanya... Pada saat orgasme itu hilang maka saat itu pula terbersit rasa sesal karena telah melakukan incest itu bersama mama kandung yang amat sangat dicintai lebih dari sekedar gairah nafsu badaniah yang sesaat... maafkan Diro telah mengungkap perasaan Diro yang paling dalam... yang tidak mungkin terkalahkan dan terhapus oleh seberapa sering kita melakukan hubungan badan...>, kata-Diro ini langsung dipotong oleh Daniati dengan berkata...

<"Baguslah kamu mengetahui dan menyadarinya sekarang, kedewasaan yang kau punyai ini jauh melebihi umurmu yang mau 19 tahun sebulan lagi. Jangan pernah ada sesal... ingat 'Sesal Kemudian Tak Berguna' satu peribahasa yang dibuat oleh orang bijak dari beberapa generasi terdahulu... Lakukan saja menurut hati-nurani pada saat itu... jangan berusaha sok alim yang tak mampu kita lakukan secara tetap berkesinambungan... tanpa henti! Kalau niatmu bersikap alim itu gagal... itu cuma akan menyiksa dirimu sendiri... mental-mu menjadi turun drastis sampai titik nadir. Percayalah mama telah mengalaminya, tetapi mampu keluar dari situasi yang gawat itu. Kenapa harus menyiksa diri... yang ujung-ujungnya bukan dirimu seorang yang menderita, tetapi kau mengikut-sertakan orang-orang sekitarmu... yang dekat dihatimu... berkubang dalam derita yang sama dengan dirimu...!>, kata Daniati menjelaskan, karena dia telah mengalami pahit-getirnya hidup ini.

<"Oohh... begitu ya ma...! Jadi pengen saat ini dekat dengan mama dan... melakukannya itu lagi...">, kata Diro yang langsung dipotong ibunya dengan berkata...

"Bener-bener deh anak mama ini... doyanan banget sih! Katanya kamu ingin membicarakan satu usulan yang akan menguntungkan semua pihak yang terlibat didalamnya. Baiklah mama katakan bahwa jenis usulan kamu ini adalah usulan tentang seks! Dan hanya semata diseputar... nge-seks... mama telah membauinya... dikaitkan dengan ceritamu tentang hubungan Ivonne dengan keluarganya... yang bersifat 'open-marriage' sama hal-nya dengan kita. Detail-nya... jujur... mama tidak mengetahuinya... kamu... mama kasih waktu 20 menit saja untuk menjelaskannya, sebab... setengah jam lagi opa-mu bila tidak ada kegiatan lainnya bisa tertidur jadinya dan... mumet deh kepala mama sepanjang malam yang dingin ini... hi-hi-hi...!">, kata Daniati menggoda Diro yang sudah dewasa ini.

Seperti yang telah diceritakan Diro, soal hubungan Ivonne dengan keluarganya itu, yaitu bahwa Ivonne sudah beberapa kali ML dengan ayah kandungnya, meskipun 100% tidak dilakukan atas 'suka sama suka', lebih banyak terjadi karena berupa 'hukuman' atau 'pemuasan seks' alternatif, misalnya karena Lolita-nya urung datang, dsb... tidak mungkin Ivonne mendapatkan orgasme dari ML dengan ayah kandungnya yang sekarang bersifat pedofil (suka nge-seks sama anak perempuan kecil).

Dan Ivonne adalah pilihan hati Diro, untuk mengarungi hidup bersama sebagai suami-isteri yang diharapkan Diro bisa mempunyai anak... paling tidak... tiga atau empat orang anak-anak yang kelak bisa meramaikan rumah kuno yang dihuni kakek dan ibu kandungnya... yang sekarang sepanjang hari diliputi dengan suasana sepi saja.

Ini hanya bisa terwujud apabila kondisi Ivonne baik secara fisik maupun secara psikologis... dalam keadaan sehat keseluruhannya. Diro mengkhawatirkan hasil akhir pengalaman Ivonne ML dengan ayahnya, secara langsung ataupun tidak langsung menimbulkan trauma dan berpendapat sangat negatif dan disama-ratakan atas kemampuan ber-ML dari orang-orang paruh baya atau lebih tua. Pasti menimbulkan efek yang tidak dinginkan semua pihak tentang keharmonisan hubungan diantara orang-orang dalam rumah kuno ini dalam kesehariannya, apabila Ivonne jadi tinggal bersama dengan ibu kandung dan kakeknya ini.

Diro ingin agar kakeknya bisa membuyarkan tuntas perspektif Ivonne yang sangat keliru itu atas kemampuan nge-seks seluruh para pria yang jauh tua darinya, dengan melakukan ML yang indah dan bisa 'membuahkan' orgasme... yang selalu didamba-dambakan Ivonne setiap kali ber-ML. Tentu saja ini adalah tugas ibu kandungnya yang bisa menyakinkan ayah kandungnya sendiri. Anggaplah ini sebagai selingan yang lebih menyehatkan... ketimbang setiap kali ayah dan puteri kandungnya ML kemudian timbul perasaan sesal, lalu beberapa hari kemudian rasa sesal itu memudar, tersaput oleh gairah birahi yang membutuhkan ML untuk menetralisirnya, lalu... muncul lagi lagi sesal... siklus ini terus saja berlanjut tanpa henti-hentinya dengan pola yang persis sama. Hal ini juga akan menimbulkan efek tidak baik secara psikologis.

Kesempatan ini akan diberikan pada hari pertama kunjungan Diro bersama Ivonne ke tempat kediaman kakek dan ibu kandungnya ini. Dan tidak perlu terlalu khawatir, karena hal ini tidak akan menyebabkan kehamilan, karena Ivonne masih menggunakan IUD yang selalu dikontrolnya secara teratur.

Setelah mendengarkan semua uraian Diro yang dipandang ibunya sangat cerdas sekali dan semua penjelasan Diro itu mudah dimengerti.

"Bener-bener mama tidak menyangka... sampai sebegitu dalam analisa-mu itu, mama setuju! Tapi jangan membenci mama... kalau mama gagal meyakinkan opa-mu ini dalam hal ini. Tetapi sesuai dengan penjelasanmu tadi... bukankah ini juga berguna bagi kesehatan mental opa-mu... dikaitkan setelah ML dan rasa sesal itu... iya kan?! Mama rasa... mama bisa meyakinkan opa-mu berawal dari kondisi mental opa-mu... Terimakasih sayang ini sungguh sangat berharga bagi kesehatan mental opa-mu... sekarang saatnya mama minta 'jatah' pada opa-mu... soalnya omongan kita berdua menyebabkan gelora gairah mama saat ini jadi timbul sangat tinggi sekali... bye sayangku! See you tomorrow!", kata Daniati mengakhir pembicaraan serius ini dari hati ke hati... serta memutus hubungan telekomunikasi cellular ini.

***

Jam dinding dalam kamar Diro menunjukkan pukul 20:20, masih lama untuk menghubungkan Ivonne, karena mereka janjian telepon pada puluh 22:00.

Diro keluar dari kamarnya untuk minum dan membuat makanan yang bisa mengatasi rasa laparnya, karena dia lupa mampir ketempat dimana dia bisa membeli makanan cepat saji (fast-food) untuk dibawa pulang. Bagi Diro hal ini bukan jadi masalah untuknya, lagi pula di lemari makan didekat dapur banyak sekali segala makanan kecil... yang sebenarnya Diro kurang begitu suka meng-konsumsinya.

Dia membuat makanan dari menu sarapan (yang dari gandum) yang sederhana, cepat dan bermanfaat... yang berbeda 12 jam (waktu sarapan ke waktu makan malam). Tidak memakan waktu lama 20 menit kemudian semuanya beres kembali, piring sudah bersih dan sudah ditaruh ditempatnya semula. Dengan membawa 2 gelas berukuran sedang, yang satu berisi seduhan panas coklat dicampur gula sedikit dan satunya berisi air putih yang bersih, Diro segera melangkah kakinya ke kamarnya. Tetapi sebelum masuk kedalam kamar, sempat dilihat keadaan kamar kedua cewek itu (Suntari dan Andini), rupanya mereka masih saja tidur bersama, berdua. 'Dasar anak bebek yang penakut!', katanya kesal. Karena dia bisa melihar ada cahaya yang keluar dari lubang angin diatas dinding dari hanya satu kamar saja, yaitu kamarnya Andini. Lubang angin itu ditutup dengan kaca bening, karena setiap kamarnya memakai AC, agar mendapat 'supply fresh air', masing-masing kamar juga dilengkapi dengan In/Out Blower Fan pada dinding kamar.

Dengan menarik napas yang dalam, karena kesal mengetahui keadaan itu, Diro masuk kedalam kamarnya dan menguncinya dari dalam.

Dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul 21:30, Diro berpikir, 'Kenapa ya... kalau menunggu saatnya janjian telepon, atau janjian lainnya... waktu seakan berjalan lamban sekali...'.

Tak sabar Diro langsung menghubungi Ivonne saja, setengah jam lebih awal dari waktu yang dijanjikan.

<"Halo sayang...! Ivonne lagi ngapain sekarang...?">, sapa Diro dengan mesra.

<"Hei mas Diro lebih awal 30 menit, Ivonne lagi berbaring santai saja sambil membolak-balik majalah. Bagaimana kabar dari mama-nya Diro... semoga sehat-sehat saja">, Ivonne menjawah senang telepon lebih awal ini.

<"Semuanya baik-baik saja... terimakasih sayang... apa papa-mama Ivonne sudah mengetahui rencana kita?">, tanya Diro lagi.

<"Kalau soal itu kan Ivonne sudah katakan tadi... sudah tidak ada masalah, cuma ada perasaan sepi saja disini... malam ini">, kata Ivonne kalem saja.

<"Sepi kenapa sayang...?">, tanya Diro rada khawatir.

<"Nada bicara mas Diro jangan cemas begitu dong, bener tidak ada apa-apa... cuma jaga-jaga saja...>", jawab Ivonne tenang saja. <"Begini... papa sudah sibuk dengan 2 Lolita dan PRT kami yang sebenarnya cukup lumayan body dan paras wajahnya, cuma tidak terlalu tinggi... paling sekitar 157 cm saja kalau dibandingkan dengan tinggi Ivonne yang tingginya 165 cm. Kami berdua mempunya berat sama yaitu 55 kg, karena PRT kami lebih pendek dari Ivonne, maka dia jadi kelihatan agak 'chubby' jadinya.

Sedangkan mama sudah dijemput oleh adik lelakinya dengan alasan yang Ivonne kurang begitu jelas mendengarkannya... habis ngomongnya bisik-bisik sambil cemol-semol susu-nya mama yang lumayan montok 38D karena itu rada gayut sedikit... kan ukuran segitu...susu-nya berat lho, kalau... ditimbang! Hi-hi-hi...">, kata Ivonne berusaha membuat kekasihnya lebih tenang.

<"Ya sudah... aku jemput saja sekarang, siapkan barang-barangmu tidak usah terlalu banyak bawaannya... kita akan berangkat lebih awal lagi, yaitu pukul 3:30 dan akan sampai disana sekitar jam 6 pagi... sekalian melihat 'sunrise' yang indah disana, dan kalau Ivonne masih ngantuk tidak usah khawatir bisa meneruskan tidur didalam mobil, bagaimana sayang...?", kata Diro.

"Cius nih mas... kebeneran dong! Rumah orangtua Ivonne tidah jauh kok... dari toko, paling cuma 50 m, itu lho rumah yang paling besar dipinggir jalan, di sisi kanan kalau menghadapi toko Ivonne. Biasa mas Diro... kunci-nya adalah '3-1-3', Ivonne tunggu ya... eh... halo mas! Bawaan Ivonne tidak banyak kok... cuma sebuah koper ukuran sedang saja. Sudah aahh... entar keduluan lagi sama mas Diro... bye mas Diro ketemu di toko ya...!">, jawab Ivonne sangat senang dan memutus hubungan telekomunikasi cellular itu.

***

Jam 22:00 Diro dengan kekasihnya, Ivonne sudah berada didalam kamar Diro, dan telah terkunci dari dalam.

"Mas Diro... kalau Ivonne boleh usul, dan juga supaya tidur kita bisa lebih nyenyak, bagaimana kita ML dulu... hi-hi-hi... maaf mas... Ivonne bukan ingin memaksakan kehendak... cuma kepengen saja... gitu lho... hi-hi-hi...! Lagi pula kalau mas Diro tidak bersedia... juga tidak apa-apa kok... cuma kayaknya seperti kelewatannya aja sih... hi-hi-hi... ahem-mmmhhh....!", Ivonne sudah tidak bisa ngomong jelas lagi... habis langsung 'dibungkam' sama mulut Diro yang 'galak'...

ditambah nafsu... yang menggebu-gebu...
tanpa rayu... tanpa cumbu...
CD pun sudah berjatuhan dibawah situ...
batang penis Diro sudah masuk tanpa malu...
dan merangsek maju...
napas keduanya jadi menderu-deru...
serta pinggul kekar Diro berayun-ayun bagai irama lagu...
Tidak perlu lama menunggu...
10 menit berlalu...
keduanya sudah terkapar lesu...
orgasme untuk keduanya pun datang tanpa ragu...


Pengantar cerita khusus bagian ini saja:
Seperti diketahui bahwa update dari McD adalah per satu bagian cerita penuh dan... relatif panjang (Ada yang sampai >40KB panjang file-nya), maka McD meng-update sambungan cerita ini per 50% dari bagian cerita ybs, nanti (mudah-mudahan) segera melakukan update lagi... begitu seterusnya. Selamat menyimak dengan santai.


Bagian 11 - Wisata Di Lautan Cinta

Sekarang hari Jum'at, jam dinding menunjukkan pukul 2:45 pagi sekali. Diro mendusin dari tidurnya, tubuh kekarnya masih dalam keadaan terbaring tidur terlentang, dia menengok kesampingnya. 'Kemana si Ivonne... kok tidak ada?'.

Rupanya sang kekasih hati yang telah lebih dahulu bangun, bahkan sudah mandi pula! Buru-buru berdiri dari duduknya dari kursi dekat meja belajar Diro... buru-buru mengenakan baju atasnya yang berkancing vertikal didepan... dan berusaha berdiri pada posisi membelakangi Diro, yang diketahui oleh Ivonne bahwa Diro telah bangun dan membuka matanya yang tengah memandangi tubuhnya dengan sangat interesan sekali. 'Untung aku sudah berpakaian hampir rapi, 'stretch jeans' biru tua sudah dikenakan, tinggal mengancingkan baju atasku saja...'.

"Jangan pandangi Ivonne kayak begitu dong... mas Diro! Mandi kenapa... buruan!", kata Ivonne santai tanpa menengok kebelakangnya.

Diro sangat kagum sekali sikap Ivonne yang penuh insiatif sesuai rencana mereka, bahwa mereka akan berangkat sekitar jam 3:00 lebih sedikit. 'Bener-bener hebat sekali cewek ini! Ramping semampai... cenderung sedikit lemah-gemulai, tapi sangat energik sekali! Rupanya dalam usianya yang masih 18 tahun ini, dia sudah lama bersikap 'mandiri' dan 'berdikari' buktinya telah mengelola tokonya sendiri, yang menjual voucher!'. Memang Ivonne telah lulus sekolah kejuruan puteri, entah jurusan apa dengan predikat sangat baik serta pendidikan formalnya ini disamakan dengan tingkat pendidikan setara SMU, dia belum berkeinginan masuk kuliah.

"Jual mahal nih... ya! Som-som sekali... he-he-he...!", kata Diro menggoda Ivonne yang bersikap selalu berdiri membelakanginya.

"Bukannya sombong mas...! Kalau mahal iya! Kan 'bocan'... hi-hi-hi... penasaran ya mas?!", jawab Ivonne santai tanpa menoleh kebekakang.

"Emangnya 'bocan' itu apa sih artinya... sayang?", tanya Diro ingin tahu.

"Hi-hi-hi... 'bocan' itu hampir mirip dengan 'nocan'... cuma beda rasa saja... hi-hi-hi...!", jawab Ivonne tanpa penjelasan.

"Kalau nggak jelas jawabnya... entar aku kitikin nih...!", kata Diro keki sambil berpura-pura mengancam sambil bercanda.

"Eh-eh-ehhh...! Jangan dong mas! Payah nih mas Diro... dikit-dikit main kitik aja... udah mulutnya suka ngecipok tanpa permisi lagi...! Hi-hi-hi...!", Ivonne buru-buru maju 2 langkah sambil sedikit membungkuk... menjaga segala kemungkinan. Dan segera menjelaskan kata-kata yang tidak dimengerti sang kekasih hati yang ganteng maskulin ini. "Kalau 'nocan' kan mas Diro sudah tahu, yaitu 'nomor cantik'... kalau 'bocan' adalah 'body cantik' gitu lho... udah tahu kan sekarang... hi-hi-hi...!".

"Emangnya... ada apa istilah 'bocan'?!", tanya Diro kurang yakin.

"Ya ada...! Masak sih Ivonne bohong...? Barusan... gitu lho... Ivonne yang membuatnya khusus untuk mas Diro seorang... hi-hi-hi... buruan mandi kenapa... jaga nama-baik kaum lelaki dong... masak kalah sama cewek sih...? Hi-hi-hi...!", Ivonne dengan gencar melakukan sindiran mesra, habis... dilihatnya Diro masih tenang dan malas-malasan saja.

"Kalau begitu... aku mandi deh...", kata Diro dengan sigap turun dari tempat tidurnya yang masih acak-acakan akibat 'pertempuran nikmat' tadi malam.

Sedang Ivonne mengikuti gerak-gerik Diro dengan pandangan wajah jelitanya bergerak sesuai posisi Diro berada. Begitu Diro mau masuk kekamar mandi... dia menoleh kebelakang, dan... tolehannya sungguh tepat pada payudara montok sang kekasih, karena ada celahan untuk mengintip, msklum saja... dua kancing ditengah belum dikancing sempurna, dan... Ivonne braless! Alias tidak memakai BH!

"Uuugghh... sedapnya! Ternyata dalam kamarku yang 'sumpek' ini... ada pemandangan sangat indah...! Yang sungguh... menggugah selera... he-he-he...! Asyik!", kata Diro bersemangat dengan suara agak keras. Ivonne segera membalikkan dirinya lagi membelakangi Diro sambil berkata pelan.

"Wajahnya sih oke punya deh... cuma matanya itu lho... tajam dan awas seperti mata elang, malahan lebih hebat lagi... ditambah 'genit'-nya gitu... hi-hi-hi...", Ivonne tertawa tanpa menoleh.

Begitu Ivonne mendengar suara pintu kamar mandi ditutup, menoleh kearah pintu itu sejenak, segera mendekati tempat tidur Diro yang masih acak-acakan ini. Hebat...! Bukan main cekatan sekali cewek cantik ini... tidak sampai melewati waktu semenit... tempat tidur Diro sudah rapi lagi, seakan belum ada yang berbaring diatasnya. Gadis cantik yang penuh inisiatif dan cekatan ini, sungguh... penuh dengan kejutan. Telah selesai semuanya itu, Ivonne dengan dengan tenang dan santai, duduk lagi di kursi dekat meja belajar Diro, dan... mulai berdandan ala kadarnya... benar-benar seorang gadis muda yang pandai merawat dirinya sendiri.

Diro tidak suka berlama-lama berada didalam kamar mandinya yang tidak terlalu besar itu... maklum ada peruntukan lain yang membutuhkan ruangan daripada ruang untuk sekedar bersih-bersih diri dan 'membuang hajat' itu. 10 menit kemudian, Diro keluar dari kamar mandi dan sudah berpakaian rapi. Celana panjang jeans berwarna colat muda kehijauan. T-shirt dan tentu saja CD. Rupanya Diro malam tadi sempat membersihkan diri dari 'pertempuran sengit ala BF itu' dan menaruh keperluan untuk berpakaian pagi ini, ditaruh didalam lemari kecil yang ada dikamar mandinya. Diro tidak perlu repot-repot merapikan rambutnya, karena rambut cepaknya tidak terlalu membutuhkan perhatian khusus untuk merawatnya... mau disisir atau tidak... sama saja. Dari itu pada kunjungannya dahulu menemui ibunda tersayang mengatakan bahwa perawakan tubuh yang kekar ditambah potongan rambut cepaknya dari anak tunggalnya ini mirip penampilan seorang tentara saja layaknya.

Diro begitu keluar ingin membawa gelas-gelas kotor untuk dicuci kembali, menjadi sangat heran dan kagum melihat kondisi tempat tidur menjadi bersih dan sangat rapi kembali, ditaruhnya lagi gelas kotor itu diatas meja belajarnya dan berkata.

"Sungguh penuh kejutan...! Calon ibu dari anak-anakku kelak nanti ini... terima kasih Ivonne... terimakasih sayangku...!", kata Diro sambil memandang mesra pada Ivonne yang agak ternganga mulutnya ketika mendengar kata 'anak-anakku' itu. Katanya pelan penuh keharuan.

"Cius... mas...? Mas Diro tidak sedang mempermainkan... Ivonne kan...", kata Ivonne penuh haru dan perasaan luar biasa bahagianya... 2 mutiara bening tetes airmatanya mengalir pelan menyusuri pipi halus dari wajah jelitanya yang merona kemerahan... menambah indahnya wajahnya yang cantik keibuan ini.

Segera saja Ivonne berdiri langsung mendekap tubuh kekar Diro dan menempelkan pipi kanannya pada pada dada Diro yang bidang.Mereka berdua... sepasang calon sejoli yang serasi ini berdiam diri... tanpa kata... tanpa suara... cuma ada gemuruh didalam hati sanubari mereka masing-masing... untuk beberapa saat lamanya...

Dengan mengecup mesra dahi sang kekasih, Diro mengajak Ivonne untuk sarapan ala kadarnya, biasa... sarapan pagi dengan gandum yang mengandung banyak kemanfaatan bagi tubuh orang yang meng-konsumsinya... (kata iklannya sih... lewar iklan komersil di tayangan TV)

***

Tepat jam 3:30, mobil yang mereka kendarai melaju kencang menuju ke lahan perkebunan milik keluarga besar pak Darso, kakeknya yang sangat dikagum Diro.

Mereka pergi meninggalkan 2 orang 'anak bebek' (Suntari dan Andini) yang bersama-sama masih meringkuk diatas satu tempat tidur dikamar tidur Andini. Yang tidak diketahui banyak orang disekeliling mereka termasuk Diro sendiri... mereka berdua menyimpan sebuah rahasia rapat-rapat yang hanya diketahui oleh mereka berdua dan seorang lelaki yang merekrut mereka dari divisi Urusan Khusus Cabang Pembantu dari badan hukum perusahaan perkebunan... yang tak lain dan tak bukan adalah pak Yanto yang pernah bertemu dengan Diro dalam hal penandatangan dan penyerahan surat-surat berharga untuk mobil baru yang dikendarai saat ini oleh Diro dan calon isterinya... pilihan hati Diro sendiri.

Rahasia itu adalah... Suntari dan Andini adalah isteri-isteri muda kawin sirih pak Yanto sendiri yang dikawin pada hari yang sama tapi dengan tempat yang berbeda! Perkawinan sirih itu yang pertama adalah 'Yanto & Suntari' lalu yang kedua dengan tempat berbeda adalah 'Yanto & Andini'. Yang tidak diketahui oleh 'anak bebek' (Suntari dan Andini) yang malang ini adalah... buku-buku nikah mereka adalah palsu dan tak terdaftar sama sekali di kantor pembantu KUA setempat. Mereka menyerahkan keperawanan mereka dengan sukarela dan pada malam pertama dan ranjang pengantin yang sama!

Suntari dan Andini terkecoh dan tertipu mentah-mentah oleh Yanto yang necis dan ganteng tapi berhati buruk dan compang-camping hati nuraninya. Alasan pemerawanan itu ada kaitannya dengan kriteria 'recruitment' peserta PM-SDM... salah satunya adalah agar mencari wanita atau pria cerdas (dibuktikan dengan test IQ) dan kalau dia wanita, telah mengunakan spiral KB atau IUD. Karena pihak perkebunan tidak ingin mentolerir akan sesuatu yang akan menjadi skandal... misalnya kehamilan, atau lainnya, yang ujung-ujungnya hanya merepotkan dan merugikan pihak perkebunan semata, sebenar kalau pak Yanto cerdas dan tidak mau pusing pilih saja dari kaum pria muda yang pintar dan lebih dinamis dan kreatif... dasar pak Yanto adalah seorang opportunist yang mempunyai ilmu andalannya yaitu... Aji Mumpung...!

***

Pak Sutarman di kantornya (yang berada di lahan perkebunan) memerintahkan wakilnya, pak Sumirat... untuk menghubungi salah satu dari peserta PM-SDM itu, Suntari atau Andini. Akhirnya setelah melakukan berkali-kali mencoba... tersambung juga hubungan telekomunikasi cellurar itu, buru-buru Sumirat memberikan BB tersambung itu pada komandannya, pak Sutarman.

<"Disini pak Sutarman kepala keamanan perkebunan berbicara...! Siapa yang berbicara...?! Yang jelas menyebutkan namanya!">, pak Sutarman bertanya dengan tegas gaya ala militer pada yang berbicara dari ujung... 'sana'.

Rupanya Suntari yang menerima panggilan telepon di subuh pagi itu, jam dinding dikamar Andini masih menunjukkan sekitar pukul 4 kurang. Dengan perasaan kesal karena merasa terganggu dari tidurnya yang tadi meringkuk nyenyak, Suntari menjawab sambungan telepon itu dengah ogah-ogahan.

<"Saya Suntari, pak! Sesuai dengan perintah dari pak Yanto... kami tidak diijinkan menjawab langsung semua pertanyaan yang diajukan pada kami. Sebagai peserta PM-SDM, kami memohon supaya bapak menghubungi atasan kami saja, yaitu pak Yanto di kantornya nanti>", begitulah jawab Suntari yang kedengaran jadi sangat bodoh karena saking gugupnya menerima telepon dari pensiunan pamen satuan khusus pasukan komando ini... yang diberitahu oleh suami sirihnya ketika mereka berleha-leha melepaskan lelah setelah proses pemerawanan pada 'malam pengantin' mereka. Karena gugup Suntari jadi dungu saja kedengaran ocehannya... apa dia lupa... sekarang hari libur nasional dan... kantornya Yanto tempat dia bekerja juga berlibur, alias... tutup!

<"Baiklah nona... kalau begitu jawaban anda... asal tahu saja! Bukannya pak Yanto tapi atasannya saja... masih dibawah kendali saya atau pak Yanto yang suami sirih kalian itu, tidak memberitahukan sruktur kepemimpinan dari badan hukum perkebunan ini? Diatas saya cuma ada 2 orang yaitu pertama pak Darso... dan kedua adalah pak Diro yang sebenarnya adalah atasan langsung kalian berdua selaku peserta PM-SDM yang sudah terpilih. Baiklah kalau begitu... telepon suami sirih kalian, pak Yanto dan memintanya untuk menunggu saya di gedung PM-SDM">, pak Sutarman memutus hubungan telekomunikasi cellular itu...


lanjutan dari: pak Sutarman memutus hubungan telekomunikasi cellular itu...

***

Sudah setengah perjalanan yang ditempuh oleh mobil baru yang dikendarai mereka berdua, Diro dan Ivonne. Ivonne yang cerdas dan tahu diri tidak terlalu sering berkata-kata dengan sang kekasih hati... yang sedang memegang setir dengan penuh kehati-hatian. Jam-jam segini lampu-lampu penerangan jalan dalam kota saja begitu buram... karena dengan alasan penghematan atas pemakaian listrik yang semakin mahal saja... apa yang diharapkan dari lampu penerangan jalan umum yang sekarang sedang dilewati mobil yang mereka kendarai ini. Bersyukurlah lampu dim mobil baru ini sungguh luar biasa terangnya menembus dikeremangan kegelapan pagi subuh ini.

Diro melihat Ivonne telah tertidur, maklum saja tidak banyak yang bisa dilihat lewat kaca samping mobil karena pandangan mata masih terhalang oleh keremangan gelap yang agak tebal.

Diro buru-buru menepikan mobilnya dan menyalakan lampu dalam mobil, dan mengatur sandaran duduk yang tengah disandari oleh Ivonne tanpa sadar tertidur dengan sangat nyenyak. Sandaran itu merebah kebelakang dan... pas menyambung dengan sangat sempurna, sehingga sekarang posisi tidur Ivonne terlentang sempurna serta kepalanya seakan merebah diatas bantal saja layaknya.

Kemudian Diro menjalankan kendaraanya lagi, satu jam lagi... mereka akan sampai ke lahan perkebunan yang mempunyai ketinggian 500 m dpl itu, dan... bisa menikmati bersama disana... 'sunrise' yang indah, kebetulan keadaan langit diatas sana agaknya akan cerah sekali. Pasti pagi yang penuh dengan warna cerah dengan latar belakang warna langit yang biru muda... mungkin ditambah pupuran putih awan-awan tipis yang terus bergerak ditiup oleh silir angin sejuk alam perbukitan yang beraneka warna hijau, hijau muda, hijau cerah, hijau tua... hijau-hijau lainnya yang semarak menambah indahnya panorama alam disekitarnya.

***

Jam yang ada di panel dashboard mobil menunjukkan waktu pikul 5:45. Memang mobil mereka sudah mendekati area perkebunan, jalanan meskipun rata tapi dilapisi batu-batu kerikil.

Tanpa setahu Diro yang tengah asyik menyetir kendaraannya itu, Ivonne sudah duduk tegak sambil bersandar kebelakang. Rupanya Ivonne berhasil juga mengatur sandaran kursinya seperti semula lagi, seperti sebelum dirubah posisinya oleh Diro tadi.

Mobil bergetar hebat, karena keempat ban roda yang sengaja ditukar type-nya dengan yang lebih lebar agar cengkeraman pada jalanan yang dilalui lebih mantap saja.

"Aduh... gimana nih... sih! Pasti mobil ini punya kelamin jantan... itu pasti...! Hi-hi-hi...", komentar spontan Ivonne yang buahdada 36B yang kenyal ikut-ikutan bergetar.

Diro menengok kekiri, kearah Ivonne yang sudah duduk tegak kembali dan sempat mendengar komentar Ivonne yang lucu itu.

"He-he-he... emangnya kamu ngintip 'punya'-nya mobil ini, apa? He-he-he... genit amat kamu ya... he-he-he...", kata Diro sambil tertawa lepas karena ada teman untuk mengobrol lagi.

"Bukannya ngintip mas...! Nih lihat deh", kata Ivonne sambil membusungkan dada montoknya kedepan. "Aduh... enaknya... kayak diremas-remas sama diplintir-plintir pentil susu Ivonne... hi-hi-hi...!", kata Ivonne genit merayu sang kekasih.

Diro menoleh kearan Ivonne dan spontan berkomentar agak keras. "Montok dan indah sekali tetekmu ikut-ikutan bergetar... mana tanpa ada gayutan lagi, ya... bukan salah aku lho... jadi bangun dan keras deh si 'dia' padahal waktu melihat kamu tertidur nyenyak... si 'dia' kan... ikutan tidur lho", kata Diro jujur saja kalau penisnya jadi keras, tegang berdiri.

Ivonne melihat kearah tengah-tengah pangkal paha Diro... memang benar... ada tonjolan yang menjulang tinggi. "Itu sih namanya... bukan si 'dia' mas...! Bilang saja yang jelas... penis mas Diro... lagi ngaceng hebat! Hi-hi-hi...! Cup-cup-cup... tenang sayang... bobo lagi aja deh... kita belum sampe ketempat tujuan.... hi-hi-hi...!", Ivonne berpura-pura mengajak berbicara dengan penis keras Diro dan membujuknya agar tenang dan tidur lagi.

"He-he-he... kalau udah begitu kondisinya mana mau dibujuk lagi...! Ivonne-Ivonne... jangan marah ya. Aku ingin bertanya... jujur nih... boleh nggak...?", tanya Diro serius pada Ivonne.

"Tanya aja... sapa... takut lagi...?", jawab Ivonne santai.

"Kamu heran dan cemburu nggak... kalau aku mencipok mama-ku sendiri...? Maaf ya Ivonne...", tanya Diro rada Khawatir dan harap-harap cemas.

"Kenapa harus minta maaf sayang...! Sedang Ivonne sendiri kagum sama mas Diro yang tidak marah, kecewa apalagi cemburu dengan ceritera Ivonne tentang Ivonne yang nge-seks dengan adik dan papa Ivonne sendiri. Malah kalau mas Diro ML dengan mama mas sendiri... Ivonne ikut bahagia saja...! Kan kasihan... mama-nya mas yang selalu kesepian itu", kata Ivonne yang penuh pengertian itu.

"Itu tadi tentang pertanyaan, sekarang tentang satu permintaan... masih boleh, nggak...?", tanya Diro hati-hati dan sedikit ragu.

"Aduh-aduh... mas! Mau minta gituan saja... ampe susah banget sih nanyanya!?", kata Ivonne rada kesal atas keraguan Diro pada dirinya, dan mulai ingin melorotkan stretch jeans-nya kebawah... tapi keburu dicegah oleh kata-kata Diro yang cepat. Tapi sebelumnya menepikan dahulu mobilnya berhenti dipinggir jalan yang lokasinya sudah dekat dengan rumah besar kuno yang ditempati kakek dan ibu kandungnya Diro.

"Eh-eh-eh... jangan disini...! Eh... bener kok tentang gituan tapi... Dengerkan dulu deh penjelasan aku dahulu. Begini... kan Ivonne sudah sering jadi pelampisan nge-seks dengan papa Ivonne sendiri, dan... tidak pernah mendapatkan orgasme... walau cuma sekali...! Aku yakin secara tak sadar pasti Ivonne menyama-ratakan semua pria yang seumuran dengan usia papa-nya Ivonne. Aku ada usulan nih... tapi sekali lagi please... jangan marah dan merasa terpaksa atau dipaksa, begitu... Nanti saat aku ML dengan mama-ku... mau tidak Ivonne ML dengan opa-ku dengan pertimbangan, bahwa ML dengan opa-ku pasti Ivonne akan mengalami orgasme minimal sekali bahkan bisa jadi lebih dari satu kali! Ini akan menguntungkan kedua belah pihak secara psikologis. Pertama Ivonne akan merubah perspektif-nya terhadap pria tua yang hampir seumuran dengan papa-nya Ivonne. Kedua... bantuan dari Ivonne yang mau ML sama opa-ku akan menyembuhkan secara psikologis... karena pastilah... opa yang setiap kali ML dengan puteri kandungnya itu... yang juga menjadi ibu kandungku... akan timbul rasa sesal... secara sadar maupun tak sadar, walaupun rasa sesal itu lama-lama akan tersaput sirna oleh libido opa yang mulai meninggi lagi... begitulah seterusnya dengan pola yang persis sama terulang lagi tanpa henti...! Bagaimana sayang... jangan benci padaku ya sayang... aku sungguh mencintaimu dengan segenap jiwa-ragaku... sayang!", kata Diro dengan perasaan plong dan lega.

Ivonne yang mendengarkan dengan sabar penjelasan panjang lebar dari kekasih hatinya itu, dengan tenang berkata. "Asal mas Diro mau berjanji... jangan sampai mas jadi cemburu... kalau Ivonne ML dengan opa-nya Diro... sembari membuktikan bahwa apa bener selama ini perspektif Ivonne suatu kesalahan...!". <Seeerrr...!> ada semprotan kecil yang melicinkan lorong nikmat didalam vagina mulus dan klimis itu. Buru-buru Ivonne merapatkan paha mulusnya. "Uugghhh... mas Diro payah deh ngomongnya tentang ML... terus! Jadi kepengen deh... hi-hi-hi...!".

"Jangan khawatir Ivonne-ku sayang...! Kamu lihat tuh didepan... ada banyak tiang penerangan jalan... kita akan segera masuk ke pelataran depan rumah besar kuno milik opa-ku...!", kata Diro bersemangat dan gairah.

"Ivonne... siap nggak nih yaaa... mudah-mudahan opa mas bisa puas dan klimaks ML dengan Ivonne... jadi deg-degan nih...!", kata Ivonne agak meragukan kemampuan nge-seksnya sendiri.

"He-he-he... gimana sih kamu sayang... jangan terlalu khawatir begitu...! Justru opa yang harus berhati-hati ML denganmu sayang... agar dia bisa membuatmu mendapatkan orgasme yang indah...!", kata Diro memberi semangat mengenai ML, yang sebenarnya lebih bersifat... terapi itu.


Sambungan dari: ML, yang sebenarnya lebih bersifat... terapi itu.


Sebelum men-starter mobilnya, Diro menelpon Daniati, ibunda tercinta dan memberitahukan beliau bahwa dia dan Ivonne telah sampai dekat pintu masuk pelataran rumah dan ingin melihat 'sunrise' yang indah serta ber 'selfie-ria' bersama Ivonne, yang langsung dijawab Daniati dengan terburu-buru...

"Hei-hei-hei... Diro! 'Selfie' ya...? Tunggu mama dulu dong...! Enak aja... mama ditinggal! Hayo... diam ditempat dulu! Biar mama yang nyamperin kamu ditempat! Awas kalau mama ditinggal...!", kata Daniati langsung kabur... bergegas berlari-lari kecil menuju pintu masuk pelataran rumah... sampai lupa memakai jaket yang tebal untuk menghangatkan badan di pagi yang indah ini, tapi... sejuknya... minta ampun! Daniati masih saja mengenakan baju tidur suteranya yang tipis berwarna ungu muda dan tidak lupa sambil menggenggam BB-nya dengan erat.

Diro yang melihat ibundanya yang berlari-lari kecil, serta baju tidur sutera ungu muda yang tipis melambai-lambai 'ceria' dibelakang tubuhnya yang tinggi semampai... sungguh suatu pemandangan indah yang melengkapi panorama elok alam sekitar perbukitan ini...! 'Bener kan... kataku juga apa...! Mama bagaikan...'.

Dewi Murni berkembenkan sutra ungu
Melambai meria rasa
Semerbak memenuhi...
Angkasa beralih biru

Di... baliknya... awan...
Membayang pelangi beraneka warna
Menantikan sang Dewi Murni
Turun bermandi di t'laga dewa

Kuntum bunga semua,
serentak mekar menyebar wangi
Untuk menyambut Dewi Murni
Bertiti pelangi turun mandi

... ... ...

Buru-buru Diro mengajak Ivonne untuk segera turun dari mobilnya untuk menyambut ibunya.

Sampai juga Daniati mendekati sepasang kekasih yang saling jatuh cinta itu... dengan napas agak tersengal-sengal... setiap kali Daniati menarik napas... puting indahnya seakan ingin menembus keluar gaun tidur suteranya yang tipis ini. Sementara mata Diro melotot menyaksikan dengan seksama sebentar-sebentar puting indah ibunya itu terlihat nyata muncul sangat jelas kemudian agak samar... lalu sangat jelsa sekali... begitu seterusnya... seirama dengan helaan napasnya yang masih tersengal.

Sedangkan Ivonne dengan matanya yang jeli melirik kearah ke tengah-tengah pangkal atas Diro yang menonjol keras makin keatas. 'Bener-bener deh...! Nafsu banget sih mas Diro kelihatan sama ibu kandungnya sendiri!'.

Daniati menoleh kearah Ivonne, langsung memeluk mesra Ivonne, sambil berkata agak keras agar Diro cukup jelas perkataannya. "Wow... cantik sekali calon anak mama ini". Lalu berbisik pelan, "Entar kalau mama bicara... jangan jawab mama dulu sayang...". Lalu Daniati berkata agak keras lagi seperti tadi semula. "Kamu... Vonnie kan namanya, salam kenal ya sayang...!", kata Daniati sambil menngecup mesra pipi kiri dan kanan Ivonne yang tahu kira-kira... sengaja menyebut namanya keliru... Yang langsung ada ralatan dari Diro yang mengikuti seksama gerak-gerik kedua wanita yang mempunyai kecantikan chas masing-masing.

"Eh... mama! Keliru deh... namanya Ivonne ma! Sekali lagi Ivonne... mama-ku sayang yang lupa nama calon mantu-nya sendiri...! He-he-he...!", kata Diro yang meralat kekeliruan ibunya menyebut nama dari kekasih hatinya ini, sambil tertawa...

"Eeh... iya! Maklumin deh... habis mama masih muda sih... hi-hi-hi...", jawab Danita bergurau sambil tertawa riang, dan kemudian dengan serius berbisik kembali didekat telinga Ivonne, "Biar Diro tidak merasa malu gitu Ivonne... kamu disarankan ML dengan opa-nya Diro ya sayang...? Mama kemarin sudah membicarakannya tadi malam dengan beliau, rupanya dia interesan sekali, akibatnya... mama jadi mendapatkan orgasme berkali-kali... ML dengan opa-nya Diro, kok... jadi bersemangat sekali ya?? Hi-hi-hi... Jangan gentar Ivonne... hadapi dan kita sambut 'tantangan' dari para cowok-cowok ini... sssttt... Ivonne teriakkan yell seperti ini... 'Hidup Para Wanita Pemberani!'... Ayo mulai pada hitungan yang ke-3... satu...! dua...! TIGA!". dengan serentak cewek-cewek cantik ini berteriak...

"HIDUP PARA WANITA PEMBERANI...! Hi-hi-hi...! Hi-hi-hi...!".

Kaget seketika Diro yang mendengarkan teriakan yell yang tak dinyana-nyana terdengar... sambil memandang dengan penuh keheranan pada kedua cewek-cewek kompak itu dan berkata dengan ragu. "Kayaknya... ada yang unjuk rasa deh! He-he-he...!". yang dibalas juga dengan tertawa cekikikan.

"Hi-hi-hi... hi-hi-hi...!", tawa para cewek kompak. Daniati meneruskan dengan kata-kata, "Nah baru tahu kan kalau para wanita bersatu... apa lagi menghadapi cuma satu cowok ini saja... hi-hi-hi...", kata Daniati penuh rasa kemenangan dan solidaritas gender dan... dengan 'humor sense' yang tinggi...

"Waduuhh...! Main keroyokan nih... ya! Tunggu saja nanti Diro minta dukungan opa! Ah... gencatan senjata dulu dong... nggak fair nih, 2 lawan 1... mendingan juga kita ber-'selfie-ria' OK...?!", ajak Diro sambil membujuk pada ibunya dan Ivonne yang herannya terlihat olehnya tersenyum-senyum saja mereka berdua saja... nggak ngajak-ngajak dirinya.

"OK setuju! Sapa... takut lagi...! Hi-hi-hi...! Hi-hi-hi...!", jawab para cewek kompak sambil tertawa bergembira...

Mereka bertiga masuk kedalam mobil dengan para cewek duduk dideretan tempat duduk dibelakang supir yang dijabat oleh Diro yang ganteng maskulin ini. Segera Diro men-starter mobilnya dan mengendarai pelan saja sambil menengok ke kanan dan ke kiri mencari lokasi yang cocok dan indah kiranya untuk mereka melakukan 'selfie'. Kedua cewek dibelakangnya sedang santer-santernya berbisik-bisik ria. Yang pasti Diro tidak berminat ikut terlibat didalam pembicaraan yang dilakukan secara bisik-bisik itu. 'Bisa-bisa berabe urusannya nanti...', pikir Diro dalam hati.

***

Kegiatan 'selfie' ini tidaklah terlalu banyak makan waktu lama, satu jam kemudian mereka sudah kembali ke rumah kuno yang besar itu dengan semuanya pada riang-gembira terpancar dari wajah- mereka yang penuh kebahagiaan.

Pada saat mereka, khususnya Ivonne melangkah masuk kedalam rumah yang besar itu... melangkah juga pak Darso yang berinisiatif ingin menghidangkan minuman coklat hangat yang sedap bagi semuanya. Terhenti langkah pak Darso seketika... tatkala melihat seluruh tubuh Ivonne yang lumayan tinggi dan ramping... dari samping... Sungguh mirip sekali postur tubuh dan tampak samping wajah Ivonne... yang langsung mengingatkan pak Darso akan almarhumah isterinya tercinta! 'Oh... rupanya titisanmu datang mengunjungiku sekarang... sayang...!', kata pak Darso dalam hatinya yang bergetar sangat hebat.

Tapi dengan cepat pak Darso dapat menguasai dan menenangkan perasaannya yang sangat emosional penuh rasa cinta itu. Dan menaruh thermos yang berisi minuman coklat hangat, juga menyusun 4 cangkir yang sudah tersedia diatas baki ceper spesial untuk tempat cangkir.

Sedangkan ibu dan anaknya sudak tumplek jadi satu... duduk diatas sofa panjang diruang tamu yang besar ini, mereka sedang asyik melakukan FK yang hot penuh kemesraan bagaikan sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara saja layaknya! Ivonne yang masih bingung berdiri dekat meja tamu dan berhadap-hadapan dengan pak Darso, yang tengah-tengah piyama-nya pada pangkal pahanya sudah ada tonjolan penisnya yang ingin berontak keluar dari celana piyamanya itu. 'Tabung' libido-nya menjadi langsung penuh hampir tumpah ruah...

Sejenak Diro melepaskan tautan nikmat dari bibir sexy Daniati, ibunya yang cantik jelita, sambil menggoda Ivonne dengan kata-kata nakalnya.

"Jangan ngiri ya... Ivonne?! Mas Diro lagi sibuk berat nih! He-he-he... mama... mendingan kita kekamar mama aja ya yuk... biar tambah asyik...! Daagghhh Ivonne... kacian deh kamu... he-he-he...!", kata Diro masih saja menggoda Ivonne sambil bergandengan pinggang berdua dengan ibunya melangkah pelan menuju kamar tidur milik Daniati.

Ivonne yang keki, menghentak-hentakkan pelan kaki-kakinya pada lantai keramik, sambil berkata kesal. "Gimana nih opa... mas Diro ngeledekin Ivonne terus...", sambil memeluk manja dan dan mesra tubuh pak Darso yang masih terkesima dengan dengan perasaannya sendiri. 'Kok... tingkah-lakunya... sama persis dengan almarhumah isteriku... irama kata dan hentakan kaki Ivonne... pokoknya hampir mirip... semuanya!".

Daniati mengingatkan ayahnya dengan berkata. "Papaku sayang... cewek cantik jangan dianggurin lagi...! Hi-hi-hi...! Lagi jeri ya...? Kacian deh... daagghhh... papa! Hi-hi-hi...!", kata Daniati menggoda ayahnya dengan cukup 'sadis' kedengarannya.

Kata-kata puteri kandungnya ini langsung menggugah dan menyadarkan pak Darso dari keadaan yang sedang melamuni almarhumah isterinya... melulu...

"Ayo Ivonne sayang... kita kan... punya acara hebat sendiri... belum tahu saja mereka...!", kata pak Darso rada dongkol diledek oleh Daniati, puteri tunggal yang sexy dan jelita.

Sambil bergandengan pinggang dengan mesra, dan... dibumbui gejolak gairah baik dari pak Darso maupun dari Ivonne yang... <seeerrr...> ada semprotan kecil lagi yang langsung melumasi sempurna seluruh lorong nikmat vagina-nya, yang sudah siap-siaga menyambut sang tamu yang tak lama lagi akan datang berkunjung...

Bagaikan pasangan pejabat teras yang diawali oleh tonjolan yang 'jauh' kedepan dari penis besar dan panjang punya pak Darso bagaikan 'fore-rider' menuntun langkah mereka menuju kamar tidur utama... milik pak Darso.

Sampai didalam kamar tidur utama, segera pak Darso menutup pintu kamarnya dengan segera, tanpa dikunci lagi. Begitu membalikkan tubuhnya yang tinggi besarnya (= 175 cm) itu, langsung mendekap dengan penuh nafsu tubuh sintal ramping semampai serta payudara montok gadis muda ini yang menempel erat di dada pak Darso yang bidang. Ivonne berusaha meninggikan tubuhnya yang kurang 10 cm itu dengan cara menjinjitkan ujung-ujung jari kakinya setinggi mungkin.

Rupanya pak Darso tahu kalau bakal pasangan seks-nya sesaat lagi ini menginginkan ber-FK dengannya, sambil menundukkan kepalanya pak Darso berbisik. "Jangan terlalu lama berjinjit sayang... nanti jari-jari kakimu jadi kram", seraya dengan kesigapan seorang pecinta unggul 'old-crsck', cepat saja membukai kancing baju atas Ivonne yang berjumlah lima buah kancing dan sudah terbuka 3 buah kancing... jadi tinggal 2 buah kancing saja, lalu melepaskan baju itu dari tubuh bagian atas Ivonne yang mulus lewat kedua lengan atas... lengan bawah... telapak tangan berserta jari-jari lentiknya... selesai! Segera melempar baju atas tipis milik Ivonne itu, dan... jatuh pas diatas bagian kepala tempat tidur spring bed yang sangat besar itu.

Terpampanglah bebas tanpa hambatan lagi... sambil disinari lampu berkilau putih dari lampu TL diatas kepala mereka, yang saat ini sedang berdiri berhadap-hadapan penuh gairah yang menggelora... Dada mulus Ivonne yang bersemu ivory sangat muda, dihiasi buahdada montok dan sekal tanpa gayutan sama sekali... dengan aerola berwarna pink muda serta 'topping'-nya berupa puting yang berwarna pink agak gelap dari warna aerola-nya, yang... menantang kedepannya... mempesona, menggelitik gairah birahi seketika... pada pria dewasa yang sedang menatapnya...

(NB: areola = bagian yang berwarna gelap mengeliling puting
buahdada, biasanya sebesar lingkaran koin uang 100
rp atau lebih besar / kecil).

Tak sabar sudah... pria 'old-crack' ini, veteran pencinta tubuh indah dari seorang gadis muda... dengan mulut gasangnya serta dihiasi kumis tipis (karena lupa dicukur!) dengan cepat dan tepat... mendarat pada puting susu Ivonne yang kanan... lidah kesat segera mengusap-usap dengan cepat, sekali-sekali diselingi kenyotan yang lumayan kuat sedotannya. Dari buahdada yang kanan... beralih ke buahdada yang kiri, begitulah rute singkat mulut pak Darso... yang mengangkut muatan birahi pada tujuan wisata seks-nya p.p.

Kalau buahdada Ivonne yang kiri lagi sibuk dikenyot... pada saat yang sama, buahdada yang kanan mendapat rangsangan berupa remasan-remasan mesra dari kelima jari tangan pak Darso yang rajin serta kompak melakukan tugasnya dengan sangat baik.

"Aaahhh... udah deh opa! Nggak tahan Ivonne jadinya... ooohhh nikmatnya... gituin Ivonne sekarang juga kenapa...!", Ivonne yang merasakan rangsangan hebat dari ahlinya yang 'old-crack' berkeluh-desah kenikmatan dan dengan pasrah sukarela minta supaya dahaganya akan orgasme segera dengan cepat dipenuhi... <seeerrr...!> ada lagi semprotan kecil didalam vagina legit serta klimis yang melumasi sempurna seluruh lorong nikmat dalam vagina sangat mulus milik Ivonne yang terawat sangat baik itu.

Segera Ivonne melepaskan diri dari dekapan pak Darso yang pengennya berlama-lama menikmati 'fore-play'... lalu naik keatas tempat tidur atas inisiatif-nya sendiri yang kreatif, serta dengan cepat menelentangkan dirinya ditengah-tengah tempat tidur yang luas itu. Melorotkan stretch jeans-nya lepas dari tubuhnya lewat... kedua pangkal pahanya yang penuh dan mulus... melewati pahanya... melewati betisnya... dan terakhir melewati jari-jari kakinya yang kuku-kuku kakinya berwarna pink muda oleh pewarna kuku dan dengan tendangan dengan ujung kakinya dengan keras, tumpukan strecth jeans melayang tinggi keatas lalu jatuh lagi mendarat keatas lantai keramik putih susu tanpa motif.

(NB: old-crack = jago-tua, pemain-veteran)

'Wowww...! Bukan alang kepalang indahnya tubuh telanjang bulat gadis muda ini yang pasrah terlentang... mengangkang... dan menantang... rupanya sudah tak sabar minta 'diserang...!'. OMG gadis muda bertubuh sangat indah ini... rupanya dari sejak keberangkatnya, sampai kesini... tidak memakai CD samasekali!'.

Sudah tidak dapat ditolerir lebih lama lagi, dengan cekatan dan kecepatan yang mencengangkan yang sedari tadi dipandangi oleh mata indah Ivonne pada tubuh lumayan kekar dan sudah telanjang bulat... secara kilat...! 'Panjang amat tuuhh... barang! Kebanyakan nelen biji coklat kali... hi-hi-hi...!', Ivonne tertawa dalam hatinya.

Sambil nekat memberanikan diri, memandang dengan teliti palkon gede diujung batang penis keras milik pak Darso... sungguh sangat mencengangkan dan menimbulkan agak keraguan pada diri jelita Ivonne, soalnya penis ngaceng yang berdiameter normal, tapi... panjang itu... 20 cm! Sungguh menggetarkan hati sang gadis muda yang jelita ini. Dengan nekat serta men-support hati kecil agar tidak menjasi lebih ciut lagi, Ivonne berkata agak keras.

"Aduuhhh... opa minta ampun deh...! Geda bener sih penis opa... mana panjang lagi! Janji ya opa... pelan-pelan saja ya... masukinnya...", kata Ivonne dengan nekat memberanikan diri.

Pak Darso dengan penuh minat dan bergairah mendekati Ivonne. Yang didekati dengan sigap merapatkan lagi paha mulusnya sambil berkata manja.

"Eh-eeehhh...! Opa sayang yang gagah, tapi... penis opa bikin ngeri Ivonne melihatnya... aayooo...! Omongin dulu janjinya... tidak keras-keras masukinnya...!", kata Ivonne dengan berani... tetapi tetap deg-degan hatinya dan degup jantungnya lebih kencang jadinya.

"Baik sayang... opa janji akan melakukan dengan hati-hati... lagi pula nggak usah khawatir berlebihan kayak begitu... kenapa...?! Palkon opa jauh lebih kecil dari kepala bayi yang bisa keluar nantinya dengan mulus dari vagina-mu ini... sayang... masak sih palkon opa yang lebih kecil dari kepala bayi... tidak bisa masuk kedalam... ayoo... bener kan?!", kata pak Darso berusaha membujuk dan meyakinkan Ivonne.

Ivonne yang termakan bujukan pak Darso tapi telah dipertimbangkan oleh Ivonne yang cerdas serta menilai alasan yang dipakai cukup logis dan masuk akal. Segera Ivonne mengangkangkan paha mulusnya, kali ini lebih lebar lagi, serta berkata dengan mantap.

"Baiklah opa yang gagah... nggak usah terlama-lama fore-play nya... tancap saja... soalnya Ivonne pengen merasakan orgasme dari opa... malah kata mama didalam mobil tadi memberitahu bahwa mama mendapat orgasme malam tadi... Ivonne juga mau dong... Kalau perlu opa sama Ivonne ML-an sampai malam juga tidak mengapa... hi-hi-hi...! Iiih opa... tahan-tahan senyum aja dari tadi kerjanya... jawab kenapa... hi-hi-hi...!", kata Ivonne sambil meliuk-liukkan pinggul sangat erotis sekali tampak sambil sekali-sekali mengangkat pinggulnya agak tinggi sambil mendesah keras menggoda pak Darso. "Aaahhh... nikmatnya... hi-hi-hi...!".

Pak Darso yang sedari tadi melihat dan mendengar semuanya itu, sudah tidak dapat menahan lagi tawanya. "Ha-ha-ha... bener-bener kamu...! Ivonne-Ivonne... bikin opa jadi gregetan... nih rasakan... pokoknya opa tidak menunda-nunda lagi... gituin Ivonne nih...!".

Dengan sigap dan mantap pak Darso naik ketempat tidur langsung memposisikan tubuhnya duduk didepan vagina mulus dan klimis milik Ivonne, gadis muda yang tabah dan pasrah ingin Ml dengannya. Dipegangnya batang penisnya yang panjang dan keras... mengarahkan palkon-nya dengan menempelkan pada permukaan vagina Ivonne.

"Aarrghhh...!", desah kaget Ivonne bukan merasakan sakit cuma rada was-was saja.

"Berasa sakit apa... sayang...? Kan punyanya opa... belum masuk kedalam...?",tanya pak Darso heran.

"Tidak sakit kok opa... cuma was-was saja... gitu... hi-hi-hi...! Ayo buruan dong opa... entar Ivonne keburu nyampe nih tanpa dapatin orgasme lagi... Tancap lagi opa-ku sayang...!", kata Ivonne mulai agak berani merayu.

Pak Darso langsung menekan palkon-nya... menyeruak masuk... menguak katupan labia mayora-nya... terus merangsek masuk sekarang menguak katupan labia minora-nya dan terhenti pas di jalan masuk gua yang penuh misteri... yang konon kabarnya menyimpan harta karun sejuta kenikmatan...! Pak Darso tidak ingin berlama-lama... langsung menekan masuk kembali palkon-nya dengan bantuan daya dorong pinggul kekarnya yang menekan kebawah... Ada perlawanan sangat sengit dari otot-otot dalam gua nikmat itu... dengan berkumpul dan mengumpal membuat pintu masuk itu mengecil...! Tapi pak Darso yang 'old-crack' ini mengganti strategi... yang kayaknya menjadi andalannya sebagai penikmat nge-seks yang handal.

Dengan mencucuk-cucukkan palkon secara terus-menerus semakin cepat. 'Masak sih otot-otot bandel itu bisa terus-menerus bersiaga... begitu otot-otot itu mengendorkan kesiap-siagaannya... itulah saatnya palkon-ku yang besar ini akan mendobrak masuk!'. Jurus ini meniru persis gaya burung pelatuk yang menotol-notolkan paruhnya pada kulit batang pohon tua yang berongga didalamnya. Hasilnya sudah terbukti, burung pelatuk bisa membuat lubang yang dengan leluasa bisa keluar-masuk melewatinya.

Ivonne juga membantu upaya keras pak Darso dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan memecah pengaruh bawah-sadarnya yang masih saja mempengaruhi gerak perlawanan otot-otot dalam vagina-nya itu

Usaha bersama pasangan nge-seks ini, yang dilakukan tanpa jeda dan energik serta sinergi membuahkan hasil gemilang dalam waktu tidak terlalu lama... <bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis pak Darso yang panjang dan sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penis gagah dari seorang 'old-crack' berpengalaman.

"Aaarrghhh... akhirnya masuk juga... oooh nikmatnya... bener kata opa tadi... ayo opa ngenjot terus", kata Ivonne merasakan sodokan penis panjang ini betapa nikmatnya.

"Tuuh... bener kan... sayang...! Pokok percaya deh sama opa...! Dijamin kita akan mendapatkan orgasme berkali-kali dan juga bersama-sama. Pokoknya kita menikmati persetubuhan ini se-maksimal-nya... dari itu ngenjotan opa tidak terlalu cepat sekali dan juga tidak terlalu pelan sekali...", kata pak Darso menjelaskan pada Ivonne, sambil mengayun-ayunkan turun-naik... turun-naik... Sedangkan pergerakan penis panjang pak Darso, sesuai iramanya dengan ayunan pinggul. Masuk-keluar... masuk-keluar...!

Keluar juga kata-kata yang menyatakan rasa nikmat persetubuhan ini. "Bener-bener nikmat sekali vagina-mu ini Ivonne. kamu bener-bener gadis cantik yang energik dan sangat kreatif sekali, tabah dan berani menghadapi penis besar opa. Pokoknya opa mengusulkan dan minta dengan sangat, selama liburan 3 hari 3 malam ini kamu jadi milik opa... Kalau Ivonne menyetujui usulan opa... dengan alasan... kan nanti kalau pulang dari sini... kalian berdua bisa ML sepuasnya tanpa batas. Begitu juga Diro dengan mama-nya, biar kita kasih kebebasan sepuas-sepuasnya. Jadi mulai nanti malam kamu tidur menemani opa... tapi itu kalau kamu dan Diro menyetujuinya. Cobalah kalian berembuk dengan mama dan Diro membahas usulan opa ini. OK!?".

Pak Darso berhenti bicara dan mulai fokus pada persetubuhan yang sedang berlangsung ini... yang tanpa disadari mereka berdua, telah... melewati waktu 30 menit... yang penuh kenikmatan tanpa henti karena tatkala pak Darso berbicara dengan Ivonne yang telanjang yang dibawah tindihan tubuh kekarnya yang juga telanjang bulat... gerak ayunan dan pompa penis yang gencar terus saja sambil bergerak tanpa jeda barang setengah detikpun!

Tubuh mereka berdua menjadi satu pada organ-organ vital mereka yang mesra dan penuh kenikmatan saling mengisi dan menyambung jadi satu...

"Opa sayang... kayaknya Ivonne mau klimaks deh... kita klimaks sama-sama ya... opa...!", kata Ivonne harap-harap cemas... soalnya dia ingin sekali merasakan orgasme yang indah dengan ber-ML dengan opa-nya Diro ini.

Dengan melihat jam dinding dahulu, pak Darso berkata. "Setuju! Soalnya ML pertama kali oleh kita berdua ini sudah melewati batas waktu maksimal... selamat kita telah memecahkan rekor waktu ML untuk pertama kalinya! Kita sudah melampaui 30 menit lebih...!", kata pak Darso semakin mempercepat ayunan pinggulnya.

Sementara Ivonne saat ini mendesah-desah dengan keras, "Aduuuhhh... opa...! Sungguh nikmat ML sama opa... masak sih lebih dari... ooohhh... aaahhh... 30... nikmatnya... aarrgghhh... menit... opaaa...!", jerit Ivonne tertahan...

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>.

Terhenyak tubuh sintal tertekan pada tempat tidur. Diikuti berbarengan waktunya...

<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

Sperma pak Darso menjemprot-nyemprot sangat kuat memenuhi seluruh lorong-lorong kecil dan sempit didalam vagina Ivonne yang barusan telah terbukti sangat legit dan penuh kenikmatan.

Pak Darso memang jarang mengeluarkam desahan nikmat, tapi lebih menikmati diam-diam didalam katinya.

Keduanya terdiam sebentar tapi masih dalam kesadaran penuh dan... tidak ingin menyia-nyiakan rasa sangat nikmat yang spektakuler ini. Rupanya di alam perbukitan yang sejuk yang mempunyai ketinggian 500 m dpl ini... orgasme yang didapat oleh masing-masing mampu bertahan sampai memasuki detik ke-90... tambah beberapa detik lagi... orgasme keduanya secara bersamaan pula mulai mengabur... semakin samar... dan langsung menguap... menghilang... entah kemana... Tapi orgasme-orgasme ini masing-masing meninggalkan jejak sangat nyata berupa rasa puas ber-ML yang kiranya bisa mampu bertahan lama...

Pak Darso mengulirkan tubuh kesamping tubuh Ivonne yang masih terbaring diam. Memperhatikan gadis muda yang cantik ini, dan mengecup mesra dahi Ivonne lembut dan pelan saja. Rupanya Ivonne meneruskan tidurnya bukan karena lelah ber-ML yang penuh nikmat, tapi lebih disebabkan oleh rasa letih karena terguncang-guncang tubuhnya dalam perjalanan menuju ke rumah besar kuno milik pak Darso disini...


Bagian 12 - Kesepakatan Bersama

<Tenggg...!> dentang lonceng jam antik berbunyi satu kali, suaranya bergaung didalam ruang tamu yang besar ini dengan ketinggian langit-langitnya lebih dari 4 m, maklum saja namanya juga rumah besar yang kuno...

Ivonne terjaga oleh gema suara dentangan satu kali dari jam antik yang berdiri tegak dan sangat gagah... bak seorang punggawa yang berjaga... diatas lantai keramik putih susu tanpa motif di ruangan tamu.

'Bener-bener serasi... rumah kuno dan jam antik...!', kata Ivonne sembari mau bangkit dan duduk dari baringnya diatas tempat tidur besar itu. Baguslah dia tidak mengetahui seluk-beluk jam antik itu... antik-nya... 'fake', modern-nya... 'hi-tech'!

Ivonne memandang ke sekeliling dalam ruang tidur utama yang besar itu... 'Kemana si opa...?', tanyanya dalam hati. Ivonne sudah duduk dipinggir tempat tidur, disampingnya ada baju atas dan stretch jeans-nya yang terlipat rapi dan... sehelai handuk bersih yang juga terlipat rapi. Diambilnya pakaiannya beserta handuk baru itu, segera menuju kamar mandi yang ada dipojokan seberang... dalam kamar tidur utama ini, untuk membersihkan diri.

5 menit kemudian, gadis yang bertubuh sintal lumayan tinggi dan semampai ini, bergegas melangkah keluar kamar dan celingukan memandang keselilingnya. 'Kok sepi sih... pada kemana semuanya...?!'. Untuk berteriak memanggil... bukanlah kebiasaan gadis muda yang santun ini.

Didengarnya ada suara-suara orang sibuk bekerja di dapur... dibelakang sana. Dengan langkah mantap dan memberanikan diri, Ivonne menuju ke dapur, disana dilihatnya ada seorang mbak STW yang sibuk mencuci peralatan dapur yang dipakai untuk memasak sebelumnya. Khawatir mengagetkan mbak ini, Ivonne berdehem kecil memberitahu kehadirannya di ruang dapur. Si mbak yang tak lain dan tak bukan adalah mbak Surti yang hampir tuntas mengerjakan tugasnya. Makan siang sudah tertata rapi diatas meja makan besar yang berada di ruang makan... tinggal sedikit lagi perabotan dapur yang harus dibersihkannya.

Mbak Surti mendengar dengan jelas deheman itu, segera menoleh kebelakang kearah datangnya suara deheman tapi... tak urung masih juga tersentak kaget. "Aduuh... biung...!".

Buru-buru Ivonne menenangkan mbak STW ini, "Ehh... maaf mbak! Kan aku sudah berdehem lho... jangan kaget dong... aku jadi ikut-ikutan kaget juga nih jadinya...", kata Ivonne dengan lembut.

"Maaf... apa... ya? Eh... iya... maaf non! Mbak bukannya kaget non... cuma kagum saja gitu... hi-hi-hi... kalau boleh mbak tahu... wajah cantik si enon boleh dapet beli dimana sih...? Hi-hi-hi... non pasti pacarnya den Diro kan... hi-hi-hi...!", kata mbak Surti sedikit nyerocos... terkesima sekali dengan kecantikan orientalis Ivonne, yang... memang sih cantik!

"Kok mbak tahu sih, kalau aku sama mas Diro... pacaran...?", kata Ivonne ramah sambil mengulurkan tangannya yang mulus mengajak mbak Surti berjabatan tangan... bersalaman kenal.

Buru-buru mbak Surti mengeringkan tangannya dengan serbet bersih yang selalu disandangkan di bahunya kalau dia sedang bekerja di dapur.

"Ivonne... mbak...", kata Ivonne ramah.

"Kalau mbak sih... panggil aja mbak Surti, gitu...", kata mbak Surti yang masih saja memandang dengan kagum wajah cantik Ivonne.

"Tahu dari mana mbak... tentang Ivonne dan mas Diro...", tanya Ivonne yang langsung disela saja oleh mbak Surti dengan berkata.

"Aah.. itu sih... nggak usah heran non, ibu-nya... maksudnya mbak... bu Daniati yang baik hati itu suka iseng-iseng menemani mbak kerja di dapur ini... biasa deh... kayak non Ivonne nggak cewek aja lagi... hi-hi-hi... maaf ya non... mbak sukanya guyon... biar nggak cepet tua gitu... hi-hi-hi...", kata mbak Surti sambil tertawa geli sendiri.

"Hi-hi-hi... gitu toh... mbak...", jawab ramah Ivonne diawali dengan tawanya yang merdu. "Pada kemana nih semuanya... mbak tahu nggak...?", tanya Ivonne ingin segera tahu.

"Lha non sendiri... dari mana...? Yang mbak tahu sih... pak Darso udah dari tadi pagi ke kantor perkebunan... biasa non... rutin gitu! Kalau yang lainnya sih... mana mbak tahu? Mungkin masih didalam kamarnya masing- masing... kan non dengar barusan... bunyi 'teng' satu kali, itu tanda... mulai makan siang... non! Sebentar lagi juga pada ke ruang makan. Ayo non... mangga... duduk di kursi... kayaknya non sudah cukup tinggi deh badannya... kelamaan berdiri... entar malah tambah tinggi lagi... hi-hi-hi...", kata mbak Surti buru-buru menarik kursi dekat meja dapur yang kecil didepannya... untuk diduduki Ivonne.

"Terimakasih mbak...", kata Ivonne pendek saja sambil duduk di kursi yang ditawarkan itu.

Yang tidak diduga Ivonne saat ini adalah... Diro dan Daniati... lagi 'nanggung...' didalam kamar tidur sang ibunda... lagi asyik bercengkerama... uugghhh... sangat seru sekali...!

***

Sebenarnya pada ML tadi pagi antara Diro bersama ibu kandungnya... memang sih... lumayan hampir sama waktunya dengan ML pak Darso dengan Ivonne, yaitu kurang lebih 30 menitan, tapi dilanjutkan dengan 'acara' tidur segala... sama halnya dengan Ivonne seorang tanpa pak Darso tentunya, sebab... seperti kata mbak Surti tadi di dapur... pak Darso langsung ke kantor perkebunan.

Diro tertidur kelelahan karena telah mengenderai mobilnya selama 2 jam 30 menit dengan konsentrasi tinggi dan kalau Daniati memang kurang tidur gara-gara kegiatan seks-nya dengan ayah kandungnya tadi malam, yang... menghadiahkannya beberapa kali orgasme. Mereka berdua tertidur nyenyak non-stop sampai mendusin bangun sekitar jam 12.55. Dan segera melanjutkan lagi 'ronde cinta' yang sempat rehat cukup lama... hampir 4 jam lamanya!

Diro yang pertama kali mendusin bangun, dan tanpa permisi lagi langsung menindih tubuh indah ibu kandungnya yang sama-sama bertelanjang bulat. Mencium lembut bibir sexy ibunya, lalu bergeser kebawah melalui leher jenjang sang ibunda yang cantik jelita dan... ngetem pada puncak bukit indah pada buahdada yang montok 36B yang kanan, sama besar ukurannya dengan yang dimiliki oleh kekasih hati, Ivonne... bahkan bentuk putingnya juga sama, cuma yamg membedakannya adalah warna yang khas dari dua pasang puting indah milik mereka masing-masing. Kalau puting milik Daniati, ibu kandung Diro adalah berwarna maroon muda dengan warna areola-nya berwarna sama tapi lebih terang sedikit. Dan puting milik Ivonne, kekasih hatinya adalah berwarna pink muda dan warna areola-nya lebih terang sedikit dari warna putingnya sendiri.

Daniati mencoba menggeliat, tapi... terasa berat. Segera membukakan mata indahnya memandang wajah ganteng maskulin yang sedang menindihnya dan tengah asyik bermain-main dengan buahdada beserta putingnya.

"Bener-bener deh...! Doyanan amat sih... begitu bangun langsung nyambung! Belum lama saat setengah sadar ingin bangun, mama kayaknya... mendengar bunyi dentang jam antik satu kali... bener nggak Dir...?", tanya Daniati yang kesadarannya mulai kembali normal seutuhnya.

Mana sempat dijawab Diro, yang... lagi sibuk-sibuknya, malah dengan bantuan tangan kirinya menempatkan palkon-nya ditambah tekanan kebawah pinggul kekarnya... membuat penis tegang langsung masuk dan palkon-nya itu terhenti dimuka pintu masuk mulut gua nikmatnya dalam vagina Daniati yang mulai tergugah birahi-nya itu.

Daniati yang merasa keki karena pertanyaannya tidak digubris sama sekali oleh Diro... langsung mendorong pinggulnya keatas dengan keras, dan... <bleeesss...!> masuk sudah palkon Diro berikut dengan seluruh batang penis yang keras... langsung saja sekujur penis Diro itu... 'dipiting' erat oleh otot-otot kuat dalam lorong nikmat yang cengkeramannya sungguh hebat... ditambah dengan goyangan memutar dari pinggul Daniati yang menggeliat-geliat... mengundang reaksi keras dari Diro, putera tunggal semata wayangnya...

"Eh-eh... ma! Jangan dicengkeram kuat-kuat dong... penis Diro nggak bisa bergerak nih...", protes Diro tapi masih bisa merasakan nikmatnya 'aksi' ibunya ini. 'Kalau begini caranya, aku bisa langsung... muncrat nih tanpa diberi kesempatan ngenjotin mama...!'.

Daniati masih saja melakukan aksinya tanpa perduli protes dari Diro. 'Sapa suruh... nggak ngejawab pertanyaanku yang sederhana itu... biar tahu rasa...', tekad Daniati dalam hatinya.

Diro berusaha melakukan perlawanan dari cengkeraman erat otot-otot kuat dalam lorong-lorong nikmat itu dengan mulai akan menarik pinggulnya keatas, tapi... telat! Daniati yang lebih berpengalaman sudah tahu niat gerak Diro ini... sudah mengunci mati dengan tautan kedua telapak kakinya pada pinggul kekar Diro beberapa detik lebih awal!

Diro yang tahu gelagat yang sangat gawat, langsung berkata agak keras. "Ma...! Mama-ku sayang... Diro nggak bisa menggenjot nih... Mama! Entar penis Diro... muncrat beneran nih...!".

Daniati menjawab dengan santai saja, "Kalau mau muncat... ya muncrat saja sana...! Muncratin yang banyak... biar cepat selesai... mana perut mama sudah laper lagi... nggak malu apa kamu... kita sekarang sedang ditunggu sama opa-mu dan Ivonne di meja makan... tahu!". Sambil semakin mempercepat goyangan memutar pantatnya dan mengetatkan cengkeraman otot-otot dalam vagina-nya dengan lebih hebat lagi. Aksinya ini sungguh membutuhkan energi sangat banyak dan akan sangat melelahkannya kalau berlangsung terlalu lama. Tapi Daniati sangat yakin... ulah aksinya ini tidak perlu menunggu beberapa menit kedepan... paling dalam hitungan detik juga akan menghasilkan sesuatu yang diharapkannya...

"Aaahh mama... nikmatnya tapi... sadis amat...! Aahhh...", Diro tidak sanggup meneruskan perkataannya...

<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

Semprotan sperma kuat yang keluar dari 'mata tunggal' palkon Diro muncrat kencang silih-berganti... memenuhi lorong-lorong vagina Daniati dengan sperma kental yang sangat potensial itu... beruntung Daniati sudah lama mamakai IUD dan melakukan kontrol secara teratur... kalau tidak...??!

Daniati segera melepaskan kuncian kuat kaki-kakinya pada pinggul Diro, serta melemaskan kembali semua otot-otot didalam vagina dan diam terlentang sejenak... diam tanpa kata... sebentar saja, paling sekitar 15 detikan saja. Mendorong tubuh Diro yang kekar tapi lemas bergulir kesamping kiri tubuh telanjang Daniati, dan terlepas sudah tautan penis Diro dari vagina-nya itu.

Buru-buru Daniati turun dari tempat tidurnya dan bergegas masuk kedalam kamar mandi sambil menadahkan dengan kedua telapak tangan dibawah vagina-nya... khawatir sperma yang tadi disemprotkan sangat banyak oleh Diro tadi... meleleh jatuh tercecer keatas lantai keramik.

***

10 menit kemudian, kedua ibu-anak ini sambil bergandengan pinggang sangat mesra tampaknya, berjalan melangkahkan kaki-kaki mereka... pelan saja... menuju meja makan yang besar, dan disana telah menunggu... pak Darso yang duduk diujung meja ditemani Ivonne yang duduk disebelah kirinya.

Begitu ibu-anak itu semakin mendekat... langsung disambut dengan seruan Ivonne. "Wowww...! Mesra sekali mama dengan mas Diro...!", lalu menoleh minta dukungan suara dari pak Darso, opanya Diro. "Iya kan opa...? Hi-hi-hi".

Pak Darso yang mendengar pertanyaan Ivonne ini, hanya menjawab pelan saja... tapi cuma Ivonne seorang yang dapat mendengarkannya secara jelas. "Iya juga sih... tapi rasanya masih lebih mesra kita berdua deh...", kata pak Darso meyakinkan hati Ivonne dan langsung disambung dengan tertawa kerasnya yang terbahak-bahak, "Ha-ha-ha...!". "Hi-hi-hi...!", Ivonne ikut-ikutan tertawa mengiringi suara tawa opa-nya Diro ini.

Suatu paduan tawa yang merdu dan indah... bagi semua telinga yang mendengarkannya...


Mereka menikmati makan-siang ini dengan diam tanpa suara, tumben pada makan-siang kali ini... justru pak Darso lebih dahulu selesai... maklum saja, dia siang ini hanya makan sedikit saja. Pak Darso berpamitan pada semua yang lagi asyik menyantap hidangan makan siang masing-masing. Dan menoleh pada Ivonne yang duduk disebelah kirinya sambil berkata, "Maafkan opa ya Ivonne... kalau sudah selesai 'tuntas' semuanya... opa tunggu diruang kerja opa...". Kemudian pak Darso melangkah ke ruang kerjanya tanpa menengok lagi.

Sementara menunggu mereka bertiga tengah asyik menikmati makan-siang mereka...

***

'Kilas balik'

Seputar almarhumah isteri tercinta dari pak Darso, yang bernama Novi... almarhumah ibu kandung-nya Daniati... almarhumah oma-nya Diro, yang tidak pernah dikenalnya apalagi melihat wajah oma-nya itu.

Darso saat berumur 19 tahun menikah dengan Novi yang berumur 17 tahun saat itu, setahun mendatang lahirlah Daniati, calon wanita yang cantik-jelita... kelak kemudian hari.

Novi... yang berwajah ayu-kemayu, almarhumah isteri Darso, meninggsl pada usia 28 tahun pada saat Daniati, berumur 10 tahun, yang adalah puteri tunggal pasangan Darso & Novi. Beliau meninggal karena 'didera' kanker payudara yang super ganas yang tak terdeteksi... karena lalai secara rutin memeriksakan kondisi kesehatannya... mungkin karena malu untuk melakukannya... maklum saja keilmuan kedokteran di bidang ini... lebih banyak diminati oleh kaum pria yang calon dokter pada 'tempo doeloe' (nggak tahu ya... pada masa sekarang...?).

***

Ketika bertiga (Daniati, Diro dan Ivonne) baru saja selesai menuntaskan makan siang yang nikmat ini... hasil olahan juru masak... mbak Surti yang berpengalaman itu. Tiba-tiba Daniati dan Diro dikejutkan oleh Ivonne yang berkata agak keras.

"Maaf mama... maaf mas Diro... Ivonne ingin mengungkapkan usulan dari opa... tapi sebelumnya harap mama melihat kedua benda ini... yang juga merupakan permintaan opa agar mama dan mas Diro mau meluangkan waktu barang sejenak... untuk memperhatikan dengan seksama... pada potret yang agak usang... karena selalu dibawa didalam dompet opa... kemanapun opa bepergian... selama berpuluh tahun dan melihat dengan seksama pada gambar yang tersimpan pada BB-nya opa ini...". Lalu Ivonne dengan hormat memberikan potret lama berukuran 5 cm X 7 cm... dan BB-nya pak Darso pada Daniati untuk disimak...

Daniati dengan penuh minat menerima kedua benda itu. Pertama yang diperhatikan Daniati adalah sehelai potret lama itu... "Ini sih... potretnya mama-nya mama... potret oma-nya Diro yang tidak pernah dikenalnya sama sekali...!". Kemudian perhatian Daniati beralih pada gambar 'full-color' yang ada pada BB-nya ayah kandungnya (pak Darso) ini. "Wah... hebat! Ini juga potret mama-nya mama, persis sama gambarnya dengan potret usang ini... malahan potret dalam BB ini lebih nyata sekali...! Apa beliau telah menemukan teknologi... yang bisa meng-konversi-kan gambar lama dari potret usang menjadi gambar 'fully colorful' yang sangat indah ini!". Ada sebuah senyuman yang indah... milik dari seseorang... nun... entah dimana... yang penuh rona keibuan yang terpancar dari bibir sexy Ivonne... senyum penuh misteri... sangat keibuan sekali dan pasti akan mengharu-birukan perasaan Daniati bila melihatnya... sayangnya mata Daniati masih terfokus pada gambar pada BB itu dengan sangat kagum.

Suara Ivonne... memecah fokus Daniati pada gambar indah itu. "Maafkan Ivonne... mama... gambar itu adalah hasil 'shooting'... gambar dari diri Ivonne sendiri yang dipotret opa...", Ivonne dengan lembut menjelaskan pada calon mertua-nya ini.

"Apa! Yang bener... kamu tidak lagi bercanda dengan mama kan...?!", kata Daniati sangat terperanjat sekali... gambar itu sangat mirip sekali. Itu adalah hasil pemotretan atas diri Ivonne yang diambil dari tampak sisi kanan Ivonne yang memandang lurus kedepan...

Pantas saja... pada saat Ivonne melangkahkan kakinya untuk pertama kalinya... masuk kedalam ruang tamu rumah besar kuno ini... pas bersamaan ketika pak Darso yang membawa thermos panas berisi minuman coklat... pak Darso sangat terkejut sekali saat menatap keseluruhan diri Ivonne dari sisi kanan Ivonne... yang sedang memandang lurus kedepan...

Daniati segera berdiri dari duduknya, dan meminta Ivonne berdiri tegak dan memandang lurus kedepan... sehingga Daniati bisa dengan leluasa memperhatikan keseluruhan diri Ivonne dari tampak sisi kanan. Memang benar mirip... malah sangat mirip sekali! Pada saat dipandang pada posisi ini... nuansa orientalis wajah Ivonne seperti sirna saja... berganti nuansa wajah cantik yang... ayu-kemayu...! Sangat mirip... 'bagai pinang dibelah dua' dengan wajah ibu kandung Daniati yang telah lama... tiada...

"Tunggu-tunggu... diam pada posisi itu ya sayang...! Mama mau ambil BB mama yang ditaruh diatas meja tamu...", segera Daniati bergegas, melangkahkan kaki-kakinya dengan cepat... tak lama kemudian Daniati kembali dengan BB ditangannya... siap beraksi untuk memotret diri Ivonne pada posisi itu... dan... melihat hasilnya... "Hebat... sungguh sangat sulit dipercaya... sangat mirip sekali! Nih lihat Diro... kalau kamu tidak percaya...!", kata Daniati sangat kagum dan berusaha meyakinkan anak kandung semata wayangnya yang tidak mengenal dan belum pernah melihat wajah cantik almarhumah oma-nya itu. "Sekarang saatnya... kamu bisa melihat wajah oma-mu yang cantik itu", kata Daniati sambil menyerahkan BB-nya untuk disimak oleh Diro dengan seksama...

Diro dengan sangat antusias sekali... menerima dengan hati-hati BB ibunya dan memperhatikan gambar itu dengan seksama. 'Gambar potretnya sih... bagus, tapi mirip dengan siapa...? Harus ada gambar pembandingnya dong...!'. Diro lalu mengambil potret usang itu melihatnya dengan seksama gambar pada potret itu... segera mengalihkan pandangan matanya pada gambar pada BB ibunya. Terus begitu... menoleh pada potret, lalu menoleh pada BB... balik lagi menoleh pada potret... semakin sering dilihat semakin mirip...! 'Kok jadi telmi sih... seharusnya begini cara lihatnya... dari tadi... kenapa', menyindir kebodohan dirinya sendiri. Ditaruhnya potret usang itu didepannya, lalu ditaruh BB ibunya disebelah kiri dari dari potret usang tadi. 'He-he-he... kan jadi tidak bolak-balik menolehkan kepalaku ke kiri dan ke kanan... bodohnya kamu... Diro... he-he-he....!', Diro mencemoohkan dirinya didalam hati, sambil menertawakan juga... dirinya sendiri.

(NB: telmi = telat mikir)

"Iya bener ma! Mirip sekali... bukan main... oh... ini yang dimaksud opa, agar kita melihatnya dengan seksama...! Apa? Dengan seksama...?!", segera mengambil dan memegang dengan hati-hati helai potret usang itu... tatkala Diro membalikkan potret usang itu pada sisi belakangnya tertulis masih sangat jelas untuk membacanya... dibuat dengan tulisan-tangan oleh Darso muda... 39 tahun yang lalu...

NOVI... MY BELOVED WIFE

Diro terus membaca berulang-ulang tulisan opa-nya tatkala masih muda... mungkin seusia dengan dirinya sekarang... terakhir Diro fokus pada nama oma-nya saja:

"Novi... Novi... Novi... N... O... V... I...!", tanpa sengaja, seakan... ada yang menyuruhnya dengan sangat lembut... jauh didalam lubuk hati... untuk mengeja nama itu dari belakang...
"OMG! Ivon...! Oh...!", ternyata pernyataan dengan 'seksama itu' adalah yang dimaksudkan dengan kata 'Ivon' yang kalau dilafalkan sama bunyinya dengan melafalkan kata 'Ivonne' yaitu [I-v-o-n]... pantesan saja... saat ingin membeli voucher, nomor baru BB-nya dengan langkah mantap dan pasti menuju ke toko milik Ivonne, seakan... ada suara yang menuntunnya... jauh dari dalam lubuk hatinya...

"Sekarang aku mengerti opa! IVON adalah titisan NOVI...! OMG!", kata Diro terhenyak duduknya langsung menyandarkan punggungnya kebelakang.

Ivonne yang sedari tadi mengikuti gerak-gerik kekasih hatinya itu... agak kaget ketika 'nama'-nya disebut berulang-ulang, dan mendekati Diro dan mendekap mesra tubuh kekasihnya. "Ada apa mas... kok nama Ivonne disebut-sebut berulang-ulang kali... sih...?", tanya Ivonne dengan sangat lembut dan penuh kemesraan.

Diro hanya menjawabnya dengan memeluk dan mendekap balik tubuh sintal semampai kekasihnya dan berbisik pada Ivonne dengan penuh kepastian. "Aku menyetujui semua usulan opa... memang kalau kita pulang... besok-besok kan kalau kita mau dan mampu... bisa ML terus-terusan... tanpa batas...!".

Ternganga mulut sexy Ivonne, mendengarkan jawaban atas usulan dari opa-nya sendiri... tapi dia kan belum memberitahukan isi usulan itu...

"Kok mas Diro sudah tahu sih... usulan opa itu? Apa ada yang sudah memberitahukannya lebih dulu...?", tanya Ivonne pelan dan berhati-hati.

"Ya benar dugaanmu ini... sayang... aku sudah diberitahukan, dengan... melihat potret lama ini... sana sayang... opa menunggumu diruang kerjanya... berbaik hatilah dengan opa kita ini... sayang...!".

Ivonne lalu mendekati Daniati dan mengecup mesra pipi kanan calon mertua-nya ini dan berkata, "Ivonne ingin ke ruang kerja opa ya mama...".

Daniati menjawab mesra penuh kasih-sayang seorang ibu, "Silahkan sayang... opa telah menunggumu agak lama... jangan lupa membawa potret dan BB opa-mu ini...!".

Memang Daniati ingin berduaan saja dengan Diro... membahas kejadian yang dianggapnya sudah masuk kategori 'super-natural' ini.

***

Ivonne mengetuk pintu kamar ruang-kerja pak Darso, yang langsung dijawab seketika, "Masuk saja... sayang! Tidak dikunci...!".

Ivonne segera menekan handel pintu kebawah dan mendorong pelan daun pintu kamar ruang-kerja itu... dengan tenaga dorongan yang pelan saja pintu membuka... lalu Ivonne masuk kedalam... dan didalam sudah berdiri pak Darso yang menunggu dari sisi kiri dirinya dan seketika wajah mulus gadis muda yang cantik ini memandang lurus kedepan, pada... lukisan besar yang terpampang pada tembok didepannya... Sebuah lukisan yang beraliran seni-lukis yang 'natural' dari seorang wanita yang cantik semampai berwajah ayu-kemayu yang dilukis dengan posisi menatap ke kiri...

'Kok... sepertinya... kayak aku melihat diriku sendiri saja pada cermin yang besar... ya?!', pikir Ivonne kagum campur keheranan.

Pak Darso yang memandang diri Ivonne yang menatap lurus pada lukisan itu... bagi pak Darso justru seakan sedang memandang diri isterinya yang dikasihinya yang telah lama tiada... Terlontar tak disengaja kata-kata. "Terimakasih... sayangku... 'Novi my beloved wife'...". Yang disambut Ivonne tanpa mengerti dengan pelukan mesra pada tubuh tinggi yang gagah opa-nya Diro ini.

"Iiihhh... opa! Romantis banget sih... sama Ivonne... terimakasih ya opa... orgasme yang didapat dari opa... langsung menghapus perspektif negatif Ivonne terhadap pria yang lebih tua...", sambil tetap mendekap mesra tubuh pria tua yang masih gagah ini.

Kata-kata Ivonne langsung menggugah kesadarannya atas lamunannya pada 'Novi my beloved wife' dan tertawa.

"Ha-ha-ha... Ivonne-Ivonne... bilang saja... ingin dicium opa kan...?", kata pak Darso menggoda gadis muda ini.

"Sapa... takut...!", sambut Ivonne menegakkan tubuhnya kembali sambil menengadahkan wajahnya dengan pelupuk mata terpejam pasrah serta mulut sexy-nya yang agak terbuka sedikit itu.

Pak Darso segera menutup mulut sexy yang 'menantang' dengan bibir klimis (maklum kumis tipisnya baru saja dicukur licin)... saling bertautan seru... dengan lidahnya yang telah menerobos masuk, dan... 'merangkul' mesra lidah Ivonne yang pasrah menunggu...

'Ini sih... bukan ciuman yang biasa...", pikir Ivonne mengikuti saja ulah nakal lidah pak Darso... tidak terlalu lama.... Pak Darso yang 'tahu diri' khawatir oleh ulah nakalnya... membuat sesak napas gadis muda ini. Terlepas sudah tautan bibir yang hot... itu.

Sambil rada megap-megap dan napas agak sedikit tersengal, Ivonne memberitahu tentang apa yang disebut pak Darso dengan 'ciuman' ini. "Opa-opa... hi-hi-hi... ini namanya bukan kasih ciuman lagi... hi-hi-hi... bilang aja pengen ngajakin Ivonnne... ber-'French Kissing' gitu... hi-hi-hi...!". Yang dijawab kalem saja pak Darso.

"Opa tahu kok... opa kan pernah muda... dan jangan lupa... 'French kissing' sudah lama ada... malah sering dipertontonkan... dan diperkenalkan pada dunia... lewat film-film tua dahulu...!".

"Ooh begitu toh opa...? Kalau begitu Ivonne minta maaf ya opa... habis Ivonne... kayaknya... sok tahu deh... hi-hi-hi...!".

"Hayoo... buruan... sayang...?", ajak pak Darso.

"Apa...? Gituan lagi... opa?! Emangnya... sapa yang takut... lagi hi-hi-hi...!", jawab Ivonne mulai 'pasang badan'.

"Ha-ha-ha... Ivonne-Ivonne... ingatnya begituan saja! Itu nanti kita lakukan diatas tempat tidur menjelang tidur di malam hari nanti... sekarang hayo bersama opa... jalan-jalan mumpung cuaca masih terang sangat cerah... melihat-lihat tanaman melon merah yang langka yang sedang panen atau melihat tanaman 'buah naga' yang juga berbuah lebat malah ada yang matang luput dipetik oleh pekerja tani atau melihat pohon coklat yang berbuah lebat juga... ada 2 jenis... berbuah kuning cerah dan berwarna oranye kemerah-merahan yang menyala...", yang langsung dipotong oleh suara Ivonne bagai anak perempuan ABG yang amat senang...

"Ooh... senangnya... bilang saja opa... 'wisata buah' gitu lho... nanti Ivonne boleh ambil dan bawa sebagai oleh-oleh untuk mama dan mas Diro... ya opa... hi-hi-hi...!", kata Ivonne dengan sangat senang dan merapat ke badan pak Darso sambil menarik kebawah lengan yang kekar itu kebawah... pak Darso yang paham apa yang dikehendaki Ivonne... segera menundukkan kepalanya untuk menerima bisikan 'rahasia' dari gadis muda cantik jelita ini. "Apa kita melakukan 'quickie' sekali saja...? OK?!".

(NB: guickie = ML yang dilakukan dengan cepat saja)

"Ha-ha-ha... tidak-tidak... sayang... nanti cuaca keburu gelap! Kalau memang kamu udah ngebet... nanti setelah 'wisata buah' yang kamu maksudkan tadi selesai... kita akan mampir ke ruang kerja opa yang berada di kantor perkebunan sana... jangan khawatir disitu ada tempat tidur yang cukup memadai, untuk... kita melakukan ML... tapi asal kamu jangan sampai ketiduran saja seperti tadi pagi... enak nggak...? Tadi pagi opa tinggal sendirian... ha-ha-ha...!", kata pak Darso sambil menggoda Ivonne yang langsung mengambil sikap dengan wajah cemberut tapi manja...


Mereka (pak Darso dan Ivonne) keluar dari ruang-kerja itu sambil seakan berbaris satu-satu, menuju pintu depan rumah yang ada di ruang tamu. Disana terlihat sepasang ibu dan anak sedang duduk diatas sofa panjang. Daniati dan Diro duduk sangat dekat, boleh jadi sudah lekat... berbincang seperti dalam rapat... dengan suara cermat, sesuatu yang pat-gulipat... mesra dan sangat hangat...

"Daagghhh... mas Diro! Ivonne pergi sebentar ya... 'to say hello' pada buah-buahan didalam perkebunan... nanti Ivonne bawain deh... hi-hi-hi...", kata Ivonne menyapa kekasih hatinya... Diro yang rada melongo memandang pada mereka yang sedang melangkah keluar rumah lewat pintu depan utama.

"Kacian deh... nggak diajak... ha-ha-ha....!", kata pak Darso menggoda puteri tunggalnya, Daniati... ibundanya Diro.

"Iihh opa... kasihan kan mama... jangan diledekin terus dong... daagghhh... mama...!", kata Ivonne membela calon mertuanya itu.

"Daagghhhh... sayang! Semoga banyak keringatnya ya... hi-hi-hi...!", kata Daniati menggoda Ivonne yang keheranan mendengar perkataannya itu.

Ivonne lalu menoleh pada pak Darso, dan bertanya pelan, "Emangnya nanti kita bakalan keringatan... apa?! Opa...! Jangan senyum-senyum aja dong...! Jawab kenapa... tapi... sssttt... pelan-pelan aja... ya!".

Pak Darso bukannya berbisik kembali, malah tertawa sangat keras, "Ha-ha-ha...! Itu... pasti! Pokoknya... tidak usah khawatir!".

"Opa ditanya serius malah ngomongnya keras-keras lagi...!", kata Ivonne sambil melangkah agak menghentak-hentak kakinya ke lantai.

Pak Darso membungkukkan tubuhnya sedikit dan berbisik didekat telinga Ivonne, "Kan... kamu sendiri yang ngajakin opa segala gituan... lah, ML-an... lah, dan barusan tadi 'quickie' lagi...!".

"Oh... itu yang dimaksudkan mama dengan 'keringatan' toh...? Mauuu... dong...! Hi-hi-hi...!". "Ha-ha-ha...!".

***

Mereka berdua (pak Darso dan Ivonne) dengan mengendarai mobil caddie-car (yang sering terlihat di lapangan golf), yang sudah dimodifikasi untuk keperluan menyusuri jalan-jalan kecil yang sudah di-'hot mixed asphalt' untuk sampai ke tempat-tempat tertentu di area perkebunan itu. Roda mobil kecil ini sudah diganti dengan yang 'radial', pengoperasiannya sangat mudah sekali... karena hanya memerlukan minyak diesel yang dipakai tak langsung, kalaupun tidak tersedia minyak diesel itu, cukup menghubungkan kabelnya pada colokan listrik selama semalam saja, maka mobil praktis inipun bisa menjalankan fungsi-nya selama 6 jam non-stop dan berkecepatan jelajah sekitar 50 km per jam.

Mereka sampai didekat sebuah pohon coklat... tidak terlalu tinggi, tapi... sangat mencolok sekali dengan buahnya yang orange kemerah-merahan terang ini memenuhi sepanjang batang utamanya dan besar buahnya melebihi kepalan tangan orang dewasa!

Pak Darso menghentikan mobilnya dan Ivonne dengan penuh antusias melompat turun dan segera mendekati pohon coklat yang berbuah lebat dan cantik kelihatannya ini.

Ivonne segera menghirup napas panjang dalam-dalam... rupanya dia kurang puas karena tidak tercium aroma coklatnya sama sekali. Karena penasaran Ivonne membungkukkan tubuhnya sangat rendah sekali... kembali menegakkan tubuhnya perlahan sambil menghirup napasnya lagi... sangat panjang... sampai-sampai tubuh bagian atasnya... doyong kebelakang... segera menghembuskan napasnya kembali sambil berkata rada kecewa, "Kok nggak tercium aroma coklatnya... walau sedikit saja... bagaimana nih... opa? Kenapa bisa begini sih...?!".

"Ha-ha-ha... Ivonne-Ivonne... dasar 'orang kota' yang nggak tahu apa-apa...! Wangi dari aroma coklat yang sangat kamu gemari itu... datangnya dari biji buah coklat yang sudah di-proses dengan betul... ha-ha-ha... daripada kamu dengan susah payah mencoba menemukan wangi aroma coklat itu... mendingan juga... kamu mencium opa saja... ketahuan... lebih mudah dan... bermanfaat lagi... ha-ha-ha...!", kata pak Darso sangat senang bisa menggoda gadis muda ini.

"Iihhh... opa...! Dikit-dikit... cium! Dikit-dikit cium... kayak nggak ada lainnya... yang lebih penting aja gitu...!", jawab Ivonne rada keki karena tidak langsung diberitahu soal wangi aroma coklat itu.

"Maafkan opa deh... sayang...! Ajoo... naik lagi ke mobil, kita menuju area tanaman Melon Merah yang langka... come on. dear...!", ajak pak Darso pada Ivonne yang masih rada mangkel hatinya itu.

Mereka sampai ke tempat budi-daya tanaman langka, yaitu Melon Merah. Banyak sekali buahnya yang karena tak seimbang dengan batang tanaman perdunya itu, buah yang sebesar batok kelapa itu disangga dengan rajutan kantong buah yang diikat keatas pada para-paranya. Tampak luar buah Melon Merah itu sama saja dengan buah melon yang sering dijumpai ditempat para penjaja buah-buahan segar. Baru ketahuan apabila buah itu dibelah dengan pisau... benar-benar merahnya sangat rata dan merah menyala.

"Disebut langka... apa mempunyai keunggulan atau manfaatnya apa sih... opa...?", tanya Ivonne mulai tertarik.

"Oh kalau soal keterangan atau data-botani ybs, kamu bisa membacanya nanti di area tanaman buah-naga disana... tidak jauh kok... tinggal duduk di mobil... sebentar saja juga sampai... ha-ha-ha...!", kata pak Darso sambil tertawa.

Memang sambil duduk-duduk di mobil, sambil menengok kekiri dan kekanan... menikmati suasana asri di daerah perbukitan yang indah dan penuh dengan tanaman pepohonan ini. Silir angin yang sejuk berhembus diantara sela-sela batang-batang pepohonan coklat yang rindang. Cuaca diatas sangat cerah dengan langit yang biru disertai pupuran-pupuran awan tipis yang kecil bergerak berarakan perlahan oleh tiupan angin yang kencang. Sampai juga mereka pada area tanaman buah-naga yang berbuat lebat dan beberapa diantaranya malah ada yang sudah ranum, matang sekali. Melihat buah yang merah ada julur lembar-lembar daun kelopak buahnya yang berwarna merah terang, seakan melihat bola api yang keluar dari mulut naga... yang sedang menyemburkan napas panasnya.

Ivonne segera turun dan melihat ada sebuah tonggak tempat digantung kertas data-botani di lahan perkebunan ini dan menghampiri tonggak itu... sangat dekat dan membaca tulisan pada kertas yang tebal yang sudah di-laminating itu...


---------------
- DATA BOTANI -
---------------

Didalam lahan perkebunan disini banyak ditanam, antara lain:

Melon Merah (Red Melon).
Buah super langka (Momordica cochinchinensis) ini, berdasarkan penelitian seorang wanita scientist Dr. Le Vuong, seorang ahli gizi dan epidemiology maka diketahui kemanfaatan buah langka ini.
Manfaat :
- meningkatkan imunitas, anti-oksidan yang dapat melawan pengaruh dari radikal-bebas.
- Mencegah proses penuaan.
- meningkatkan kesehatan kulit dan mata.
- meningkatkan fungsi otak.
- meningkatkan kesehatan prostat bagi pria karena mengandung Lycopene 70 X lebih banyak yang didapatkan dari buah tomat.
- tidak ada efek samping dan nutrisi makan-tambahan yang penting bagi para vegetarian.

Buah Naga (Dragon Fruit)
Atau disebut juga Pitahaya, adalah semata buah yang didapat dari tanaman kaktus jenis Hylocereus. Berbunga bakal buah yang mekar selalu pada malam hari (seperti halnya dengan tanaman bunga Wijayakusuma). Rasa buahnya antara rasa buah melon dan buah Kiwi tapi agak manis.

Tanaman Coklat (Theobroma Cacao)
Justru kemanfaatannya didapat dari biji buahnya yang dikeringkan (hampir sama dengan proses pada biji kopi) lalu digiling dan mendapatkan suatu adonan berwarna coklat agak tua, kemudian diproses lagi dan mendapatkan hasil akhir berupa minyak coklat dan tepung coklat. Sedang daging buah coklat sendiri tidak terlalu istimewa, hampir sama rasanya dengan daging buah pepaya, yang rasanya mungkin agak asam, atau manis mungkin juga ditambah sedikit rasa sepet yang pastinya adalah... tidak beraroma khas coklat samasekali.

Manfaat coklat ini, terlalu banyak untuk dibeberkan disini... tapi yang pasti adalah menjadi minuman favorit dari seorang wanita muda yang sangat cantik, bernama... Ivonne, yang sangat suka sekali meng-konsumsi minuman coklat ini sampai... setengah mabuk... coklat.

---------------

Ivonne tercengang sangat heran sekali membaca beberapa kalimat paling bawah dari data-botani ini... 'Kok nama-ku pake dibawa-bawa segala...?!". Ivonne diam sejenak, berpikir... memperhitungkan dan memperkirakan sesuatu. Ivonne adalah seorang gadis muda yang cerdas... perlahan-lahan pada bibirnya yang sexy... yang memerah delima itu... tersungging sebuah senyum simpul yang ceria. Sambil berkata pelan... seakan pada dirinya sendiri, "Hi-hi-hi... aku kan tidak bodoh-bodoh amat... hi-hi-hi... pasti ini hasil kerja usil si opa yang kayaknya... sedang mengalami masa puber kedua-nya...!'.

Ivonne... segera dengan mantap... menderapkan langkah-langkah kakinya... langsung menuju pak Darso yang lagi bersandar di sisi mobil yang lagi santai... memandangi pepohonan tanaman industri komoditi coklat yang subur dan berbuah sangat lebat sambil menolehkan kepalanya yang hitam kelam (karena di-cat dengan pewarna rambut) ke kanan dan ke kiri.

Sampai dihadapan tubuh yang tinggi gagah perawakan tubuh pak Darso itu, langsung menarik kebawah lengan kiri pak Diro, agar kepalanya menunduk mendekat wajah Ivonne yang sedang gregetan... itu.

"Sudah ada putusan pengadilan atas perkara pencemaran nama baik di muka umum perkebunan atas diri seorang wanita muda yang bernama Ivonne.... hi-hi-hi...! Opa mau tahu nggak...? Vonnis yang dijatuh atas terdakwa naas itu... hi-hi-hi...!", kata Ivonne sambil tertawa... tapi masih gregetan itu.

"Emangnya... soal apa... opa tidak mengerti...!", kata pak Darso sambil mencoba mengelak.

"Itu... tuh!", kata Ivonne sambil menunjuk dengan telunjuk tangan kanannya yang lentik pada tonggak 'data-botani' disana... tempat dia membacanya tadi. "Hayo jangan ingkar ya... sudah tertangkap tangan saja... pake pura-pura tidak tahu! Pengen tahu tidak vonnis-nya... sungguh sangat menakuti sekali... iihh...!", kata Ivonne menggetarkan kedua bahunya... seakan sedang membayangkan sesuatu hal yang amat mengerikan!

"OK deh... opa terima salah...! Tapi hukumannya... yang ringan-ringan saja... dong...!", kata pak Dasro seakan pasrah terima nasib saja...

"Enak... aja pake nawar lagi... emangnya lagi belanja di PKL apa...?!", Ivonne segera berbisik sesuatu pada pak Darso... yang membuat pak Darso... kaget sekali...! Segera pak Darso mengajukan penawaran keringanan atas hukuman yang diterimanya.

"Tapi muatannya... disemprot kedalam anu-nya Ivonne dulu yaa...?!", kata pak Darso harap-harap cemas.

Jawab Ivonne kalem tapi tegas... bak seorang 'hakim pengadilan cinta' yang tegas. "Aku mana punya anu... itu si polan... tuh yang punya anu... kalau aku punya vagina begitu namanya...!".

"Oh.. iya! Bener...! Jadi boleh ya... nyemprotin semua sampai kedalam...", tanya pak Darso minta kejelasan. Gairahnya langsung meletup-letup bagaikan lahar panas yang bergejolak, terbukti dari penampilan batang penis yang sudah berdiri tegak... bersiaga sempurna. Kata yang dibisikkan Ivonne barusan adalah dia ingin 'menggigit' habis-habisan palkon-nya yang besar. Pak Darso yakin apa yang dimaksudkan kata 'menggigit'... tak lain tak bukan adalah melakukan... BJ pada palkon-nya!

"Sapa takut lagi...! Pokok dilarang berbicara lagi... ayo... sekarang juga kita ke kantor perkebunan...! Nggak pake lama lagi...!", kata Ivonne berpura-pura tegas dan... <Seerrr...!> ada semprotan kecil yang mulai melumasi sepanjang lorong nikmat didalam vagina-nya yang legit, mulus dan... klimis...

***

Sampai didalam ruang kantor yang kebetulan sudah tidak ada kegiatan sama sekali karena telah bubaran pada pukul 16:00... sekitar 15 menit yang lalu, langsung ruang kerja pribadi yang lumayan besar dibuka dan dikunci lagi dari dalam... mereka masih terus melangkahkan kaki-kaki mereka... dan langsung membuka kamar tidur yang sudah penuh sesak oleh adanya sebuah tempat tidur yang besar dan sebuah lemari pakaian ber-cermin yang tidak terlalu besar.

Sampai didalam kamar tidur itu... Ivonne seakan menjadi sangat 'galak' sekali dan... segera melaksanakan 'ekssekusi' sesuai vonnis dari 'hakim pengadilan cinta' itu. Dengan sangat sigap dan cekatan yang terarah... Ivonne segera mempreteli satu persatu seluruh pakaian yang dikenakan oleh 'pesakitan', dimulai dari: baju kaus atas, pantalon, dan terakhir... sebuah kolor katun pria berwarna putih bersih... selesai sudah! Hasilnya bisa dilihat... adalah tubuh telanjang bulat dari seorang tubuh pria yang tinggi gagah 'bersenjatakan' penis sepanjang 20 cm dengan palkon-nya yang besar serta posisi batang penisnja mengacung kedepan dan agak ndut-ndutan... memang tidak bisa berdiri tegak... karena mungkin saking beratnya bobot penis guedee... itu. Dan didorongnya tubuh tinggi besar telanjang itu kearah tempat tidur... sambil bersuara lantang, "Ayo nggak pake lame lagi... langsung berbaring terlentang dan... tunggu dengan tabah... sang 'eksekutor' segera melaksanakan misinya... hi-hi-hi...". akhirnya tak tertahan lagi Ivonne lepas juga tertawa... habis terasa lucu saja melihat pak Darso seperti 'pesakitan' beneran yang tabah menerima 'nasib'-nya, habis... kayak blo'on aja begitu kelihatannya.

Dalam hitungan detik, Ivonne yang tubuhnya berwarna ivory sangat muda, mulus... semampai dengan pinggangnya yang ramping dan bokongnya agak besar dan pinggulnya yang penuh dan sangat mulus... menopang perutnya rata serta dada mulusnya tempat buahdada montoknya bersemayam, berbukit besar indah dan kenyal... ber-'topping' puting susu yang sudah nongol dari permukaan puncak bukitnya setinggi 1 cm saja, berwarna sangat bersih pink sangat muda yang dikelilingi areola sebesar sekeping uang logam 100 Rp 'rumah-gadang' berwarna pink muda lebih terang.

Segera Ivonne dengan memberanikan dirinya menyusul naik keatas tempat tidur dan... langsung mendaratkan mulutnya yang kecil tapi sangat sexy... itu pada permukaan licin palkon pak Darso... tepat pada permukaan puncaknya yang licin...! Tersentak kaget tubuh pak Darso mendapatkan kejutan yang tidak diduga-duga datangnya ini. Pak Darso diluar kebiasaanya langsung berkata keras.

"Oh... nikmatnya... langsung dimasukkan saja sayang... jangan menyimpang dari prosedur eksekusi-nya dong... ha-ha-ha...! Kan... katanya seluruh 'muatannya' harus dikosongkan dahulu didalam vagina legitmu itu... barulah... eksekusi 'penggigitan' baru mulai dilaksanakan... ya kan sayang... oh nikmatnya...!", desah-kata pak Darso diliputi kabut rasa yang sangat terasa nikmatnya ini.

"OK...! Kalau begitu... sapa takut lagi..!", kata sang 'eksekutor' jelita ini penuh gejolak birahi yang berapi-api...

Ivonne duduk ditengah-tengah pangkal paha pak Darso... sambil menggengamkan jari-jari lentik tangan kirinya disekeliling batang penis keras yang panjang itu serta disusul dengan genggaman mantap dari jari-jari lentik tangan kanannya pada bagian 'leher' dibawah palkon pak Darso... kemudian Ivonne memajukan sedikit posisi tubuh telanjangnya sedikit kedepan sambil menempelkan palkon yang digenggamnya sangat erat itu langsung melewati katupan labia majora-nya... terus menyeruak katupan labia mirora-nya dan... tertahan pas didepan jalan masuk lorong nikmat didalam vagina sempitnya itu... masih tetap menghadapi wajah pak Darso yang sangat 'dahaga' melihat puting-puting susu yang indah tapi... sangat menantang itu.

Ivonne menekan pinggulnya kebawah... belum masuk... pinggulnya ditarik lagi keatas yang langsung ditekan lagi kebawah...

Rupanya Ivonne yang cantik tapi cerdik ini... ingin meniru bulat-bulat seperti pada ML perdananya dengan pak Darso... pagi hari tadi... yang terbukti sangat sukses dengan ambles-nya seluruh batu penis panjang ini.

Dan melanjutkan lagi 'replika-gerak penyusupan' pada ML tadi pagi. Pinggul penuh yang mulusnya mulai melanjutkan lagi aksinya... tekan-tarik-tekan-tarik... terus tanpa henti walau untuk hanya setengah detik pun...!

Sementara itu tubuh gagah pak Darso, sudah... kelojotan tak karuan... segera dia membantu Ivonne dengan caranya sendiri tapi punya efek yang membuat keduanya bertambah nikmat saja rasanya. Kesepuluh jari yang kesat dari kedua tangan pak Darso... langsung beraksi kompak dan serentak, seketika sibuk meremas-remas sangat lembut buahdada Ivonne yang indah serta sangat kenyal dan... mentul-mentul itu... Tidak lupa dengan variasi pentingnya, yaitu... memlintir-mlintir kedua puting yang sangat menggunggah dan mempengaruhi sangat besar bagi nafsunya yang bertambah sangat besar sekali. Tak sabar... sudah... aksi sukses besar pada ML pagi hari tadi... harus diulang lagi olehnya lagi. Tidak penting lagi seberapa lama dia mampu bertahan menahan semprotan sperma-nya pada vagina mulus yang sempit ini. Toh nanti... ada acara BJ... yang pasti membuat tegang kembali penis-nya dengan cepat jikalau penisnya menjadi melunak karena mencapai klimaks seiring dengan semprotan sperma-nya itu.

Pak Darso dengan lembut penuh nafsu, menarik dengan pelan kedua tangan mulus Ivonne, yang menyebabkan tubuh Ivonne terjerembab pelan kedepan dan menindih tubuh besar pak Darso. "Sayang... yang memasukkan penis biar opa sendiri saja yaa... seperti tadi pagi... terbukti kan tidak menyakitkan... ayo gulirkan tubuh indahmu ini menelentang disamping opa... ya... 'eksekusi' yang harus kamu lakukan segera setelah opa memenuhi lorong nikmatmu, dengan... semprotan-semprotan kuat penis opa... OK...!", kata pak Darso lembut mencoba menbujuk Ivonne yang kewalahan memasukkan penis besarnya kedalam vagina sempit Ivonne sendiri...

Proses penyusupan penis panjang oleh sang pemiliknya itu sangat sukses sekali... hampir mirip dengan ML pagi hari yang sukses besar itu.

<bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis pak Darso yang panjang dan sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penis gagah dari seorang 'old-crack' berpengalaman.

Ayunan pinggul kekar pak Darso, sedang saja kecepatan ayunannya... yang penting harus stabil dan konstan...

"Assgghhh... sungguh nikmat sekali... cepetin sedikit lagi enjotannya opa...! Biar tambah nikmat...", desah Ivonne merasakan nikmatnya persetubuhannya dengan opa-nya Diro ini, sambil meminta agar 'pedal gas'-nya diinjak sedikit lebih dalam lagi.

Tapi pak Darso... tenang saja, menjalankan 'misi-nikmat'-nya ini, seakan tidak perduli dengan permintaan gadis muda ini yang ingin segera dipuaskan birahi-nya yang tinggi itu... agar dia dapat merasakan orgasme spektakuler seperti tadi... pagi hari.

Ivonne selain cantik, juga... cerdik! Goyangan 'maut' pinggulnya mulai beraksi... memutar-mutar... sesekali disentak-sentakkan keatas...

Buyar sudah... stabilitas kecepatan ayunan pinggul pak Darso... yang tadinya berirama sangat teratur turun-naik... turun-naik... turun-naik... oleh ulah 'nakal' gerakan pinggul Ivonne itu... langsung memecah irama gerak teratur itu... yang sekarang pola-nya menjadi, turun-turun-naik... turun-turun-naik... terkadang berubah lagi pola-nya menjadi, naik-naik-turun... naik-naik-turun... 'Wah... kalau begini... sudah tidak bisa ditolerir lagi... harus buru-buru melepas 'muatan nafsunya', kalau tidak... 'kendaraan nafsunya' bisa-bisa oleng dan... tidak mantap kali sodokan penis yang yang ampuh itu... menyeruak kedalam lorong-lorong nikmat sambil dikerubuti oleh-otot dalam vagina Ivonne yang legit... memiting, membelit seluruh permukaan disepanjang batang penisnya.

Segera pak Darso mendekap mesra tubuh telanjang bulat Ivonne dengan erat... sembari mulut gasang mengenyut kencang puting indah milik Ivonne secara bergantian kiri dan kanan ditambah peran serta lidah kesatnya menggoda dengan sengit puting indah itu dengan sapuan-sapuan ujung lidahnya yang kesat. Terlontar dengan santer desahan nikmat dari mulut sexy merah delima-nya Ivonne. "Arrghhh... nikmat... Ivonne bakalan mencapai klimaks... nih! Pokoknya kalau nggak mau bareng dengan Ivonne... akan ditinggal sendirian... hi-hi-hi... aahhh... ohhh... sampai... deh!", kata Ivonne menakut-nakuti pak Darso, yang sok gengsi... mau berlama-lama ML dengannya.

Langsung dijawab dengan cemas oleh pak Darso, "Eh-eh-eehhh... tunggu dong... barengan sama opa...!", segera mengenjot dengan sekuat tenaga... Penis panjangnya langsung bergerak sangat cepat... maju-mundur... maj-mundu... ma-mund... m-mun... mu... -u ug... ugh... uugh... uuggh... uugghhh...! Aarrghh...!".

<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>

Terhempas tubuh tinggi besar pak Darso oleh sentakan hebat keatas oleh pinggul Ivonne, yang mencapai klimaks-nya sangat kuat dan hebat... Tubuh pak Darso 'dipaksa' bergulir kesamping kiri tubuh Ivonne... keduanya terbaring sejajar terlentang berdampingan... tanpa daya... sembari masing-masing dihanyutkan perasaannya oleh nikmat yang spektakuler dari masing-masing orgasme yang didapat... seorang... satu...

***

5 menit kemudian terjadi kesepakatan 'luar-biasa' bahwa 'eksekusi' ditunda sampai didapat waktu dan tempat yang ideal untuk melakukan itu.

Mereka buru-buru berpakaian rapi kembali dan segera pulang kembali kerumah besar kuno itu, sekitar pukul 17:30. Cuaca sudah mulai sedikit menjadi gelap... tidak kenapa karena mereka telah tiba ditumah dan cukup waktu untuk mandi sore hari dan pas jam antik itu berdentang 7 kali...

<Tenggg...!> <Tenggg...!> <Tenggg...!> <Tenggg...!> <Tenggg...!>
<Tenggg...!> <Tenggg...!>

Mereka telah rapi semua... berkumpul tepat waktu di meja makan yang besar... menikmati makan malam... dengan minuman segar dari olahan buah-naga dan 'pencuci-mulut'-nya berupa irisan setebal 2 cm dari melon merah yang langka, penuh dengan kemanfaatan... serta telah menanti minuman coklat yang nikmat dalam thermos panas di baki kecil yang berisi 4 bh cangkir yang kesemuanya ditaruh diatas meja tamu yang terbuat dari kaca bening setebal 1 inci...


Bagian 13 - Jurumasak Surti Berceritera

Pelaku peran tambahan:
(khusus untuk Bagian 13 - Jurumasak Surti Berceritera)

Surti ('33') = ibu kandung Sarto, jurumasak keluarga pak Darso.
Sarto (14) = anak (lk) kandung Surti.
Zuleha (58) = bidan yang menolong kelahiran Sarto.
Zuhaimi (20) = calon bidan, puteri Zuleha.

***

Sehari sesudah pembicaraan Surti dengan Daniati dan Diro yang bernuansa kekeluargaan, yang berbincang sambil lalu diseputar 'intip dan mengintip' yang berlangsung hampir setiap harinya, didalam rumah Surti, diantara Surti dan anaknya Sarto [lihat pada Bagian 3 - Piknik Menemui Ibunda Tercinta (revised)]...


Pada hari berikutnya di waktu pagi, mbak Surti mendapatkan telepon dari calon bidan Zuhaimi yang berpesan padanya agar bisa meluangkan waktu untuk mengunjunginya di sore hari dirumah ibunya, bidan Zuleha.

Dalam pembicaraan Surti dengan bidan Zuleha (ibu dari calon bidan Zuhaimi), bidan Zuleha telah mengungkapkan bahwa umur yang tercantum pada kartu data diri dari mbak Surti (KTP dan KK) telah dirubah dari usianya yang 14 tahun pada saat melangsungkan pernikahan dengan calon suaminya menjadi umur 18 tahun. Semua rahasia itu diketahui bidan Zuleha... dan disimpannya dengan rapi selama berbelas-belas tahun, tanpa seorangpun mengetahui... bahkan juga anaknya, calon bidan Zuhaimi yang pada saat kejadian itu baru berusia 5 tahun.

Bidan Zuleha lah yang menolong persalinan mbak Surti yang melahirkan bayi lelaki yang diberi nama Sarto.

Jadi usia mbak Surti bukanlah berumur 33 tahun seperti yang tercantum didalam KTP-nya sekarang, tetapi harus dikurangi dengan 4, jadi umur mbak Surti dengan mengabaikan angka usia pada KTP-nya adalah sebenarnya masih berumur 29 tahun sekarang ini.

Bidan Zuleha menyarankan agar mbak Surti memasang spiral KB atau IUD sebagai imbalan untuknya yang selama belasan tahun dan dengan penuh kehati-hatian menjaga rahasia itu. Kata bidan Zuleha, rahasia ini akan disimpannya seumur hidupnya tanpa meminta imbalan apapun lagi selain permintaan mengenai pemasangan IUD itu. Lagi pula itu dilakukan demi kebaikan untuk semua pihak yang terlibat didalamnya, bahkan... untuk menjaga nama baik desanya kelak... kalau-kalau terjadi sesuatu skandal yang bisa saja menimpa diri mbak Surti yang kondisi tubuhnya sangat sehat dan masih produktif secara biologis.

Sebenarnya tindakan yang dilakukan oleh bidan Zuleha adalah dilatarbelakangi oleh permintaan pribadi khusus dari... yang tak lain dan tak bukan adalah Daniati sendiri! Yang menjadi sangat khawatir sekali apa yang akan bisa terjadi didalam rumah 'single parent' dari mbak Surti ini, dan... kekhawatirannya terhadap kemungkinan terjadinya suatu skandal yang akan dialami oleh mbak Surti sendiri, yang secara langsung juga... sedikit banyaknya akan merepotkan bagi keluarga pak Darso. Apa jadinya... kata orang-orang bila mengetahui... bahwasanya jurumasak pribadi keluarga terpandang ini membuat skandal didalam rumahtangganya sendiri?! Skandal bisa saja timbul karena, misalnya mbak Surti hamil, karena ulah... anak kandungnya sendiri, atau oleh ulah keduanya yang lupa diri karena terperangkap oleh nafsunya dari keduanya. Sarto yang masih belum cukup umur, tetapi... secara biologis sudah matang untuk menghamili seorang wanita, walaupun wanita itu adalah ibu kandungnya sendiri...!

***

Seperti biasanya setelah mbak Surti menyelesaikan tugasnya, menata dan menghidangkan makan-siang untuk keluarga pak Darso dan baru kembali lagi kerumah majikannya ini, pada sore hari menjelang persiapan untuk membuat, menata dan menghidangkan makan-malam nanti.

Dengan membawa pulang 2 buah rantang agak besar yang berisi nasi dan lauk-pauk yang menu-nya persis sama dengan apa yang akan dimakan keluarga ini. Semua tindakan mbak Surti ini adalah atas saran dan restu dari pak Darso pribadi, seorang yang berpendidikan tinggi dalam pelbagai ilmu, terutama dalam hal pertanian perkebunan tanaman industri komoditi coklat.

Bagi pak Darso yang berpandangan moderat, adalah hal yang tak berguna, menyuruh jurumasak pribadi-nya sendiri menunggu selesainya keluarga ini menyelesaikan makannya, sementara ada seorang putera tunggal menjadi kelaparan gara-gara menunggu terlalu lama untuk makan, karena sang ibunda diwajibkan menunggu hanya untuk bisa menerima jatah makan untuk dirinya dan anaknya sendiri.

Pak Darso sering mengingatkan mbak Surti yang sebagai orangtua tunggal ini, untuk memperhatikan kesehatan puteranya sendiri, karena itu adalah kewajibannya yang sesungguhnya yang harus dikerjakannya, setiap hari... setiap saat...!

Dengan diantar oleh mobil patroli yang memang saatnya melakukan patroli keliling 'shift' siang hari dan juga atas instruksi yang harus dijalankan oleh regu keamanan ini, adalah mengantar jurumasak pribadi pak Darso sampai didepan pintu rumah mbak Surti yang berjarak hampir 2 km dan... diperintahkan tidak boleh singgah di rumah itu, walau hanya untuk minum seteguk air minum!

Kemudian mobil patroli perkebunan itu segera berlalu dan menghilang dari pandangan.

Dengan berdendang kecil dengan riang, mbak Surti masuk kedalam rumahnya dan mengunci pintu depan rumahnya kembali dari dalam kembali.

Di kursi dekat meja makan, telah duduk Sarto mengendus-enduskan hidungnya kearah rantang yang masih ditangan ibunya. Rupanya bila seseorang sangat lapar... penciumannya menjadi sangat tajam rupanya. Hidung Sarto seperi kempas-kempis... mengendus kearah rantangan makanan, tapi... mata genit remajanya tengah asyik memelototi di celah... walaupun tidak cukup terbuka oleh sebuah kancing baju atas mbak Surti yang terlepas dari lubang kancingnya. Mungkin kancing 'nakal' itu ingin istirahat sejenak oleh 'cekikan' lubang kancingnya karena tertarik oleh dorongan bungkahan buahdada mbak Surti yang montok tapi sekal dan masih boleh dibanggakan tingkat kekenyalannya... buktinya si kancing yang terlepas tadi terlepas dari lubangnya karena dorongan buahdada 38B yang kenyal itu. Kalau sudah memble sih... buahdada itu akan mengalah sama kancing 'nakal' itu... dengan bergayut kebawah menghindari 'tantangan' si kancing 'nakal'!

Mereka sangat menikmati makan siang ini yang setingkat mutunya dengan makanan orang-orang kaya!

Saat Sarto menyuap sendokan makan terakhirnya, Surti memperhatikan mata Sarto, anak remajanya... tidak lepas-lepas menatap tajam pada buahdada montoknya ini. Sampai-sampai tercetus perkataannya, "Emangnya beda dengan yang kemaren, dan... kemaren-nya lagi apa...?! Hi-hi-hi...!".

Tercekat kaget Sarto jadinya, sampai makanan yang sudah dikunyah halus didalam mulutnya jadi ikut tertelan, disertai gumam lega Sarto, "HHmmm... sedapnya...!". diteruskan dengan meneguk air minumnya... setengah gelas langsung habis ditenggak.

"Eh... Sarto... anak ibu yang genit...", yang langsung disela saja oleh protes Sarto.

"Kalau Sarto adalah anaknya ibu... itu benar... tapi kalau dikatakan Sarto... genit... emangnya ibu punya bukti untuk mendukung penyataan ibu itu... ayooo...?!", jawab Sarto seakan merasa sudah menang diatas angin saja tampaknya.

"Ada...! Iniii...! Iniii...!", kata Surti sambil menunjuk buahdada montoknya dengan lirikan matanya yang mengerling pada buahadada yang kiri... lalu beralih arah ke buahdada yang kanan... hi-hi-hi...".

Sarto tidak melihat lirikan-lirikan mata Surti pada buahdadanya. Tapi Sarto sudah lebih dulu menatap nanar pada buahdada montok milik ibunya ini, malah sedari tadi rupanya. Segera bertanya penjelasan pada ibunya, dengan nada kesal. "Naa-nii-naa-nii...! Kok nggak sembari nunjuk pakai jari telunjuk kenapa...?!".

"Nih... lihat dulu dong sayang... lihat pada mata ibu... ikuti kemana arah mata ibu... menatap...!", kata Surti menjelaskan pada Sarto.

Sarto mengikuti lirikan mata ibunya dengan seksama dimana setiap buahdadanya mendapat lirikan tajam agak lama dari pemiliknya sendiri.

'Wah... ibu rupanya sudah mulai... 'ramah lingkungan' nih...! Buktinya kancing yang terlepas tidak dikancing lagi, lirikan mama... ughh... tajam sekali pada susu montok ibu sendiri'. Langsung spontan berkata keras, "Sedaaapp... ini baru namanya... ibu Sarto yang asli dan... baik hati he-be-he...!".

"Dasar...! Remaja genit... hi-hi-hi...! Heee... ngomong-ngomong kamu sudah mencuci seragam pramuka-mu... hayoo.... kan besok hari Jum'at. Buruan mumpung cuaca masih panas... cepat kenapa... jadi cowok kok lelet amat sih...", kata Surti mulai kesal, sambungnya lagi, "Entar kamu kalau udah kekenyangan kayak begini, malah... ketiduran lagi...!".

"Orang Sarto nggak mau masuk sekolah besok, habis... he-he-he...", langsung tertawa geli... selalu dia gagal saja... kalau mau mengelabui ibunya ini.

"Kamu ketahuan yaa...! Mau bohongin ibu... yaa...?! Hayoo... katakan... nggak pake lama... habis... apa...! Cepat...!", tanya Surti mencecer habis... agak 'sadis...'.

"Habis Sarto nggak diajak rapat sama... guru-guru... sih... he-he-he...!", kata Sarto gagal membuat ibunya percaya dengan dusta buatannya ini yang kurang 'menggigit' dan samasekali tidak ampuh... payah... deh.

"Ooh... jadi gurumu pada rapat toh. Bukan bilang aja dari tadi... dasar! Buang-buang waktu yang berharga saja lagi", kata Surti kesal.

"Emangnya... waktu berharga ibu itu untuk dipakai apa sih...?", tanya Sarto pengen tahu.

"Yaa... ibu mau kekamar mandi dong... gimana sih...!?", Surti segera berdiri, melangkahkan kakinya ke kamar mandi, tapi... menghentikan langkah-langkah kakinya setengah perjalanan menuju kamar mandi... langsung balik badan dan duduk lagi diatas kursi makan terdekat, sambil berkata, "Nggak jadi deh... kan kamu... belum tidur... hi-hi-hi...", kata Surti menyindir sambil tertawa renyah.

"Emangnya kenapa pake nunggu Sarto tidur lagi...! Pokoknya hari ini... dan pada besok hari Jum'at dan diteruskan sampai hari Sabtu... terus sampai hari Minggu... Sarto bebas... Hidup kebebasan...!", kata Sarto sangat senang hatinya.

Sekolah tempatnya dia belajar telah menetapkan bahwa hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur sekolah, alasannya banyak dan cukup bijak ini disetujui 100% oleh semua orangtua murid. Pertimbangannya diantaranya, jadi ngirit ongkos pp bagi semuanya. Banyak waktu untuk istirahat maupun refreshing ke tempat-tempat wisata yang dekat. Meskipun akibatnya... semua murid... harus belajar satu jam lebih lama dan... semua guru harus mengajar satu jam juga lebih lama...!


Ada HP berbunyi, rupanya itu HP milik Sarto. Sejenak kemudian terdengar suara Sarto yang 'kasak-kusuk' di HP-nya, rupanya dia dihubungi oleh teman sekelasnya.

Surti hanya melihat penuh perhatian pada semua ulah anak tunggalnya itu yang diibaratkannya sebagai sebuah mangga yang masih ijo... belum ada tanda mengkel-mengkelnya sama sekali.

Sebelum Sarto memutus hubungan telekomunikasi cellular itu, masih sempat terdengar kata-kata Sarto. <"Ya... gimana nanti aja deh...! Mendingan lo telepon aku sore nanti... menjelang malam... bye!">, pelajar SMP kelas-2 ini mengakhiri bincang-hp dengan seseorang sesama kelasnya itu.

"Kelihatannya ibu seperti pegel-pegal kelihatannya nih...?", kata Sarto mencoba mengambil hati ibunya. "Sarto pijitin deh kaki-kaki ibu... he-he-he...", kata Sarto yang super polos ini, tidak mungkin dia menyembunyikan akal bulusnya dari pengamatan ibunya yang sangat cermat ini, selalu terbaca dari nada tawanya itu...

"Jadi apa rencananya dengan dengan temanmu itu... hi-hi-hi...! Nggak usah muter-muter deh ngomonginnya... hi-hi-hi...! Pokoknya tampangmu dan tertawamu itu seakan memberitahu pada ibu tentang semua akal bulusmu itu... hi-hi-hi...", Surti tertawa terpingkal-pingkal jadinya.

"Waahhh... ketangkep basah terus nih... Sarto mau belajar pasang wajah yang angker dan sangar... ahh...! Biar, nggak selalu kebaca sama ibu gitu... he-he-he...", Sarto jadi ikut-ikutan tertawa karena upayanya selalu kandas ditengah jalan...

"Bagus kalau begitu... jadi kalau ada terjadi sesuatu hal di sekolahmu... sesuatu yang mencurigakan... pasti kamu duluan yang dipanggil dan... diperiksa...! Kalau persoalannya lebih serius lagi... jadi deh... ibu yang dipanggil terus-terusan bolak-balik sama guru atau oleh kepala sekolahmu... ibu jadi tidak bisa ngapa-ngapain lagi... keluarga pak Darso urung makan masakan ibu dan... kita jadi ikut-ikutan... tidak makan! Apa itu maumu... dengan usahamu untuk memper-angker tampang mukamu...?!", kata Surti jadi dongkol jadinya.

Sarto jadi terperanjat jadinya mendengar penuturan ibunya yang agak rinci itu. "Kalau gitu... nggak jadi deh... maafkan Sarto ya bu...". Sarto lemas jadinya.

"Ya... sudah! Ceritakan semua apa yang kamu bincangkan dengan temanmu itu pada ibu... kalau tidak mau... tidak apa-apa... ibu selalu menghormati rahasia sesorang... kok", Surti bangun berdiri dari kursinya dan langsung kekamar mandi untuk 'melepaskan hajat'... dengan berjongkok melepas kucuran air-seninya, yang... membuatnya jadi sangat kebelet tadi.

Yang langsung buru-buru berkata, "Eh-eh-eh... bu...! Sarto mau menceritakan semuanya deh... ibu jangan marah dong...", kata Sarto sambil menghiba pada ibunya yang sangat dikasihi ini.

"Tunggu aja disitu... orang ibu mau pipis kok... pake ditahan-tahan lagi...", kata Surti sambil berlalu.

Setelah Surti melepas hajatnya dan kembali duduk berhadap-hadapan dengan remaja... kekasih hatinya... yang merupakan suatu penghiburan bagi hatinya semenjak suaminya minggat dengan seorang wanita... meninggalkannya dengan teganya bersama Sarto kecil yang masih berusia 8 tahun saat itu...

Sarto mulai menceritakan segala hal ikhwal dalam percakapan-hp itu juga percakapan mereka dengan teman-temannya pada waktu jam istirahat pagi menjelang siang di sekolah mereka tadi.

Yang meneleponnya barusan adalah seorang temannya yang bernama Tono, anak juragan pemilik pabrik tahu. Biarpun cuma tahu... tetapi dalam dompet Tono, tak urung selalu ada barang 2 atau 3 helai uang kertas dari pecahan Rp 100 rb. Tenyata membuat tahu bisa membuat orang jadi kaya rupanya, begitulah hasil pemikiran Sarto yang sederhana itu.

Tono, temannya Sarto itu ingin mengajak teman-temannya menginap dirumah yang besar (bersama dengan Tono adalah 4 orang, itupun kalau Sarto mau diajak), mumpung ayahnya mengurus pembeliah kedelai sementara ibunya Tono menyertai ayahnya juga nanti ada keperluan sendiri disana. Sedangkan kakak perempuannya sedang sibuk dengan tugas di kampusnya, sehingga tidak jadi kembali kerumah dari kost-nya dekat kampusnya itu. Praktis yang ada didalam rumah Tono, yaitu 2 orang PRT yang usianya 16 tahun dan 22 tahun, jadi bertiga saja... kemungkinan besar sampai 2 hari 2 malam akan jadi milik Tono cs. Kalau soal para pekeja pabrik tahu yang berjumlah 20 orang itu sih... bukanlah kendala yang cukup berarti, mereka berada jauh dibagian belakang halaman rumah disisi kanan agak kedalam, kalau ditarik garis lurus, hampir 50 m jauhnya dari bangunan rumah utamanya.

Rencana 'kelompok berandal kecil' ini tidak jauh-jauh dari hal yang berbau seks, misalnya nonton filem bokep bareng yang koleksi dari ayahnya... sangat banyak sekali. Kalau 2 orang PRT itu seperti yang sudah-sudah suka mau diajak nonton bareng BF dengan Tono... bila pada saat aman terkendali, mungkin saja kali ini bisa ditingkatkan lagi... mungkin mau diajak 'gituan' bersama 4 sekawan ini. Kalau soal kontrasepsi sih tidak akan menjadi persoalan... kan penyuluhannya yang gencar sampai juga ke telinga anak-anak ini, yang kupingnya tajam luar biasa untuk hal-hal semacam ini... ada... banyak di lemari kecil khusus untuk menyimpan obat-obatan, mungkin kalau cuma 5 kotak utuhnya saja sih... pasti ada! 1 kotak kondom itu berisi 6 buah kondom yang masing-masing dibungkus dengan alumunium foil.

Tercekat Surti mendengar penuturan jujur dari anak lelaki tunggalnya ini. Terbayang sudah di benaknya bayangan-bayangan apa yang bakal tejadi nantinya... 2 orang PRT yang wanita muda... habis-habisan 'dikeroyok' ML oleh 4 remaja potensial yang sangat ingin tahu ini, lalu... terkapar lemas... belum tentu juga ada diantaranya yang bisa mendapatkan orgasme-nya. Setelah rehat sejenak... melanjutkan tontonan BF-nya, dan... dipraktekkan lagi... terus begitu... mungkin bisa berlangsung sampai menjelang pagi... uugghhh... membayangkannya saja sudah ngeri... apa lagi melihatnya langsung...!

"Kalau ibu mengijinkanmu menginap dirumah temanmu itu... apa kamu... akan tetap mau menginap dirumah temanmu itu...?", Surti menguji pendirian Sarto yang polos belum berpengalaman dalam soal begituan... paling-paling 'prestasi'-nya kalau boleh disebut begitu... sebatas mengintipnya yang telanjang sedang mandi, dan... selanjutnya diteruskan dengan acara onani, dan akhirnya tertidur terlelap... sendiri.

Sarto yang ditanya... jadi bimbang dan sangat ragu... jadinya. Dan menjawab pertanyaan ibunya yang terkasih. "Gimana... ya... bu! Mau sih... mau, jadi ibu... sendirian dong...", katanya penuh kebimbangan.

"Benar itu...! Apa katamu yang terakhir... selama 2 hari 2 malam... ibu jadi sendirian di rumah ini...!", kata Surti meng-iyakan perkataan anaknya.

Langsung Sarto bangkit dari duduknya dan memeluk erat ibunya yang sangat disayangi dan sekaligus jadi sasaran intipan matanya yang nakal ini.

"Tidaklah... bu! Tak akan sampai hati... Sarto membuat ibu jadi sendirian... selama itu! Daripada nantinya disana... Sarto malah pergi pulang kembali, karena... kangen sama... ibu!", kata Sarto lesu sekaligus senang karena tidak langsung menyetujui pada pembicaraannya di HP tadi dengan Tono, yang... mempunyai niat nekat merencanakan itu semuanya.

Mereka terdiam cukup lama... diam pada posisi-nya... tanpa kata... tanpa suara... kedua ibu dan anak tunggal ini... kepala Sarto merebah diatas buahdada yang besar ibunya yang bagian kiri... dan tanpa disadari oleh Sarto ujung dari 2 jarinya (jari tengah dan telunjuk) tangan kirinya... mengusap-usap lembut pas... diatas puncak buahdada bagian kanan... mengusap-usap pelan puting susunya yang... walaupun tertutup oleh 2 lapis kain tipis, yaitu BH tipis dan baju atasnya... tak pelak menimbulkan efek luar biasa pada diri Surti yang masih saja diliputi bayangan 'orgy' yang bakalan terjadi... dirumahnya Tono, antara 2 PRT muda dengan beberapa orang remaja muda... <seerrr...!> ada semprotan kecil dalam vaginanya yang kurang lebih 6 tahunan tidak pernah lagi dikunjungi oleh 'tamu' yang selalu... selama ini... didamba-dambakan kedatangannya...

"Aahhh... geli... tahu! Nekat amat sih jarimu ini... To!", desah protes Surti merasa geli sekaligus... birahinya melonjak jadi tinggi.

Sarto langsung tersadar dari lamunannya yang tak sadar tadi, seketika melihat 2 jarinya itu menghentikan usapannya, dan... ngetem diatas permukaan puncak buahdada ibunya ini pas diatas putingnya. "Eh... maaf ma... dasar jari tangan Sarto yang nakal...! Kok pas bener ya berhenti pada lokasi yang ini... he-he-he... uuuppss... maaf bu...", kata Sarto tertawa malu campur heran.

"Telat... To...! Udah terjadi... dikasih maaf juga juga... buat apa...? Bilang aja terus terang sama ibu... kamu mau melihat bagian ini dari dekat... emangnya hasil intipan kamu sewaktu ibu mandi kurang jelas... begitu?".

"Eh... ibu... ternyata sudah tahu toh...? Malu nih... jadinya... ternyata ibu sungguh baik hati... karena tidak pake marah lagi... Tawaran ibu ini serius ya bu... kalau boleh sih... mau aja dong...! He-he-he... kapan lagi... dari pada susah-susah ngintip... malah pernah Sarto jadi kelilipan jadinya saking pengen lebih jelas lagi ngelihatinnya... he-he-he... maafkan Sarto ya... tapi... benar Sarto pengen sekali... deh...!", Sarto berkata jujur tanpa tedeng aling-aling lagi... takut tawaran yang sangat menarik hati ini... ditarik kembali...

"Uuhh... dasar, anak ibu yang genit, ternyata keingin-tahuanmu lebih besar dari umurmu sendiri...! Tapi dengan satu syarat...", kata Surti mengambang di udara dalam ruang makan ini...

"Syaratnya... apa bu...? Tolong kasih tahu...", tanya Sarto, yang pada usianya ini selalu ingin tahu... apalagi pada segala hal yang diminatinya...

"Nggak jadi deh...", kata Surti singkat saja.

"Yaa... gimana sih ibu... udah lagi girang-girangnya... lagi...!", kata Sarto langsung kecewa mulai memberat...

"Maksud ibu... girangnya boleh terus... cuma syaratnya... lupakan saja dahulu... untuk sementara waktu... hi-hi-hi... ayoo... ke kamar mandi sembari ibu mandi lagi... soalnya satu setengah jam lagi mobil patroli malam akan menjemput ibu lagi untuk pergi ke rumah pak Darso untuk menyiapkan menyiapkan makan-malam mereka... ayoo... jangan sok malu... beraninya cuma ngintip melulu... hi-hi-hi...", kata Surti berusaha 'membakar' semangat gairah sang remaja ini.

Dengan berusaha jangan ragu, jari-jari tangan remaja Sarto tak urung gemetaran tapi melanjutkan aksinya untuk memreteli baju atas Surti. Biar lambat tapi... pasti terlepas sudah baju atas itu, dan berakhir... di gantungan baju di dinding. Kini giliran BH besar dan tipis yang menghalangi pandangan mata genit Sarto pada buahdada montok milik ibunda, yang tumben pada siang menjelang petang ini kok... baik hati sekali... dari pada susah-susah... bukan tanpa resiko... mengintip... Ini pun cepat... malah lebih cepat dari yang tadi... karena dibantu oleh tangan Surti yang melepas kaitan BH-nya yang ada di punggung... sambil mengerutu dalam hati, "Lelet amat sih... ngebukanya... nggak tahu apa bukan kamu aja To... yang punya nafsu... ibu malah lebih besar darimu...!".

Terbuka lepas... sudah... buah montok yang guedee 38B eeuuhh... yang bergantung ranum bebas di dada dengan gayutannya tidak terlalu kentara... karena lebih disebabkan oleh karena bobotnya... tidak puas-puasnya mata Sarto memandang... mengundang kata dari Surti. "Jangan dilihat-lihat begitu saja... kenapa...! Diapain kek... ditutupi pake BH lagi juga tidak mengapa... hi-hi-hi...", kata Surti menggoda Sarto yang masih saja gelagapan... karena diberi kesempatan... melihat dari dekat dengan apa yang selama ini jadi sasaran utama pengintipannya atas tubuh telanjang bulat ibunya... yang sedang asyik mandi... membersihkan diri.

'Sudah... buang-buang waktu dengan percuma...', gerutu Surti didalam hati. Mereka masih berdiri berhadap-hadap sangat dekat di dalam kamar mandi. Segera dengan tuntunan telapak tangan kirinya menekan kepala Sarto... agar memposisikan mulutnya pada pentil susu sebelah kiri. Begitu mulut Sarto menempel pada pentil susu yang sudah nongol beberapa belas mm dari puncak susu montoknya... secara spontan dan otomatis mulut Sarto mengemut-ngemut santer pentil ibunya ini, yang langsung menyebabkan Surti menegakkan kepalanya hampir doyong kebelakang, sambil mendesah keras... "Aaahh nikmatnya... sudah lama sekali... pintar kamu To... ya bener begitu ngemutnya... oohh... tangan kirimu sembari nyemek-nyemek susu ibu yang kanan dong... aahhh... eeh... pake diplintir-plintir lagi pentilnya... nah ketahuan ya dapat tahu dari nonton filem bokep ya...", kata Surti penuh dengan rasa nikmat.

<Seerrr...!> ada lagi semprotan kecil dalam vagina-nya yang 'lapar', ini adalah semprotan kecil yang kedua.

'Bisa-bisa KO duluan... nih!'. Tidak pake menunda lagi, segera melucuti CD-nya sendiri sampai cuma dia sendiri yang telanjang bulat didalam kamar mandi ini.

"Ayoo... buka semua pakaianmu... semuanya... kan kita mau 'mandi', hentikan dulu kenyotan mulutmu yang nakal, biar tambah cepat membuka pakaianmu, kalau telat... wahh... rugi berat... deh!", kata Surti menyemangati putera remajanya ini yang masih saja mau berlama-lama... ngemut pentilnya... kayak anak bayi aja...!

Telanjang bulat jadinya mereka berdua didalam kamar mandi ini, penis remaja Sarto menjadi sangat tegang... hampir tegak sempurna... menempel pada perut remaja yang rata... 'Tapi bisa muat 2 piring makanan lezat... hi-hi-hi...!', tertawa dalam hati mengingat nafsu makan Sarto yang besar itu. Sekarang Surti harus menjinak nafsu birahi perjaka muda ini, terlihat dari batang penisnya yang keras serta memanjang hampir 14 cm itu. 'Coba dihitung kalau 1 cm per tahun pertumbuhan panjang penis Sarto ini... bukannya bakalan mempunyai panjang 20 cm pada usianya mencapai 20 cm...! Hi-hi-hi...', Surti tertawa dalam hatinya... geli sendiri dengan perhitungannya yang asal-asalan dan sembrono itu.

Surti mengambil pakaian Sarto yang sudah dilepas semuanya, kemudian melipat-lipatnya untuk menjadi tumpuan empukan bagi kedua lututnya. Sedang Sarto mengawasi saja ulah ibunya dengan penuh minat... walaupun sama sekali tidak mengerti... sebenarnya ibunya ini mau ngapain sih...?

Segera Surti berlutut dengan nyaman, dan... langsung mendekatkan palkon perjaka anaknya ini... langsung masuk kedalam mulut Surti... yang langsung mengatupkan dengan erat bibir atas dan bibir bawahnya... menyekal erat disekeliling penis remaja perjaka yang keras ini. Menggerak kepalanya turun-naik disekujur batang penis keras Sarto.

"Aaargghhh... enak banget... baru tahu rasanya... kayak begini, pantesan cowok didalam BF doyan bener anu-nya di-'caplok' sama mulut ceweknya... dikit-dikit minta di-'caplok', dikit... oohh... jangan terlalu cepat bu... 'nyaplok'-nya, entar muncrat didalam mulut ibu nih...", kata Sarto keenakan dengan aksi BJ dari ibunya yang hebat... tapi nikmat... enak amat...

Surti tidak memperdulikan peringatan anaknya ini... yang terpenting aksinya bisa menghasilkan sesuatu... dan sukses...! Malah makin mempercepat kocokannya pada sepanjang batang keras dengan mulutnya yang bibir-bibirnya mengatup sangat erat disekeliling batang penis sang perjaka remaja ini...

"Aarrghh... ibu...!", langsung kedua tangan memegang kepala Surti... seakan ingin membantunya supaya... gerakan kocokan mulut pada penisnya makin cepat.

Surti tahu... tak lama lagi Sarto akan mengalami orgasme perdananya... dengan diawali dengan semprotan spermanya... dengan nekat Surti berniat menampung semprotan sperma yang sangat potensial dari anaknya ini, sampai... tetesnya yang terakhir!

"Pokoknya Sarto sudah memberitahu lebih dahulu... oh-ah-aah-aaah-aaahh-aaahhh...!", <CROTTT...!> <Crottt...!> <Crottt...!> saking banyaknya sperma yang dikeluarkan 'terpaksa' Surti meneguk semua sperma perjaka yang 'segar' itu.

Langsung Sarto duduk diatas lantai kamar mandi sambil menikmati orgasme-perdana yang spektakuler rasa nikmatnya...

Sedang Surti yang gairah-birahi sudah mencapai titik tinggi yang maksimal... tidak mau kalah... segera beraksi sendiri... melakukan masturbasi dengan mengusap-usap permukaan kelentit-nya dengan ujung jari-jarinya dengan sangat cepat, karena sudah kadung nafsu lebih dahulu... tidak perlu waktu lama untuk menunggu... "Aaahhh... Sarto-ku sayang... harusnya ini tugas penis-mu sayang...". <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> Sutri memperoleh juga orgasme-nya... walau tidak sehebat yang didapat oleh sang perjaka...

**

15 menit kemudian, Surti dan Sarto telah berpakaian rapi kembali.

Sekilas Sarto memeluk tubuh ibunya dengan penuh kasih, "Terimakasih bu... atas pengalaman pertama kali yang dirasakan Sarto... untung aku tidak jadi datang kerumahnya Tono... he-he-he...".

"Kamu dengan tenang... menunggu dirumah ya... sayang... nanti ibu akan membawa makanan lezat lagi... biasanya dari makan-malam ini ibu bisa membawa makanan lebih yang akan kita simpan sebagian didalam kulkas untuk sarapan besok pagi. Karena ibu seperti biasanya setiap malam hari menunggu mereka makan-malam sampai selesai. Keluarga pak Darso jarang menghabiskan waktunya berbincang-bincang di meja-makan, karena... memang bukan kebiasaan keluarga ini. Setelah ibu membereskan perabotan dapur... ibu akan pulang, dan... diantar dengan mobil patroli. Sungguh ibu sangat bahagia bekerja pada keluarga yang sangat baik hati ini, penuh perhatian dengan karyawan-nya, sangat kekeluargaan sekali...".

<Diinnn...!> <Diinnn...!>

"Oh... jemputan sudah datang... ingat sayang... matikan saja HP-mu biar si Tono tidak bisa menghubungi... daagghh... kunci pintu ini dari dalam...".

Sesuai dengan kesepakatan bersama, antara Sarto dengan ibunya, apabila dia disuruh mengunci pintu depan rumah dari dalam... berarti setelah dia memutar anak kuncinya untuk mengunci, anak kunci itu ditarik keluar dari lubangnya dan langsung ditaruh pada gantungan kunci yang berada di daun pintu sebelah dalam. Ini dilakukan supaya Surti tidak usah menunggu lagi cukup membuka kunci depan rumah itu dengan anak kunci serep yang selalu dibawa Surti dalam saku kecil di pakaian yang dikenakannya itu.

Segera Surti naik ke mobil patroli disertai anggukan hormat dari supirnya, seorang petugas keamanan perkebunan shift malam...


Pada jam 20:00, Surti telah sampai lagi dirumahnya. Dengan anak kunci serep dia membuka pintu depan rumah dan langsung masuk kedalam. Pintu itu dikunci lagi dengan memakai anak kunci yang tadi digantungkan pada daun pintu bagian dalam, dan anak kunci itu dibiarkan pada lubang kuncinya.

Dengan bersenandung kecil... seperti biasa yang selalu dilakukannya... tanpa disadarinya... kalau baru masuk dirumahnya dimana dia tinggal berdua saja dengan anak lelaki tunggalnya, Sarto, yang... beberapa jam berselang tadi... sudah tidak perjaka lagi... atas kemauannya sendiri.

'Kemana... Sarto? Jangan-jangan... uugghhh... sebaiknya aku jangan menduga jelek dahulu...'. Segera menaruh semua bawaannya diatas meja makan, kemudian melangkahkan kaki-kakinya sembari melepaskan sandalnya, dan bergegas membuka pintu kamar tidur Sarto, melongok kedalam... kosong! 'Dasar... anak-anak sekarang bandel-bandel!'.

Dengan lesu dan kesal, Surti membuka kamar tidurnya yang lebih komplit perabotannya, ada... lemari pakaian yang salah satu dari daun pintunya memakai cermin dan... menghadap kearah tempat tidurnya, ada meja rias bercermin besar, tempat tidur empuk lumayan besar dan... ada TV ber-diagonal 21 inci... ha... TV! Segera Surti membalikkan tubuhnya memandang kearah tempat tidur... "Oohhh... disini rupanya si Sarto...! Hi-hi-hi... dasaarrr... anak bengal! Hi-hi-hi...!". Dilihatnya Sarto sedang tidur terlentang, tangan kanannya menekan sebuah buku agak lebar yang terbuka 'menelungkup' diatas dadanya yang berayun turun-naik teratur pelan... karena sedang bernapas teratur, dan... nyenyak sekali tidurnya!

"Dasaarrr...! Baru juga... kena 'mulut-atas'-ku! Gimana kalau mendapatkan... 'mulut-bawah'-ku...! Hi-hi-hi... nggak kebayang deh... apa jadinya... hi-hi-hi...!", dengan hati-hati dia mengambil buku yang tergeletak diatas dada Sarto dan memeriksa dengan teliti... dengan menarik napas panjang lega... buku itu adalah buku pelajaran sekolah. 'Ternyata... didalam masa liburnya... Sarto tidak lupa mengisi waktu luangnya dengan belajar... ibu yakin... hidupmu kelak akan jauh lebih senang dari pada ibu-mu sekarang... karena ilmu yang dipelajari sekarang, menjadi tangga yang semakin meninggi untuk meraih 'bingkisan-bingkisan' pilihan cita-cita yang tergantung diatas sana...'.

Surti juga sangat lega... karena didalam buku pelajaran yang agak lebar bukunya itu... tidak terdapat sebuah buku tebal yang lebih kecil... sebuah buku komik 'anime' khusus orang dewasa. Banyak sekali anak-anak kecil men-dewasakan dirinya sendiri... dengan membaca komik itu, dengan cara menutupi bagian belakang buku komik 'anime' itu dengan buku yang lebih lebar. Suatu modus baca yang 'kuno' dan mudah sekali... untuk tertangkap tangan.

Karena merasakan 'tanggung', Surti meneruskan saja melepaskan semua pakaiannya sampai telanjang bulat tanpa busana. Dan segera mengunci pintu kamar tidurnya dari dalam.

Teringat Surti sewaktu dia masih bekerja sebagai jurumasak junior di resto yang cukup besar itu. Dia sering ditanyai oleh teman-teman rekan sekerjanya. "Mbak Sur... sering makan apa sih... sampai begini, mana wajahnya kece banget lagi... mengingat umur mbak, tuh... body... awet muda sekali!".

Rupanya bukannya 'awet-muda', tapi... memang masih muda, Surti sebenarnya... sekarang saja baru berumur 29 tahun! Masih dibawah kepala-3 rupanya.

Sewaktu kerja di resto, hampir semua rekan kerjanya, baik yang cowok maupun yang cewek rada segan padanya. Maklum saja Surti walaupun dengan wajahnya ayu... atau 'kece' kata teman-temannya itu, dia orangnya rada berani dalam arti sesungguhnya. Rekan-rekan cowok rada ragu... walau sangat mau untuk menjalin hubungan yang lebih jauh. Tak ada cowok yang berani nekat, mengajaknya ML bebas tanpa terikat, khawatir... di-'gebok' dengan buahdadanya yang montok kenyal berukuran 38B, dengan membandingkan keseluruhan tubuhnya yang pendek pun tidak... tingginya pun nggak, sekitar tinggi 159 cm, dan dengan tubuh tidak terlalu... gempal menjadikan buahdada montok itu terlihat... wuaahh...! Oke punya deh...! Mana tuh puting-puting susunya yang nongol ada kali sekitar 1 1/2 cm dan berwarna maroon gelap dikelilingi oleh areola sebesar kepingan gobang dan berwarna maroon saja.

Surti sekarang sedang meneliti seluk-beluk atas semua lekak-lekuk tubuhnya ini, seperti pelajar saja layaknya yang sedang mempelajari sesuatu penuh konsentrasi... siapa tahu besok ulangan ada pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang sedang diteliti saat ini.

Asset kebanggaannya adalah sepasang buahdada yang sehat, montoknya sangat... banyak cowok senang melihat... bahkan dokter perusahaanya tempat kerjanya sering meneliti bagian ini dengan cermat... dan proses pemeriksaan 'general check up'-nya pun dilakukan sangat lambat... agar supaya kondisi tubuh Surti lebih sehat... begitulah sang dokter berkilah penuh... hasrat!

Ketika Surti berdiri miring kekanan, karena bobot tubuhnya lebih banyak bertumpu pada telapak kakinya yang kanan, lalu berganti posisi berdiri kekiri... bobot tubuhnya bertumpu pada telapak kakinya yang kiri... dan dilakukan lebih kencang, bermaksud mengetest tingkat kekenyalan pinggul dan bokongnya bahenol, ternyata tidak mengecewakan... saat itu dengan mata jeli-nya, Surti melihat pada pantulan bayangan semu didalam cermin pada daun pintu lemari pakaiannya, disana... Sarto si anak 'bandel'-nya tengah asyik memperhatikannya dengan seksama, dan... mulutnya rada mangap... tanpa disengaja oleh pemiliknya. Buru-buru Surti menekan saklar biar satu lampu lagi menyala terang...

"Hi-hi-hi... sekarang asyik kan...! Biar lebih jelas lagi kelihatannya... hi-hi-hi...! Gimana Sarto! Setuju nggak...! Hi-hi-hi...!", kata Surti menyindir Sarto yang tertangkap basah.

Seketika Sarto berbalik arah, sekarang berbaring miring kekiri, sambil tertawa cengengesan. "He-he-he... setuju asyik... bu! Itu baru yang bagian belakang, gimana... maaf... tapi terimakasih ya bu... he-he-he... jadi nggak perlu ngintip lagi yang... penuh resiko itu... he-he-he...", Sarto jadi tertawa terpingkal-pingkal.

Surti segera mendekati Sarto yang sekarang ini masih membelakangi dirinya, bukan dengan perasaan kesal, tetapi dengan diliputi kabut nafsu gairah yang menggelora amat sangat, birahi-nya semakin tinggi... <seerrr...!> ada semprotan kecil yang melumasi lorong nikmatnya dari vagina yang berbulu pubis tipis, dan... pake ndut-ndutan segala... lagi!

Dikecupnya pipi kanan anak remajanya penuh nafsu, sambil berbisik penuh gairah, "Buka bajumu cepat...! Kita gituan sekarang juga...! Makan-malam boleh menunggu... jangan khawatir kita bisa makan berpiring-piring... kalau mau...". Tangan kanan Surti tidak mau kalah aksi... segera mencekal mesra penis remaja ini... 'Hhmmm... sudah tegang rupanya, tapi kerasnya ini... minta ampun...! Keras dan panjangnya... pas benar dengan anakan pukul 'ketok-lele' saja rupanya!'.

(NB: ketok-lele = nama permainan anak-anak tempo doeloe, yang
menggunakan 2 buah tongkat kayu bulat panjang. Yang satu
panjangnya kurang lebih 14 cm dan satu lainnya sepanjang
lengan anak-anak, tongkat yang panjang sebagai penggetok dan
yang pendek sebagai yang diketok. Permainan yang sangat
mengasyikan ini biasa dilakukan oleh anak lelaki ketimbang
anak perempuan yang lebih suka bermain congklak).

Surti dengan tubuh telanjang bulatnya, melangkahi tubuh Sarto yang berbaring, dan masih berpakaian lengkap. Langsung membaringkan tubuh telanjangnya... terlentang, dan paha penuh dan mulusnya mengangkang lebar, siap menunggu tindihan tubuh anak remaja tunggal dengan tidak sabar... <seerrr...!> semprotan kecil yang kedua malam hari ini menyempurnakan lumasan disetiap bagian dalam vagina-nya yang sedari tadi ndut-ndutan saja...

Ternyata Sarto nggak kalah sigap... sudah telanjang bulat. Tanpa ragu melompat keatas tempat tidur, dan... langsung saja menindih tubuh ibunya yang terlentang... telanjang, dan... menantang...! Tak ayal Sarto, sang 'ksatria seks' remaja... memenuhi 'tantangan' ini. Mendekap erat tubuh telanjang bagian atas yang banyak terdapat 'instalasi-instalasi' vital... bila dapat menguasai area ini bisa dapat dipastikan... yang ditantang bisa menguasai keadaan yang akan sangat menguntungkan dirinya.

Mulut remaja Sarto bagai dahaga sibuk mengemut-emut pentil susu ibu-nya.. tiada takut, serta jari-jari tangan kiri remajanya bersikeras dengan santer meremas-remas buahdada montok ibunya, yang mulus dan kenyal, dan... guedee!

"Aahhh... ini baru nikmat rasanya... pintar kamu... To! Gantian dong emutan dan remasannya.... ama yang sebelahnya... biar adil, gitu... hi-hi-hi... aahhh... eeh... mana 'tamu' itu kok kagak masuk kedalam sih... malu kali... ya?!", Surti berkeluh-desah tanpa sungkan lagi. 'Pake dianggurin nih... 'barang' enak...', segera jari-jari lentik tangan kiri Surti... merogoh-rogoh area pangkal paha sang remaja ini... ketemu...! Langsung mencekal erat batang penis Sarto yang keras... Mengarahkan palkon-nya... melewati katupan labia majora terus menyeruak masuk melewati katupan labia minora, dan... tidak pake buang-buang waktu lagi... <bleesss...!> langsung merangsek masuk kedalam lorong nikmatnya berkat dorongan pinggul Surti keatas.

Penis remaja yang tegang dan keras ini, langsung disambut dengan cengkeraman kuat otot dalam vagina Surti yang 'lapar', otot-otot itu membelit ketat sekeliling dan sekujur batan penis yang 14 cm yang malah panjangnya itu lebih dari cukup mengingat umur remaja ini.

"Aaah... enaknya! Kalau 'gituan' enaknya kayak begini, kenapa... nggak dari dulu-dulu aja yaa...", Sarto menikmati sensasi ini untuk pertama kalinya.

"Eehhh... sayang! Jangan ngomong terus kenapa...! Pinggul kamu diayun... turun-naik... turun-naik... jangan berhenti! Biar kamu merasakan ML pertama-mu dengan... ibu... aduuhhh... nikmatnya! Penismu yang kerasnya kayak kayu ini tegang keatas... sampe itil ibu kegesek-gesek aahhh... terus sayang enjotannya... Kalau mau muncrat... bilang ya... nanti muncrat biar lebih enak dan nikmat rasanya... didalam memek ibu aja ya... jangan dicabut sampai habis... semprotannya...!", kata Sutri menikmati persetubuhan yang didamba-dambakannya... selama lebih dari 5 tahun dan sembari memberi instruksi apa yang harus dikerjakan oleh remaja ini yang belum mempunyai pengalaman praktek ngeseks dengan lawan jenisnya.

"Aahhh... ternyata... oohhh... ML itu nikmatnya aahhh... saat Sarto diam nggak ngomong tadi... kok ibu nyerocos terus... sih! He-he-he....", kata Sarto iseng, sambil tetap menikmati ML perdana-nya.

"Daasaaar... kamu To! Kamu diam tadi... kan terpaksa... hi-hi-hi... orang lagi ngemut... mana bisa nyebut... hi-hi-hi... rasakan goyangan memutar pinggul ibu ih... biar kamu tahu rasa!", goda Surti pada anak remajanya sambil tetap merasakan persetubuhan walaupun 'incest'... tetap merupakan persetubuhan yang selama ini... sangat ditunggu-tungu.

"Eh-eh-eehhh... bu! Goyangan putar-nya jangan... kenceng-kenceng dong... entar Sarto munrat nih...", kata Sarto merasakan penisnya mengalami 'perlakuan khusus' sehingga dia merasakan ML ini bertambah nikmat saja.

"Bilang aja... kamu udah kepengen klimaks ya... terus-terang aja! Biar kita nyampe bareng-bareng... aayooo jawab buruan...!", Surti meminta ketegasan dari anaknya. Ini momen yang sangat penting dalam persetubuhan ini... kalau... gagal... urung deh dapat orgasme...

"Iiya... ya benar bu... Sarto ngenjot yang kenceng ya... udah nggak ketahanan lagi nih... mana enaknya... kayak begini lagi...!", Sarto mengaku dengan cepat.

"Bagus kalau begitu... ngenjot memek ibu lebih kenceng lagii... ohh nikmatnya... pintar kamu... To! Jaga... jangan sampai terlepas penis-mu dari dalam memek ibu... jangan terlalu tinggi nariknya...! Palkon kamu harus selalu berada dalam memek ibu... aahhh... Sarto-ku sayang... kayaknya ibu bakalan nyampe deh... bakalan 'dapet' juga jadinya... aahhh oohhh... Sarto...!".

"Iiya-ya... bu ini juga udah pol bu... aaah... ibu...!".

<Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>

<CROTTT...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

Sungguh sempurna persetubuhan-sedarah ini... antara sang ibu yang dahaga selama lebih dari 5 tahun dengan sang anak tunggal remaja yang selama 6 bulan terakhir... hampir setiap harinya melakukan onani sebagai akibat ulahnya sendiri... mengintip tubuh telanjang ibunda yang sedang mandi... membersihkan diri...

Orgasme yang didapat remaja ini... sesuatu hal yang sangat spektakuler... walau Sarto tidak bisa mengungkap dengan kata-kata, nanti... atau besok dia pasti... bisa membedakan mana yang rasa klimaks dan mana yang rasa penuh kenikmatan dan spektakuler dari pengalamannya menikmati dengan sadar orgasme-nya ini.

Sedangkan bagi Surti seberapa banyak dulu-dulu dia mendapatkan orgasme... tetap saja orgasme yang didapatnya malam ini... sesuatu kenikmatan yang tetap spektakuler, dan... akan terus didamba-dambakan kedatangannya selalu...


Bagian 14 - Akhir Sebuah Cerita


Nasib 2 Anak Bebek Yang Malang

(Lihat pada Bagian 11 cerita ini)

Suntari dan Andini yang bersama-sama masih meringkuk diatas satu tempat tidur dikamar tidur Andini. Yang tidak diketahui banyak orang disekeliling mereka termasuk Diro sendiri... mereka berdua menyimpan sebuah rahasia rapat-rapat yang hanya diketahui oleh mereka berdua dan seorang lelaki yang merekrut mereka dari divisi Urusan Khusus Cabang Pembantu dari badan hukum perusahaan perkebunan... yang tak lain dan tak bukan adalah Yanto yang pernah bertemu dengan Diro dalam hal penandatangan dan penyerahan surat-surat berharga untuk mobil baru yang bakalan
menjadi mobil pribadi Diro.

Rahasia itu adalah... Suntari dan Andini adalah isteri-isteri muda kawin sirih Yanto sendiri yang dikawin pada hari yang sama tapi dengan tempat yang berbeda! Perkawinan sirih itu yang pertama adalah 'Yanto & Suntari' lalu yang kedua dengan tempat berbeda adalah 'Yanto & Andini'. Yang tidak diketahui oleh 'anak bebek' (Suntari dan Andini) yang malang ini adalah... buku-buku nikah mereka adalah palsu dan tak terdaftar sama sekali di kantor pembantu KUA setempat. Mereka menyerahkan keperawanan mereka dengan sukarela dan pada malam pertama dan ranjang pengantin yang sama!

Suntari dan Andini terkecoh dan tertipu mentah-mentah oleh Yanto yang necis dan ganteng tapi berhati buruk dan compang-camping hati nuraninya. Alasan pemerawanan itu ada kaitannya dengan kriteria 'recruitment' peserta PM-SDM... salah satunya adalah agar mencari wanita atau pria cerdas (dibuktikan dengan test IQ) dan kalau dia wanita, telah mengunakan spiral KB atau IUD. Karena pihak perkebunan tidak ingin mentolerir akan sesuatu yang akan menjadi skandal... misalnya kehamilan, atau lainnya, yang ujung-ujungnya hanya merepotkan dan merugikan pihak perkebunan semata, sebenar kalau pak Yanto cerdas dan tidak mau pusing pilih saja dari kaum pria muda yang pintar dan lebih dinamis dan kreatif... dasar Yanto adalah seorang opportunist yang mempunyai ilmu andalannya yaitu... Aji Mumpung...!

***

Pak Sutarman di kantornya (yang berada di lahan perkebunan) memerintahkan wakilnya, pak Sumirat... untuk menghubungi salah satu dari peserta PM-SDM itu, Suntari atau Andini. Akhirnya setelah melakukan berkali-kali mencoba... tersambung juga hubungan telekomunikasi cellular itu, buru-buru Sumirat (Wakil pak Sutarman, yang selaku Kepala Keamanan Perkebunan) memberikan BB tersambung itu pada komandannya, pak Sutarman.

<"Disini pak Sutarman kepala keamanan perkebunan berbicara...! Siapa yang berbicara...?! Yang jelas menyebutkan namanya!">, pak Sutarman bertanya dengan tegas gaya ala militer pada yang berbicara dari ujung... 'sana'.

Rupanya Suntari yang menerima panggilan telepon di subuh pagi itu, jam dinding dikamar Andini masih menunjukkan sekitar pukul 4 kurang. Dengan perasaan kesal karena merasa terganggu dari tidurnya yang tadi meringkuk nyenyak, Suntari menjawab sambungan telepon itu dengah ogah-ogahan.

<"Saya Suntari, pak! Sesuai dengan perintah dari pak Yanto... kami tidak diijinkan menjawab langsung semua pertanyaan yang diajukan pada kami. Sebagai peserta PM-SDM, kami memohon supaya bapak menghubungi atasan kami saja, yaitu pak Yanto di kantornya nanti>", begitulah jawab Suntari yang kedengaran jadi sangat bodoh karena saking gugupnya menerima telepon dari pensiunan pamen satuan khusus pasukan komando ini... yang diberitahu oleh 'suami-sirih'-nya ketika mereka berleha-leha melepaskan lelah setelah proses pemerawanan pada 'malam pengantin' mereka. Karena gugup Suntari jadi dungu saja kedengaran ocehannya... apa dia lupa... sekarang hari libur nasional dan... kantornya Yanto tempat dia bekerja juga berlibur, alias... tutup!

<"Baiklah nona... kalau begitu jawaban anda... asal tahu saja! Bukannya pak Yanto tapi atasannya saja... masih dibawah kendali saya atau pak Yanto yang 'suami-sirih' kalian itu, tidak memberitahukan sruktur kepemimpinan dari badan hukum perkebunan ini? Diatas saya cuma ada 2 orang yaitu pertama pak Darso... dan kedua adalah pak Diro yang sebenarnya adalah atasan langsung kalian berdua selaku peserta PM-SDM yang sudah terpilih. Baiklah kalau begitu... saya harap kalian mau menelepon 'suami-sirih' kalian, pak Yanto dan memintanya untuk menunggu saya di gedung PM-SDM">, pak Sutarman memutus hubungan telekomunikasi cellular itu...

***

Pak Sutarman beserta wakilnya, Sumirat dan 2 orang petugas keamanan perkebunan, tiba di gedung PM-SDM (Peningatan Mutu- Sumber Daya Manusia) pada jam 7 pagi kurang pada hari Jum'at itu.

Mereka tidak menemui Yanto disana, hanya ada Suntari dan Andini.

Dengan tersenyum sinis pak Sutarman berkata pelan, "Dasar pengecut yang sangat takut mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya sendiri yang kriminal itu". Bagaimana pak Sutarman tidak menjadi sangat geram jadinya. Dana untuk recruiment peserta PM-SDM itu telah menelan biaya hampir Rp 50 milyard! Pihak Auditor Keuangan Badan Hukum Usaha Perkebunan Komoditi Coklat itu telah menemukan banyak sekali kejanggalan didalam proses recruitment peserta PM-SDM itu. Banyak sekali praktek 'mark-up' dan tagihan-tagihan fiktif... yang dilakukan oleh Yanto sendiri atau kalau memang ada... dengan team-nya Yanto.

Suntari dan Andini, akhirnya mengakui persekongkolan dengan Yanto, tapi itu sebatas mengenai syarat recruitment khusus diberlakukan pada wanita, yaitu prasyarat wajib... kalau peserta wanita harus sudah memakai spiral KB atau IUD (IntraUtiren Device).

Dan serta-merta keduanya memberitahu pak Sutarman, keinginan mereka untuk mengajukan surat pengunduran diri mereka dari kesertaan sebagai peserta PM-SDM.

Pak Sutarman memberitahukan bahwa mengundurkan diri sebagai peserta PM-SDM, apa lagi secara sepihak adalah tidak semudah dalam benak mereka yang sederhana. Karena kesepakatannya dibuat berdasarkan Akte Perjanjian yang dikeluarkan dan disaksikan oleh pejabat notaris yang dilindungi oleh hukum yang berlaku. Pasti ada sanksi dan penalti yang bersifat hukum seperti yang telah dicantumkan dalam akte perjanjian itu sendiri. Pak Sutarman menyarankan agar supaya surat itu ditujukan pada divisi yang merekrut mereka, yaitu divisi Urusan Khusus Cabang Pembantu yang kantornya dekat mall disana.

Pak Sutarman memerintahkan wakilnya, untuk melakukan tindakan yang persuasif dengan didampingi dari personil Divisi Hukum Perkebunan, supaya melakukan penyitaan, penyegelan atau tindak apapun atas asset yang dimiliki Yanto saat ini, untuk memperkecil kerugian yang hampir Rp 50 milyard itu yang ditanggung oleh pihak perkebunan.

***

Dalam pembicaraan 4 pasang mata dalam suasana kekeluarga yang sangat harmonis sekali, telah diambil kesempatan bahwa Diro dan Ivonne akan melakukan pernikahan wisata, sedang lamaran pada orangtua Ivonne akan dilakukan oleh Daniati, ibunda Diro... yang cantik jelita, tapi sangat... anggun dalam soal lamar-melamar itu.

***

Pada pagi hari yang indah dan cerah, Diro dengan isterinya, Ivonne yang baru saja seminggu kembali dari bulan-madu 'pernikahan-wisata'... mereka duduk-duduk santai di sofa panjang didalam rumah besar kuno milik pak Darso.

Entah mengapa Diro mengambil dan membaca sebuah koran harian kemarin...

***

Telah terjadi kecelakaan udara, berupa jatuhnya sebuah pesawat terbang milik perusahaan asing yang bertujuan ke kota New York - USA.

Didalam 'laporan investigasi' resmi yang dikeluarkan dari pihak berwenang, seluruh penumpang pesawat terbang naas itu dinyatakan tewas termasuk juga 5 awak pesawat itu. Didalam daftar penumpang sesuai dengan 'passenger statement'nya, hampir 50% tidak berhasil diketemukan jasadnya termasuk 3 nama diantaranya, yaitu, Danang, Weni dan Dini...

Hancur dan sirna sudah 'Istana Pasir' yang dibuat dan dimiliki Danang, ayah kandung Diro yang tidak setia sama mantan isteri pertamanya (Daniati, ibu kandung Diro).

Semua harta kekayaan dan asset milik Danang, sebelum terjadi kecelakaan jatuhnya pesawat malang itu, telah disita dan dikembalikan ke kas negara, karena terbukti Danang telah melakukan tindakan kriminal luarbiasa, yaitu Danang terbukti melakukan 'mark-up' besar-besaran terhadap dana proyek yang dipercayakan padanya, atas kerugian negara sepenuhnya.

Istana Pasir boleh saja hancur tanpa bekas, tapi pembuatnya masih hidup segar bugar dengan keluarga barunya. Akankah dia membuat istana pasir baru lainnya...? Entahlah... biar waktu saja yang mengetahuinya.

Kenapa hal yang yang seakan mustahil ini bisa terjadi...? Tidak ada yang tahu selain Danang sendiri. Danang yang licin beraksi, seakan tidak mudah ditundukkan takdir... atau mungkin memang nasib baik berpihak padanya selalu?

Danang dengan keluarga barunya, saat ini... hidup dengan tenang, serba berkecukupan, memiliki dan mengelola sebuah toko kecil serba-ada yang berlokasi di salah satu pulau kecil... resort-wisata milik orang asing yang bule... dengan identitas diri serta keluarga yang sama sekali baru, yaitu:

Nadang (= Danang), sebagai kepala keluarga.
Nidi (= Dini), isteri Danang, menggantikan posisi ibunya sendiri.
Ine (Weni), mertua-nya Nadang (Danang...) ditambah 2 orang 'anak-asuh' cewek kecil, ABG imut yang tokcil yang masing-masing berumur 13 tahun dan 14 tahun, yang sebenarnya adalah langganan pasangan pedofil-nya Nadang (= Danang) dimasa sebbelum terjadi kecelakaan udara itu.

Tugas 2 orang 'anak-asuh' itu adalah... pagi - bersekolah, siang - istirahat, sore - mengerjakan PR dari sekolah dan... malam hari (kalau dikehendaki Nadang) - menjadi pasangan-seks pedofil-nya Danang.

Uang asuransi jiwa atas 3 nama itu (Danang, Weni dan Dini) berjumlah hampir Rp10 milyard diberikan pada ahli waris tunggal-nya, yaitu Diro... yang kemudian disumbangkan pada yayasan yang membangun sekolah murah yang lokasi-nya lebih dekat dari jalan umum yang beraspal kalau ditinjau dari lokasi area perkebunan milik pak Darso.

Uang Rp30 juta yang disimpan dalam laci kecil dibawah daun meja belajar Diro... telah disumbangkan pada salah satu panti asuhan dengan nama identitas penyumbangnya adalah NN.

{NB: NN = No Name = Tanpa Nama).


Kata penutup dari McD (McDodol deBollotte):

McD mengucapkan banyak terimakasih atas semua komen yang dilayangkan pada cerita ini, dengan semua rasa, manis, asam ataupun pahit, yang pasti akan dikumpulkan semua oleh McD sebagai bahan berharga guna menulis cerita yang lebih bermutu lagi. See you in another time... another story... Bye!

Tamat 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar