Senin, 14 Desember 2015

Dark Secret II : Revenge

Ketika semua terasa sempurna, ketika noda tertutup ilusi.
Ketika harta tak lagi kau cari.
Ketika bayang masa lalu menjadi api.
Ketika kehidupan nyata bagaikan neraka.
Ketika rahasia menjadi pembeda.
Terkadang balas dendam menjadi jalan keluarnya.

Sliverpost Proudly Present:


Dark Secret II : Revenge

TOKOH:
Rangga


Lidya


Roy


Putri


Cantal


Nia


Sisca


Vian


Galang


Sachi


Karin


Puspa


Tasya


Zoul

  xxx







 


PROLOG

"Apa kau yakin melakukan semua ini?" tanya seorang lelaki jangkung sambil mengamati lelaki yang berada di depannya. Lelaki yang masih dengan fokus memandang suatu objek dikejauhan.

Lelaki yang dengan jemarinya bersiap menarik pelatuk di sebuah senjata laras panjang.

Suara gesekan peluru terdengar dan dikejauhan sebuah botol hancur menjadi serpihan. Helaan nafas puas terdengar dari lelaki jangkung ketika dengan teropongnya dia bisa melihat kalau objek yang dijadikan sasaran hancur.

"Tentu saja," jawab lelaki yang ditanya sambil membereskan senjata laras panjang yang dibawanya. "Kapan kita akan kesana?" tanya lelaki yang membawa senjata laras panjang dengan pandangan tajam, pandangan yang dingin dan serasa menusuk tulang, yang membuat lelaki jangkung mengalihkan perhatiannya dan memandang kejauhan.

Suara angin perlahan terdengar bagaikan desahan, angin yang membawa debu yang mengapung ringan. Kedua lelaki itu terdiam, tenggelam dalam lamunannya masing-masing.

"Besok," jawab lelaki jangkung singkat.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Bagaimana kata dokter tadi?" tanya seorang wanita setengah baya dengan suara pelan, kerutan yang terlihat di wajahnya, sinar mata yang pudar, seolah menceritakan kesedihan yang dialaminya.

"Masih belum ada kemajuan, seolah dia tidak mau kembali lagi," kata seorang wanita di awal 30an dengan pelan. Suasana hening sejenak ketika mereka memandangi seorang wanita muda yang terbaring tak bergerak di sebuah ranjang di rumah sakit. Wanita yang terlihat seperti tidur dengan tenangnya.

"Sudah tiga tahun dan dia masih seperti ini," kata wanita yang lebih tua sambil memegang tangan wanita yang tertidur dan memijatnya pelan.

Wanita yang lebih muda hanya bisa tertunduk pelan ketika melihat itu. Tangannya meraih handphone yang ada di dalam tasnya. Matanya berbinar ketika melihat sebuah postingan di salah satu halaman jejaring sosial.


Ketika angin berbalik, burung pun kembali ke sarang...
Chap 1
Somewhere I Belong
Part 1




~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Kenapa beritanya seperti itu lagi? Kita kan belum mengkonfirmasi kebenarannya? Pernyataan dari artisnya juga belum ada?" tanya seorang wanita dengan nada tinggi.

"Itu permintaan dari direktur Cantal, aku tidak mempunyai wewenang lagi untuk mengubahnya," kata seorang lelaki dengan nada pelan. Matanya memandang ke jendela, matahari sudah terbenam beberapa waktu lalu, menyisakan malam yang akhirnya sudah mulai mendekat.

Suasana menjadi sepi setelah perkataan si lelaki, sedangkan wanita yang dipanggil Cantal juga hanya bisa terdiam ketika mendengar jawaban si lelaki.

"Ah sudahlah!" kata wanita yang dipanggil Cantal sambil melangkah keluar dari ruangan itu dan melangkah menuju ke tempat parkir. Dengan geram dia membuka pintu mobil dan masuk kedalam.

"Berita apa seperti itu?!" Katanya dengan marah sambil memukul kemudi. Wajah cantiknya memerah menahan amarah. Sambil menarik nafas dia memutar kunci kontak dan hanya desisan samar yang keluar dari mesin mobilnya. Beberapa kali dia mengulanginya namun tetap saja mobil itu tidak mau menyala.

Bllllaagggggg

Suara pintu mobil yang dibanting terdengar dibelakangnya ketika dengan langkah yang panjang walau menggunakan high heels dan rok pendek hitam dia melangkah menuju kejalan raya.

"Taksi!" teriaknya sambil melambaikan tangan kearah taksi berwarna biru yang terlihat beberapa meter di seberang jalan. Sambil menarik nafas dia menunggu taksi yang menghampirinya. lalu dengan cepat dia masuk kedalam.

"Mau kemana mbak?" tanya supir taksi ramah.

"Muter-muter saja dulu mas," kata Cantal sambil melirik keluar kearah gelapnya malam dari balik jendela. Jalanan ibukota, tidak pernah sepi dari semut-semut besi yang mengantar penunggangnya mengais rejeki. Dengan wajah jeruh Cantal memandang lampu-lampu di pinggir jalan. Namun pikirannya tidak sepenuhnya disana namun melayang-layang ke beberapa peristiwa yang bertubi-tubi mempengaruhi karir dan kehidupan pribadinya.

Saudara-saudara, kabar kedekatan kembali personil grup Band Nuah dengan artis Lana Maya kembali manjadi perbincangan, stasiun televisi MSCTV bahkan mengabarkan kalau mereka sudah berpacaran...

"Mas, bisa ganti saluran radionya?" minta Cantal jengah dengan pemberitaan yang telah dilakukan oleh tempatnya kembali bekerja.

"Oh, iya mbak," sahut si sopir taksi sambil mengganti saluran radio. Sebuah lagu mengalun pelan membelah pekatnya malam.


meminta perhatian namun jarang menghiraukan
inginkan kesetiaan namun sering menduakan
semua itu salahku, aku di masa lalu
tak cukup menyesalinya, jangan lagi mengulanginya

mengenal dirimu ku jalani denganmu
saat marah aku lupa semua kelebihanmu
mengingat awal kita memulai sebuah cerita
ada saat terluka hiasi masa bahagia

kau menyadarkan aku kita bukan makhluk sempurna
mendekati pun tidak tanpa kau melengkapi
ku harus berkaca, hanya beginilah aku
beruntungnya aku memiliki dirimu

akan ku bawa cermin ini kalau perlu sampai mati
agar aku tak lagi lupa
selalu mensyukuri hari ini, denganmu aku berbagi
beruntungnya aku ooo ooo

kau menyadarkan aku kita bukan makhluk sempurna
mendekati pun tidak tanpa kau melengkapi
ku harus berkaca, hanya beginilah aku
beruntungnya aku memiliki dirimu
memiliki dirimu ooo beruntungnya aku

"Sayang, aku tidak seberuntung Duta," kata Cantal lirih.

"Eh, maaf mbak, saya ganti lagi," kata si sopir taksi mengira kalau penumpangnya tidak suka dengan lagu yang diputarnya.

"Ohh, nggak mas, biarin saja lagu itu," sanggah Cantal cepat sambil kembali memandang keluar jendela.

Ting...

Suara handphonenya mengalihkan perhatian Cantal dari luar jendela, dengan tangan kanannya dia mengambil handphonde dari dalam tasnya dan membaca pesan yang masuk.

From : Hell
Hotel Nikki, kamar 303, ST, no panties.
Dengan geram Cantal memasukkan handphonenya kedalam tas, sorot kemarahan terlihat dimatanya yang bening. Dengan suara yang pelan dia berkata kepada sopir taksi yang memandang takut-takut kearahnya dari kaca tengah mobil.

"Mas, ke Hotel Nikki ya," kata Cantal sambil memandang ke kaca tengah mobil, sejenak pandangannya bertemu dengan pandangan sopir taksi yang memandang bagian atas tubuhnya yang membusung walau terbungkus blouse putih ketatnya.

"Eh, iya mbak," kata si sopir taksi tergagap sambil membelokkan taksinya di perempatan dan sekarang menuju ke arah Hotel Nikki.

Cantal hanya tersenyum melihat kekikukan dari si sopir taksi. Rasa bangga menyeruak dalam dirinya, wanita mana yang tak akan bangga jika dirinya menjadi perhatian pria?

Beberapa menit kemudian mereka sampai di depan Hotel Nikki, sebuah ide muncul di kepala Cantal. "Mas, berapa?" tanyanya.

"Seratus ribu mbak, " kata si sopir taksi sambil menoleh kebelakang.

"Ini mas, " kata Cantal sambil bangkit dan memberikan uang kepada si sopir taksi. Ketika menunduk, belahan dadanya terpangpang jelas di mata sang sopir. Terlihat sang sopir yang beruntung hanya bisa menelan ludah melihat pemandangan didepannya.

Dengan senyum mengembang Cantal keluar dari dalam taksi, meninggalkan sopir taksi yang memandang kepergian penumpangnya dengan tatapan nanar. Sambil menarik nafas dia menjalankan taksinya ketika pandangannya terbentur pada sebuah tas berwarna putih di bangku belakang.

"Mbak, tunggu, ini tasnya ketinggalan," kata sang sopir sambil mengangsurkan tas itu kepada Cantal.

"Ouwh, terimakasih mas, ini," kata Cantal sambil mengambil selembar uang berwarna merah dari dompetnya dan memberikannya kepada si sopir.

"Tidak usah mbak," tolak si sopir dengan halus.

"Eh, ada nomer yang bisa saya hubungi? Saya sering perlu taksi, siapa tahu nanti perlu mas," kata Cantal ramah.

"Ouwh, ada mbak, 085792100xxx," kata si sopir senang mendengar kemungkinanan mendapatkan penumpang nantinya.

"Dengan siapa ya mas?" tanya Cantal sambil mengamati wajah si sopir lebih seksama.

"Nama saya Rangga mbak," kata si sopir dengan ramah.

"Saya Cantal, oh iya, saya ada urusan didalam sekitar satu jam, nanti kesini satu jam lagi ya mas," katanya sambil berbalik pergi. Pantatnya terlihat bergoyang pelan ketika dia melangkah menuju ke dalam hotel. Goyangan pantat yang hanya bisa dilihat oleh sopir si sopir taksi.

Raut wajah Cantal berubah ketika memandang hotel yang akan dimasukinya. Dengan terpaksa dia melangkahkan kakinya menuju kamar 303, sesuai intruksi di sms yang diterimanya.

"Shittt!" katanya ketika dia mengingat lagi intruksi yang diterimanya. No panties!. Pandangan matanya mencari toilet didekat lobi. Dengan wajah memerah dia melangkah menuju kedalam toilet yang terletak tak jauh dari lobi. Setelah pintu toilet menutup dibelakang tubuhnya, perlahan tangannya menjangkau kebawah, kearah rok yang menutupi aset yang cukup besar dibawah sana.

Ketika tangan itu keluar, sebuah celana dalam hitam yang dihiasi renda merah berada di genggamannya. Cairan bening kental terlihat menghiasi di bagian tengahnya, menandakan saat subur dari yang mengenakannya. Sekarang tangan itu menjangkau kebelakang punggungnya dan melepaskan kaitan bra yang dikenakannya.

Dengan sedikit risih Cantal melepaskan bra yang dikenakannya sehingga sekarang aset besar yang tadi di lihat sopir taksi itu terlihat seakan tumpah walaupun berhasil disangga oleh blouse putihnya.

Dengan perasaan aneh Cantal keluar dari toilet dan berjalan menuju kearah lift.

Semoga tidak ada yang tau kalau aku tidak mengenakan apa-apa dibalik semua ini, pikir Cantal sambil berjalan lebih cepat menuju kearah lift.

Ting

Pintu lift terbuka dan untungnya didalamnya sedang kosong. Dengan menarik nafas lega, Cantal masuk dan menekan tombol menuju kamar 303.

Ting

Pintu lift terbuka dan Cantal melangkah menuju ke kamar 303. Lorong hotel terlihat sepi walaupun belum terlalu malam. Didepan pintu kamar no 303 Cantal berhenti dan menarik nafas panjang sebelum dia mengetuk pintu. Tak berapa lama kemudian pintu terbuka dan seorang lelaki kelihatan dari celah pintu yang terbuka.

"KAU!"

 Chap 1
Somewhere I Belong
Part 2


Ting

Pintu lift terbuka dan Cantal melangkah menuju ke kamar 303. Lorong hotel terlihat sepi walaupun belum terlalu malam. Didepan pintu kamar no 303 Cantal berhenti dan menarik nafas panjang sebelum dia mengetuk pintu. Tak berapa lama kemudian pintu terbuka dan seorang lelaki kelihatan dari celah pintu yang terbuka.

"KAU!"


"Iya, ini aku Cantal, kau terkejut?" kata seorang lelaki setengah baya dengan kumis tipis. Senyumnya sungguh membuat Cantal muak.

"Sesuai pesanan, akhirnya aku bisa menikmatimu juga, hahaha..." kata lelaki setengah baya itu sambil menarik tubuh Cantal dalam pelukannya.

"Lepas!" kata Cantal sambil melepaskan dirinya dari pelukan lelaki setengah baya yang merupakan direktur ditempatnya bekerja. Dengan pandangan marah Cantal melangkah ke pojok kamar, mencoba melindungi dadanya dengan tangan.

"Apa kau mau menolakku lagi? Apa kau tidak takut dengan akibatnya?" tanya si lelaki dengan nada sinis.

Cantal hanya bisa menahan kemarahannya didalam dada. Bukan lelaki itu yang ditakutinya, tapi orang-orang yang ada dibelakang semua ini. Orang-orang yang menganggap nyawa dan harga diri sebagai suatu hal yang bisa dibayar.

"Apa kau ingin aku menghubungi mereka dan mengatakan kau tidak mau melayaniku? Jawab manis!" kata lelaki itu dengan nada mengancam. Cantal hanya bisa terdiam ditempatnya, terlalu bingung untuk mengambil keputusan. Matanya terarah kepada tangan silelaki yang mengambil handphone dari atas meja dan hendak menekan tombol...

"Tunggu! Aku...aku...aku akan melayanimu," kata Cantal lemah sambil meletakkan tas yang dibawanya di lantai..

"Hahaha..., begitu baru benar, kesini manis, " kata lelaki itu sambil duduk diranjang. Matanya memandang tubuh sintal Cantal yang dia tahu saat ini tidak mengenakan pakaian dalam lagi sesuai permintaannya.

Dengan langkah pelan menahan segenap perasaan yang ada didalam hatinya, Cantal melangkah menghampiri lelaki yang dihindarinya selama karirnya. Lelaki yang menawarkan jabatan yang lebih tinggi kepadanya asalkan mau tidur bersama. Pak Edha, direktur yang sudah terkenal kemesumannya di tempat Cantal bekerja. Entah sudah berapa calon news anchor dan reporter yang berhasil ditiduri olehnya.

Dengan tampang licik dan dihiasi kumis tipis dan jarang di wajahnya, wajah Edha tentu tidak begitu menarik bagi kaum wanita, namun kedudukannyalah yang membuat dia seperti mejadi raja kecil di stasiun televisi yang sahamnya mayoritas menjadi miliknya. Wajah itu, yang sekarang terlihat begitu menikmati wajah tak berdaya Cantal!

"Sini manis, " kata Pak Edha sambil menarik tangan Cantal hingga terduduk dan mengarahkan muka Cantal kearah penisnya yang sudah keluar dari sarangnya dan terlihat keras. Sejenak Cantal hanya terpaku melihat ukuran penis dari sang direktur, pendek, mungkin hanya 10 atau 12 cm dengan diameter yang juga kecil. Sekuat tenaga Cantal berusaha menahan tawa melihatnya.

"Jangan bengong saja manis!" kata Pak Edha sambil tangannya menekan kepala Cantal ke penisnya. Tercium aroma yang kurang sedap dari sana dan dengan menahan mual Cantal mulai mencium penis terkecil yang pernah ditemuinya. Berbagai perasaan berkecamuk dihatinya ketika akhirnya penis itu masuk kedalam mulutnya yang basah. Dengan ahli Cantal mengulum penis itu hingga yang punya mendesah keenakan.

"Aahhhh...,dasar pelacur! Tadi ogah, sekarang pinter banget ngulumnya! Munafik!" ceracau Pak Edha sambil tangannya menekan kepala Cantal kearah penisnya sehingga Cantal sulit bernafas.

"Ugghhh..ughhh..uhhhh....," suara Cantal yang kesulitan bernafas yang malah membuat nafsu Pak Edha semakin melambung.

"Ugghhhh...hah...hah...hah...," sambil terengah-engah Cantal melepaskan penis itu dari kulumannya. Dengan ludah yang membasahi bibirnya dia memandang dengan marah kearah Pak Edha.

"Manis, kau terlihat semakin cantik ketika marah begitu," kata Pak Edha sambil bangkit dan menarik tangan Cantal hingga berdiri. "Sekarang berbalik, aku ingin merasakan kehangatan dari lubang mu yang dibawah, apakah masih legit ataukah sudah longgar!" perintahnya sambil mendorong tubuh Cantal kesisi ranjang. Dengan mengertakan gigi Cantal menuruti permintaannya. Pantatnya yang besar sekarang terlihat menungging didepan mata Pak Edha.

Dengan pelan Pak Edha menaikkan rok pendek hitam Cantal sampai ke pinggulnya sehingga terlihat pantat putihnya yang selama ini hanya bisa dihayalkannya.

"Wow..., putih dan mulus, dirawat dengan baik rupanya...," katanya sambil tangannya membelai bulatan kembar itu.

Plaakkkkkk....!

"Aduh!" jerit Cantal refleks ketika dengan keras Pak Edha menampar pantatnya. Air mata perlahan menggenang di pelupuk mata Cantal ketika jari kurus lelaki yang dibencinya mempermainkan permukaan vaginanya yang sudah sedikit lembab.

Dengan mata terpejam Cantal merasakan jari itu memasuki belahan vaginanya dan mengais-ngais didalam sana. Cantal hanya bisa manahan nafas ketika dua satu jari lagi memasuki vaginanya dan bergerak maju mundur dengan cepat.

"Aaagghhhhh...," lenguh Cantal pelan ketika jari dengan nakalnya mengeruk dinding vaginanya sbelum dutarik keluar.

"Wow...," kata Pak Edha sambil memperhatikan jarinya yang terlihat berisi cairan kental berwarna bening dan lengket. Cairan kesuburan Cantal!

"Ada yang sedang subur rupanya," kata Pak Edha sambil memasang kondom dan memposisikan penisnya di depan pintu vagina Cantal yang belum begitu basah.

"Aaarrrrggghhhhhhh!" teriak Cantal ketika batang kurus dari lelaki dibelangkangnya menembus lubang kenikmatannya yang masih kering dalam sekali hentakan yang kuat. Dengan menggigit bibir dia mencoba menahan rasa panas dan nyeri dari batang kurus yang sekarang sedang menghentak dengan cepat di vaginanya!.

"Ahhhhh.. pak...sakit...," kata Cantal ketika rambutnya ditarik dengan keras kearah belakang oleh Pak Edha. Namun bukannya berhenti, malah tangan itu semakin tinggi menarik kepala Cantal hingga mendongak keatas.

Perlahan rasa sakit dan panas akibat dari gesekan kondom dan kulit vaginya itu berubah menjadi nikmat. Dengan malu Cantal berusaha mati-matian untuk tidak mengerang menahan rasa geli yang mulai terasa di vaginanya yang bagaimanapun juga sekarang sedang dalam masa-masa yang siap untuk dibuahi.

Plaakkkkkk....!Plaakkkkkk....!Plaakkkkkk....!

Tamparan demi tamparan mendera kulit pantatnya yang mulus hingga sekarang perlahan berubah menjadi merah. Namun bukannya berhenti, Pak Edha semakin kesetanan menghentakan penisnya ke vagina Cantal yang berwarna merah karena terangasang.

"Ahhhh.. dikit lagi,..." ceracaunya ketika sperma yang mengendap itu hendak merangsek keluar. Dengan beringas dia menarik rambut Cantal hingga terduduk didepannya. Dengan gerakan cepat kondom itu terlepas dan...

"Aahhhhh...," raung Pak Edha ketika penis kurusnya menembakkan sperma berkali-kali ke muka Cantal yang merona merah menahan birahi. Beberapa semprotan kuat mengenai mata bahkan telinga Cantal.

Dengan menahan amarah, malu dan juga birahi, Cantal membuka blouse dan roknya lalu dengan langkah smepoyongan menuju kamar mandi. Air shower dihidupkannya dengan keras untuk menutupi isak tangisnya yang mulai keluar.

Beberapa menit kemudian Cantal keluar dengan wajah yang sedikit lebih segar. Bekas sperma dan persetubuhan yang tadi sudah sedikit menghilang.

Tanpa bicara Cantal mengenakan pakaiannya, tak sadar kalau beberapa kali tubuhnya diabadikan dari belakang oleh bandot tua dengan kamera smartphonenya.

Tanpa bicara Cantal melangkah keluar dari pintu dan bergegas menuju ke lobi lewat lift. Tidak dipedulikannya tatapan heran dan mesum dari beberapa orang yang ada disana. Dengan menebalkan muka dia keluar dari lift dan menuju jalan. Dengan tersenyum dia melihat taksi yang tadi masih ada disana.

"Wah, thanks ya mas, ke Jalan Sunda Kelapa ya mas," kata Cantal ketika sudah masuk kedalam taksi. Wajah merah si sopir taksi yang melihat Cantal masuk dari pintu membuatnya tersenyum.

Ting...

Dengan tangan kanannya Cantal melihat hanphone dan mengumpat didalam hati.

From : Director
Hmmm..., CD yang basah dan bra ini membuatku teringat terus akan dirimu manis...
Dengan marah Cantal meletakkan handphonenya di dalam tas dan baru menyadari kalau pakaian dalamnya tidak ada didalam tas! Dan itu rupanya yang membuat si sopir taksi tadi wajahnya merah.

Apakah dia melihat..? Pikir Cantal dengan malu...

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
"Aaarrrrggghhhhhhh!"

"Ahhhhh.. pak...sakit...,"

Plaakkkkkk....!Plaakkkkkk....!Plaakkkkkk....!

"Ahhhh.. dikit lagi,..."

"Aahhhhh...,"

Klik.

Suara tombol yang ditekan mengakhiri rekaman itu, rekaman persetubuhan yang rasanya berlangsung dengan cukup panas. Lelaki itu menarik nafas panjang ketika rekaman itu berakhir.

Ditangannya sekarang terlihat sebuah foto gadis yang terlihat matang di usianya yang mungkin baru 25an. Dibelakang foto itu terlihat sebuah tulisan dengan menggunakan pulpen.

Putri-TOPTV

Dengan senyum dibibirnya lelaki itu menginjak pedal gas mobilnya dan menuju alamat stasiun televisi yang menjadi tempat kerja gadis di foto itu.


Chap 1
Somewhere I Belong
Part 3


"Putriiii!" teriak seorang lelaki sambil memandang tak berdaya kearah seorang wanita yang berlari meninggalkannya.

"Kenapa lagi mas?" tanya seorang wanta yang mengenakan blouse putih dan rok hitam yang ketat.

"Itu si Putri, seenaknya aja nyari berita, huffftttt...," dengus si lelaki sambil menarik nafas panjang.

"Memang kenapa lagi dia mas?" tanya siwanita heran melihat temannya yang uring-uringan.

"Dia tidak mau wawancara dengan Aril Nuah sekarang, Naj, padahal berita tentang kedekatannya dengan Lana Maya kan sudah santer beredar," jawab si lelaki.

"Loh, kok begitu?" tanya Najwa, si wanita, dengan nada heran.

"Dia mau meliput kasus calon Kapolri yang jadi tersangka KPK!" kata silelaki, Sadewa dengan geregetan.

Mereka sekarang mengamati langkah kaki sigadis yang berjalan menjauh dari ruangan lobby TOP-TV. Gadis itu, Tengku Putri, salah satu reporter muda yang berbakat namun sering membuat kesal atasannya karena lebih sering mencari berita yang kurang populer daripada berita yang sedang naik daun.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Siiiaaaallll!" teriak seorang wanita sambil menendang bar motornya yang kempes. Wanita pertengan 25 tahun itu kemudian memandang ke sekeliling di depan lobi TOP-TV tempatnya bekerja. Berita yang hendak diliputnya sekarang begitu berharga, keterangan dari ketua KPK mengenai calon Kapolri yang bermasalah.

"Aku tidak bisa ketinggalan berita ini, " pikirnya sambil menuju jalan raya.

"Taksi!" teriaknya kepada taksi yang melintas namun taksi itu tidak mau berhenti, mungkin karena sudah terisi penumpang.

"Taksi!" teriaknya lagi dan kali ini lebih beruntung karena taksi yang dipanggilnya melambat , tetapi sialnya menuju ke arah lobi TOP-TV.

"Mas, ke Jalan Veteran!" pinta Putri, wanita yang dari tadi dibicarakan oleh atasannya sambil naik kedalam taksi yang sepertinya dipesan sesorang.

"Eh, mbak, saya nunggu seseorang," katanya kebingungan dengan sikap Putri yang sudah naik ke taksinya.

"Ah nanti dia bisa panggil taksi lain, ayo jalan mas," pintanya mendesak. Dengan bahasa tubuh ya sudahlah, si sopir taksi mengemudikan taksinya keluar dari kompleks TOP-TV sambil meminta rekannya .

"Mas cepetin!" kata Putri melihat sopir taksi mengemudi dengan kecepatan sedang.

"Eh, iya mbak," kata sopir taksi mengiakan dan sekarang menambah kecepatan mobilnya. Sesekali dia melihat kearah wanita yang sibuk melihat jam tangannya. Cantik, pikir si sopir taksi sambil melihat pakaian yang dikenakan penumpangnya. Sebuah kemeja putih dengan celana panjang dari bahan kain yang berwarna hitam membungkus bagian bawah tubuhnya. Cukup lebar dan nyaman untuk bergerak namun tidak cukup lebar untuk menyembunyikan lekuk pantat yang cukup besar.

"Bisa lebih cepet lagi mas?" tanya Putri sambil memberikan senyumnya yang paling manis sambil memandang si sopir dari kaca.

"Eh iya mbak," kata si sopir taksi sambil konsentrasi pada jalanan dan mulai menginjak pedal gas. Taksi berwarna biru itupun membelah jalanan kota Jakarta yang tak pernah sepi.
Si sopir mengemudi dengan lincah diantara kerumunan mobil-mobil yang berderet bagaikan semut yang mencari makanan. Beberapa kali bahkan taksi mereka menyalip mobil dengan jarak yang sangat sediki dari mobil yang lain.

Putri terkesiap melihat cara mengemudi si sopir, jantungnya muai berdebar ketika pada suatu kesempatan mobil mereka menyalip dua buah kendaraan yang beriringan sementara dari depan sebuah mobil melaju dengan cukup kencang.

"Mas!" seru Putri gugup.

Namun si sopir seperti tidak mendengar seruan Putri, bahkan kakinya menginjak pedal gas semakin keras dan taksi itupun membelah jalanan seperti dikejar setan. Wajah Putri yang semula gusar karena mepetnya waktu menuju tempat konferensi pers, sekarang berubah menjadi tegang karena cepatnya mereka melaju!

Tiiiiiiiiinnnnnnnnnnnnn!

Suara klakson memekakkan telinga Putri ketika taksi sedang menyalip sebuah truk , sedangkan dari depan muncul taksi lain yang tak kalah cepatnya. Dengan keahliannya si sopir mengerem taksi dan menghindarkan taksi dari sebuah kecelakaan yang fatal.

Ketika mereka akhirya tiba di tempat konferensi pers, wajah Putri terlihat tegang, di keningnya yang tertutup poni dihiasi butir-butir keringat kecil. Sambil menarik nafas panjang dia turun dari taksi dan mengambil uang untuk ongkos taksi kesana.

"Terimakasih mbak," kata si sopir taksi sambil menekan pedal gas taksinya, meninggalkan Putri yang masih menenangkan dirinya.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Lelaki itu memandang laptopnya yang sekarang menampilkan file digital berbagai macam kliping koran mengenai kebakaran tiga tahun lalu. Matanya yang tajam membaca detail beberapa berita yang berlawanan.

Tangannya dengan cekatan mengelompokan berita-berita itu dalam folder-folder khusus. Tangan itu kemudian menggerakkan cursor menuju sebuah folder yang bertuliskan Video Berita. Wajahnya memandang seorang reporter yang menyiarkan kebakaran di sebuah gudang tiga tahun lalu. Wajahnya yang tajam berubah menjadi sendu melihat kebakaran itu. Namun, itu hanya sejenak sebelum pandangan matanya berubah, terlihat api kemarahan mulai memercik disana.

Marah dan keinginan untuk balas dendam.

Kembali pandangan marah itu berganti menjadi pandangan jernih dan cerdik, sebelum tangannya membuka sebuah jendela baru di laptopnya yang berisikan sebuah map digital. Ada beberapa titik-titik kecil yang bertuliskan nama-nama disana.

Lelaki itu tersenyum ringan ketika satu titik lagi terlihat di layar itu. Diambilnya sebuah headset yang terletak disampingnya sementara tangannya menekan sebuah tombol di laptop. Suara bising sejenak terdengar dari headset itu, sebelum perlahan menjadi sedikit jelas.

"Apakah menurut bapak akan terjadi lagi kasus cicak vs buaya dalam penetapan tersangka kali ini?" suara seorang wanita terdengar.

"Mungkin saja, tapi kalau itu terjadi, kali ini, kami yang akan jadi buayanya," jawaban seorang lelaki terdengar, tidak begitu jelas.

"Apakah tersangka sudah memenuhi panggilan KPK?" tanya seorang lelaki, sedikit lebih jelas daripada tadi.

"Belum, kalau sampai besok tidak memenuhi panggilan, kami akan menjemputnya secara paksa,"

"Pak bagaimana.."
Lelaki itu menjauhkan headset dari kepalanya sambil tersenyum puas. Namun senyum itu tidak berlangsung lama, karena kemudian tangannya kembali mengetikkan sesuatu dengan cepat di layar laptopnya.

Lelaki itu menekan tombol sent dan menutup layar laptopnya.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Mama....," kata seorang gadis kecil pada wanita yang baru datang. Gadis itu kemudian berlari kearah wanita yang baru datang itu dan memeluknya dengan hangat.

"Aduh, anak mama, gimana tadi disekolah?" tanya wanita itu, Cantal, sambil mengelus rambut anaknya yang tahun ini sudah menginjak taman kanak-kanak.

"Seru ma! Tadi diajarin nyanyi sama nari ma!" kata Astrid, anaknya dengan riang. Cantal memandang wajah berseri anaknya dan sejenak kejadian yang kurang mengenakkan tadi terlupakan olehnya. "Kakak mana?" tanya Cantal kepada Astrid.

"Kakak lagi dandan ma, cantik deh! Sini ma!" seru Astrid dengan polos sambil menarik tangan mamanya keatas lewat tangga.

"Ini ma!" kata Astrid sambil menunjuk seorang gadis muda yang mengenakan rok mini dan kaos ketat dengan pulasan make up minimalis di wajahnya. Wajahnya segar khas anak abg yang sedang beranjak meninggalkan dunia kanak-kanaknya.

"Mau kemana Ren?" tanya Cantal dengan ekpresi yang bangga sekaligus khawatir dengan pakaian yang dikenakan Renata, anak pertamanya.

"Pesta ulangtahun temen ma," kata Renata singkat sambil mengambil tas tangannya dan melangkah kearah Cantal dan Astrid sekarang berada. "Berangkat dulu ya Ma," katanya sambil mengelitik badan adiknya sebelum turun melewati tangga. Harum parfumnya sekilas tercium oleh Cantal. Dengan pandangan khawatir Cantal berkata.

"Jangan pulang terlalu malam Ren!" Yang dijawab dengan acungan jempol dari Renata.

Dengan pandangan yang redup Cantal memandangi kepergian anaknya yang sudah beranjak dewasa. Buah hatinya dari suaminya yang terdahulu.

"Mama, laper...," kata Astrid sambil menarik ujung rok mamanya.

"Sebentar ya sayang, mama bales email sama ganti baju dulu," kata Cantal sambil tersenyum kepada anak bungsunya.

"Iya ma, Astrid tunggu sama bibi ya," kata Astrid ringan sambil turun lewat tangga. Sambil tersenyum Cantal menuju kamarnya dan menghidupkan laptopnya. Beberapa saat dihabiskannya untuk membalas beberapa email sebelum beranjak menuju ke lemari dan mengambil gaun untuk makan malam dengan Astrid. Sambil membelakangi laptop dia menurunkan rok dan membuka blouse yang dipakainya. Tubuh mulusnya yang walaupun sudah melahirkan dua buah buah hati terpangpang jelas.

Sementara itu, tanpa disadari Cantal, lampu indikator di laptopnya menyala, menandakan sebuah proses sedang berjalan.


Chap 2
Breaking The Habbit
Part 1


Suasana di rumah makan Goyang Lidah sore itu tidak terlalu ramai, seperti biasa, rumah makan itu akan dipenuhi dengan pelanggan saat makan siang atau saat makan malam. Dengan matahari yang masih bersinar di ufuk barat, masih belum banyak pelanggan yang memuaskan rasa laparnya dengan menikmati menu masakan kesukaannya disana.

Namun di pojok rumah makan itu, terlihat dua orang lelaki yang sedang menikmati lalapan dengan nikmatnya, mereka seolah tenggelam dalam dunianya masing-masing. Tidak ada yang istimewa pada kedua lelaki itu, yang satu tinggi jangkung namun dengan mata yang tajam, sedangkan yang satunya berwajah tampan dengan pandangan mata jernih dan penuh dengan kecerdikan.

"Jadi bagaimana, apakah kau sudah menemukan hubungannya?" tanya si lelaki jangkung sambil menikmati segelas es jeruk yang sudah habis setengahnya.

"Masih samar-samar mas," jawab si lelaki tampan sambil menghirup tehnya yang juga tinggal setengah. Perlahan tangannya menggoyangkan gelas tehnya, mungkin agar teraduk dengan rata.

"Bagaimana dengan kabarnya?" tanya si lelaki jangkung dengan menekankan kata nya.Matanya memandang lekat wajah si lelaki tampan.

Tangan si lelaki tampan yang sedang bergerak memutar gelasnya berhenti. Gelas itupun diletakkanya di meja yang terbuat dari kayu jati.

Sejenak suasana hening diantara mereka berdua sebelum suatu helaan nafas yang panjang terdengar dari si lelaki tampan.

"Keadaannya masih seperti terakhir aku melihatnya, belum ada perkembangan," kata si lelaki tampan pelan.

"Apa kau tidak akan menjenguknya lagi?"

"Nanti saja setelah dia sadar atau setelah semua ini berakhir," kata si lelaki tampan tegas. "Apa mas sudah berhasil menemukan apa yang ku minta?" tanya si lelaki tampan mengalihkan pembicaraan.

"Sudah, semua sudah aku bawa, kau sudah menemukan tempat tinggal?" tanya si lelaki jangkung sambil lalu.

"Sudah mas, letaknya lumayan strategis dengan lokasi mereka," jawab si lelaki tampan sambil tersenyum.

"Baguslah, apa kau akan tetap menunggu mereka bergerak lagi atau bagaimana?" selidik si lelaki jangkung.

"Tidak mas, kali ini, aku yang akan menjadi sang pengawas," kata lelaki tampan misterius. Kembali keheningan tercipta diantara mereka. Si lelaki jangkung memandang lelaki didepannya dengan tajam, memperhatikan bagaimana karakter rekannya yang berubah sejak pertama kali mereka bertemu.

"Oke, kalau begitu aku pergi dulu, ingat, jangan terlalu memaksa dirimu sampai melewati batas," kata si lelaki jangkung sambil melangkah keluar.

Rumah makan itu mulai ramai sekarang, beberapa pengunjung mulai memasuki rumah makan itu. Sambil menarik nafas panjang lelaki tampan mengambil sebuah koper yang ditinggalkan oleh lelaki jangkung tadi dan menuju ke kasir untuk membayar makanan mereka.

Dengan langkah panjang dia keluar dan menuju kendaraanya yang terparkir di seberang jalan. Sinar matahari menyinari langkahnya, meninggalkan bayangan hitam didepannya. Wajahnya merona merah, dengan bibir yang tersenyum pelan.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Mbak, jadi?" tanya seorang wanita muda yang hanya mengenakan handuk kepada wanita yang sedikit lebih tua daripadanya. Terlihat pandangan kagumnya ketika tubuh wanita yang lebih tua daripadanya itu. Tubuh yang hanya berbalut sebuah G-String berwarna hitam yang hanya bisa menyembunyikan sedikit bagian paling pribadinya.

"Jadi dong Sis, udah lama nih gak shopping," kata wanita yang lebih tua sembari berbalik dan melihat pandangan kagum dari wanita yang dipanggilnya dengan nama Sis tadi. Sebuah senyum terlihat dibibirnya ketika melihat pandangan temannya itu.

"Jangan dilihat gitu dong Nona Sisca, nanti kalau pengen gimana? Hihihi" goda wanita yang lebih tua sambil tertawa pelan. Dengan nakalnya tangannya merenggut handuk yang dipakai Sisca, sehingga tubuh ranum wanita berusia sekitar 20 tahunan itu sekarang terlihat jelas.

"Iiiihhhhh...., lebat banget!" kata Nia, wanita yang lebih tua, sambil menunjuk kearah selangkangan Sisca yang ditumbuhi rambut-rambut kemaluan yang lebat.

"Uuuuuhhhh.. kan Mbak Nia yang minta, katanya banyak cowok yang suka sama cewek yang semaknya lebat," kata Sisca sambil merajuk pelan sehingga wajahnya terlihat lebih muda. Sambil melangkah ke cermin Sisca memandangi vaginanya yang tertutup oleh lebatnya rambut kemaluannya. Sungguh kontras dengan tubuhnya yang putih mulus.

Mereka memandangi tubuh mereka yang terpantul di cermin yang berada di sebuah kamar yang tidak terlalu besar di kompleks panti pijat yang menjadi milik Nia. Dua tubuh yang berbeda dengan kelebihan masing-masing terlihat di cermin. Yang satu tubuh muda dengan payudara yang tidak terlalu besar, begitu pula bagian belakang yang membulat indah. Wajahnya yang segar dengan rambut sepinggang menjadi kelebihan tersendiri baginya. Sedangkan tubuh yang lain terlihat matang, dengan dada dan pantat yang lebih besar dari yang sebelahnya. Wajah yang dewasa dengan pandangan yang penuh dengan asam garam kehidupan terlihat dari wajah Nia.

Yang satu segar dan menawarkan aroma remaja.

Yang satunya sintal dan menawarkan pengalaman.


Sisca kemudian melangkah kedekat lemari dan mengambil sebuah tank top berwarna biru dan sebuah celana pendek putih dari kain. Dengan gerakan menggoda dia menuju kedepan Nia dan sambil membelakangi Nia dia mengenakan celana pendek dan ketat itu.

"Eh, gak pake daleman Sis? awas nyelip-nyelip entar..hihihi," kata Nia sambil melangkah menuju ke lemari. Sama seperti Sisca, dia juga memutuskan mengambil sebuah tank top berwarna putih dan celana pendek hitam. Ketika dia berbalik, Sisca sudah mengenakan atasannya.

"Eh, Sis, tu semak kelihatan hahaha," tawa Nia melihat bayangan samar semak lebat Sisca dibawah sana dari balik celana pendek putih yang berbahan cukup tipis itu.

"Biarin, wekkk..." katanya sambil memperhatikan Nia yang melepas G-String nya dan mengenakan celana pendek dan atasannya dengan cepat.

"Wah, Mbak Nia ngikut...," katanya melihat Nia juga tidak memakai daleman. Dan sebersit perasaan iri mucul dihatinya melihat tonjolan payudara dan pantat Nia yang lebih besar dari miliknya.

"Biarin, wekkk... Ayo Sis," kata Nia mengajak Sisca untuk keluar dari kamar.

"Ayo mbak, eh, pake apa ke malnya mbak?" tanya Sisca bingung.

"Mbak sudah pesen taksi kok, lumayan kemarin dapet bonusnya," kata Nia sambil ingatannya melayang saat melayani pria India dengan penis super jumbo yang memasuki vaginanya kemarin. Masih terasa penuhnya penis itu mengobrak-abrik liangnya yang lama tak merasakan hujaman penis sebesar itu.

"Ayo mbak, malah bengong!" Kata Sisca sambil menarik tangan Nia. Dengan membawa tas masing-masing mereka keluar kamar dan menuju ke jalan raya. Disana sudah menunggu sebuah taksi berwarna biru.

"Mas, ke mal Kelapa Kuning ya," kata Nia sambil menutup pintu taksi. Beberapa menit setelah memasuki taksi, Sisca berbisik pelan di telinga Nia.

"Mbak, sopirnya ganteng juga lo..., hihihi," bisik Sisca sambil melirik ke arah sopir taksi yang sedang serius memandang jalan di depan.

"Kalau suka embat aja Sis," kata Nia sambil tangannya dengan jahil menyentil puting Sisca yang tercetak dari balik tank top yang dikenakannya.

"Iihhhhh, mbak usil deh...," seru Sisca dengan wajah memerah.
Mereka melanjutkan pembicaraan dalam diam sampai beberapa menit kemudian mereka sampai di mall yang dituju.

"Ini mas," kata Nia sambil memberikan ongkos taksi sesuai yang terlihat di argo, lalu dengan langkah ringan mereka menuju kedalam mall.

Selama beberapa jam mereka memuaskan dahaga mereka melihat-lihat dan membeli berbagai macam pakaian, dari pakaian sehari-hari, gaun, sepatu dan kebutuhan lainnya.

"Sis, capeekkkk...," seru Nia ketika jam hampir menunjukkan pukul sembilan malam. Selain beberapa kantong belanjaan yang memenuhi tangan masing-masing, peluh dan kaki yang pegal merupakan hasil shopping mereka hari ini.

"Kesana aja lagi sekali yuk mbak?" kata Sisca sambil mengusap keringat yang ada didahinya, tangannya menunjuk sebuah stand lingerie dan pakaian dalam.

"Hmmmmm...., boleh deh," sahut Nia sambil tersenyum, mesum.

Dengan langkah yang tidak secepat saat pertama masuk kedalam mall, dua wanita itu berjalan masuk kedalam salah satu stand yang menjual lingeri dan pakaian dalam. Setelah menitipkan kantong belanjaan mereka di kasir. Keduanya melihat-lihat lingerie yang terpajang di sana.

"Yang ini bagus mbak," kata Sisca sambil menunjuk sebuah halter babydoll hitam dan tipis.

"Wah, boleh juga tuh Sis, tapi mbak lebih pilih yang ini deh," kata Nia sambil memperlihatkan sebuah cut out halter tedyy warna hitam yang dilengkapi dengan garter belt.

"Coba yu mbak," kata Sisca.

"Langsung beli aja yu Sis, laper nih...," kata Nia sambil menuju ke kasir. Dengan mengangkat bahu Sisca mengikuti Nia yang sudah meletakkan lingerie pilihannya di meja kasir.

"Eh, tunggu bentar mbak," kata Sisca sambil berbalik dan menuju kesalah satu sudut yang banyak berisi celana dalam dengan berbagai macam model dan warna. Terlihat dia mengambil dua buah celana dalam warna hitam.

"Mbak aja yang bayar ini," kata Nia sambil membayar lingerie milik Sisca. "Kalau begitu sekalian yang ini mbak, peace..." kata Sisca sambil mengacungkan dua buah jari membentuk huruh V sedangkan tangan yang satunya mengulurkan dua buah celana dalam crotchless.

Dengan langkah lebar Nia berjalan keluar dari toko itu yang diikuti wajah heran Sisca.

"Laper berat ni Sis," kata Nia memegang perutnya yang rata.

"Hihihi, pantes buru-buru banget mbak," kata Sisca sambil berjalan disamping Nia yang sekarang menuju kesalah satu cafe yang ada di dalam mall.

"Ihhhh, " erang Sisca sambil berhenti dan bibirnya mengernyit ringan.

"Kenapa Sis?" tanya Nia heran.

"Yang dibawah nyelip mbak," jawab Sisca dengan wajah merah.

"Hahahaha..., " tawa Nia yang membuat Sisca cemberut.

"Nanti benerin Sis, udah deket kok, kan enak juga kalau nyelip dikit, hihihi" kata Nia sambil menoleh kebelakang dan menarik tangan Sisca dan..

Brrruuuggghhhhhhhh!

"Aduh!" desis Nia sambil memegangi pantatnya yang membentur lantai. Tas-tas yang dibawanya berserakan dilantai, sebagian terbuka bahkan lingerienya sampai terlempar keluar.

Sambil menahan sakit di pantatnya, Nia menoleh kearah sesuatu yang ditabraknya tadi.

Mata seorang lelaki memandang terpesona kearah Nia yang jatuh terjengkang dengan kaki mengangkang lebar. Lelaki itu tertegun memandangi camel toe yang terlihat diselangkangan Nia.

"Eh, maaf mbak," kata lelaki itu sambil membantu Nia merapikan barang-barangnya yang tercecer. Kembali lelaki itu tertegun ketika tangannya menjangkau sebuah lingerie hitam tipis.

"Eh sini!" seru Nia malu ketika lelaki itu tetap menggenggam lingerie Nia. Dengan dibantu Sisca, Nia berdiri dan memandang dengan campuran antara malu dan kagum kearah lelaki yang berdiri didepannya.

"Ayo mbak," kata Sisca sambil menarik tangan Nia terlihat diam sambil memandang lelaki yang berdiri didepannya. sedikit berat Nia mengikuti tarikan Sisca menuju ke dalam food center yang terletak bersebelahan dengan cafe yang ada dalam kompleks mall.

Terlihat lelaki itu memandangi kepergian dua wanita itu dengan pandangan kagum. Apalagi tadi dia sempat melihat warna gelap di selangkangan wanita yang lebih muda dan ketika mereka berjalan menjauhinya, tidak terlihat garis celana dalam di pantat mereka!

Tidak perlu waktu lama bagi lelaki itu untuk berpikir dan mengikuti kedua wanita itu menuju kedalam food court.

Sisca dan Nia menuju kedalam food court yang memanjang dari barat samapai timur di lantai dasar mall ini. Foot court itu memmiliki lebih dari 25 outlet yang menawarkan berbagai macam jenis masakan asli Indonesia, Chinese dan Japanese dengan puluhan meja yang berisi kursi sebagai tempat makan ditengah-tengahnya.

"Sis, mau makan apa?" tanya Nia sambil memandang deretan outlet yang menyediakan makanan.

"Ayam goreng aja deh mbak," kata Sisca sambil mengibaskan tangannya didepan dadanya, cukup melelahkan rupanya setelah beberapa jam berjalan-jalan di seputaran mall.

"Mbak sama aja deh," kata Nia dan memesan dua buah ayam goreng dan es jeruk ,lalu mengajak Sisca untuk duduk disalah satu kursi di dekat outlet ayam goreng itu.

"Eh, mbak, itu lelaki yang mbak tabrak deh," seru Sisca sambil menunjuk seorang lelaki yang sedang berdiri didepan outlet ayam goreng dimana tadi Nia dan Sisca berdiri.

Dengan penasaran Nia mengikuti arah jari dari Sisca dan benar saja, lelaki yang tadi terlihat berbicara dengan akrab dengan waitress yang ada disana.

Apa dia bekerja disini? Pikir Nia sambil memperhatikan lebih seksama lelaki yang tadi ditabraknya. Lelaki yang berbadan tegap dengan usia sekitar 35-40 tahun. Pakaiannya rapi dengan kemeja dan celana kain. Dari belakang, tubuhnya terlihat menggoda! Bahu yang lebar itu, kearah rambut yang dicukur pendek dan mata..

Eh??? Mata???

Dengan malu Nia mengalihkan matanya dari pandangan lelaki itu, yang sekarang, terlihat mempesona. Pandangan yang semakin dekat dengan dirinya.

"Mbak-mbak yang cantik, ini pesanannya," kata lelaki itu sambil meletakkan dua piring berisi ayam goreng, dua buah jus ,secangkir kopi hitam dan camilan.

"Kami tidak pesan kopi dan camilan mas?" tanya Sisca sambil menatap bingung kopi dan camilan yang sekarang ada diatas meja.

"Kopinya punya saya, boleh saya gabung kan?" tanya lelaki itu sambil menarik sebuah kursi dan duduk bersama mereka. Nia dan Sisca saling pandang, untuk melarang rasanya sulit kalau dia sudah duduk seperti ini. Lagipula, sebenarnya kecelakaan tadi adalah salah Nia.

"Eh, kenalan dulu, saya Sachi," katanya sambil mengulurkan tangan kearah Nia. Mau tak mau Nia menjawab uluran tangannya.

"Nia," jawab Nia pelan.

"Sisca," jawab Sisca sambil tersenyum. "Sekarang makan dulu ya mas Sachi, Mbak Nia udah kelaparan dari tadi,hihihi" kata Sisca sambil meleletkan lidahnya kearah Nia yang hanya bisa menunduk dengan wajah yang bersemu merah.

"Ouwh, silahkan," kata Sachi sambil menghitup kopi hitamnya dan melihat handphone yang dibawanya. Sisca hanya bisa tersenyum melihat pandangan Sachi yang melihat bagian dada dari Nia yang terbuka dari bagian leher kaosnya. Kaos itu cukup tipis sehingga siapapun bisa melihat kalau Nia tidak mengenakan apa-apa dibaliknya.

Merasa diperhatikan, Nia yang sedang asyik menyantap ayam gorengnya berhenti dan memandang kedepan. Pandangannya bertemu dengan pandangan bernafsu dari Sachi. Sambil tersenyum, dengan gerakan yang natural Nia meneguk minumannya dan dengan gerakan yang pelan Nia menjilati pinggiran gelas yang berisi dengan titik air jeruk.

Sachi memandangi semua adegan itu dengan jakun yang naik turun, penisnya terasa sudah mengeras di bawah sana. Apalagi matanya yang terlatih bisa melihat kalau ada dua buah titik yang mulai mengeras mulai tercetak dengan jelas di bagian depan kaos Nia.

"Liat apa Mas? Ada yang salah dengan pakaianku ya?" tanya Nia sambil menarik kaosnya kedepan dan itu membuat dadanya lebih banyak terlihat oleh Sachi.

"Aduh, mbak pengen pipis nih Sis, Mas anterin Nia ya?" kata Nia dengan manja sambil beranjak bangun dengan gaya centil dan menarik tangan Sachi berdiri.

Dengan bersemangat Sachi bangun dan hendak mengambil handphone yang ditaruhnya diatas meja ketika dengan lembut tangan Nia mencegahnya sambil mulutnya berbisik pelan di daun telinga Sachi.

"Biar gak ganggu nanti mas...," katanya pelan sambil mengedipkan mata kearah Sisca yang memandang kepergian mereka dengan iri.  

Chap 2
Breaking The Habbit
Part 2


"Aduh, mbak pengen pipis nih Sis, Mas anterin Nia ya?" kata Nia dengan manja sambil beranjak bangun dengan gaya centil dan menarik tangan Sachi berdiri.

Dengan bersemangat Sachi bangun dan hendak mengambil handphone yang ditaruhnya diatas meja ketika dengan lembut tangan Nia mencegahnya sambil mulutnya berbisik pelan di daun telinga Sachi.

"Biar gak ganggu nanti mas...," katanya pelan sambil mengedipkan mata kearah Sisca yang memandang kepergian mereka dengan iri.


"Ayo mas," kata Nia sambil berjalan didepan Sachi. Pantatnya yang dibalut celana kain hitam yang pendek memperlihatkan pahanya yang mulus. Pandangan Sachi tak bisa lepas dari pantat Nia yang bergerak kekanan dan kekiri dengan indahnya, gerakan yang begitu menggoda dan sengaja dari Nia untuk memancing birahi Sachi.

Beberapa lelaki yang berpapasan dengan mereka melihat kearah Nia dengan kagum. Tonjolan didadanya terlihat indah dengan titik kecil yang tercetak jelas di dikaos ketat yang menerawang.

Setelah melewati beberapa lelaki yang semuanya memandang kearah Nia dengan pandangan mesum, mereka tiba didepan sebuah lorong yang memanjang, dimana, disebelah kiri toilet untuk perempuan dan sebelah kanan untuk pria.

Suara cekikian dari beberapa wanita terdengar dari dalam toilet perempuan. Nia menoleh kearah Sachi yang menggaruk kepalanya. Terlihat tonjolan didepan celana yang dikenakan Sachi!

"Mas, tunggu bentar ya," kata Nia sambil melangkah kedalam toilet. Beberapa saat kemudian dua orang wanita terlihat keluar dari dalam toilet. Mereka memandang Sachi yang berdiri menyandar di tembok dengan heran. Salah satu wanita yang mengenakan kacamata hitam berbisik kepada temannya dan mereka tertawa ssambil melihat kearah tonjolan didepan celana Sachi.

"Sial!" maki Sachi sambil menggaruk kepalanya lagi. Kebiasaannya saat sedang bingung atau keki. Dengan malas tangannya terulur ke saku celananya saat sebuah tangan menariknya dari dalam toilet.

"Eh!" kejut Sachi sambil masuk kedalam toilet. Terlihat Nia tersenyum mesum sambil terus menariknya menuju salah satu bilik yang ada ditoilet itu.


Sejenak Sachi merasa ragu karena toliet itu berupa bilik-bilik yang bagian bawahnya terbuka, sehingga kaki mereka yang ada didalam bisa terlihat dari luar.

"Disini?" kata Sachi ragu sambil melihat pintu keluar.

"Mau ini gak mas?" terdengar jawaban Nia dari dalam sebuah bilik toilet. Sejenak Sachi tertegun melihat Nia yang duduk diatas tutup kloset dengan celana melorot sebatas mata kaki, bibir tipisnya terlihat menggigit ujung bajunya sehingga perutnya yang masih rata terlihat dengan jelas. Pemandangan itu dilengkapi dengan tangan kirinya yang membelai celah vaginanya yang terlihat sudah basah sedangkan tangan kanannya bermain-main di payudaranya sebelah kiri.

Hanya sejenak keraguan terlihat di wajah Sachi, dengan nafsu yang meninggi dia masuk kedalam bilik toilet dan menutup pintu toilet serta tak lupa menguncinya. Dengan mata yang memandang wajah sayu Nia, Sachi perlahan berjongkok didepan vagina merah Nia dan menguas lembut lidahnya di sekeliling vagina yang mulai basah itu!

"Eegghhhh....," rintihan samar yang teredam oleh ujung kaos yang digigit oleh Nia terdengar pelan. Tangan Nia yang tadi memainkan vaginanya sekarang berpindah ke kepala Sachi, menekannya semakin erat di bawah sana, membuat kenikmatan itu semakin terasa. Lidah kasar itu bermain-main dengan ahli dibawah sana, menguas lembut dan kasar bergantian.

"Massss...," rintih Nia perlahan yang membuat Sachi semakin bersemangat menjilati celah merah merekah yang mulai mengeluarkan pelumas alami itu ketika terdengar langkah kaki diluar bilik.

Dengan tergesa Nia bangkit dan dengan gerakan tangannya meminta Sachi duduk di toilet dan mengangkat kakinya sehingga tidak terlihat dari luar. Terdengar pembicaraan dari luar bilik.

"Eh tau gak, katanya artis Lana Maya, mau balikan sama Aril Nuah!" kata seorang wanita dengan suara cempreng terdengar dari luar.

"Ahh, masa?" tanya seorang wanita dengan suara yang lebih kecil.

"Iya, nih lihat beritanya di MSC TV," jawab wanita yang pertama.

"Eh iya loh, ada beritanya di MSC!" kata wanita yang lebih kecil.


Sementara itu, tangan Sachi meraba pelan puting Nia yang sudah mengeras! Dengan posisi yang setengah berdiri Nia hanya bisa menggigit kaosnya lebih keras, menahan lenguhan yang hendak keluar. Mulut basah Sachi perlahan menciumi punggung Nia yang terbuka lebar.

"Wah, ini kan presenter yang lama vakum itu ya?" Suara wanita terdengar kembali diluar pintu.

"Iya nih, dia kan yang sempat foto seksi itu!" jawab rekannya dengan suara yang keras.


Sambil memegangi lutut Sachi, perlahan pantat sekal Nia turun sehingga vaginanya menyentuh kepala penis Sachi yang sudah membengkak. Perlahan tapi pasti, pantat itu turun sehingga batang keras itu menyeruak kecelah basah yang sudah begitu mendambanya.

"Eeghhhhh...," lenguhan pelan terdengar dari celah bibir Nia ketika dengan nakalnya Sachi menarik pundak Nia kebawah sehingga penis Sachi masuk dengan dalam di dalam celah basah yang sekarang terasa menjepit penis Sachi dengan keras.

Eh, suara apa itu? Tanya wanita dengan suara cempreng diluar.

"Suara apalagi kalau di toilet? Hahahaha... Dasar...," ejek temannya sambil tertawa.

"Aku dengar suara lain tadi, seperti suara...," kata si suara cempreng dengan ragu.

"Suara apa? Suara pipis? Hahaha...," kata wanita dengan suara yang lebih kecil.

"Seperti suara desahan...," kata si suara cempreng dengan pelan. Terdengar suaranya ragu-ragu ketika mengatakan itu.

"Hahaha..., itu cirinya lobangmu itu sudah perlu dimasukin penis tau! Ayo kita cari laki-laki muda untuk memuaskan lobangmu itu!" kata wanita yang lain sambil tertawa menjauh.


Nia dan Sachi hanya bisa diam mendengar percakapan wanita yang diluar bilik mereka. Ketika langkah kaki mereka sudah tidak terdengar lagi, dengan perlahan Nia menggerakan pantatnya naik sehingga batang keras dari Sachi hampir terlepas dari jepitanya. Kemudian dengan gerakan yang pelan Nia menurunkan pantatnya sehingga batang yang keras itu hampir seluruhnya terbenam dalam celah basah itu.

"Egghhh..., mas...," desahan dan suara Nia semakin membuat nafsu Sachi naik. Terlihat wajah Nia dan Sachi semakin merah, menahan gejolak nafsu yang semakin meningkat, seiring dengan gerakan Nia naik turun yang semakin cepat.

"Ehh,, untung keburu...," suara seorang wanita memasuki bilik disebelah mereka, dan..

Ssssrrrrrrrrrr......

Suara air mengalir terdengar di sebelah mereka dan beberapa saat kemudian pintu bilik terdengar membuka dan menutup disebelah mereka.

"Nia, jangan disini, ayo ikut mas!" kata Sachi sambil mendorong tubuh Nia berdiri. Terlihat lelehan cairan kenikmatan dipaha Nia.

"Dimana mas?" tanya Nia manja, masih terlalu sayang melepaskan batang keras yang tadi mengisi celah kenikmatannya.

"Mas tahu tempat yang lebih baik, ayo ikut mas," kata Sachi sambil menaikkan celananya. Nia juga menaikkan celana pendeknya yang melorot sampai mata kaki, sejenak dia merapikan kaosnya yang kusut dan rambutnya yang berantakan sebelum melangkah keluar. Setelah merasa aman, Nia memberikan isyarat kepada Sachi dan mereka melangkah keluar dari toilet itu.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Sisca memandang kepergian Nia dan Sachi dengan pandangan yang sayu. Dia juga memandang goyangan pantat Nia yang lebih berisi daripada miliknya.

Pantas saja banyak yang tergila-gila dengan goyangan Mbak Nia... Pikirnya.

Setelah Nia dan Sachi tidak terlihat lagi, Sisca mengambil sesuatu dari tasnya. Dengan tangan kiri yang mengambil ayam dan menggigitnya pelan, Sisca memandang kesekeliling dan ketika matanya bertemu dengan pandangan seseorang yang berdiri tak jauh darinya. Orang itu menganggukan kepalanya.
Sisca mengatur tas yang ada didepannya sehingga tasnya dan tas Nia menutupi tangannya dari pandangan orang disekelilingnya.

Tangan kanan Sisca bergerak pelan dan mengambil handphone Sachi dari atas meja dan menyambungkannya dengan alat yang dikeluarkannya tadi. Alat yang diambilnya tadi berkedip pelan dan dengan sigap Sisca menekan tombol yang ada disana.Sekitar tiga menit alat itu berkedip dan pada menit keempat lampu indikatornya berhenti menyala. Sisca mencabut alat itu dan dengan menarik nafas panjang Sisca kembali mengambil sesuatu dari tasnya dan dengan kecepatan yang mengagumkan dia membuka penutup handphone Sachi, mengeluarkan kartu SIM nya dan memasangnya pada alat lain yang diambilnya dari dalam tasnya. Setelah beberapa lama, alat itu mengeluarkan getaran pelan.

Sisca berkedip pada orang yang tadi memberikan isyarat yang sama pada dirinya. Orang itu kemudian mendekati tempat Sisca dan dengan gerakan yang tidak kentara Sisca memberikan kedua alat yang tadi digunakannya pada orang itu.

Sisca memandang kepergian orang sampai menghilang di kerumunan orang-orang di dalam mall. Dengan gerakan yang sama cepatnya dia memasang kartu SIM Sachi dan menutup handphone Sachi serta tak lupa menghidupkannya. Dengan gerakan yang pelan dia mengembalikan handphone Sachi ketempatnya.

Dengan menarik nafas lega Sisca menikmati ayamnya yang tersisa setengah dan mulai melamunkan apa saja yang dilakukan Nia dengan Sachi dibelakang sana.

Dua orang wanita terlihat mendekat dan berbicara sambil tertawa cekikikan. Sisca hendak memalingkan wajahnya dari mereka ketika dia merasa mengenal salah satu dari mereka.

Dimana aku pernah melihatnya ya?

Pikir Sisca sambil memandang dua orang wanita yang berusia sekitar 30 tahunan dan terlihat matang. wanita yang satu mengenakan kacamata dengan ukuran dada yang membuat Sisca iri, sedangkan yang satunya lebih kurus namun dengan pantat yang membulat. Keduanya mengenakan celana legging ketat dan kaos yang terlihat kekecilan ditubuh mereka. Maka tak heran, jika mereka menjadi pusat perhatian para pria hidung belang disana.

"Erlin, mau makan disini atau makan yang lain?" kata wanita yang lebih kurus sambil tersenyum simpul.

"Terserah mbak aja deh...," sahut rekannya sambil menunduk.

"Kalau begitu, kasi makan yang dibawah saja dulu ya...," kata wanita dengan pantat yang bulat sambil menarik tangan rekannya dan beranjak menuju kepintu keluar.

Sisca dan para pria yang duduk disekitarnya memandang kepergian mereka dengan raut kagum.

Dua orang wanita yang tahu cara memperlihatkan kelebihan mereka. Pikir Sisca sambil melamun.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Eh, mau kemana Mbak Ratih?" tanya wanita dengan payudara berukuran diatas rata-rata wanita Indonesia itu kepada rekannya yang menarik tangannya.

"Hmmmm..., ada saja, ikut saja...," kata Ratih, wanita yang ditanya sambil melangkah keluar dari mall.

"Kita naik taksi aja ya, " kata Ratih sambil matanya mencari-cari taksi yang ada didepan mall.

"Pake taksi yang biru aja mbak," saran Erlin yang disetujui oleh Ratih. Dengan langkah santai mereka menuju sebuah taksi berwarna biru.

"Mas, ke Jalan Anggrek ya," kata Ratih sambil menghempaskan pantat besarnya ke tempat duduk. Dengan wajah terpesona si sopir hanya mengiakan dengan terbata-bata.

Erlin masuk dan menutup pintu taksi. Dirinya duduk disebelah Ratih yang terlihat sedikit gelisah.

"Mbak kenapa?" tanya Erlin sambil memandang rekannya dengan bingung.

"Ada yang nyelip dibawah,hihihi....," bisik Ratih ditelinga Erlin dan dengan jahilnya lidahnya dikuaskan pelan ketelinga Erlin yang membuat Erlin sedikit bergidik.

Geli dan nikmat.

"Eh, lihat muka si sopir tadi gak? Kayaknya dia mupeng tuh..." bisik Ratih sambil melirik kearah si sopir. Si sopir yang terlihat masih muda, merasa diperhatikan dan melirik melalui spion tengah taksi. Dan bisa terlihat dia menelan ludah melihat posisi duduk Ratih yang mengangkang sehingga samar terlihat celana dalam putihnya dari balik legging hitam ketatnya.

"Liat tuh matanya Lin, kaya mau makan punyaku, hihihi..." kata Ratih sambil melirik kearah si sopir taksi.

"Kalau dimakan mbak juga bakalan mau kan?" kata Erlin sambil tangannya mengusap pelan paha Ratih dari balik leggingnya.

"Eh..., sama dia aja gimana?" kata Ratih pelan, seperti mendesah.

"Eh, sama dia?" lirik Erlin kearah si sopir taksi.

"Iya, coba yu? Rasanya itunya bisa diandelin deh...,hihihi...," kata Ratih sambil melihat kearah sopir taksi yang mungkin sebentar lagi akan mendapatkan durian runtuh. Sementara itu Erlin terlihat sedikit bimbang dengan usul rekannya itu.

"Aman gak kira-kira mbak?" Tanya Erlin, masih dengan nada ragu dalam suaranya. Alisnya terlihat berkerut, mencerna usul 'gila' rekannya, atau tepatnya bossnya, walaupun Ratih lebih menganggap Erlin sebagai kawannya karena umurnya yang sebaya dengannya daripada sebagai sekretaris pribadinya.

"Mbak, kita mau kemana sekarang?" tanya si sopir taksi ketika mereka sudah tiba disekitar Jalan Anggrek namun penumpangnya tidak memberitahu alamat yang lebih detail.

"Nanti ketemu ketemu jalan kecil kekiri dengan nama Villa Anggrek, kesana saja langsung pak," kata Ratih memberikan petunjuk yang diiyakan oleh si sopir.

"Pake kondom aja, eh kita coba sekitar sini yuk?" bisik Ratih lagi ketika melewati jalan kecil menuju kevillanya. Sebuah villa yang terletak di pinggir kota Jakarta. Dengan jalan setapak kecil menuju kesana dan 'hutan' mini dibelakang villa itu, yang membuat villa itu cukup terasing dari keramaian ibukota.

"Disini mbak?" kata Erlin dengan terkejut, yang membuat si sopir memandang heran kearah mereka.

"Eh, pelanin," kata Ratih sambil menutup pelan mulut Erlin dengan telapak tangannya yang mungil.

"Tapi mbak, pembantu dan yang lain?" kata Erlin khawatir.

"Tenang saja, semua sudah aku yang atur," kata Ratih sambil memberitahu security agar membuka pintu pagar yang memisahkan mereka dari bangunan utama villa. Si security tersenyum ketika Ratih menjulurkan kepalanya keluar dari dalam taksi dan melambaikan tangannya kepadanya, entah sisecurity tersenyum karena keramahan Ratih atau karena dia bisa melihat bayangan samar payudara Ratih dari balik kaosnya. Ratih kemudian memberitahu si sopir taksi untuk terus melaju menuju hutan kecil dibelakang villa.

"Eh, kesana mbak?" tanya si sopir taksi ragu sambil melihat kebelakang villa yang terlihat sedikit gelap. Entah apa yang ada dipikiran si sopir taksi itu sekarang.

"Iya mas, kenapa? Takut ya mas?" goda Ratih yang membuat wajah si sopir taksi memerah. Matahari yang sudah terbenam memang membuat suasana di belakang villa lumayan gelap walaupun ada beberapa lampu kecil yang menerangi jalan kecil yang menuju sana. Suara mesin taksi membelah heningnya suasana hening di bawah rindangnya pepohonan.

"Sampai disini aja mas," seru Ratih yang membuat si sopir taksi menghentikan kendaraannya.

"Mas, saya gak punya uang untuk bayar ongkos taksinya," kata Ratih dengan nada manja.

Si sopir taksi hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebelum akhirnya dia berkata.

"Wah, gimana ya mbak? Gak bisa ambil dari villanya mbak?" tanya si sopir taksi memastikan.

"Jauh kesana mas, atau boleh bayar pakai ini mas?" kata Ratih yang membuat si sopir taksi berbalik dan menarik nafas karena terkejut.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Lelaki tampan itu melirik kearah dua buah alat yang ada disampingnya dan tersenyum puas.

Selangkah lebih maju lagi, tinggal beberapa langkah lagi dan ini semua bisa dimulai. Sedikit lagi.

Balas dendam ini sungguh menyenangkan...

Lelaki itu kemudian meletakkan kedua buah alat itu dan memandang penuh nafsu kedepan.

Nafsu membunuh!


Chap 2
Breaking The Habbit
Part 3



~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
"Mas tahu tempat yang lebih baik, ayo ikut mas," kata Sachi sambil menaikkan celananya. Nia juga menaikkan celana pendeknya yang melorot sampai mata kaki, sejenak dia merapikan kaosnya yang kusut dan rambutnya yang berantakan sebelum melangkah keluar. Setelah merasa aman, Nia memberikan isyarat kepada Sachi dan mereka melangkah keluar dari toilet itu.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Mas, mau kemana nih?" tanya Nia ketika tangannya digenggam dengan erat oleh Sachi menjauh dari toilet, melewati food center dan terus berjalan menuju salah satu stand pakaian yang ada di dekat food center. Nia bisa melihat Sisca sedang termangu menatap kearah yang berlawanan dengan dirinya.

Mbak duluan ya Sis, abis dah gatel ne... hihihi

Pikir Nia sambil melangkah masuk ke salah satu stand pakaian mengikuti Sachi. Dengan heran Nia melihat kalau Sachi disapa dengan hormat oleh penjaga stand yang masih terlihat ABG. Sachi membisikkan sesuatu ditelinga ABG itu yang dijawab dengan tawa cekikikan dan senyum menggoda.

"Upahnya apa mas?" kata ABG itu sambil melihat kearah Nia dengan pandangan kagum.

"Nanti boleh gabung kalau mau," kata Sachi yang membuat gadis penjaga stand itu merona merah. Dengan langkah yang pelan dia menuju ke pintu dan membalik tanda buka, sehingga tulisan buka itu sekarang menghadap ke dalam. Nia memperhatikan penjaga stand yang usianya mungkin baru 17 tahun itu ketika dia menutup pintu dan menguncinya.

"Ayo Nia," kata Sachi sambil menarik tangan Nia kebelakang, kearah salah satu fitting room yang ada di stand itu. Dan Nia baru sadar akan ajakan Sachi kemari dan kenapa gadis tadi membalik tanda buka!


Dengan wajah memerah karena tahu kalau diluar ruangan seorang gadis asing tahu apa yang akan mereka lakukan atau bahkan mungkin mendengar suara mereka, karena hanya sebuah kain yang memisahkan mereka dengan gadis penjaga stand diluar.

"Yakin disini mas? " tanya Nia untuk berbasa-basi, kemungkinan persetubuhan mereka bisa didengar oleh orang lain malah membuat nafsu Nia naik yang dibuktikan dengan rembesan pelan yang keluar dari vaginanya yang sekarang mengalir turun melewati pahanya.

"Uhhuuhh...," sahut Sachi ringan sambil melepaskan celana panjangnya kelantai. Penisnya yang masih keras mendongak ketika penghalang terakhirnya sudah jatuh kelantai. Dengan hanya mengenakan kemeja saja, Sachi mendekat kearah Nia.

Dengan tersenyum maklum Nia bersimpuh dilantai dan dengan jari jemarinya yang lentik dia memegang penis Sachi yang mulai mengeras dengan sempurna. Perlahan tangannya mengocok pelan penis itu sehingga empunya mulai mendesah keenakan. Sambil menatap kearah wajah Sachi yang terlihat menikmati apa yang dilakukan Nia di penisnya, Nia mendekatkan mulut mungilnya kearah kepala penis yang berwarna merah tanda terangsang dengan berat itu.

"Ahhhhh..., Nia..! " desah Sachi merasakan lidah lembut Nia yang menjilati pelan kepala penisnya.

"Gimana mas?" tanya Nia dengan senyum nakalnya.

Jawaban Sachi hanyalah rengkuhan tangannya di kepala Nia dan mengarahkannya kembali ke penisnya. Dengan tangan mengocok pelan batang penis Sachi, Nia merenggangkan otot mulutnya hingga maksimal lalu berusaha mengulum semua penis itu dalam mulutnya.

"Ouugghhh...," suara yang keluar ketika Nia seluruh penis itu menghilang dalam kuluman dia. Sachi hanya bisa mendesah nikmat ketika kepala penisnya terasa menyentuh bagian tenggorokan Nia.

"Nia...! Udaaaaah...," kata Sachi sambil mendorong tubuh Nia. Dengan mulut yang basah oleh air liur Nia bangun dan dengan gaya menggoda dia berbalik. Perlahan tangannya melepas celana pendek kain yang merupakan pakaian terakhir yang menghalangi aset bagian bawahnya itu terlihat. Dengan menelan ludah Sachi hanya bisa mengawasi pantat putih mulus yang perlahan terlihat itu. Pantat yang sekarang menungging ketika Nia membungkuk dan melepaskan celana itu dari kakinya. Dengan hanya mengenakan kaos tipis dan high heels saja Nia berbalik dan menghadap kearah Sachi.

"Mau yang mana dulu mas? Ini apa yang ini?" goda Nia sambil menunjuk kearah payudara dan vaginanya bergantian.

"Kalau keduanya boleh?" tanya Sachi penuh harap.

"Ehhmmm...., kalau sampai malam sih....," kata Nia yang segera di potong Sachi.

"Ikut aku ke tempatku, OK?" tawar Sachi.

"Terus temen aku gimana mas?" tanya Nia menggoda.

"Ajak sekalian, kita pesta malam ini!" kata Sachi.

Senyum muncul di wajah Nia.

Dengan gerakan yang cepat dia mendorong tubuh Sachi hingga berbaring dilantai dan memposisikan bagian bawah tubuhnya tepat di penis Sachi yang mengacung tegak. Dan...

Jleeeeeebbbbbbbbb....!

"Aaggghhhhhhh massss!" Desah kenikmatan terdengar dari mulut Nia ketika dengan satu kali hentakan vaginanya menelan penis kekar Sachi.

"Uuughhhhh Niaaa!" Jerit Sachi ketika penisnya masuk ke celah basah yang terasa meremas penisnya dengan sangat nikmat."Pelan-pelan Nia, keburu keluar entar...," lanjut Sachi merasakan remasan yang begitu nikmat didalam sana.

Nia tersenyum puas merasakan kekar batang penis yang terasa hampir memenuhi vaginanya bahkan mungkin sampai mentok di mulut rahimnya. Pandangan matanya senang melihat ekpresi kenikmatan di wajah Sachi dan ketika pandangan matanya terangkat, Nia kembali tersenyum misterius.

Entah karena dia tahu ada sepasang mata yang menonton persetubuhan mereka dari balik kain atau karena ada alasan lainnya...

"Yakin nanti bisa ngadepin temen aku mas?" goda Nia sambil pinggulnya mulai bergerak ringan mengocok dan mengulet penis Sachi.

"Ehhhh....Harus bisa, Nia pelaaaaninnnn...," kata Sachi sambil berusaha memegang pinggang Nia.

"Eeghghhmm..Hmmmm.. Kalau diginiin tahan gak mas?" kata Nia sambil menggerakkan pantatnya dengan liar, maju mundur, menggeol kekanan dan kekiri, dari pelan semakin cepat...semakin cepat...

"Ahhh...Nia... Mas gak tahannnn....lagi...," erang Sachi merasakan sesuatu mulai mengumpul dibawah sana.

"Barengan masssss, didalem aja!" pinta Nia sambil badannya semakin liar menari diatas badan Sachi, serasa hendak mengeluarkan benih-benih milik Sachi.

"Niiaaaaaaaaaa...!" Teriak Sachi tak lama kemudian.

"Iyyya maasssss!" Nia hanya bisa mendesah nikmat ketika cairan hangat itu menabrak dinding-dinding vaginanya, bercampur dengan cairan yang keluar dari vaginanya sendiri.

Dan bughhh....

Tubuh nia menelungkup diatas tubuh Sachi yang bermandikan keringat. Desah nafas mereka bersahutan mengisi ruangan kecil itu. Pandangan Nia menghadap keluar dan senyum menghiasi mulutnya ketika melihat sebuah tangan bergerak cepat menggesek sesuatu diluar sana.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Sayang, makan dulu, ngapain baca koran lama lagi?" kata seseorang lelaki yang badannya masih cukup tegap terlihat diusianya yang sudah melewati 35 tahun.

"Sebentar mas, masih baca-baca ini ini lagi dikit," kata wanita yang dipanggil sayang tadi dengan ekpresi serius.

"Kenapa buka koran itu lagi ma?" tanya lelaki itu sambil duduk didekat wanita yang masih asyik membaca berita di salah satu koran yang merupakan rekanan dari MSC TV. MSC Pos.

"Iseng aja pa," sahut wanita itu sambil membuka sebuah koran MSC POs yang bertanggal tiga tahun lalu.

Si suami mendekat dan ikut membaca berita yang ada di koran itu :

KEBAKARAN HEBAT DI GUDANG ALFA MEDIKA

Jakarta. Kebakaran hebat kembali terjadi di ibukota. Setelah kemarin kebakaran terjadi di perusahaan G-Team, hari ini kembali terjadi kebakaran hebat yang melanda sebuah perusahaan farmasi terkemuka di Indonsia, Alfa Medika.

Kebakaran terjadi di pinggir kota Jakarta yang menghanguskan dua buah bangunan yang hendak difungsikan sebagai gudang oleh Alfa Medika. Api melalap kedua bangunan itu sehingga rata dengan tanah. Diduga, api itu terjadi karena arus pendek listrik.

Polisi membenarkan adanya dugaan kebakaran terjadi karena arus pendek listrik, walaupun pemeriksaan belum memasuki tahap akhir. Sementara itu, masyarakat diminta lebih berhati-hati dalam memasang instalasi listrik dirumah mereka sehingga kejadian seperti ini tidak terjadi lagi.

Direktur perusahaan listrik juga diminta untuk lebih menggalakkan program listrik sehat sehingga pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan komponen listrik lebih terawasi.
"Hmmmmmm...," wanita itu hanya bisa menarik nafas panjang membaca berita itu, kemudian mengambil koran dari TOP NEWS. Si suami hanya bisa memandang kelakuan istrinya sambil tersenyum lebar. Sudah terlalu biasa dia melihat istrinya kalau sudah fokus pada sesuatu tidak akan mempedulikan sekitarnya.

KEBAKARAN DI GUDANG ALFA MEDIKA
Kecelakaan apa disengaja?

Sebuah kecelakaan lain kembali terjadi di pinggir kota Jakarta, tepatnya di perusahaan Alfa Medika. Kebakaran itu terjadi pada dua buah bangunan baru yang hendak difungsikan sebagai gudang oleh Alfa Medika. Penyebab kebakaran belum diketahui dan polisi juga belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kecelakaan ini.

Tapi dari informasi yang TOP NEWS dapat, sebelum kebakaran, beberapa saksi mata mendengar ledakan keras sebelum kebakaran terjadi dan dua buah mobil warna hitam terlihat keluar dari belakang gudang. Hal ini menimbulkan beberapa desas desus di masyarakat kalau kebakaran ini bukan murni kecelakaan.

Tim TOP NEWS yang berusaha menghubungi manajer dari Alfa Medika belum mendapatkan tanggapan.

Alfa Medika dan G-Team.
Selain itu tim kami juga berhasil mendapatkan informasi kalau Alfa Medika dan G-Team sekarang merupakan mitra kerja dalam suatu proyek. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan, apakah kebakaran yang terjadi di kedua tempat ini tidak merupakan suatu bentuk sabotase?

Kecelakaan Mobil di dekat gudang Alfa Medika
Sebuah kecelakaan yang melibatkan sebuah mobil berwarna hitam terjadi didekat lokasi gudang Alfa Medika. Kecelakaan itu merupakan kecelakaan tunggal karena kondisi jalan yang dilaporkan licin. Dalam kecelakaan itu terdapat seorang korban jiwa dan seorang lagi mengalami koma dan saat ini masih dirawat di rumah sakit.
"Hufffttttt...," wanita itu menghembuskan nafas panjang membaca berita yang sedikit berbeda di koran itu.

"Kenapa Anisa?" tanya suaminya sambil membelai ringan rambut istrinya yang sekarang terlihat mengerutkan keningnya.

"Ada sesuatu yang rasanya keliru mas, tapi aku belum menemukannya, hufffttt...," jawab Anisa sambil meletakkan koran yang dibacanya disebuah boks khusus. "Ayo makan mas, ibu dimana?"

"Ibu masih mandi tadi Nis, ayo kita tunggu di ruang makan," ajak suaminya ramah.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Mas, saya gak punya uang untuk bayar ongkos taksinya," kata Ratih dengan nada manja.

Si sopir taksi hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebelum akhirnya dia berkata.

"Wah, gimana ya mbak? Gak bisa ambil dari villanya mbak?" tanya si sopir taksi memastikan.

"Jauh kesana mas, atau boleh bayar pakai ini mas?" kata Ratih yang membuat si sopir taksi berbalik dan menarik nafas karena terkejut.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
Bagaimana tidak terkejut?

Terlihat Ratih mengangkat kaos yang dikenakannya sehingga dua buah benda kenyal itu menggantung bebas tanpa penutup lagi. Apalagi, mimik muka Ratih yang terlihat begitu haus akan sentuhan lelaki itu begitu menggoda.

Suasana malam yang gelap di sekitar taksi dan suara hewan malam yang mengalun pelan terasa begitu eksotis. Bertiga dengan dua orang wanita yang sudah dewasa, satu setengah telanjang, otomatis membuat nafsu si sopir naik dengan cepat.

"Eh..., itu...itu...," si sopir terlihat bingung dengan tawaran yang diberikan oleh Ratih.

"Atau mau nambah dengan yang dibawah ini mas?" kata Ratih sambil tangan kanannya menunjuk kearah selangkangannya. Selangkangan yang sekarang terlihat dihiasai bercak-bercak cairan!

"Kalau masih kurang, mau nambah dengan yang ini?" goda Ratih sambil meremas payudara Erlin dari balik kaosnya.

"Mbak!" kata Erlin dengan malu melihat kelakuan bosnya itu.

"Ehh...," kata si sopir taksi mulai terpancing

"Ayolah mas," rayu Ratih sambil bangkit dari tempatnya dan mendekat kearah si sopir yang terpana melihat dua buah benda kenyal yang sekarang begitu dekat dengan dirinya. Maju beberapa senti saja akan membuat lidahnya bisa menjangkaunya.

Dengan pandangan terfokus pada dua buah benda kenyal yan ada didepan matanya itu, si sopir taksi tak sadar kalau ada sepasang tangan yang menggeranyangi resleting celananya.

"Wooowwww!" seru Ratih terkejut melihat ukuran benda yang ada di balik celana si sopir taksi. Tangannya dengan lembut membelai ular besar yang perlahan menggeliat merasakan sentuhan manja Ratih.

"Erlin, lihat ini! Ini pasti bisa ngegaruk punyamu yang gatal!" kata Ratih sambil beringsut kesamping sehinnga Erlin bisa melihat ular besar yang sudah mengeras dan panjang itu. Mata Erlin memandang terpesona pada benda yang dipegang bossnya. Tak terasa dia menelan ludahnya membayangkan jika benda itu bisa memasuki celah-celah yang gatal di tubuhnya.

Sambil tersenyum melihat ekspresi Erlin, Ratih mendekatkan tubuhnya kearah benda yang begitu menggodanya dari tadi ketika...

"Ayo goyang dumang
Biar hati senang
Pikiranpun tenang
Galau jadi hilang
Ayo goyang dumang
Biar hati senang
Semua masalah jadi hilang"
"Uuuhhhh.... siapa sih....!" omel Ratih ketika handphonenya berbunyi dengan keras. Dengan malas dia mengambilnya dan mulutnya yang dihiasi lipstik tipis cemberut ketika melihat nama Dewi Es di layarnya.

"Halo...," sapa Ratih dengan malas.

"Halo ma, tidak lupa dengan makan malam kali ini kan?" tanya suara diseberang sana langsung bertanya pada Ratih.

Plok!

Suara tangan kanan Ratih yang menepuk dahinya terdengar. Ratih buru-buru menjawab.

"Tentu saja tidak sayang, ini mama mau mandi dulu, tunggu disana sama papa yah..., byeee...," kata Ratih sambil menutup teleponnya.

"Kenapa mbak?" tanya Erlin melihat ekspresi kecewa bossnya.

"Aku ada makan malam sekarang, untung diingetin si es, kalau gak..., wah..., habis aku dimarahan Mas Roy," kata Ratih sambil merapikan kaosnya. "Gak jadi dapet ular gede deh...," kata Ratih sayu sambil memandang penis yng masih terlihat begitu besar itu.

"Eh mas, minta nomer teleponnya dong, nanti kalau perlu aku bisa hubungi mas...!" Kata Ratih gembira seperti anak kecil yang dikasi hadiah yang disukainya.

"Eh, ini mbak," kata si sopir taksi sambil mengatakan nomer teleponnya yang segera dismpan oleh Ratih.

"Erlin, kalau mau, nih ularnya buatmu, tapi jangan dihabisin ya, hihihi," kata Ratih sambil turun dari taksi dan tersenyum mesum kearah Erlin yang terlihat menggesek-gesekkan kakinya dengan samar.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Wanita itu memandangi tubuhnya yang polos di depan cermin. Tubuhnya yang mulus di bagian depan akan membuat setiap orang yang memandangnya berdecak kagum. Bagaimana tidak? Dengan sepasang payudara yang menggantung dengan indahnya, turun ke perut yang rata dan paha yang membulat. Sementara itu area pribadinya bersih dan mulus, hanya sebuah tatoo kecil yang menghiasi tepat dibagian atas area itu.

Wajah wanita itu khas wanita yang sedang mekarnya, bibir tipis yang dilengkapi dengan lesung pipit yang manis dipipinya dan muka yang belum ada kerutannya. Namun mata itu, mata yang memancarkan bahwa pemiliknya sudah cukup merasakan asam garam kehidupan. Mata yang sekarang melihat kearah ranjang yang berisi dengan beberapa barang yang akan membuat yang melihatnya mengerutkan keningnya.

Dengan tersenyum tipis wanita itu mengenakan celana dalam sutra warna hitam yang hanya bisa menutupi sedikit area terlarangnya. Dilanjutkan dengan mengenakan bra dengan warna senada yang menutupi payudaranya yang tidak terlalu besar. Kembali wanita itu mematut dirinya di cermin.

Dengan pelan dia memutar tubuhnya yang putih mulus dan helaan nafas pelan terdengar ketika dia melihat bekas-bekas luka di punggungnya. Bekas luka yang sudah cukup lama ada disana. Luka yang tidak begitu mempengaruhi kecantikan dan kemulusan tubuhnya, namun, tentu saja membuat si pemilik tubuh tidak puas dengan keadaan itu.

Dengan langkah pelan dan tegas, wanita itu mengenakan sebuah seragam warna putih. Seragam yang ada logo sebuah rumah sakit di bagian dadanya. Terakhir dia mengenakan sebuah name tag yang bertuliskan Puspa didadanya.

Kembali untuk kesekian kalinya wanita itu melihat dirinya di cermin. Setelah merasa penampilannya rapi, perlahan dia memebereskan barang-barang yang ada di atas ranjangnya dan menaruhnya disebuah boks yang kemudian diletakkannya dalam lemari.

Klikk...

Suara kunci yang diputar pada lobangnya terdengar kemudian tangan mungilnya mengambil anak kunci itu dan menaruhnya ditas. Puspa kemudian keluar dari kamar berukuran 3x4 meter yang dilengkapi dengan sebuah kamar mandi di pojok ruangan. Sebuah ruangan standar untuk kos-kosan di daerah ibukota.

Kriiieetttt....

"Eh Mbak Puspa, bikin kaget aja," sapa seorang wanita yang mengenakan celana jeans yang lumayan ketat dan kemeja yang sedikit kedodoran, wajahnya tertutupi poni rambutnya yang berantakan.

"Emang kenapa Tri? Keringetan gitu?" tanya wanita yang dipanggil Puspa sambil memperhatikan Putri yang wajahnya sedikit berkeringat dan terlihat sedikit tersengal.

"Iya nih mbak, motorku ngadat lagi tadi, jadinya dorong tuh motor sampai bengkel didepan, ya gini deh jadinya," jawab Putri sambil meniup helai rambut poninya yang nakal dan menutupi wajahnya. "Tugas malam mbak?" tanya Putri sambil melihat pakaian Puspa.

"Iya nih, mbak berangkat dulu ya, udah telat nih," kata Puspa sambil tersenyum dan melangkah menjauh meninggalkan Putri yang memandangi kepergian Puspa dengan kagum. Iya kagum, sebagai sesama wanita dia bisa merasakan aura kepercayaan diri yang tinggi dan juga kecantikan alami yang dimiliki oleh Puspa, walaupun terkadang, dia merasa Puspa menyimpan beban didalam hatinya.

Tapi wajah itu..., ah..., mungkin perasaanku saja..., pikir Putri sambil beranjak ke kamarnya. Diambilnya kunci kamar dari dalam kantongnya ketika pintu kamar terbuka dan...

"Eh Put, aku berangkat dulu ya, telat nih," kata seorang wanita dengan rambut hitam sepundak yang mengenakan rok hitam ketat diatas paha dan blouse putih yang juga ketat, yang memegang pintu kamar dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya berusaha memasukan sebuah highheel kedalam kakinya yang kecil.

"Eh, Rin, jangan pergi dulu....," tegur Putri kepada Karin yang hendak berjalan menjauh.

"Kenapa Put, telat nih?" kata Karin sambil memandang Putri dengan tangan berusaha merapikan rambutnya.

"Yakin mau kerja dengan satu stocking seperti itu?" tanya Putri sambil berusaha menahan tawanya.

"HAH...!???" kata Karin sambil memandang kearah kakinya yang jenjang dan melihat kalau hanya kaki kanannya saja yang dibalut oleh stocking transparan.

"Waduh! Apesnya diriku!" kata Karin sambil berlari masuk kedalam kamar dan mencari stockingnya di dalam lemari. Putri hanya bisa menggelengkan kepala ketika dengan cueknya Karin mengangkat roknya hingga celana dalam nya kelihatan lalu mengenakan stocking yang baru ditemukannya.

"Eh, sorry ya, kacau nih hihihi...," kata Karin sambil berlari keluar, meninggalkan Putri yang kembali hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah polah Karin. Sambil tersenyum Putri menaruh tas di atas ranjang dan mulutnya yang tadi tersenyum sekarang berubah cemberut.

Bagaimana tidak???

Pakaian kotor berserakan diatas ranjang menutupi laptop yang masih menyala. Tidak cukup sampai disana, bungkus cemilan dan sisa-sisa cemilan juga berserakan. Dengan menggelengkan kepalanya Putri membereskan semua kekacaun itu ketika dengan tak sengaja tangannya menyentuh tombol keyboard di laptop dan wajah Putri memerah melihat layar laptop yang masih menampilkan adegan persetubuhan antara dua orang wanita dan seorang pria!

Dengan wajah yang masih memerah Putri mematikan laptop dan memindahkannya ketika matanya melihatnya! Sebuah celana dalam berwarna putih dengan bercak basah ditengah-tengahnya!

KARRRRIIIIINNNNN!

Dengan sebelah tangannya Putri mengambil kain kecil itu. Aroma khas tercium dari bercak basah yang mengotori kain itu.

"Dasar! Pasti habis gituan tu anak!" pikir Putri sambil menuju ke keranjang cucian dan meletakkan kain yang beraroma cukup menyengat itu disana.

Sebagai seorang pramugari, Karin bisa dibilang cukup selengehan dalam penampilannya. Yang menjadi faktor utamanya, mungkin, karena kemalasannya. Namun itu semua tertutupi oleh sikap ramah dan easy goingnya, walaupun terkadang cukup kebablasan. Sebagai rekan sekamarnya, Putri cukup tahu mengenai kehidupan seksual rekannya. Terkadang dia juga iri dengan mudahnya Karin mendapatkan pacar atau teman satu malam.

Yang menjadi masalah, Karin sering membawa rekan tidurnya ke kos. Memang itu dilakukannya ketika Putri sedang bekerja atau tidak berada di dalam kos. Namun tetap saja, sisa-sisa pertempuran Karin masih bisa dirasakan bahkan tak jarang Putri yang membersihkannya.

Putri membuka kemeja dan celana panjangnya. Hanya dengan menggunakan bra dan celana dalam putih saja dia duduk di pinggir ranjang. Tangan kanannya kemudian terulur kebelakang dan tak berapa lama kemudian sebuah bra tersampir di ranjang. Tangan itu kemudian turun kebawah dan secarik kain warna putih terhempas diujung ranjang.

Dengan tubuh polos Putri menikmati empuknya kasur dan tak berapa lama dia tertidur dengan lelapnya.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Nada dering dari grup band Nuah terdengar di handphone wanita yang mengenakan seragam pramugari itu.

"Halo Da, kenapa?" sapa wanita yang mengenakan seragam pramugari itu ketika melihat layar teleponnya.

"Rin, gantiin aku ya? Pacarku ngajak liburan ke Bali nih, tiba-tiba lagi, padahal aku ada bookingan jam sembilan malam," suara centil dari rekannya Ida terdengar.

"Wah, aku ada schedule malam ini, gimana ya Da?" kata Karin bingung. Tawaran booking yang biasanya diterima Ida sungguh sayang dilewatkan. Sudah jadi rahasia umum, kalau ada pesawat-pesawat pribadi yang memerlukan layanan spesial dalam penerbangannya. Ida dan Karin sudah saling mengetahui kalau masing-masing merupakan type easy going yang mau menemani para lelaki yang kesepian di pesawat-pesawat pribadi itu, tentu saja, dengan fee yang tidak sedikit.

"Udah aku urus sama Mas Reno, yang penting kamu gantiin aku, feenya gede loh, aku sms alamatnya ya?" tanya Ida.

"OK deh Da, aku sendirian nih?" tanya Karin memastikan.

"Iya Rin, mandi spesial dulu ya, soalnya ada request sandwich, hihihi...," kata Ida cekikian sambil menutup telepon.

Tak berapa lama sebuah sms masuk ke handphone Karin. Karin memandangi handphonenya dan tersenyum melihat isi sms Ida.

Hmmmmm..., mesti siap-siap nih...

Karin memutar badannya dan berbalik menuju kearah kosnya. Sekitar sepuluh menit kemudian Karin sampai didepan pintu kosnya dan tangannya mengambil anak kunci dari tas yang dibawanya.

"Eh, gak dikunci? Oh iya, Putri kan didalam," kata Karin sambil membuka pintu.

"Put...triii...," kata Karin, sedikit tergagap melihat tubuh polos Putri yang ada diatas ranjang. Dadanya naik turun dengan teratur, menyiratkan dia sedang tertidur dengan tenangnya.

Sebuah ide gila muncul di kepala Karin dan dengan senyum misterius dia menuju kepintu dan menguncinya sebelum menghampiri tubuh Karin di ranjang.

Chap 3
Final Masquarade.
Part 1


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Eh, gak dikunci? Oh iya, Putri kan didalam," kata Karin sambil membuka pintu.

"Put...triii...," kata Karin, sedikit tergagap melihat tubuh polos Putri yang ada diatas ranjang. Dadanya naik turun dengan teratur, menyiratkan dia sedang tertidur dengan tenangnya.

Sebuah ide gila muncul di kepala Karin dan dengan senyum misterius dia menuju kepintu dan menguncinya sebelum menghampiri tubuh Putri di ranjang.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Hihihihi...., ne anak kalau molor bom meledakpun gak akan kerasa," kata Karin sambil memperhatikan hasil kerjanya.

Dengan tersenyum ringan, Karin pun mandi dan mempersiapkan bagian tubuhnya sesuai pesanan Ida. Kemudian dia mengenakan pakain juga sesuai permintaan Ida. Ketika sampai di pintu dia memandang kedalam dan tersenyum lebar melihat hasil kejahilannya.

Masih dengan tersenyum Karin menutup pintu dan mengirimkan sebuah SMS kepada satu-satunya lelaki yang ada di kos itu. Dengan bernyanyi kecil dia menunggu pintu gerbang dan melihat seorang lelaki penjaga warung disebelah yang setahu Karin juga bekerja sebagai satpam dan sering dimintai tolong oleh pemilik kosan untuk membantu mengawasi kos atau memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ada dikos, tersenyum kearahnya.

"Wah, gembira betul neng?" sapa lelaki itu dengan ramah.

"Iya nih Pak Paijo, dapet job bagus hari ini, hehehe...," kata Karin sambil berjalan menjauh.

Paijo hanya bisa mengamati goyangan pantat lembut dibalik rok pendek yang dikenakan Karin, yang perlahan menjauh sampai menghilang di tikungan jalan.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Uuuhhhhh.....! Kenapa mesti ada makan malam sih, padahal sayang ngelewatinnya, pasti si Erlin keenakan tuh disana," gerutu Ratih sambil menuju kedalam villanya. Security yang berjaga di depan tersenyum heran melihat kearahnya, sudah terlalu paham apa yang dilakukan majikannya di belakang sana. Walaupun dia sedikit heran, kalau bossnya main di belakang dan terlalu cepat.

Tanpa memperdulikan tatapan heran dai si security, Ratih terus berjalan ke dalam villanya dan tersenyum ringan kepada pelayan yang menyambutnya.

"Minta Pak Zed nyiapin mobil ya," kata Ratih lalu berjalan kelantai dua. Menuju kamar tidurnya, yang sayangnya, jarang ditempatinya bersama sang suami.

"Hufffttttt...," dengus Ratih sambil dengan sedikit tergesa membuka satu persatu pakaian yang melekat ditubuhnya hingga tak sehelai benang pun yang melekat ditubuhnya. Dengan langkah yang panjang dia melangkah kearah kamar mandi dan mulai membasuh tubuh mulusnya.

"Uuuffftttt, dingin.....," seru Ratih ketika air dingin itu mulai mambasahi tubuh mulusnya. Dengan sengaja dia memakai air dingin, berharap bisa meredakan gejolak nafsunya yang mulai bangkit tadi.

Setelah selesai mandi, Ratih melangkah kearah lemari yang ada diujung kamar. Dengan pelan dibukanya pintu lemari dan deretan gaun-gaun pesta dan pakain santai lainnya terlihat disana. Satu kesamaannya dari semua pakaian itu, semuanya merupakan brand yang terkenal dengan potongan yang ketat.

Setelah berpikir sejenak, pilihan Ratih jatuh kearah sebuah dress hitam ketat dengan bagian belakang berlobang membentuk seperti huruf U yang bagian atas sampai sedikit diatas pantat. Bagian depan dipakai seperti piama dengan tali yang mengikat dibagian samping. Belahan dibagian depan hanya cukup untuk menutupi puncak payudara Ratih saja sedangkan belahan disamping sampai di paha.

Sambil tersenyum puas Ratih memandang dirinya di cermin dan melanjutkan berhias. Ketika duduk, gaun itu tersingkap sehingga bisa terlihat kalau dibalik gaun itu Ratih sama sekali tidak mengenakan pelindung lagi.

Sepuluh menit kemudian Ratih berjalan turun di tangga dan tatapan pembantu wanitanya yang kagum atas pakaian yang dikenakannya menyambut dirinya.

"Mobilnya sudah siap didepan mbak," kata pembantunya.

Ratih hanya tersenyum dan mengangguk ringan kearah pembantunya itu lalu menuju ke depan villa. Disana sebuah mobil berwarna hitam sudah menunggu. Terlihat pak sopir, Zed, menunggu di samping pintu. Ratih tersenyum melihat Pak Zed menelan ludah ketika memandang dirinya.

Hihihi..., apa dia melihat punyaku ya? Pikir Ratih sambil membayangkan apakah orang-orang tahu kalau saat ini dia tidak memakai pakain dalam sama sekali.

"Malam mbak," sapa Pak Zed ringan sambil membukakan pintu mobil yang dibelakang.

"Malam pak, ke restoran yang biasa ya pak," kata Ratih sambil naik kedalam mobil. Saat naik dressnya tersingkap dan paha putih dan mulusnya terpangpang dengan jelas. Ratih sengaja perlahan masuk, sehingga pantatnya terkspos didepan mata sopirnya.

Dengan pelan, seolah malas untuk kehilangan pemandangan didepannya, Pak Zed menutup pintu mobil dan menuju kebelakang kemudi. Perlahan dia melirik melalui kaca tengah mobil dan matanya seolah melotot melihat majikannya duduk mengangkang sehingga belahan diantara pahanya terlihat jelas.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Suara desah nafas masih terdengar di ruangan fitting room itu. Tubuh Nia yang polos dan berkeringat masih menelungkup diatas dada bidang Sachi. Pandangan Nia masih terpaku pada sebuah tangan yang menggesek vagina milik si gadis penjaga stand!

"Masss..., ada yang lagi senang-senang sendirian diluar.hihihi..., " kata Nia sambil melirik kearah balik kain yang memisahkan ruangan itu dengan gadis itu.

Sachi melirik kearah luar dan tersenyum bersamaan dengan lenguhan kepuasan yang terdengar ditahan-tahan.

"Boleh dia juga diajak nanti malam mas?" Bisik Nia ditelinga Sachi.

"Hmmmm..., tentu...," sahut Sachi sambil tersenyum. Lelaki mana ayng menolak kalau teman seks nya bertambah. Apalagi kalau nanti mereka bisa main berempat, tentu sangat menyenangkan, pikir Sachi sambil berusaha bangkit. Terasa cairan vagina yang bercampur dengan sperma menetes dari vagina Nia, dan, ketika Sachi menoleh terlihat vagina Nia yang merekah masih meneteskan cairan ke lantai. Begitu seksi, begitu menggoda.

"Ayo Nia, mas ada acara sekarang," kata Sachi sambil mengenakan pakaiannya.

"Ihhhhh.... massss...., masih netes gini....," kata Nia sambil menunjuk kearah vaginanya. Terlihat lelehan cairan di pahanya yang jenjang.

"Tunggu bentar Nia," kata Sachi sambil melangkah keluar fitting room, terdengar suara percakapannya dengan gadis penjaga stand. Bisa terdengar tawa cekikikan dari gadis itu dan tak lama kemudian Sachi masuk sambil membawa tissu.

Setelah membersihkan vaginanya dengan menggunakan tissu dan merapikan pakaiannya, yang tentu saja tidak bisa tidak masih terlihat bekas persetubuhan disana. Nia kemudian keluar mengikuti Sachi.

"Ayo Nia, nanti kita tunggu kawan cantik kita ini di apartemenku, sekarang ayo kita temui temanmu di food center," kata Sachi ketika mereka bertiga didalam stand pakaian itu. Diiringi dengan pandangan geli dari si penjaga stand mereka keluar dan menuju ke food center.

Pandangan kesal dan mulut yang cemberut menyambut mereka ketika mereka tiba di food center. Nia hanya bisa memandang kearah Sachi dan tersenyum.

"Sisca, lama ya nunggunya," goda Nia sambil berjalan mendekat.

"Gak kok mbak, singkat banget malah," kata Sisca dengan wajah yang masih cemberut.

"Hihihi..., gini, mas Sachi mau ngajak kita main ke apartemennnya, mau gak?" tanya Nia to the point.

"Dapet apa kalau maen kesana?" tanya Sisca usil.

"Nah lo..., dapet apa kalau kesana mas?" tanya Nia sambil tersenyum simpul.

"Hahaha..., kalian jujur sekali," kata Sachi sambil mengambil sesuatu dari dalam dompetnya. "Ini kartu member VIP disini, beli apa deh yang kalian suka, kalau bisa si, yang seksi-seksi," kata Sachi sambil nyengir, mesum.

"Oh iya, aku ada meeting sampai jam 9 malam, kalau dah mau ke apartemen, tanya aja security didepan, bilang mau ke apartemenku dan minta dianterin si Caezar. Aku meeting dulu ya, girls, be ready," kata Sachi sambil mengedipkan matanya.

"Oke mas," kata Nia dan Sisca serempak.

Andai Sachi tidak langsung meninggalkan mereka, mungkin dia akan melihat kalau Nia dan Sisca saling pandang dan tersenyum . Senyum yang misterius.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Halo pa, lama nunggu aku ya?" ujar Ratih ketika akhirnya dia sampai di restoran langganan keluarga mereka. Dengan langkah yang pelan dia mencium pipi suaminya yang yang berbeda usia cukup jauh dengan dirinya.

Suaminya sedikit terpana melihat pakaian istrinya, apalagi saat tadi istrinya menunduk, terlihat payudaranya menggantung bebas tanpa ada yang menyangga. Ketika Ratih berjalan ke kursinya, dan menyilangkan kakinya dengan anggun, sekilas dia juga bisa melihat kalau istri keduanya itu tidak mengenakan apa-apa dibawah sana.

Untungnya, restoran langganan mereka ini menyediakan ruangan khusus atau VIP seperti yang mereka tempati sekarang, sehingga kenakalan Ratih sekarang ini tidak menjadi konsumsi publik. Walaupun, saat berjalan ke lantai dua tempat makan ini, entah sudah berapa pasang mata yang menikmati pemandangan itu!

"Loh, kok malah pada bengong sih?" Kata Ratih melihat suami, anak tiri dan kakaknya yang memandang dirinya dengan bengong. Hanya Zoul, pengawal pribadi suaminya yang pandangannya tidak begitu berbeda dari sehari-harinya. Dalam hati Ratih, terbersit rasa bangga melihat mereka memandang kagum seperti itu kearah dirinya, kecuali si pengawal tentunya.

"Ihhhh..., Vian sama Mas Roy kok pada diem sih...? Mas Sachi juga," kata Ratih manja.

"Ehhhmmm..., ayo kita pesan makanan dulu...," kata Roy, suami Ratih sambil mengambil menu dari meja. Pemandangan dari balkon lantai dua restoran ini sungguh indah di malam hari, dari sana mereka bisa memandang suasana malam ibu kota dengan cukup tenang. Letaknya cukup terpencil dan di seberang hanya ada beberapa bangunan yang menghalangi pandangan kedepan. Tak heran, hanya sedikit orang yang bisa memesan tempat itu.

Setelah semua memesan makanan, mereka kembali berbincang ringan. Terlihat Sachi dan Roy berbicara mengenai bisnis sedangkan Ratih mengobrol ringan dengan Vian, anak tirinya yang usinya tidak terpaut jauh dengan dirinya.

"Vian, papa mau mau meeting nanti, kamu pulang sama Om Sachi ya?" kata Roy kepada anak semata wayangnya, yang merupakan buah hubungannya dengan istrinya terdahulu. Terlihat pandangan yang penuh kasih di mata itu.

"Wah, malam-malam kok masih meeting aja mas? Kasian Vian entar...," tanya Sachi sambil menoleh kearah Vian. Gadis yang cantik namun dingin itu.

"Hahaha..., yah beginilah, bagaimana dengan usahamu? Ada kemajuan?" tanya Roy sambil memandang kearah Sachi.

"Lumayanlah mas, rencana juga mau buka mall lagi nanti mas," kata Sachi yang bertepatan dengan datangnya pesanan mereka. Sambil makan, Roy memandangi istrinya yang mengenakan pakaian yang sangat menggoda malam itu. Sebuah ide muncul di kepalanya.

Sementara itu, ketika yang lain sibuk menikmati makanannya masing-masing, Ratih hanya bisa menahan rasa lapar yang berbeda. Mulutnya yang lagi satu berkedut ringan, menahan rasa gatal yang mendera sedari melihat ular besar si sopir taksi.

Hanya sedikit makanan yang bisa ditelan Ratih selama makan malam itu berlangsung. Konsentrasinya hanya pada rasa lapar yang lain. Ketika dia melirik kearah suaminya, terlihat senyum simpul di mulut suaminya. Ratih mengedipkan matanya, memberi isyarat kepada suaminya yang membalas dengan suatu kedipan ringan.

"Mas, kalau tidak ada yang lain, aku pulang duluan ya?" kata Sachi ketika mereka sudah menyelesaikan makan malam mereka. Di benak Sachi, sudah menunggu dua atau tiga hidangan lain yang tentunya lebih menyenangkan dari makan malam ini.

"Tidak ada, kamu antar Vian kerumah ya?" kata Roy sambil tersenyum simpul. Senyum yang dimaklumi oleh Sachi.

"Oke mas, Vian, ayo pulang sama om, Ratih, nikmati malamnya ya," kata Sachi sambil mengedipkan mata ringan kearah Ratih yang dibalas dengan rona wajah memerah dari Ratih.

Vian yang tak banyak bicara malam itu, sama seperti malam-malam sebelumnya, mengikuti kepergian Sachi. Zoul membukakan pintu ruangan dan menutupnya ketika Vian sudah berjalan cukup jauh.

"Zoul, jaga didepan, jangan ganggu kami sampai kupanggil," kata Roy sambil tersenyum kearah Ratih. Sambil mengangguk, Zoul menuju kebalik pintu dan menutupnya dibelakang punggungnya.

Pandangan Roy berubah menjadi lapar ketika memandang Ratih yang terlihat begitu menggoda malam ini.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Kenapa mbak?" tanya Erlin melihat ekspresi kecewa bossnya.

"Aku ada makan malam sekarang, untung diingetin si es, kalau gak..., wah..., habis aku dimarahan Mas Roy," kata Ratih sambil merapikan kaosnya. "Gak jadi dapet ular gede deh...," kata Ratih sayu sambil memandang penis yng masih terlihat begitu besar itu.

"Eh mas, minta nomer teleponnya dong, nanti kalau perlu aku bisa hubungi mas...!" Kata Ratih gembira seperti anak kecil yang dikasi hadiah yang disukainya.

"Eh, ini mbak," kata si sopir taksi sambil mengatakan nomer teleponnya yang segera dismpan oleh Ratih.

"Erlin, kalau mau, nih ularnya buatmu, tapi jangan dihabisin ya, hihihi," kata Ratih sambil turun dari taksi dan tersenyum mesum kearah Erlin yang terlihat menggesek-gesekkan kakinya dengan samar.


Erlin memandang kepergian bossnya dengan sedikit bingung, apa yang akan dilakukannya sekarang?

Dengan wajah memerah dia memandang penis dengan ukuran diatas rata-rata yang sekarang mengacung tegak didepannya.

Dan seperti biasa, pada akhirnya, nafsu jua yang berbicara.

Ketika baru saja Erlin hendak bangkit dan menghampiri batang yang keras itu ketika terdengar suara panggilan dari belakang taksi. Dengan terburu-buru si sopir taksi memasukkan batang kejantanannya kedalan sarangnya. Sementara itu Erlin terduduk dengan kecewa.

"Ohhhh..., Mbak Erlin, saya kira siapa, nunggu Mbak Ratih ya?" sapa si security sambil melongok kedalam taksi.

"Iya mas, tapi diminta berangkat duluan nih, mari mas," kata Erlin kepada si sopir taksi dan si security.

Dengan suara pelan, taksi itupun melaju melewati jalan kecil itu menuju keluar villa. Dengan nafsu yang masih menggantung, Erlin hanya bisa tertunduk pasrah.

"Mbak, mau kemana sekarang?" tanya si sopir taksi memecah kesunyian.

"Eh, mas tau dimana kira-kira ada kos-kosan yang murah mas? Saya mau nyari kos-kosan nih," tanya Erlin teringat dengan keadaan dirinya setelah keluar dari G-Team. Dengan gaji yang diterimanya sekarang sebagai sekretaris, namun dengan gaya hidup yang mengikuti bossnya, kosnya yang lama terasa cukup mahal. Dia ingin mencari tempat tinggal yang lebih murah.

"Wah, kebetulan ditempat kos saya masih ada kamar kosong lagi satu mbak, kalau mbak berminat, bisa coba liat, tapi yah, standarnya mungkin tidak sesuai dengan mbak," kata si sopir taksi memberikan saran.

"Asal bisa tidur aja mas, gak apa-apa kok," kata Erlin sambil tersenyum ringan."Eh, namanya siapa mas?"

"Nama saya Rangga mbak," kata lelaki itu sambil tersenyum.

Sementara itu, sebuah SMS masuk kedalam handphone Rangga dan terlihat dia mengerutkan kening sambil tersenyum ketika membacanya.

Sekilas Erlin seperti pernah melihat wajah itu, tapi dia lupa kapan dan dimana.

Ehh, seperti...


Chap 3
Final Masquarade.
Part 2


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Asal bisa tidur aja mas, gak apa-apa kok," kata Erlin sambil tersenyum ringan."Eh, namanya siapa mas?"

"Nama saya Rangga mbak," kata lelaki itu sambil tersenyum.

Sementara itu, sebuah SMS masuk kedalam handphone Rangga dan terlihat dia mengerutkan kening sambil tersenyum ketika membacanya.

Sekilas Erlin seperti pernah melihat wajah itu, tapi dia lupa kapan dan dimana.

Ehh, seperti...


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Mau sekarang saya antar ke kosan saya atau bagaimana mbak?" tanya Rangga sambil memperhatikan Erlin yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Oh..apa? Eh... besok aja deh mas...," kata Erlin tergagap.

"Ouwh, kalau begitu sekarang kemana mbak?" tanya Rangga lagi.

"Antar ke Jalan Rambutan no 5 ya mas," kata Erlin. Perlahan dia kembali memandang badan dan perawakan dari Rangga.

Mirip dia..., dan pandangan matanya itu juga... Tapi apa ini mungkin? Bukannya dia sudah...

Dengan seribu satu pikiran didalam kepalanya Erlin memandang keluar dari jendela taksi. Lampu kendaraan yang bagaikan hamparan kunang-kunang di rerumputan, melengkapi pemandangan malam.

"Mbak, sudah sampai...," kata Rangga pelan kepada penumpangnya yang terlihat melamun.

"Mbak...," ulang Rangga lagi.

"Eh...Eh...iya mas?" tanya Erlin yang terlihat tidak fokus.

"Sudah sampai mbak," kata Rangga lagi sambil tersenyum.

"Sudah sampai? Eh...Ouwh ya...," kata Erlin, tergagap malu dengan wajah yang bersemu merah. Dengan wajah yang menunduk dia melangkah keluar dari taksi dan mengambil uang sesuai dengan yang terlihat di argo.

"Terimakasih mbak," kata Rangga sambil menekan pedal gas dan taksi birunyapun kembali melaju dengan pelan. Dipandanginya sosok Erlin sampai tidak kelihatan lagi.

Erlina, kamu tidak banyak berubah...,

Pikir Rangga sambil menuju ke kosnya. Teringat akan isi SMS dari salah satu penghuni kosnya, dia tersenyum dan mengemudi dengan santai membelah padatnya jalanan.

Tidak lama kemudian dia sampai dikosnya dan menaruh taksi di disamping warung Paijo, dia melangkah menuju ke dalam kos-kosannya. Sebuah kos yang terdiri dari 3 lantai dan 6 kamar dimasing-masing lantai. Baru lantai 1 saja yang selesai dibangun, lantai dua baru selesai tembok nya saja sedangkan lantai 3 masih berantakan dan dijadikan tempat menjemur pakaian bagi anak-anak kos.

Lantai satu berisi 6 kamar yang masih menyisakan satu kamar kosong dipojok selatan. Kamar Rangga di pojok utara, bersebelahan dengan kamar seorang wanita yang bekerja di rumah sakit. Disebelah wanita itu ada dua orang wanita yang bekerja sebagai pramugari dan reporter. Sedangkan dua kamar lainnya berisi dua pasang suami istri yang jarang dia lihat.

Sesampainya didepan pintu kamarnya Rangga berhenti dan berpikir sejenak sebelum akhirnya dia melihat handphonenya dan menggelengkan kepalanya ketika membaca sms dari Karin, rekan kosnya.

Mas, nanti tolongin Putri ya, dia tak 'iket' di kamar.hihihi...Jangan sampe lupa ya
Masih sambil membaca sms di handphonenya dia menuju kedepan kamar Putri dan mengetuk pintunya.

Tok...tok...tok...

"Putri??" Panggil Rangga.

"Siapa?" Terdengar sahutan dari dalam, terdengar nadanya pelan, ragu dan takut.

Takut???

"Rangga..., eh aku dapet sms dari Karin, tapi rasanya aneh...," kata Rangga. "Kamu baik-baik saja kan? Kalau begitu aku pergi dulu ya..," kata Rangga lagi, paling ulah jail dari Karin saja. Pikir Rangga sambil hendak melangkah.

"Tunggu!" terdengar suara Putri, kali ni nadanya terdengar panik.

"Iya Put?" tanya Rangga bingung.

"Eh, masuk mas, Karin jahil, aku diiket...," terdengar nada memelas dari Putri.

"Aku masuk ya...," kata Rangga sambil membuka pintu dan sejenak dia tertegun melihat pemandangan didepannya.

Putri, dengan kedua tangan terentang dengan masing-masing terikat sebuah borgol didipannya, berbaring telentang diranjang. Tubuhnya tertutupi selimut tebal. Tampak sebuah kertas yang berisi tulisan di sebelahnya dan didekatnya, Rangga menelan ludah, sebuah bra dan celana dalam putih tersampir. Terlihat sedikit bercak dicelana dalam tersebut.

Jangan-jangan dia...,

Dan pikiran itupun semakin diperkuat dengan ekpresi ketakutan dari Putri. Sekilas Rangga membaca tulisan yang ada dikertas disebelah Putri.

"Tenang, kunci ada di 'bawah', nanti mas Rangga yang bakalan ambilin :P"
Dibawah itu jangan-jangan...

"Mas, ambilin kuncinya...," kata Putri dengan wajah merah padam dan menunduk, menghindari kontak mata dengan Rangga. Antara rasa malu dan keiinginan utnuk pipis mengabur dalam kepalanya.

"Dimana Put?" tanya Rangga, walupun dia sudah punya bayangan dimana tempat yang dimaksud.

"Disana mas," kata Putri sambil matanya melirik kebawah, kearah perutnya. Setelah melirik kebawah, terlihat dia menoleh kesamping dengan wajah yang merah padam.

"Maaf ya put," kata Rangga sambil perlahan menuju kearah Putri dan dengan tatapan mengarah ke muka Putri yang merah padam perlahan tangannya menyusup kebawah selimut dan mereka terkesiap.

Rangga terkesiap merasakan lembut kulit perut Putri yang seperti dugaannya tidak tertutup pakaian.

Putri terkesiap merasakan tangan Rangga yang menyentuh kulit telanjangnya. Tangan yang sedikit kasar dan terasa panas dibawah sana, apalagi ketika tangan itu meraba-raba dibawah sana, berusaha mencari kunci borgolnya.

"Bukan disana mas, dibawahnya lagi...," kata Putri sambil menggigit bibir bawahnya. Pandangan matanya mengawasi Rangga dengan tajam. Jari Rangga yang masih berada di atas perutnya mengirimkan sinyal-sinyal geli yang mau tak mau membuat selangkangannya sedikit membasah, selangkangan yang ada...

"Eh, disana?" tanya Rangga, tak sadar menelan ludahnya lagi. Jemarinya masih bisa merasakan kehangatan perut dan kelembutan kulit dibawah sana.

"Iya mas, awas jangan macam-macam mas!" kata Putri berusaha setegas mungkin, walaupun itu semua rasanya sulit.

Sambil menatap mata Putri yang memandangnya dengan tajam, dan terangsang.

Terangsang???

Perlahan tangan Rangga merayap kebawah, tangan itu berhenti ketika merasakan rambut kemaluan yang halus dan lebat dibawah sana. Perlahan kebawah lagi sampai menyentuh sesuatu yang kecil dan menonjol dan mengeras dibawah sana.

Rangga menelan ludahnya lagi.

Putri dengan nafas yang mulai berat dan memburu.

"Dibawahnya lagi mas," kata Putri sambil berusaha berkata senormal mungkin dan tidak mendesah ketika Rangga dengan tepatnya meraba klitorisnya!. Antara nafsu dan perasaan ingin pipis membuatnya tak bisa berpikir lagi.

Dilain pihak , jemari Rangga seolah enggan beranjak dari tonjolan itu dan ketika akhitnya jemarinya turun kebawah dia bisa merasakan kalau dibawah sana sudah basah!

Tangannya akhirnya menyentuh dinginnya logam pipih dibawah sana, namun ketika dia berusaha untuk menariknya, seperti terjepit sesuatu. Sambil mengernyit heran kearah Putri yang wajahnya semakin merah padam, Rangga menarik kunci borgol yang terjepit sesuatu dibawah sana.

"Eehhmmm....," desah pelan terdengar dari mulut tipis Putri ketika kunci itu terlepas. Ketika mereka memandang kunci itu, bisa terlihat kunci yang berkilat dengan gantungan yang berbetuk bola sebesar kelereng yang juga terlihat basah dan samar tercium aroma kewanitaan dari sana.

"Mas, cepetin buka...," kata Putri merasakan desakan untuk pipis yang semakin kuat.

Dengan pelan Rangga menuju kebagian atas ranjang dan membuka borgol-borgol yang mengikat tangan Putri. Ketika dia lewat disebelah kepala Putri, Putri bisa melihat tonjolan di celana Rangga!

Klik...

Borgol kedua terbuka dan dengan terburu-buru Putri berdiri dan berlari kekamar mandi dengan selimut menutupi bagian depan tubuhnya.

Dibelakangnya Rangga hanya bisa ternganga melihat tubuh bagian belakang Putri yang tidak tertutup ketika si empunya berlari didepannya. Pantat yang bergoyang dengan gemulainya itu ...

Sebuah pikiran lain melintas di kepala Rangga.

Darimana Karin dapat borgol-borgol itu dan buat apa???

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Vian yang tak banyak bicara malam itu, sama seperti malam-malam sebelumnya, mengikuti kepergian Sachi. Zoul membukakan pintu ruangan dan menutupnya ketika Vian sudah berjalan cukup jauh.

"Zoul, jaga didepan, jangan ganggu kami sampai kupanggil," kata Roy sambil tersenyum kearah Ratih. Sambil mengangguk, Zoul menuju kebalik pintu dan menutupnya dibelakang punggungnya.

Pandangan Roy berubah menjadi lapar ketika memandang Ratih yang terlihat begitu menggoda malam ini.


"Kenapa mas?" tanya Ratih sambil membasahi bibirnya dengan lidahnya yang merah menjulur.

"Mungkin ini saatnya makanan penutup?" kata Roy sambil berdiri lalu menghampiri Ratih yang masih duduk dengan mata yang menggoda. Ditariknya Ratih menuju pagar pembatas restoran dengan serambi. Dengan pantatnya bersandar di pagar, Tangan Roy menyibakkan gaun yang dikenakan Ratih dan terhamparlah vaginanya yang terlihat gemuk dan celahnya masih sempit dan basah.

"Hmmmm....., sudah basah sayang?" tanya Roy sambil berlutut dan lidahnya terjulur membelah celah sempit dan basah milik istrinya.

"Ahhhh...terus mas....," desah Ratih merasakan nikmatnya jilatan suaminya dibawah sana.

Tangannya tak sadar meremas rambut suaminya dan menekan kepala suaminya semakin dekat kearah vaginanya yang terus mengeluarkan cairan pelumas.

"Aaahhhh....Mas... cepetin...," pinta Ratih merasakan rasa geli dan gatal di vaginanya yang sedari sore sudah terangsang.

"Iyaahhhh...disitu mas.... disitu...kerasin mas...," desahan kenikmatan semakin keras terdengar seiring dengan aroma khas betina yang yang semakin menguar diudara. Apalagi ketika lidah yang kasar itu menyentil-nyentil daging kecil yang terletak disebelah atas itu. Teriakan dan desahan Ratih semakin menjadi. Tanpa sadar tangan Ratih menelusup kebalik gaun yang dikenakannya dan meremas payudaranya yang dihiasi puting yang mengeras.

"Mas...., masukin please...." pinta Ratih sambil merintih lirih, merasakan rasa gatal yang mulai menjalar di vaginanya yang minta disumpal dengan batang hangat dan keras.

"As you wish my lady...," kata Roy sambil berdiri dan membalik tubuh Ratih hingga pantatnya yang putih dan sekal menghadap kearah Roy yang mengeluarkan penisnya dari resleting celana panjangnya.

Plaakkkkk...plaakkkkk....

"Aaaaauuwwwww.... Massssss..... sakittt!" Rintih kesakitan terdengar dari mulut Ratih ketika dua buah tamparan mendarat di pantatnya dan dengan menggigit bibirnya dia menoleh kepada suaminya, kearah penisnya yang terlihat mengeras kaku keluar dari resletingnya.

Sambil meraba payudara istrinya yang menggantung dengan indah, Roy mengarahkan penisnya ke celah vagina yang sudah basah kuyup oleh ludah dan cairan vagina itu dan...

Jleeebbbbb...!

"Masssss......!"

Jeritan ringan Ratih ketika dengan sekali hentakan penis yang kaku itu melesak kedalam vaginanya. Sebelum sempat menyesuaikan diri dengan ukuran penis suaminya, penis itu keluar masuk dengan cepat di dalam vaginanya, menggaruk rasa gatal di relung-relung tersempit yang ada.

"Ahh... Aku mau keluar..!" dengus nafas Roy sudah mulai terdengar menderu ketika sekitar sepuluh menit dia memompa vagina sempit istrinya.

"Tunggu bentar mas...Aku dikit lagi!" kata Ratih ketika merasakan rasa gatal itu semakin mengumpul menjadi satu dibawah sana. Dengan tangan yang sekarang bertumpu pada pagar, Ratih menggoyangkan pantatnya dnegan liar, kekiri dan kekanan, atas dan bawah. Vaginanya bergerak liar menjemput penis suaminya yang mulai terasa membesar.

"Sayang...Aku dapet!"

"Aku juga mas!"

Teriakan mereka terdengar bersahutan yang diikuti dengan semprotan-semprotan sperma Roy didalam vagina Ratih. Keduanya berkeringat namun sama-sama merasa nikmat.

Roy mencabut penisnya keluar dan membersihkannya dengan tissu sebelum terduduk disalah satu kursi sambil memandang Ratih dengan paha yang masih bergetar ringan. Lelehan sperma dan cairan cintanya mengalir di pahanya sampai beberapa menetes dilantai.

"Sayang, aku ada meeting lagi sekarang, aku pergi dulu ya...," kata Roy setelah selesai merapikan diri. Menyisakan istrinya yang memandanginya dengan senyum puas.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Lelaki berpakaian hitam itu memandangi kepergian seorang lelaki yang meninggalkan seorang wanita sendirian bersandar di pagar sebuah restoran dari teropong yang digunakannya. Dia mengambil handphone dan mencatat waktu kedatangan serta kepulangan dari si lalaki yang sekarang baru saja meninggalkan ruang restoran.

Disebelah silelaki berpakaian hitam, sebuah senjata laras panjang terpasang dengan anggunnya, seolah menantikan seseorang menekan pelatuknya. Lelaki berpakaian hitam kemudian melihat dari balik senjata itu dan sambil tersenyum si lelaki berpakaian hitam mengirim sebuah sms dari handphonenya.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Neng Puspa, sudah selesai bersih-bersih dimana saja?" tanya seorang security kepada Puspa yang bekerja sebagai cleaning service di rumah sakit itu.

"Cuma di wing barat saja yang belum mas," senyum Puspa sambil berjalan melalui si security yang hanya bisa memandang kemontokan tubuhnya dari belakang.

"Sayang banget..., " gumam si security pelan.

"Sayang apa mas?" celetuk seorang suster yang mendengar perkataan si security.

"Eh kamu ngagetin saja, tuh, Neng Puspa, sayang banget cuma jadi cleaning service, udah cantik, orangnya baik dan ramah banget lagi," kata si security.

"Iya sih, cuma katanya dia lulusan SMP saja, makanya cuma bisa jadi cleaning service," jawab si suster. "Nah lo, mas naksir ya??? Hayo ngaku...." goda si suster kepada si security yang pura-pura diam tak mendengar perkataan si suster.

Sementara itu orang yang mereka bicarakan sudah jauh didepan. Dengan peralatan mengepel yang dibawanya, dia menuju kekamar yang berada di wing barat rumah sakit. Kamar demi kamar dibersihkannya dengan teliti. Sapaan dan godaan dari penjaga pasien sudah biasa diterimanya. Langkahnya sekarang terhenti di kamar no 303. Kamar seorang wanita yang terbaring koma sejak 3 tahun yang lalu.

Di papan nama tertera nama "Lidya", seorang wanita yang cantik dan terlihat tertidur dengan tenang. Dengan teliti dibersihkannya setiap sudut kamar, matanya yang teliti bisa melihat sebuah kamera tersembunyi di langit-langit kamar dan sabuah lagi di vas dekat jendela.

Mereka masih mengawasinya...

Pikir Puspa sambil melanjutkan mengepel kamar itu, yang sekarang kosong, biasanya pasien itu hanya dijenguk oleh seorang gadis di pertengahn 30an dan ibunya.

Sambil membawa peralatan mengepelnya, Puspa melangkah ke pintu dan disana dia kembali menoleh kedalam.

Cepat sadar kakak...

Chap 3
Final Masquarade.
Part 3



~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Uuuuhhhhh.. Kenapa lama sekali sih?" gerutu Karin sambil duduk disalah satu kursi di pesawat jet pribadi itu. Disebelahnya seorang pramugari lain duduk sambil memainkan rambutnya.

"Tunggu aja lagi bentar mbak, biasa, ngaret...," kata rekannya sambil memperhatikan detail rambutnya.

"Iya nih Cath, kalau gak bayarannya gede, tak tinggal dah.hihihi..., eh, kamu nerima special request juga gak?" tanya Karin blak blakan.

"Iya mbak..hehehe... Udah enak, dapet uang lagi, oh ya, mbak pakai seperti yang diminta gak?" tanya Cath yang terlihat sedikit tidak tenang saat duduk.

"Iya nih Cath..., ngeganjel gak?" tanya Karin.

"Banget mbak, abis aku jarang yang disana, hihihi..." kata Cath sambil berdiri dan melangkah kearah kokpit.

"Mau kemana Cath?" tanya Karin kepada rekannya.

"Kedepan mbak, pilot dan copilotnya ganteng lo, siapa tau bisa main sama mereka juga entar," kata Cath genit sambil melangkah. Pantatnya bergoyang pelan menuju kearah kokpit. Sementara itu Karin melihat keluar jendela, menunggu tanda-tanda penumpang yang memesan dirinya.

"Eh, gimana kabar Putri ya? Apa Mas Rangga sudah nolong dia? Tapi tadi pas masukin kuncinya.. Putri kan..., gimana kalau dia marah nanti ya?" gumam Karin sambil membayangkan keadaan Putri yang telanjang dan terikat dengan borgol. Ketika dia membayangkan kalau Rangga memperkosa Putri yang dalam keadaan terborgol, vaginanya meremang dibawah sana.

"Eh, Cath kok lama ya?" gumam Karin sambil melirik kearah kokpit. Terlihat disana Cath sedang asyik berbincang sambil melihat sesuatu di handphonenya.

"Kayaknya seru," kata Karin sambil melangkah kearah kokpit.

"Pada lihat apasih?" tanya karin didekat mereka.

"Ssstttt.... Sini kenalan dulu mbak, " kata Cath sambil menunjuk pilot dan copilot.

"Reda...,"

"Karin...,"

"Eno...,"

"Karin...,"

Dua kali Karin menyalami kedua pria berusia 30an itu. Keduanya memiliki wajah yang tampan.

"Tadi sibuk ngapain sih?" tanya Karin ketika tadimereka terlihat sibuk melihat sesuatu di tab si pilot, Reda.

"Eh, tadi liat...liat...," kata si pilot terbata-bata, dengan senyum bingung dia melihat kearah Cath.

"Wah, gak usah malu sama Mbak Karin, ini loh mbak, dari tadi lagi asyik baca-baca cerita panas di 64.237.43.94, " kata Cath sambil memperlihatkan sebuah halaman website yang berisi berbagai macam cerita panas dari berbbagai genre.

"Wah, seru tuh kayaknya, eh, siapa itu Badabik dan MekatukLover?" tanya Karin sambil menunjuk kearah dua buah user name yang sering komen di salah satu trit yang ada di forum itu.

"Eh, itu nick kami di sana mbak," kata Reda sambil tersipu.

Aduuuhhhhh... imut banget sih wajahnya... Jadi pengen liat, kalau lagi horny wajah imutnya itu jadi seperti apa ya?

Pikir Karin sambil memperhatikan pilot dan copilot yang masih berusia muda itu.

"Eh, boss datang...!" seru Reda sambil menunjuk keluar. Terlihat dari jendela dua orang lelaki berjalan kearah pesawat pribadi itu. Dengan segera Cath dan Karin menuju ke posnya masing-masing.

"Malam cantik, sudah siap untuk berangkat?" tanya salah seorang dari dua lelaki yang naik kedalam pesawat.

"Tentu pak," kata Karin dan Cath dengan ramah.

"Wah, ayo kita siap-siap...," kata lelaki itu dan rekannya sambil duduk disalah satu sofa yang ada didalam pesawat.

Setelah proses take on selesai, terlihat Cath dan Karin duduk disofa diatas pangkuan dua lelaki yang baru datang. Keduanya sama-sama masih mengenakan pakaian pramugari yang seksi.

"Wah,,, siapa ini Cath? Tumben sama kamu?" tanya lelaki yang lebih muda sambil memperhatikan Karin yang sedang duduk diatas lelaki yang lebih tua.

"Ihhhh... Mas jahat! Sudah sama aku, masih aja liat yang lain, emang ini belum cukup mas???" Goda Cath sambil membuka kancing seragam yang dipakainya sehingga payudaranya yang tertutupi bra warna hitam terlihat jelas menonjol keatas, seolah branya tidak cukup untuk menampung benda putih dan bulat itu.

"Rumput tetangga pasti kelihatan lebih enak sayang...," kata lelaki yang lebih muda sambil hidungnya menelusup ke lembah yang membentang di antara dua buah bukit yang begitu padat itu.

"Rumput yang mana mas? Aku gak punya rumput tuh...," goda Cath sambil berdiri untuk duduk mengangkang diantara paha lelaki yang lebih muda.

"Yang sana punya rumput gak Om Roy?" tanya lelaki yang lebih muda kepada lelaki yang lebh tua, Roy.

"Cantik, kau punya rumput dibawah sana?" tanya Roy kepada Karin yang sekarang mengangkang diatas pahanya. Roknya yang pendek tersibak keatas sehingga terlihat pahanya yang dibalut stocking transparan serta dihiasi garter belt warna hitam.

Sambil sedikit menunduk, Karin berbisik ketelinga Roy.

"Kenapa tidak om cek sendiri saja?"

Sambil tersenyum tangan Roy turun kebawah, kearah lapisan kain terakhir yang membalut vagina sempit sigadis. Tangan itu kemudian meraba-raba mencari rumput-rumput yang ada dibawah sana.

"Wah, yang ini gak ada rumputnya..., yang ada cuma parit sempit yang berair dan batu kecil yang keras,hahaha " tawa Roy merasakan liang yang sudah basah dibawah sana, yang semakin basah ketika jarinya dengan nakal mengusap-usap klitoris Karin yang sudah membesar.

"Sayang... Bisa ambilin air putih dulu?" tanya lelaki yang lebih muda sambil merogoh sesuatu dari dalam sakunya.

"Wah..., bisa ampe lemes neh mas...!" kata Cath ketika melihat benda di tangan lelaki yang lebih muda.

"Aku dan Om Roy dah minum tadi, kamu sama Karin minum juga, biar sama-sama kuat dan enak nanti, kalau yang didepan mau kasih juga mereka" bisik lelaki itu sambil memberikan 4 butir pil berwarna biru kepada Cath.

"Uhhhhh..... Curang... Masa banyakan cowoknya sih?" rengek Cath sambil menggesekkan belahan payudaranya kehidung lelaki yang lebih muda.

"Kan itu kesukaanmu sayang...," balas lelaki yang lebih muda sambil mendorong tubuh Cath dari selangkangannya.

Sambil berlenggok dengan seksinya, Cath bangkit dan menarik tangan Karin yang sedang terbuai oleh elusan tangan Om Roy yang sudah berpengalaman.

"Iiihhhhh.... Dikit lagi dapet Cath...," kata Karin dengan wajah yang memerah.

"Kalau dielus dikit dapet, dicium dikit dapet, bisa gag tahan sama mereka berempat ntar lo..., makanya dikasi ini..," bisik Cath sambil memunggungi Om Roy dan memperlihatkan pil ditangannya.

"Berempat? Siapa lagi? Dan pil apa itu?" tanya Karin bertubi-tubi.

"Ikut aku dulu deh mbak, nanti tak jelasin...," kata Cath sambil menarik tangan Karin kebelakang pesawat.

"Para penumpang, harap bersabar yachh...!" Kata Cath sambil berbalik dan menaikkan roknya sehingga pantatnya terekspos sebagian.

"Ini buat nanti saja, siap-siap saja dulu ya..." kata Cath memancing birahi pejantan yang sudah terlihat tidak sabar ingin menerkam mangsanya.

"Ini buat mbak, satu aja efeknya gila banget mbak..., bisa tahan buat 3 jam! Entah darimana mereka dapet tuh obat," kata Cath sambil memberikan sebuah pil berwarna biru kepada Karin. Dia sendiri langsung meminum satu buah pil.

Plukkkk...

"Eh jatuh, kemana tuh pil ya?" kata Cath sambil pandangan matanya mencari-cari dilantai. Sementara itu Karin juga sudah meminum satu pil itu.

"Ketemu Cath?" tanya Karin.

"Wah, gak mbak, nanti minta aja lagi," kata Cath sambil berdiri dan merapikan pakaiannya.

"Ayo mbak, it's showtime," kata Cath sambil menepuk pantat Karin yang terlihat memandang kearah lantai dibelakang Cath sambil tersenyum simpul.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Klik...

Borgol kedua terbuka dan dengan terburu-buru Putri berdiri dan berlari kekamar mandi dengan selimut menutupi bagian depan tubuhnya.

Dibelakangnya Rangga hanya bisa ternganga melihat tubuh bagian belakang Putri yang tidak tertutup ketika si empunya berlari didepannya. Pantat yang bergoyang dengan gemulainya itu ...

Sebuah pikiran lain melintas di kepala Rangga.

Darimana Karin dapat borgol-borgol itu dan buat apa???


Sementara Rangga bingung dengan pikirannya sendiri, terdengar pintu kamar mandi dibuka dan berdiri disana Putri dengan badan yang terbungkus selimut.

Mereka berdua saling pandang dan suasana menjadi kaku diantara mereka. Terlihat wajah Putri mash bersemu merah mengingat apa yang dilakukan Rangga saat mengambil kunci dibagian pribadinya.

"Eh..., Terimakasih ya mas..., " kata Putri memecah kekakuan diantara mereka.

"Eh, sama-sama kok Tri, emang siapa yang punya itu?" tanya Rangga sambil menunjuk kearah borgol-borgol yang terbuka.

"Eh..., itu punya Karin mas, dia...eh dia suka... gitu... sama.. Aduuuhhhh! Bingung jelasinnya deh mas...," jawab Putri dengan muka yang memerah, lagi.

"Ouwwhhhh..., ya sudah,,, Ini kuncinya ya," kata Rangga sambil memberikan kunci yang masih terasa basah itu ke tangan Putri yang menyambutnya dengan wajah seperti kepiting rebus.

"Mas balik dulu ya," kata Rangga sambil menuju ke pintu. Dengan langkah pelan sepelan pikirannya yang masih terus terbayang bagian belakang tubuh Putri itu, Rangga membuka pintu kamarnya yang tepat disebelah kamar Putri. Rangga tau kalau Karin sering membawa laki-laki kedalam kosan, namun Putri, ehhmmmm....

"Ahhh... Sudahlah....," gumam Rangga sambil menutup pintunya dan wajahnyapun berubah serius.

Tangannya meraih handphonenya dan menghubungi salah satu dari sedikit nomer telepon yang ada disana.

"Halo..., bagaimana disana mas?" tanya Rangga ketika suara laki-laki menyapanya diujung sana.

"Mereka sudah selesai disini, seperti perkiraanmu, Sachi lebih dulu meninggalkan restaurant, sedangkan Roy bercinta dengan istrinya direstaurant" jawab lelaki disebelah sana.

"Bagaimana dengan sang pengawal? Apakah ada disana saat mereka berhubungan atau diluar pintu?" tanya Rangga memastikan.

"Dia menjaga di pintu, pintu yang tidak terkunci, bagaimana dengan dua kupu-kupumu, apa mereka berhasil?" tanya lelaki disebelah sana.

"Tentu saja, sekarang tinggal membuat Sachi bertekuk lutut kepada mereka, dia salah satu pion penting dalam rencana kita," jelas Rangga sambil tangannya mengambil laptop yang ada didalam lemari.

"Hmmmm..., terus bagaimana sekarang Ndri?"

"Aku mau mencari detail tentang MSC TV dan News, apakah mereka merupakan komplotannya atau tidak," sahut Rangga, atau mungkin akan lebih kita kenal sebagai Andri.

"Ndri, kalau kita terus, kita perlu menggali dua kuburan, satu untuk mereka dan satu untuk kita, apa kau sudah siap?"

Bibir Andri tersenyum tipis mendengar perkataan rekannya, matanya sekarang melihat laptopnya yang menunjukkan keadaan kamar yang terlihat feminim.

"Semuanya sudah aku pikirkan Mas Galang, tenang saja, bagaimana dengan teman mas?" tanya Rangga.

"Sekarang aku akan melihat kondisi mereka, kalau begitu, jaga dirimu Ndrii..., bye..." kata Galang sambil menutup telepon.

Sambil meletakkan handphonenya Andri menatap kelayar laptop didepannya, yang sekarang, terlihat cursornya bergerak sendiri.

Cursor itu sekarang membuka sebuah browser dan login kedalam alamat email cantal@msc.tv.

From : bulbulbul@gmail.com
Subject : Live Show
Message :

Halo cantik,

Lama tidak ada kabar?
Yang dibawah baik-baik saja? Masih menjepitkah? hahaha
Apa kamu rindu dengan punyaku sayang?

Masih terasa jepitanmu di punyaku....

Ehhmmmm....
Sekarang...
Sudah lama aku tidak melihatmu sayang...

Bagaimana kalau kau memuaskan dirimu dan menunjukkannya padaku sayang?

Tapi kalau tidak bisa juga tidak apa, rasanya anakmu bisa membuatkanku yang lebih baik...

Salam sayang,

Boss
Andri mengaktifkan kembali webcam yang ada di laptop yang diretasnya. Dan wajah marah serta kusut dari seorang penyiar wanita terlihat disana. Wajah Cantal Della Concetta!

Wajah yang biasanya tersenyum saat membawakan berita itu sekarang terlihat murung dan bingung, mungkin karena membaca email untuk dirinya itu.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" kata Cantal sambil menutup mukanya dengan tangan. Terlihat dia baru saja datang dari kantor, terlihat dari blouse putih dan rok hitam yang digunakannya.

Andri bisa melihat kalau Cantal tertekan karena email yang baru diterimanya.

Kembali diaktifkannya layar webcam dari laptop Cantal, terlihat Cantal sedang mengetik balasan dari emailnya.

To : bulbulbul@gmail.com
Subject : Re:Live Show
Message :

Halo Mas,

Tunggu bentar yah mas, masih cukuran nih...

Biar bagus kelihatan entar..., tapi mas suka yang bersih ato yang lebat si? Hihihihi

Abis cukuran mau mandi dulu biar seger ya mas...

Muaachhhhh

Salam basah.

Cantal...

Dari webcam terlihat wajah Cantal yang tidak bersemangat ketika mengetik balasan email itu, mulut yang biasanya menebar senyum saat membacakan berita itu terlihat digigit dengan giginya yang putih.

"Huffftttt..."

Suara Cantal yang menghembuskan nafas panjang terdengar, ketika tangannya menekan tombol send.

Sambil tersenyum yang terlihat terpaksa, Cantal bangkit dari duduknya dan perlahan berdiri didepan laptop. Jarinya yang lentik kemudian mulai membuka kancing kemejanya satu persatu hingga nampaklah gumpalan putih yang terasa sesak dibungkus bra berwarna merah yang dihiasi renda berwarna hitam.

Tangan Cantal yang terlihat terawat dengan baik itu sekarang turun kebawah dan membuka resleting rok hitam ketat yang membalut asetnya yang dibawah sehingga sekarang pantatnya yang montok itu terlihat dengan jelas dibalut oleh celana dalam yang senada dengan bra yang dikenakannya.

Andri hanya bisa menahan nafas melihat tubuh sintal yang dulu hanya bisa dibayangkannya dari balik blouse yang digunakannya saat membawakan berita, walaupun Cantal sempat berfoto seksi dengan beberapa majalah. Namun apa yang dilihatnya sekarang membuat penisnya menggeliat dibawah sana.

Buka...Buka... Buka...

Namun sayangnya tidak seperti yang ada dipikiran Andri, Cantal berbalik menuju ke kamar mandi sehingga Andri tidak bisa melihat tubuhnya yang polos.

"Masih ada nanti, saatnya melihat apa yang berhasil diintip oleh kupu-kupuku," gumam Andri sambil memasang alat yang diberikan Sisca di mall ke laptopnya.

Dilayar muncul data-data yang ada di handphone Sachi yang berhasil didapatkan oleh Sisca dan Nia. Terlihat catatan pesan dan log panggilan dari Sachi. Dan ketika Andri memeriksa email yang digunakan Sachi, senyum lebar terlihat diwajah Andri.

Code:
bulbulbul@gmail.com
Seperti dugaanku, hanya perlu untuk mengetahui siapa saja yang sudah jadi korban mereka, dan, mencari tahu siapa saja yang menjadi 'boss'.

Sekarang, tinggal mengambil data yang ada di laptop atau komputer Sachi. Dan sebuah ide muncul dikepala Andri ketika melihat log browsing dari Sachi.


Andri mengirimkan sebuah email ke alamat email Sachi, email yang berisi malware untuk mendownload sebuah program yang nantinya akan digunakan untuk meretas laptop atau komputer yang digunakan Sachi.


Quote Originally Posted by kimpro View Post
To : bulbulbul@gmail.com
Subject : Mahasiswi BU
Message :
Name : Miss Angel
Age : 20
Tinggi : 162 cm
Body : sekel
Bra : 36

Rules
: NO ANAL , No CAPS
: Perlakukan To selayaknya pacar sendiri
: Dilarang ambil pic tanpa persetujuan TO
: DC TO full di berikan di lokasi eksekusi, sebelum eksekusi

For pic :





Klik for Video
Sekarang tinggal menunggu Sachi memakan umpan yang sudah dilemparkan...

Pikir Andri sambil mengawasi salah satu windows yang menampilkan ruangan yang sebelumnya ditempati Cantal. Sambil tersenyum dia melihat yang mana lebih dulu, kemunculan Cantal ataukah Sachi memakan umpan yang diberikan kepadanya.

Tidak perlu menunggu lama ketika sebuah email pemberitahuan terlihat di layar laptop Andri, Sachi memakan umpan yang diberikan kepadanya!

Dengan wajah serius Andri mengamati layar laptopnya yang sekarang berisi dua layar yang berdampingan. Layar sebelah kiri berisi gambar kamar dari Cantal, sedangkan yang kanan masih hitam. Senyum Andri terlihat ketika gambar yang kanan mulai berubah dari hitam menjadi bagian dalam dari sebuah mobil!

Rupanya dia masih dijalan, berarti kemungkinan dia masih menuju kerumah atau ke apartemennya. Tapi, buat apa dia minta Cantal? atau jangan-jangan..??? Kalau benar, dasar maniak!

Pikir Andri sambil melihat file-file yang ada di di laptop Sachi. Satu folder yang hidden menarik perhatiannya.

ULRICH FILE

ulrich? Dimana aku pernah mendengar nama ini? Pikir Andri sambil melihat isi dari folder itu:

  1. Foto
  2. Video
  3. Document


Dan isi dari masing-masing folder itu akan cukup membuat gempar satu negara sekalipun!

"Luar biasa! Pantas saja dominasi mereka sulit dikalahkan, pantas saja mereka sulit terlacak," gumam Andri sambil melihat list-list yang ada di folder-folder itu lagi. Dicarinya nama Cantal dan ketika ditemukannya folder yang dicarinya, dengan cepat dicopinya file-file yang ada difolder itu ke dalam computernya.

Dengan ini, Cantal bisa kubujuk untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi atau kalau bisa kubujuk untuk membantuku. Pikir Andri sambil hendak menutup folder yang dibukanya ketika matanya melihat nama Herman diantara folder-folder itu.

Jangan-jangan...

Pikir Andri sambil membuka folder yang bertuliskan nama Herman itu dan sejenak dia tertegun ketika melihatnya. Amarah memenuhi dadanya ketika dia melihat apa yang ada difolder itu. Dengan menarik nafas dicopynya isi folder itu itu kedalam laptopnya, dan menjadikannya satu arsip.

Setelah berpikir sejenak diambilnya kabel data dan menghubungkan laptop dengan handphone nya lalu mengcopy file arsip yang baru dibuatnya kedalam hanphonenya.

Mau tidak mau, lama-lama dia bakal tau juga....

Pikir Andri sambil mengirimkan file arsip itu ke Galang. Diisinya pesan dalam file yang dikirimnya itu.

"Semoga saja dia tidak meledak," gumam Andri sambil menekan tombol send.


Chap 3
Final Masquarade.
Part 4



~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Plukkkk...

"Eh jatuh, kemana tuh pil ya?" kata Cath sambil pandangan matanya mencari-cari dilantai. Sementara itu Karin juga sudah meminum satu pil itu.

"Ketemu Cath?" tanya Karin.

"Wah, gak mbak, nanti minta aja lagi," kata Cath sambil berdiri dan merapikan pakaiannya.

"Ayo mbak, it's showtime," kata Cath sambil menepuk pantat Karin yang terlihat memandang kearah lantai dibelakang Cath sambil tersenyum simpul.


"Duluan aja Cath, mbak dibelakang aja...hihihi" kata Karin sambil dengan pelan dan melangkah sedikit kebelakang Cath dan dengan gerakan yang cepat dan tak kentara, dia mengambil sebuah pil warna biru dari lantai.

Kalau minum dua, pasti bisa tahan lebih lama nih entar..hihihi

Pikir karin sambil meminum pil yang baru saja dipungutnya. Sambil tersenyum, diikutinya Cath yang sudah lebih dulu melangkah dengan gemulai, menggoda dua pejantan yang sudah lapar menunggu hidangannya.


"Sini sayang..., om sudah pengen ngerasain yang basah dibawah sana...," kata Roy sambil melambai kearah Karin yang sedikit tertinggal dibelakang Cath.

"Sudah gak sabar yah om???" goda Cath yang berdiri didepan lelaki yang lebih muda, dengan gaya yang menggoda, dibukanya dua kancing atas kemejanya yang berwarna merah menyala.

Karin melangkah mendekat kearah Roy dengan pelan, seperti Cath, dia mulai menggoda Roy yang terlihat sudah terbakar nafsu.

"Om, mau lihat yang atas apa yang bawah dulu?" goda Karin sambil tangan kanannya membuka kancing kemeja sedangkan tangan kirinya menaikkan roknya sehingga pahanya yang tertutup stocking hitam tipis terlihat.

"Kalau keduanya saja gimana manis?" tanya Roy sambil menarik tubuh tinggi dan langsing Karin mendekat sehingga samar harum parfum yang dipakai Karin tercium olehnya.

"Ahhh.. Om curangggg... masa keduanya? Satu-satu aja dulu om..," kata Karin jual mahal, padahal bibir vaginanya sudah terasa gatal karena gairah dan pengaruh pil biru yang ditelannya.

"Yang bawah aja deh dulu, boleh?" tanya Roy menggoda. Sambil bibirnya bertanya seperti itu, tangannya menelusup melewati stocking hitam dan garter belt yang dikenakan Karin dan merasakan bagaimana basahnya dibawah sana.

"Om, bagaimana dengan kucing liar yang sekarang sedang tidur itu?" tanya lelaki yang lebih muda dengan tenang, menyela kesibukan Roy.

"Masih sama seperti tiga tahun lalu, belum ada perubahan, kau tenang saja...," jawab Roy dengan santai. Perhatiannya sekarang fokus kepada celah sempit yang mulai menganga basah dibawah sana.

Dengan tangannya yang sudah berpengalaman, dibelainya vagina Karin yang sudah basah kuyup oleh gairah. sambil tersenyum Roy membelai bibir luar vagina Karin, sesekali jarinya masuk sebatas kuku dan terkadang menyentil-nyentil klitoris yang mulai membengkak.

"Om..., itunya om... Ahhhh... Atasan lagi dikit... dikit lagi omm....,yahhh...." desah kecewa Karin ketika jari-jari Roy yang menelusup masuk kedalam lorongnya itu dicabut dengan tiba-tiba. Rasa gatal semakin terasa di di vaginanya, yang sekarang, ingin digaruk dengan batang yang lebih besar.

"Ommmm..... Ayooo...." ajak Karin sambil menungging dan meminta Roy memasukkan penisnya yang sudah keluar dari sangkarnya. Kepalanya menoleh kesamping, kearah Cath yang tinggal mengenakan bra berwarna merah menyala dan rok yang sudah terangkat keatas sampai keperut. Cath tiduran dengan kepala bersandar di lengan sofa ,tangan kanan meremas payudaranya sedangkan tangan kirinya menyibakkan belahan vaginanya yang berwarna merah dan basah.

Dibawahnya, terlihat lelaki yang lebih muda sedang asyik menguaskan lidahnya yang panas dan kasar di klitoris Cath. Pinggul Cath sampai bergerak-gerak liar ketika jilatan di klitorisnya itu semakin lama semakin cepat.

"Ahhhh... Mas! Please get inside!" racau Cath diantara desahannya. Wajahnya mulai terlihat memerah terbakar nafsu.


"Tapi sudah ada yang mengawasi kucing liar itu kan om?" tanya rekan Roy disela-sela aktivitasnya yang terus mengekplorasi vagina Cath.

"Tenang saja, itu sudah kuatur. Kekhawatiranmu mengenai tidak ada bukti fisik yang tertinggal di lokasi itu, jangan terlalu khawatir, kita memegang kartu as mereka, mereka tidak akan berani sembarangan bergerak," kata Roy sambil mulutnya turun kearah vagina Karin.

"Aaawwwww...Ommm!" suara teriakan kaget terdengar dari mulut tipis Karin ketika bukan hentakan batang panas penis yang keras yang diterimanya, tapi gigitan ringan di klitorisnya. Bibirnya mengatup dengan kuat merasakan sensasi antara sakit dan nikmat.

"Ehhmmmmmm...Ommmm....," desah Karin merasakan kenikmatan yang semakin lama semakin berpusat di vaginanya ketika jilatan dari Roy semakin terasa di vaginanya. Dilihatnya Cath juga merasakan yang sama dari oral yang diterimanya.

"Ahhh..., Enak bangetsss Cath...," bisik Karin kearah Cath.

"Iyah mbak... Aku dikiitttt lagi mbak!" jawab Cath yang pinggulnya semakin cepat dan liar bergerak.

"Ayoooo omm... Dikit lagi Karin dapet...," kata Karin kearah Roy yang sekarang semakin cepat dan kasar menguaskan lidahnya yang terasa kasar kearah vagina Karin yang semakin banyak mengeluarkan cairan pelumas. Paha Karin semakin tegang merasakan puncak kenikmatan yang semakin dekat.

"Bagaimana dengan Angel? Ada kabar? Gara-gara dia Madam Zi tidak mau membantu kita lagi," tanya rekannya Roy khawatir.

"Hmmmm... Madam Zi bersikeras dia masih hidup, padahal aku tidak yakin dengan keberadaannya, dan kalau dia masih hidup, dia seperti menghilang ditelan bumi. Begitu juga dengan rekannya Herman dari kepolisian itu, " untuk pertama kalinya Roy terlihat tertegun dan melamun. Namun itu tidak lama.

Roy memberikan isyarat kepada lelaki yang lebih muda dan terlihat mereka tersenyum simpul.

"Kok berhenti om?" tanya Karin ketika orgasme yang sudah didepan mata terputus karena Roy berdiri dan menarik tubuh Karin yang mulai dihiasi keringat.

Pertanyaan Karin hanya dijawab dengan senyuman ringan. Roy kemudian memandangi tubuh Karin yang sekarang hanya terbalut celana dalam mini yang tersingkap kesamping dan stocking hitam yang dihiasi garter belt hitam. Dengan pelan Roy menarik tubuh Karin kedekat Cath terbaring dan memberi isyarat agar Karin berbaring dengan posisi 69 diatas tubuh Cath.

Walau sedikit kesal karena orgasmenya terputus, Karin berbaring diatas tubuh Cath yang terlihat mulai berkeringat dan telanjang seperti dirinya. Bedanya, celana dalam Cath terlihat robok dibagian tengahnya sehingga lobang vaginanya yang sempit terlihat samar dari sana. Aroma khas perempuan yang sedang terangsang tercium jelas dari vagina Cath yang tepat berada dibawah hidungnya.

Roy dan rekannya membuka pakaian yang digunakan sehingga keduanya telanjang bulat. Dengan penis yang mengacung tegak keduanya mendekat kearah wajah pasangan masing-masing.

"Bagaimana menurutmu perkembangan obat yang Tony buat?" tanya Roy kepada rekannya melihat reaksi dari gadis-gadis yang seperti kucing liar kebelet kawin didepan mereka.

"Hahaha... Itu satu-satunya hal yang berkembang pesat dari tiga tahun lalu om dan yang kubawa sekarang, yang paling manjur kata Tony," jawab rekannya sambil tertawa lebar.

"Ehhhmmmm...," desahan keluar dari mulut Roy ketika mulut mungil Cath mulai bergerilya di batang keras dan hangatnya. Jilatan, hisapan dan kuluman berganti-ganti dilakukan Cath disepanjang batang penis Roy hingga batang itu mengkilap oleh ludah dan semakin keras.

Sambil mengisap penis Roy, jari-jemari Cath yang mungil mempermainkan klitoris Karin diatas sana. Bisa dirasakannnya tubuh Karin menggelinjang diatas tubuhnya, merasakan kenikmatan yang diberikan tangan Cath.

Ploppppp

Dengan suara samar penis Roy yang sudah sangat keras tercabut dari mulut Cath. Mata Cath memandang kearahnya dengan tatapan meminta.

Diujung sana, rekannya juga menarik penisnya dari mulut Karin, sambil tersenyum Roy berbisik ditelinga Cath.

"Mungkin, sekarang saat yang tepat untuk bermain dengan lubang sempit yang terganjal itu," bisik Roy pelan ditelinga Cath. Diujung sana rekannya juga terlihat berbisik ditelinga Karin.

Senyum di wajah Cath terlihat semakin lebar, seiring dengan jarinya yang perlahan menarik butt plug yang ada diatas vagina Karin.

Dengan ludahnya dibasahinya butt plug itu dan mulai memaju mundurkannya di pantat Karin.

"Eeeeggghhhhh...," terdengar lenguhan Cath dan jarinya yang mempermainkan butt plug itu terhenti sejenak, ketika hal yang sama dilakukan Karin dipantatnya.

Kedua gadis itu kemudian seperti berlomba menggerakkan jari jemarinya yang mungil di pantat rekannya. Lenguhan antara sakit dan nikmat terdengar memenuhi badan pesawat.

"Program Ulrich berjalan lancar kan?" tanya Roy kepada rekannya sambil mengawasi kedua gadis yang sibuk dengan mainannya masing-masing, nada suaranya terdengar serius sekarang.

"Tentu saja om, cuma..."

"Cuma apa?" tanya Roy cepat.

"Mungkin om bisa beritahu Mas Sachi, dia sering menyalahgunakan orang-orang yang kita kumpulkan," jawab rekannya dengan sedikit ragu.

"Hmmmm..., aku juga sudah tahu itu, tapi mau apa lagi, lagipula Vian dekat dengannya, aku tidak ingin mengecewakan Vian," jelas Roy sambil memandang rekannya.

Rekannya hanya bisa mengangkat bahu mendengar jawaban Roy, dia kemudian memberi isyarat kepada Roy yang mengangguk ringan.

Keduanya lalu memposisikan kepala penisn mereka yang sudah basah kuyup dengan ludah didepan liang vagina lawan mainnya masing-masing. Kedua gadis yang sedang kesetanan memainkan butt plug itu tidak menyadari kalau dua buah penis akan membelah vagina mereka. Dan...

"Aaaaaaaaaahhhhhhhhhh mas!"

"Ooouuuhhhhhhhhhhhhhh omm!"

Dua teriakan terkejut terdengar dari dua mulut yang berbeda. Cath dan Karin memandang lawan mainnya dengan terbelalak, merasakan vagina mereka yang gatal dimasuki penis yang keras dalam sekali hentakan. Paha mereka menjepit dengan erat, dengan kaki yang terjulur kaku.

"Ouuugghhh ommm...Diem bentar, penuh bangetsss..." ceracau Karin sambil berhenti memainkan butt plug ditangannya. Matanya terpejam merasakan kenikmatan yang menjalar dari vaginanya yang gatal dan sekarang disumpal dengan penis yang keras.

"Mas... Sakittttt...." kata Cath dengan manja sambil menoleh kepada lelaki yang sekarang mengisi vagina basahnya. Vaginanya berkontraksi, menjepit penis itu dengan kuat.

"Sakit? Apa enak?" tanya lelaki itu sambil mulai menghentakkan penis dengan pelan.

"Ehhhmmmm.. sakit tapi enakk mas..." sahut Cath sambil mencium klitoris Karin yang sudah membengkak.

Sementara itu tubuh Karin terlihat berkeringat, vaginanya terasa sangat gatal, mungkin efek dari dua buah pil biru yang ditelannya atau memang gairahnya sendiri yang selalu menuntu untuk dipuaskan. Dengan rakus dia menjilati klitoris Cath yang ada dibawahnya sedangkan tangannya memainkan butt plug di pantat Cath dengan kasar.

"Ommm yang keras!" pinta Karin ketika Roy hanya memainkan penisnya dengan pelan di vaginanya yang pengen digaruk dengan keras, cepat dan kasar.

Jleeebbbbbb...

"Begini manis?" tanya Roy sambil menghentakkan pinggulnya di vagina Karin yang basah.

"Iyahhh om... Terus om!" ceracau Karin menikmati hentakan demi hentakan di vaginanya.

Gila! Basah sekali punyanya, apakah memang horny atau efek obat yang keras pada dirinya?

Pikir Roy melihat wajah Karin yang memerah dan bersimbah dengan peluh, dilengkapi dengan bibir tipis yang tak henti-hentinya mendesah nikmat.

Plok....Plokkkk...Plokkkkkk.....

Suara penis yang beradu terdengar memenuhi ruangan pesawat. Dua orang gadis yang bergerak liar mencari kepuasan dari masing-masing pejantan yang bergerak cepat, menghentak dengan bertenaga di vagina mereka.

Clep...clep...clep....

Suara vagina yang becek dan banjir ketika dihentak oleh penis yang keras semakin cepat terdengar. Kedua pejantan itu seolah berlomba untuk memuaskan betinanya yang bergerak liar, hendak mencapai kepuasan duniawi yang mereka nanti.

"Ahhhhhh ommm.. Enak bangetsss! Cepetin om.... Karin...Karin...Karin...." kata Karin terputus-putus ketika kenikmatan itu mulai berkumpul disatu titik.

"Aahhhhhh shitttt!" teriak Karin ketika orgasme itu melandanya. Pantatnya bergerak liar dengan kaki yang mengejang diatas tubuh Cath, yang pasrah menerima cairan kenikmatan dari vagina Karin menetes kearah mukanya. Dengan liar Cath menghisap cairan vagina Karin yang meleleh di pangkal pahanya sampai habis.

"Ahhhh...ahhh...hahh... Om berhenti dulu, ngilu om....ahhhhh..." desah karin ketika Roy tanpa berhenti tetap memompa vagina Karin hingga memerah.

"Ayooo mas! Penuhi vaginaku dengan penis mas! Ayo mas..ahhh..ahhh" kata Cath tak mau kalah dari Karin yang sudah mendapatkan orgasme pertamanya hari itu.

Mengetahui kalau Cath belum orgasme, dengan nakalnya tangan Karin menggerakkan butt plug di pantat Cath. Bibirnya kemudian menggigit-gigit kecil klitoris Cath yang sudah membengkak.

"Shiiitttt! Karinss! Sakitttt!" teriak Cath kerika gerakan tangan Karin semakin cepat dipantatnya, hal itu diikuti dengan gigitan yang semakin cepat dan intens di klitorisnya.

"OOuuuhhhhhhh! Setaaaannnnnnn....enaakkk bangetsssss!" teriak Cath ketika orgasme itu menerpanya.

Ploooppppp.....

Suara penis yang tercabut ketika pinggul lelaki yang sedang mengisi vagina Cath dengan penis kerasnya itu terlepas. Dan...

Syurrrr...syurrrr...syurrrr

Suara cairan kenikmatan Cath yang memancur keluar sampai mengenai muka Karin yang terlihat terkejut melihat squirt yang dialami Cath.

"Ahhhh....Shitttt enak bangetss.... Sory mbak kena dikit... Habis enak banget sihhhh..Hah...hah...hah...!" kata Cath dengan tubuh yang lemas sehabis merasakan squirt yang luar biasa hari itu.

"Egghhhhhhhmmmmmm...." jawab Karin yang mulai merasakan nikmat diantara ngilu yang melanda vaginanya.

Plopppp....

"Sini sayang...." kata Roy beranjak ke sofa sebelah, dengan tenang dia tiduran sementara penisnya mengacung tegak keatas. Dilihatnya kesebelah, telihat rekannya juga sudah berdiri dengan penis yang terlihat basah kuyup disamping Cath yang kehabisan nafas.

"Satu lagi om, wanita itu masih terus saja mencari tahu mengenai kecelakaan suaminya, dia masih belum percaya kalau suaminya murni kecelakaan mobil," kata rekannya.

"Wanita? Wanita yang mana?" tanya Roy bingung.

"Wanita itu, yang om bilang dingin seperti Vian saat di perusahaan G-Team," jelas rekannya.

"Oh dia! Biarkan saja, toh polisi sudah final menetapkan itu sebuah kecelakaan," jawab Roy ringan sambil melambaikan tangannya kearah Karin.

Apa yang mereka bicarakan?

Pikir Karin bingung mendengar percakapan dua orang lelaki itu, semua yang dikatan Roy dan rekannya tidak bisa dicernanya dengan baik. Efek dari vaginanya yang gatal!

Dengan malas Karin bangun dan merasakan kalau nafas Cath memburu dibawahnya. Terlihat Cath kelelahan merasakan panasnya persetubuhan mereka. Ketika menoleh kedepan, dilihatnya Reda sudah ada disana, dengan penis yang keluar dari resleting celananya.

OMG! Panjangnya!

Pikir Karin sambil melihat penis Reda yang panjangnya diatas rata-rata itu. Namun itu tak lama, karena sebuah dorongan pelan di bahunya membuatnya maju kearah Roy yang sudah menunggunya dengan penis yang teracung keatas.

Dengan tak sabar Karin naik keatas sofa dengan kaki yang mengangkang lebar, dengan tangannya disibakkanya belahan vaginanya yang terlihat kemerahan akibat gesekan dengan penis yang keras. Dipaskannya posisi penis Roy di celah vaginanya yang masih terlihat basah. Dan...

Jleeebbb!

"Aaaaaaaaaaaghhhhhhhhhh! Enaakkkk banget om!"

"Uughhhhhh Karinnnn!"

Dua teriakan menggema di badan pesawat itu ketika dengan sekali hentakan keras Karin menurunkan pinggulnya hingga penis Roy masuk sangat dalam. Punggung Karin melengkung, merasakan geli dan nikmat akibat gesekan dinding vaginanya dengan penis Roy.

"Nakal juga ya kamu...." kata Roy sambil meremas buah dada yang terayun dengan liarnya ketika empunya mulai bergoyang maju mundur di atas tubuh Roy.

"Tapi om suka kan??" balas Karin sambil tak hentinya tubuhnya bergerak maju mundur mencari kenikmatan. Vaginanya mengulek penis Roy dengan lincahnya untuk mendapatkan orgasme yang kesekian kalinya hari ini. Dan hal itu pun tak lama dinantinya

"Ommmm...Oooggghhhhh....Karinn dapetssss lagi!" teriak Karin ketika orgasme itu menempanya.

"Hah...hah...hah... Gillaaa....!" desis Karin merasakan vaginanya masih terasa gatal walau sudah merasakan orgasme. Sebuah usapan dan ciuman ringan di punggungya membuat dirinya menoleh kebelakang dan disana sudah berdiri rekannya Roy sambil tersenyum lebar.

Ouwwhhh tidak! Bakalan disandwich nih!

Pikir Karin antara takut dan antusias.

"Minum dulu," kata rekannya Roy sambil memberikan segelas air putih.

"Thanks..." jawab Karin sambil menerima air itu dan menenggaknya dalam sekali tegukan.

Nanti pasti kau akan lebih liar lagi

Pikir rekannya Roy sambil tersenyum lebar melihat Karin menghabiskan air yang telah dicampurnya dengan pil biru yang baru, yang tidak berwarna jika dicampurkan dalam air dan hanya meninggalkan kesan manis seperti gula jika diminum. Tapi satu hal yang menjadi point dalam obat yang baru itu, efeknya yang hampir instan terasa!

Benar saja, Karin yang merasakan vaginanya semakin gatal semakin cepat saja menggoyangkan tubuhnya. Dari bawah, Roy mengimbangi setiap gerakan Karin dengan sama bernafsunya.

"Nyoba khasiat obat baru dulu om...," kata rekannya Roy sambil mendorong tubuh Karin hingga menempel dengan tubuh Roy. Tangannya kemudian menyibakkan pantat Karin dan menarik keluar butt plug yang menempel disana.

"Uhhhhmmmmm....Massss..." desah Karin ketika benda yang mengganjal di pantatnya itu ditarik keluar. Dengan penasaran dia menoleh kebelakang dan melihat rekannya Roy meludah di lobang sempit miliknya, lobang yang masih belum terlalu sering dimasuki benda asing itu.

Dipandanginya ukuran penis rekannya Roy yang tidak sebesar milik Roy dan ketakutannya sedikit terobati. Perlahan dirasakannya benda itu menempel didepan lobang sempitnya dan pantatnya menguak dengan terpaksa ketika kepala penis itu mulai menyeruak masuk.


"Masss... Jangan dulu... Masih kerasa penuh mas...," rengek Karin merasakan kepala penis yang sudah berhasil memasuki lubangnya yang lagi satu. belum sempat dia bernafas lega ketika sebuah penis lain mengacung menyentuh mukanya. Ketika karin menoleh, dilahatnya Reda berdiri didepannya dengan wajah yang sedikit berkeringat.

"Mbak... Isepin yahhhh..." kata Reda dan sebelum Karin menjawab, penis itu sudah menyeruak masuk kedalam mulutnya.

"Eeeghhhhhhhh...Ugghhhhhhh.....," ceracau Karin tidak jelas saat penis panjang Reda memasuki mulutnya sampai menyentuh tenggorokannya.

Plaaakkkk!

"UUghhhhhhh..."

Dengus Karin teredam penis dimulutnya ketika sebuah tamparan yang keras melanda pantatnya yang putih. Saking kerasnya, pantatnya yang putih berubah menjadi merah karenanya.

Plakkk...Plakkk...Plakkkkk...

"Aggggghhhhh..Aaahhhh..." desah Karin merasakan rasa sakit di pantatnya karena tamparan itu. Perhatiannya yang teralihkan oleh rasa sakit itu tidak merasakan bagaimana kepala penis yang menyeruak di pantatnya sudha masuk semakin dalam.

Penis itu sekarang keluar masuk dengan cepat dianusnya, sementara dibawah penis Roy masih dengan setia mengisi vaginanya.

"OOwwghhhhhh shitttt! Enakkkkk bangetsssss!" teriak Karin ketika mulutnya bebas dari penis panjang Reda. Wajah Karin terlihat menahan rasa nikmat di vaginanya dan rasa sakit di anusnya bersamaan. Matanya melihat penis Reda yang menganggur dan dengan gerakan yang cepat dikocoknya penis itu dengan kasar dan cepat.

"Aahhhhh...ahhhh.ahhhhh...."

"Ughhhhhh...."

"Ssttttttt...."

Desahan dan desisan mereka saling bersahutan di dalam ruangan pesawat itu. Namun Karin yang paling merasa nikmat diantara mereka semua saat Roy dan rekannya bergerak semakin cepat di kedua lobang miliknya.

"Ouwwwwwggggghhhh mbakkkk!" teriak Reda ketika dirinya tak tahan lagi menerima kocokan liar dari Karin. Mendengar itu Karin langsung memasukkan penis panjang itu kedalam mulutnya dan menelan semua sperma yang dikeluarkan Reda.

Tak lama kemudian rekannya Roy terlihat mulai kewalahan merasakan jepitan anus karin yang sempit. Nafasnya mulai terdengar memburu dan...

Ssrrrr....srrrr...ssrrrrrr....

"Ahhhhh...Rasakan itu lonte....!" kata rekannya Roy meracau ketika penisnya menyemburkan sperma didalam anus sempit Karin.

Sekarang tinggal Karin dan Roy yang masih bergerak liar mencari pelepasan.

"Ouuwwhh... Om mau keluar!" pekik Roy merasakan spermanya mulai mengumpul.

"Aaaahhhhh...anjingggghhhh... enak bangets om... Terus om! Karins juga mau kelu...arrr!" teriak Karin.

Plokkkkk...Plokkk...Plokk...

"Aaahhhhhh....."

Serrrrr...serrr...srrrrr...

Beberapa semprotan hangat membasahi rahim Karin. Karin bergerak semakin liar, berusaha mengejar orgasme yang tingal sedikit lagi ketika dia merasa sakit didadanya dan perlahan pandangannya mengabur.

Samar didengarnya gelak tawa lelaki yang ada di sekelilingnya sebelum semuanya berubah menjadi gelap.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Tangan Cantal yang terlihat terawat dengan baik itu sekarang turun kebawah dan membuka resleting rok hitam ketat yang membalut asetnya yang dibawah sehingga sekarang pantatnya yang montok itu terlihat dengan jelas dibalut oleh celana dalam yang senada dengan bra yang dikenakannya.

Andri hanya bisa menahan nafas melihat tubuh sintal yang dulu hanya bisa dibayangkannya dari balik blouse yang digunakannya saat membawakan berita, walaupun Cantal sempat berfoto seksi dengan beberapa majalah. Namun apa yang dilihatnya sekarang membuat penisnya menggeliat dibawah sana.

Buka...Buka... Buka...


Andri mengawasi layar laptopnya, yang sekarang terbagi menjadi dua. Layar sebelah kiri memperlihatkan ruangan di kamar Cantal, sedangkan yang satunya masih gelap, gelap karena laptop Sachi yang tidak dinyalakan.

Tidak lama layar sebelah kiri terisi dnegan Cantal dan Andri pun terhenyak melihat penampilan dari wanita yang sudah matang itu. 

Mengenakan aksesoris telinga kelinci berwarna hitam diatas kepala, make up minimalis dan sapuan lipstik merah bata membuat aura segar di wajahnya. Dadanya yang besar ditutupi bra sekaligus korset jaring warna hitam. Sedangkan bagian bawahnya tertutupi rok kulit warna hitam sepaha yang seksi dan nakal.

Tak terasa Andri menelan ludah melihat penampilan ibu seksi itu.

Cantal terlihat mematut dirinya didepan cermin dan nampak puas dengan penampilannya. Andri tak sabar ingin melihat apa yang akan dilakukan ibu muda itu didepan webcam nantinya.

Drrrrtttttt....Drrrrtttttt....Drrrrtttttt....

Sebuah sms masuk di handphone andri, dengan satu tangan dibukanya sms itu.


Mas... Ada CCTV di apartemennya, aku akan coba matikan nanti, sementara ini aku sudah temukan dimana kira-kira dia menyimpan yang kita cari.
Hmmm... CCTV, berarti ada sesuatu yang disembunyikannya disana. Tapi apa? Pikir Andri sambil membalas sms itu.

Hati-hati, jangan gegabah, aku sudah berhasil meretas laptopnya, jangan terlalu dipaksa. Ingat hapus sms ini.
Andri menekan tombol send dan menghapus semua sms dari handphonenya. Perlahan layar disebelah kanan laptopnya berubah. Dan apa yang ada disana membuat sekali lagi Andri menelan ludahnya! 


Chap 3
Final Masquarade.
Part 5


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~


Mas... Ada CCTV di apartemennya, aku akan coba matikan nanti, sementara ini aku sudah temukan dimana kira-kira dia menyimpan yang kita cari.
Hmmm... CCTV, berarti ada sesuatu yang disembunyikannya disana. Tapi apa? Pikir Andri sambil membalas sms itu.


Hati-hati, jangan gegabah, aku sudah berhasil meretas laptopnya, jangan terlalu dipaksa. Ingat hapus sms ini.
Andri menekan tombol send dan menghapus semua sms dari handphonenya. Perlahan layar disebelah kanan laptopnya berubah. Dan apa yang ada disana membuat sekali lagi Andri menelan ludahnya!

Dilayar terlihat Sisca dan Nia yang sedang duduk disofa dengan menggunakan pakaian untuk yoga. Sisca memilih menggunakan yoga pants ketat yang membungkus kaki jenjang dan pantatnya yang membulat, terlihat rimbunan warna hitam di bagian paling pribadinya. Untuk atasannya, dia menggunakan tanktop warna abu yang mencetak putingnya yang kecil dari balik kain yang tipis itu. Satu hal yang pasti, dia tidak mengenakan pakaian dalam sama sekali!

Berbeda dengan Sisca, Nia memilih menggunakan celana pendek tipis dari kain berwarna kuning menyala, yang memperlihatkan perut datar dan paha mulusnya. Saking tipisnya, belahan vaginanya tercetak dengan jelas dari balik kain itu. Untuk atasannya, Nia memakai tanktop tipis berwarna putih yang mencetak putingnya yang masih terlihat kecil. Satu persamaan antara kedua gadis itu, sama-sama tidak menggunakan pakaian dalam!

Andri merasa dari posisi Sachi, Sisca dan Nia, kemungkinan besar laptop ditaruh diatas meja didepan sofa yang ada diruangan itu. Hal itu membuat Andri bisa melihat semua kejadian yang sekarang ada didepan laptop itu dengan jelas.

"Wawwww! Hampir aku tidak bisa mengenali kalian. Rini dimana?" Kata Sachi sambil memperhatikan kedua orang gadisnya.

"Di kamar mandi mas, nyiapin dessert, sudah siap mas? Mau satu lawan satu atau keroyokan nih mas?" tanya Nia menggoda.

"Hmmmm.... nangtang ni ya??? Mas mau minum dulu ya," kata Sachi sambil melangkah kedapur. Disana dia merogoh sesuatu dari kantong celananya. Dua buah pil berwarna biru! Dengan sekali tenggak, pil itu masuk kedalam perutnya. Senyum terlihat dari wajahnya ketika dia melangkah menuju keruang tamu.

Sambil tersenyum Sachi melihat kearah sofa, disana, Sisca dan Nia terlihat menunggu dengan tak sabar.

"Sudah siap?" tanya Sachi.

"Sudah dong mas," jawab Nia sambil tersenyum manis. Dengan perlahan dia mendekat kearah Sachi dan menciumnya dengan mesra. Sementara itu Sisca hanya bisa memandang dengan iri sambil tangannya mulai membelai vaginanya yang mulai membasah.

"Uughhhh mas... " kata Nia sambil mendorong tubuh Sachi kebelakang.

"Ada apa?" tanya Sachi penasaran.

"Itu mas...Maluuu...,"kata Nia sambil menunjuk kearah CCTV yang ada didalam ruangan.

"Ouwhhhh...." jawab Sachi sambil melangkah dan mengetikkan sesuatu di laptopnya. Tidak dilihatnya Sisca dan Nia yang saling tatap penuh arti.

"Loh kok gag dimatiin mas?" tanya Sisca ketika melihat lampu CCTV masih menyala.

"Tenang saja, CCTV nya hidup, cuma gak ngerekam aja," jelas Sachi.

"Terus mas, itu laptopnya buat apa?" tanya Sisca sambil menatap kearah laptop yang ada didepannya.

"Ouwh iya, hampir lupa, mau lihat live show gak?" tanya Sachi sambil melangkah kearah laptopnya.

Tiga orang yang berbeda menganggukan kepalanya!

Andri bisa melihat kalau Sachi menyalakan Skype dan memulai video chatting, dan empat orang sama-sama terkesiap!

Sachi yang ternganga melihat dandanan Cantal yang sangat menggoda.

Nia dan Sisca yang terkejut melihat orang yang biasanya mereka lihat di televisi sekarang bisa berada dalam pakaian yang begitu meggoda.

Cantal yang tidak menyangka kalau Sachi akan bersama orang lain saat ini.

Keempatnya terdiam sejenak sebelum Sachi memecah kebuntuan.

"Eh, Cantal, ini Nia dan Sisca, " kata Sachi sambil menunjuk kearah dua orang gadisnya yang sedang tersipu malu. "Nia dan Sisca, ini Cantal, partnerku" terang Sachi sambil menunjuk kearah Cantal yang terlihat terpaku ditempatnya.

"Hmmm...., kalain ngobrol dulu ya, aku ambilin minuman," kata Sachi sambil melangkah kearah dapur. Disana dia mencampur dua buah pil berwarna biru dengan sebotol minuman bersoda dan membawanya keruang tamu. Bibirnya tersenyum melihat gadis-gadisnya sedang berbincang dengan akrab.

"Minum dulu biar seger," kata Sachi sambil menuangkan minuman itu kedalam dua gelas yang berbeda.

"Wah mas, minumannya gak dicampur apa-apa kan?" tanya Nia genit sambil mengambil segelas minuman.

"Pasti dah dicampur sesuatu ni mbak, tuhhh... Liat saja senyumnya mas Sachi," kata Sisca sambil menggoda Sachi.

"Iya... Biar tambah hot ntar, hehehe...," kata Sachi dengan raut wajah tak bersalah.

"So.... Kita mulai saja, ayo sayang..." kata Sachi kepada Cantal yang terlihat duduk dikursi didepan laptopnya.

Spoiler for Ilustrasi:



"Sudah siap mas?" kata Cantal menggoda sambil meminum segelas minuman bersoda. Dengan gerakan yang anggun dia memainkan resleting bra sekaligus korsetnya.

Andri yang menonton semua adegan itu dari layar laptopnya hanya bisa menelan ludah. Ditekannya tombol record pada kedua buah windows yang terbuka itu dan meminimize jendela aplikasi yang sebelah kanan!

Dibukanya aplikasi lain dan mulai mengetikkan sesuatu dilayar hitam yang muncul.

Saatnya meretas kedalam jaringan CCTV Sachi.

Pikir Andri sambil mengawasi layar lain, dimana terlihat Sachi dan kedua orang gadisnya sedang duduk disofa.

Sachi yang duduk diantara Sisca dan Nia hanya bisa menelan ludah ketika menyaksikan perlahan tangan Cantal menarik turun reselting korsetnya sehingga payudara yang membusung itu terbebas dan menggantung, menantang, yang sayangnya cuma sebentar karena segera ditutupi oleh tangan Cantal.

Sisca dan Nia tak mau kalah dengan Cantal, tangan-tangan lentik mereka mulai meraba penis Sachi dan luar celana jeans yang dikenakannya. Sementara itu tangan Sachi sudah mulai mengelus dua buah payudara yang berbeda dari balik kaus tipis yang menjadi penghalangnya.

"Mau lihat gak mas?" goda Cantal sambil tangannya digerakkan kebawah sehingga payudaranya semakin banyak yang terlihat, putih, mulus dan tentu saja membuat Sachi semakin terangsang.

"Ehhhgggmm... Mau dong sayang... Biar bisa bandingin, yang mana lebih besar, ini apa yang itu," kata Sachi sambil menoleh bergantian kearah payudara Nia, Sisca dan Cantal.

"Masa ini mau dibandingin sih mas...?" kata Cantal pelan ketika tangannya turun dan membuka bra sekaligus korsetnya itu sehingga payudara yang sedari tadi penasaran diintip Sachi terhampar jelas.

Tak sadar Sachi menelan ludah ketika melihat pemandangan didepannya itu, dengan bagian bawah tubuhnya yang hanya tertutupi oleh rok kulit warna hitam yang ketat dan mini, tubuh Cantal terlihat begitu sensual, begitu menggoda.

"Uuugghhhhh... Udah main keras aja nih mas?" kata Nia sambil menarik turun reselting celana jeans yang dikenakan Sachi dan meraih penisnya yang mulai menegang. Dengan tangan kanan, penis itu mulai dikocoknya dengan pelan. Pandangan Sachi beralih kearah tangan mungil yang dengan ahlinya memanjakan penisnya itu.

"Mas, bantuin....," suara desahan pelan terdengar dari laptopnya mengalihkan perhatian Sachi dan apa yang dilihatnya membuat penisnya yang berada digenggaman Nia berkedut pelan.

Kedua kaki Cantal terlihat diangkat keatas sandaran kursinya sehingga rok kulitnya tersingkap sampai kepantat, membuat paha putihnya menjadi terlihat dengan jelas. Pangkal pahanya
terekspos dengan jelas, memperlihatkan belahan vaginanya yang mulai basah.

Jari tengah Cantal membelai klitorisnya yang mulai membengkak oleh nafsu yang mulai bergejolak.

"Uggghhhhhhffffff massss... Enak bangetsssss....," desah Cantal merasakan kenikmatan yang mulai mengalahkan akal sehatnya. Tidak terlihat lagi rasa malu dan terpaksa diwajahnya, walaupun mungkin itu juga terbantu dengan tontonan yang dilihatnya didepan laptopnya dan juga pil biru yang diberikan Sachi sebelumnya yang tadi dicampurnya dengan minuman soda itu.

"Massss... "

Suara desahan dari Sisca mengalihkan perhatian Sachi dan ketika dia menoleh kearah Sisca, sebuah ciuman yang basah menyambutnya.

"Uuughhhhhhh....," desah Sisca ketika tangan Sachi dengan jahil menelusup kebalik yoga pants yang dikenakannya dan mengelus pelan klitorisnya yang masih tersembunyi malu.

Spoiler for Ilustrasi:



"Mas... Punyaku di colokin juga dong...." goda Cantal pelan. "Udah basah banget ne mas, pasti gampang mas masukin, ampe mentok dong mas...," lanjut Cantal dengan jari yang sekarang menelusup kebelahan vaginanya yagn terasa sangat gatal.

Andri yang sedang berkonsentrasi meretas CCTV Sachipun merasa terangsang dengan suara erotic Cantal yang mendayu menggoda, apalagi Sachi! Dengan menahan nafsu yang mulai bergelora, Andri berusaha berkonsentrasi kepada laptopnya.

Sementara itu, Sachi yang memandang kearah Cantal terkesima ketika melihat Cantal mengambil sebuah dildo berukuran jumbo dari samping laptopnya. Dengan gaya menggoda, diciuminya dildo itu dengan mesra, dikulumnya ujungnya dan dimasukkannya sampai setengah lebih dildo itu masuk kedalam mulutnya yang sensual.

"Mas... mau gantiin dildo ini gak? Masuk kesini loh mas...." kata Cantal sambil mengarahkan dildo yang sudah basah kuyup itu kedepan liang vaginanya yang juga sudah basah.

"Ssssttttttt...uhhhhh masssss...." desah Cantal panjang ketika batang dildo yang keras mulai menyeruak masuk, menggelitik relung vaginanya yang gatal.

"Auuwww! Nakal!" pekik Sisca ketika Sachi yang terangsang oleh permainan Cantal mencubit klitoris Sisca dengan kuat.

"Abis gemes sih..." kata Sachi sambil tangannya sekarang menarik-narik rambut kemaluan Sisca yang begitu lebat dengan gemas.

"Auww! Ihhh massss jahatttt!" kata Sisca sambil tangannya menepuk pelan pundak Sachi.

"Aahhhh...ahhh..ahhhh...," terdengar suara desahan dari laptop yang ada didepan mereka, ketiganya kemudian memandang kelayar laptop untuk melihat Cantal yang sedang asik memainkan dildo di vaginanya dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya meremas payudaranya yang besar.

Srrbbbb....Srrrbbb...srrrbbbbb...

Suara dildo keluar masuk vagina itu terdengar berirama. Cantal seolah tidak mempedulikan lagi lingkuangannya, yang ada di benaknya sekarang, hanya mengejar orgasme saja!

"Mas... udah mau dapet mas..." racau Cantal.

"Masssss... Dikit lagi! Dikit lagi!" teriakan Cantal membuat pandangan Sachi menatap layar laptopnya tanpa berkedip. Dan terlihat wajah Cantal yang merah padam dengan dildo yang semakin cepat keluar masuk vaginanya!

"Aagghhhhh....Masss....ssttttt...masssss!" caracau Cantal semakin cepat, secepat dildo yang beruntung mendapatkan jepitan hangat vagina merah.

Mata Cantal berkilat senang melihat penonton didepannya menghentikan kegiatannya dan memandang dirinya yang sedang mencari kenikmatan. Kakinya mulai terlihat bergerak liar ketika orgasme yang dicarinya semakin dekat dan....

"Ouuuwhhhhh masssssss!" teriak Cantal yang diiringi dengan gerakan liar kakinya menendang kesana kemari. Pinggulnya bergerak naik turun, mengekspresikan rasa nikmat yang seolah melolosi tulangnya itu. Dengan mata terbelalalak dan tangan menggenggam sandaran kursi, perlahan tubuh Cantal mulai terdiam seiring dengan badai orgasme yang berlalu dan hanya meninggalkan cairan bening yang mulai mengalir turun diantara pahanya.

"Gleeekkk...,"

Suara jakun Sachi terdengar diantara desah nafas Cantal yang memburu. Penisnya yang semakin keras dan berkedut ringan terasa ditangan Nia yang mulai mengocoknya pelan.

Done!

Hampir berbarengan dengan orgasme Cantal, Andri berhasil masuk ke system CCTV Ssachi.

Sekarang aku bisa mengakses sistem CCTV dari apartemen Sachi.

Pikir Andri sambil mengawasi layarnya sebelah kanan yang sekarang menampilkan ruangan dari apartemen Sachi.

Dimana kira-kira Sachi menyimpan barang berharganya?

Sementara itu di apartemen Sachi, aura mesum semakin kuat terasa seiring dengan nafsu yang semakin bergejolak.

"Mas...," suara panggilan dari Sisca terdengar sayu. Bisa dimaklumi, nafsu Sisca sudah dari sore perlu penyaluran apalagi ditambah dengan pil yang diberikan Sachi.

"Sudah basah sayang?" tanya Sachi. Walaupun dia sendiri sudah tahu jawabannya dari tangannya yang masih berada didalam celana Sisca.

Dengan satu gerakan ringan Sachi bangkit dan mendorong pelan tubuh Sisca hingga merapat dengan Nia. Tubuh Sisca dibaliknya hingga posisinya menungging diatas sofa. Yoga pantsnya diturunkan sampai sebatas paha dan belahan vaginanya yang basah dan tembem mengintip diantara rambut kemaluannya yang lebat.

"Wow..!" kata Sachi melihat pemandangan didepannya.

Nia yang juga mulai terangsang dengan hebat, mencium dengan rakus bibir Sisca yang membalasnya dengan tak kalah ganas. Sambil melihat kedua serigalanya yang mulai berciuman dengan ganas, tangan kiri Sachi mulai meraba vagina sempit Sisca.

"Eeeggghmmmmmmm mas!" desah Sisca pelan diantara ciuman NIa ketika jari Sachi menyeruak masuk kedalam vaginanya yang sudah mendambakan sentuhan dari tadi.
Spoiler for Ilustrasi:




Tangan kanan Sachi menurunkan kaos yang dikenakan Sisca hingga payudara bulatnya menggantung dengan indahnya, siap untuk dinikmati. Dirabanya puting yang sudah mengeras.

"Mas cepetiiinnn....Please....," pinta Sisca dengan wajah yang memelas ketika jari Sachi hanya mengocok pelan vaginanya.

Bukannya menuruti permintaannya, Sachi malah menarik tangannya dari belahan sempit itu dan melangkah kedepan Sisca .Dengan tak sbar dibukanya seluruh pakaiannya hingga sekarang Sachi tenjang bulat. Diarahkannya penisnya yang sudah tegang kearah dua buah mulut yang masih berciuman dengan rakus. Paham dengan maksud Sachi, Sisca dan Nia mengeroyok penis itu, Sisca mengulum kepala penis yang sudha memerah itu sedangkan Nia menjilati sekeliling batangnya.

"Eehhmmmm...., kalain pinter banget..." gumam Sachi merasakan nikmatnya lidah hangat itu di batang penisnya.

Sementara itu Nia menoleh kearah laptop dan terlihat Cantal mulai menggesek klitorisnya dengan pelan. Rupanya nafsunya sudah mulai kembali.

Dialihkannya pandangannya kearah Sisca yang bergaya doggy saat menghisap penis Sachi, vaginanya yang mulai terlihat basah begitu menantang terlihat. Tubuhnya perlahan menyeruak dibawah tubuh Sisca dengan gaya 69.

"Uuugghhhhhhhhhhhhhh.....!"

Suara teredam dari mulut Sisca terdengar ketika dengan rakusnya bibir Nia menyedot cairan yang mengalir diantara celah vagina Sisca, apalagi ketika tiga jari sekaligus masuk dan menggaruk setiap relung vagina itu dengan cepat dan kasar.

Sisca yang merasakan keenakan mencari pelampiasan dengan menggerakan mulutnya dengan cepat di penis Sachi. Tangannya yang bebas meraba pelan dua buah kantung bola yang membuat Sachi merem melek keenakan.

"Ughhh....Mulutmu enak banget Sis"

"Ehhhhmmmm..."

Desahan menggema memnuhi kamar apartemen itu saat orang-orang yang ada didalamnya mengejar kenikmatan masing-masing.

Andri yang melihat dari layar laptopnya hanya bisa menahan nafas melihat adegan itu, dengan mengertakan gginya dia mencoba mencari tahu siapa yang mengawasi CCTV itu.

Dan seperti dugaannya, Troy Company.

Kalau aku bisa masuk kedalam sistem Troy, kalau bisa mengakses server mereka, aku bisa menjadi sang pengawas. Tapi untuk melakukan itu aku perlu jaringan dan sistem yang lebih baik dari ini.

Masalahnya, tempatnya ada disana, bagaimana aku bisa masuk kesana?


Kembali pandangannya beralih kelayar laptopnya.

Disana terlihat Nia sedang menjilati klitoris Sisca dengan bernafsu. Tangannya tak tinggal diam, dengan jarinya yang basah, dicoloknya dua buah lubang Sisca yang sempit.

Sisca terkejut saat merasakan jari basah Nia di pantatnya, namun itu tidak lama ketika kocokan jari Nia dan hisapan bibirnya di klitorisnya mengalahkan rasa perih di pantatnya itu.

"Oooouuwhhhh.. Mbakkk cepetinnnn!" teriak Sisca ketika mulutnya berhasil terlepas dari penis Sachi dan dengan menegakkakn punggungnya dia merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika titik-titik sensitif ditubuhnya dirangsang habis-habisan oleh Nia.

Sementara dibawah itu dengan terampilnya bibir Nia menghisap klitoris Sisca, sesekali dia menggigitnya pelan sehingga Sisca hanya bisa menggelinjang menahan sakit dan nikmat.

"Hah...hah... Mbakkkkk cepetin... Dikit lagi mbak...," pinta Sisca ketika perlahan rasa nikmat itu semakin berkumpul menjadi satu.

"Iyahhh... Disana mbak... Atasan dikittttt....," ceracau Sisca ketika jemari Nia semakin dalam dan cepat mengocok di vaginanya. Kenikmatan itu semakin intens sehingga dia tak sadar kalau dua jari Nia juga mengocok pantatnya sehingga membuka lebih lebar.

Sementara itu Sachi memandang kearah laptopnya dan disana terlihat Cantal juga mengocok vaginanya dengan cepat, tangannya yang bebas meremas-remas payudaranya yang montok dengan brutal.

Dengan penis yang mengacung tegak, perlahan Sachi bangkit dan bergeser kearah pantat Sisca. Dengan mengedipkan matanya dia memberi isyarat kepada Nia agar mencabut jarinya dari anus Sisca. Diludahinya penisnya yang sudah menegang maksimal dan diarahkannya kearah lubang pantat Sisca yang terlihat menganga dengan indahnya.

"Aahhhhh....Mbak...dikit lagi mbak... dikit lagi...hah...hah...hah...," kata Sisca diantara desahannya.

"Ssstttt....uuhhhh...mbak...AAAAAAAWWWWWWWWWWWWWWW !"

Teriak Sisca kaget ketika batang besar dan panas Sachi menyeruak masuk dilubang pantatnya yang mungil. Perih, panas dan sakit terasa di anusnya yang dipaksa menerima penis Sachi yang cukup besar.

"Sisca... Pantatmu enak sekali. Sempit banget, " puji Sachi sambil merasakan jepitan pantat Sisca yang sempit di penisnya.

Spoiler for Ilustrasi:



"Mas.....Uuuuggghhh...jangan dulu," pinta Sisca sambil pantatnya bergerak kedepan sehingga penis Sachi sedikit tercabut dari pantatnya. Tangannya menggenggam penis itu, menahannya untuk masuk lebih dalam.

"Masss... Periihhhhh...," kata Sisca dengan paha yang mengatup dengan kuat.

Nia yang sadar dengan keadaan Sisca, kembali mengocok vagina Sisca dengan kuat. Bibirnya dengan telaten menjilati klitoris kecil yang kembali mengeras itu.

Sementara itu Sachi meenarik punggung Sisca hingga sedikit berdiri lalu tangannya meremas payudara Sisca dari belakang.

Perlahan, pinggul Sisca mulai bergoyang pelan, merasakan kenikmatan yang kembali mendera tubuhnya. Paduan rasa perih dan nikmat dipantatnya, gatal di vaginanya serta sakit, perih sekaligus nikmat di payudara dan klitorisnya sulit untuk ditahannya lebih klama lagi, hingga tak sadar pinggulnya bergoyang, mencari kepuasan yang sedikit lagi akan dicapainya.

"Aaahhhh....Mas, masukin yang dalemmmm.... Mbak... gigitin klitnya aku mbak...Enak bangetssss....,"racau Sisca mulai tak karuan.

"Gini Sis?" tanya Sachi sambil pantatnya menekan semakin dalam, sehingga penisnya seluruhnya masuk kedalam pantat Sisca.

Sachi juga merasakan kenikmatan yang luar biasa dipenisnya akibat jepitan anus Sisca yang semakin sempit karena vaginanya yang terisi jari Nia. TIga jari Nia!

"Uughhh... Lubangmu ini sempit sekali Sis.. Kayak pantat perawan saja!" Puji Sachi sambil mulai menggerakkan pantatnya dengan lebih cepat dan dalam.

Plak!

"Ahhh mas! Lebih keras!"

Teriak Sisca ketika tangan Sachi berganti menampar pantatnya dengan kuat.

Plok!Plok!Plok!

Plak!Plak!Plak!

Suara benturan tubuh dan tamparan di pantat Sisca semakin lama semakin sering dan semakin cepat terdengar.

"Sisca.. Mas mau.. Keluar.." desah Sachi.

"Aku juga Mas.. Ooohh.. Enak bangetsss.. Terus..Massss" Sisca merintih keenakan.

"Mas.. Keluarin didalem vaginaku aja.. Aku ingin rasain semprotan.. Mas.." pinta Sisca.

"Iya .. Ooogh.. Aaakhh.." kata Sachi sambil menarik penisnya dari pantat Sisca dan menghentakkannya di vaginanya.

Gerakan maju mundur Sachi dibelakang tubuh Sisca semakin kencang, semakin cepat dan semakin liar. Mereka berdua berusaha mencapai puncak kenikmatan bersama-sama.

"Massss.. Sisssca.. Ngaak kkuuaatt.. Aaakhh" rintih Sisca.

"Mas juga sudah.. Ooogh.. Sis," balas Sachi.

"Aaahhhh...ahhhh..ahhhh, dikit lagi mas!"

"Ahhhh... Sama Sis!"

"Crooot.. Croooot.. Crot.." sperma Sachi muncrat membanjiri vagina Sisca. saking banyaknya, spermanya menetes dan sebagian mengalir disepanjang paha Sisca.

"Hah...hah...hah...."

"Hah...hah...hah....,"

Dengan nafas terengah tubuh Sisca jatuh menimpa wajah Nia yang kemudian menjilati sperma dan cairan vagina Sisca sampai bersih.

Sementara itu Cantal dan Nia juga mengocok vagina masing-masing dengan jarinya yang bebas, mereka juga berlomba mencari orgasme yang rasanya begitu dekat!

Sachi berpindah kebelakang Nia dengan penis yang masih mengacung akibat obat kuat sekaligus perangsang yang diminumnya. Dengan posisi setengah duduk, Sachi mengangkat kaki kiri ke pundaknya hingga membentuk sudut 90 derajat. Tangan kiri Sachi menyibakkan celana kuning Nia hingga vaginanya terlihat dengan jelas. Lendir bening terlihat menempel di bibir vaginanya.

Dengan tangannya yang bebas Nia membantu menyibakkan celananya sekaligus menggosok klitorisnya yang gatal. Sementara itu Sachi mengepaskan kepala penisnya didepan vagina Nia yang basah dan...

Jleeeebbbbb!

"Aaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh mas!" teriak Nia merasakan kerasnya penis yang memamsuki tubuhnya dalam sekali hentakan.

Spoiler for Ilustrasi:



Slleeeeeeebbbbb...sleeebbbb...sleeebbbbb...

Dengan kecepatan tinggi Sachi langsung memompa vagina Nia yang sudah sangat basah. Sedangkan Nia yang menerima kocokan yang cepat, membalasnya dengan menggoyangkan pinggulnya dan menjilati vagina Sisca dengan kasar.

Dengan sisa tenaganya, Sisca bangkit dan menduduki wajah Nia dan menggoyangkan pinggulnya diatas bibir dan lidah yang rakus menjilati celah kenikmatannya. Tangan Sisca kemudian meraba payudara Nia dan meremasnya dengan kuat.

”Ahh... ahh.. uhh.. ughh...!” terdengar desah kenikmatan Nia yang liar seiring kocokan Sachi yang semakin brutal.

Nia mengimbangi dengan menggerakkan pinggulnya memutar, juga sesekali bergoyang atas bawah, menyambut tusukan Sachi yang semakin lama terasa semakin nikmat.

”Jepitan vagina dan goyanganmu benar-benar luar biasa, Nia! Ooohh...” lenguh Sachi keenakan.

Tangan kanan Roy itu terus menggerakkan pinggulnya maju-mundur, menyetubuhi Nia dengan liar dan kasar. Penisnya terasa dipijat oleh setiap relung vagina gadis cantik yang baru ditemuinya sore ini. Dipandanginya tubuh Nia yang montok dan hangat.

”Ughhh...!” Nia merintih merasakan penis besar Sachi yang semakin cepat mengaduk dan menghunjam ke liang vaginanya.
Yang ada di pikirannya sekarang cuma bagaimana menjemput klimaksnya yang dia rasa sudah hampir tiba.

”Aghh... ahhh.. ahh...!” saat Sachi bergoyang semakin liar, Nia pun mengangkat pantatnya dan melingkarkan kedua kakinya ke pinggangnya untuk mencapai orgasme yang terasa semaikn dekat.

Sachi yang mengetahui maksud Nia pun merespon dengan menyodokkan penisnya semakin cepat dan dalam. Dan setelah beberapa genjotan yang kasar dan brutal, mereka pun memekik berbarengan.

”Aarghhhh...!” cairan kenikmatan mengalir deras dari dalam vagina Nia yang mencapai puncak kenikmatannya.

"Ahhhhh...Mas ampun.. Sudah...Sudah.....Aku nyerah...." kata Nia terbata dari bawah celah vagina Sisca ketika Sachi masih tetap menggenjotnya.

Spoiler for Ilustrasi:



"UUgghhhhh mbak!" jerit Sisca dan tubuhnyapun bergetar ringan dan ambruk diatas tubuh Nia. Orgasme kedua untuk Sisca.

Sachi memandang kedua gadisnya dengan puas, sementara di laptop Cantal terlihat terkulai di kursinya, cairan kenikmatan terlihat mengalir disepanjang pahanya yang tergantung pasrah.

"Hmmmm... Aku nyari dessert dulu ya...," kata Sachi dengan penis yang mengacung tegak sambil melangkah kearah kamar mandi.

Rini, vagina selanjutnya!

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Butuh beberapa lama bagi Andri untuk menenangkan dirinya saat melihat persetubuhan yang panas di layarnya. Setelah Sachi pergi kekamar mandi, dilihatnya Sisca dan Nia bangkit dan membersihkan kemaluan masing-masing dengan tissu basah. Mereka kemudian saling tatap dan terlihat Sisca mengangguk dan melangkah menuju kekamar mandi.

Sementara itu Nia terlihat bangkit dan pandangannya menyapu kesekeliling ruangan.

Saatnya bekerja!

Pikir Andri sambil melangkah meninggalkan kamarnya dan melangkah menuju keparkiran, dilihatnya motor yang biasa dipakai oleh Paijo terparkir disana. Setelah memastikan keadaan aman, digembosinya roda motor Paijo.

Sambil memikirkan rencana berikutnya, dirinya melangkah ke arah warung Paijo ketika si empunya warung melangkah kearahnya.

"Mau kerja mas?" tanya Andri dengan ramah.

"Iya nih, udah hampir telat nih... Duluan ya...," kata Paijo sambil melangkah ke motornya.

Tak lama kemudian terdengar umpatan Paijo.

"Waduh sialan, isi bannya kempes lagi..., gimana ne?"

"Kenapa mas?" tanya Andri perlahan.

"Bannya kempes neh...Udah telat lagi," gerutu Paijo.

"Mau ikut sama aku mas, suntuk neh, mau jalan-jalan keluar..,"

"Wah, kebetulan nih.., ayo..." ajak Paijo senang.

Dengan senyum dikulum Andri melangkah mengambil motornya dan merekapun menuju ke tempat kerja Paijo. Setelah sampai Andri bertanya kepada Paijo.

"Mas, dipos satpam ada wifi gak? Suntuk nih, mau internetan gratis, hehehe..." tanya Andri.

"Ada dong, taruh aja motormu di parkir, nanti kita nonton bokep bareng-bareng,hahaha" tawa Paijo senang.

"Oke deh mas," kata Andri sambil menaruh motornya diparkir dan mengamati posisi kamera pengawas.

Masih sama seperti dulu...

Pikir Andri lalu menuju kearah pos satpam. Disana terlihat hanya ada Paijo saja seorang diri.

"Mana hp mu Ngga, ada bokep baru kagak?" tanya Paijo bersemangat.

"Ada dong, Rangga!" kata Andri sambil memberi hp nya kepada Paijo yang langsung sibuk melihat-lihat koleksi bokep terbaru hingga tak sadar kalau Andri mengambil access card kamarnya yang dulu.

"Mas, aku jalan-jalan keatas ya..." kata Andri sambil hendak melangkah keluar.

"Sudah sana, tapi jangan lama-lama, nanti kau dikira maling lagi,hahaha..." tawa Paijo sambil matanya tetap mengawasi layar handpone Andri.

sambil tersenyum Andri mengiakan perkataan Paijo lalu melangkah kelantai apartemennya. Dirinya sudah hapal dengan posisi CCTV di apartemen itu sehingga mudah saja baginya untuk menghindarinya.

Sambil mengawasi keadaan, Andri memasuki apartemennya yang lama dan melangkah kelantai bawah. Situasi kamar yang berdebu menyambut dirinya. Apartemen ini untungnya terpisah dari aset dirinya yang lain sehingga tidak bisa diakuisisi oleh dari Troy Company berdasarkan perjanjian yang ditandatanganinya secara terpaksa.

Perjanjian yang entah disimpan dimana dan sekarang Sisca dan Nia berusaha mencari tahu keberadaaan perjanjian itu!

Dengan menarik nafas, ditekanya tombol yang tersembunyi dibalik lemari buku-buku itu. Dengan suara berderak, salah satu lemari buku terbuka sehingga terlihat suatu ruangan kecil yang berisi satu set computer dan peralatan lainnya.

Home sweet home!

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Galang memeriksa file yang dikirimkan Andri kepadanya. Ketika file itu sudah berhasil didownload dan diextractnya. Ternyata beberapa file video dan gambar. Dengan penasaran dibukanya satu file video dan nafasnya memburu dengan cepat. Antara marah dan terangsang!

Di video itu terlihat dua orang gadis yang hanya tinggal mengenakan pakaian dalam saja sedang bergumul dengan bernafsunya. Gadis-gadis itu...

Chap 4
Faint
Part 1


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Galang memeriksa file yang dikirimkan Andri kepadanya. Ketika file itu sudah berhasil didownload dan diextractnya. Ternyata beberapa file video dan gambar. Dengan penasaran dibukanya satu file video dan nafasnya memburu dengan cepat. Antara marah dan terangsang!

Di video itu terlihat dua orang gadis yang hanya tinggal mengenakan pakaian dalam saja sedang bergumul dengan bernafsunya. Gadis-gadis itu...

Galang POV

Sejenak aku ingin tak percaya dengan video yang ada ditanganku. Namun wajah mereka begitu jelas divideo itu. Wajah yang masih terlalu muda!

Huuuftttttt.... Pantas saja Herman tak bisa berkutik...

Pikirku sambil melihat lagi detail video itu. Terlihat wajah Tasya dan Desy merah padam menahan gairah. Keduanya terlihat menikmati apa yang mereka lakukan walaupun sorot mata mereka seperti melayang.

Gairah? Ataukah... Apa mungkin ini akibat dari...?

Kalau begitu ini semua sudah mereka rencanakan agar Herman menjauh dari kasus itu. Dengan sumberdaya mereka, tentu tidak sulit untuk melakukan ini.

Bisa kurasakan darahku bergejolak memikirkan perbuatan mereka yang tega melakukan ini semua kepada gadis-gadis seperti mereka!

Kuambil sebuah benda dari kantong celanaku. Sebuah alat yang bisa mengclone handphone dari sesorang. Intinya, dengan alat ini, aku bisa membuat duplikat dari handphone.

Kupandangi rumah yang asri itu, rumah yang dulunya sering aku singgahi, rumah yang memberikan banyak kenangan yang indah dalam hidupku yang muram.

Seorang gadis terlihat keluar dari pintu pagar rumah, dengan senyumnnya yang ramah gadis itu melambai kepada orang yang ada didalam rumah.

Gadis itu, Tasya.

Spoiler for Ilustrasi:



Wajahnya masih imut seperti dulu, namun bagian tubuhnya yang lain sudah bertambah dewasa. Bibirku terasa kering ketika teringat akan video yang aku tonton barusan.

Kulihat dia tidak terlalu banyak berubah, masih terlihat wajah nakalnya dibalik seragam SMA yang dikenakannya. Dengan rok diatas lutut dan kemeja yang ketat, entah berapa lelaki yang akan terpikat olehnya.

Namun bukan itu yang menjadi fokusku sekarang, namun tas kecil yang ada disampirkan dipundaknya. Tas yang kemungkinan besar berisi handphone yang aku perlukan!

Kukenakan topi warna hitam dan kukancingkan jaket dengan warna senada yang kupakai. Setelah memastikan wajahku tidak terlhat, kulihat keadaan sekeliling.

Aman!

Dengan langkah pelan kuikuti langkah kecil Tasya yang dengan asyiknya berjalan didepanku. Sesekali wajahnya terlihat dari samping. Mulut mungilnya terlihat bermain-main dengan sebuah permen karet yang sekali-kali digelembungkannya.

Tak berapa lama kami tiba di gang kecil yang kalau tidak salah berdekatan dengan sebuah SMA.

Jarak antara kami semakin dekat dan ketika sudah tibah dipertengahan gang itu dengan cepat aku berlari memepet Tasya dari belakang. Dalam sepersekian detik, tanganku dengan cepat mengeluarkan sebuah cutter dari kantongku dan memtong tali tas Tasya. Sebelum Tasya tahu apa yang menimpa dirinya, dengan membawa tas tu aku telah sampai diujung gang dan dengan cepat kususuri gang-gang yang banyak ada disana.

Jambrettt...Tolongggggg! Jambreetttt!

Samar masih bisa kudengar suara Tasya yang berteriak minta tolong dikejauhan.

Dengan cepat aku memeriksa tas Tasya, seperti dugaanku handphonenya ada disana. Kukeluarkan kartu SIM yang ada didalam handphone itu dan memasukkannya kealat yang diberikan oleh Andri kepadaku. Setelah selesai kumasukkan kembali handphone itu kedalam tas dan mengambil dompetnya.

Kubuang tas itu di pinggir jalan, begitu juga dengan jaket dan topi yang kupakai, kubuang disalah satu tong sampah yang ada dipinggir jalan. Dengan cepat aku melangkah ke salah satu toko terdekat dan melihat keadaan diluar.

Tak berapa lama kudengar langkah kaki orang banyak mendekat dan diantaranya terdapat Tasya.

"Eh ini ada tas, " kata salah seorang lelaki paruh baya yang mengejar sambil menunjuk kepinggir jalan.

"Eh ini tas saya pak," kata Tasya dengan senang dan mengambil tasnya lalu memeriksa isi tasnya itu.

Wajahnya kemudian berubah murung ketika melihat dompetnya tidak ada.

"Dompetnya tidak ada,huh!" dengus Tasya sambil mengambil HPnya dari dalam tas.

"Wah, masih untung HPnya gak diambil mbak, lain kali jangan lewat jalan yang sepi-sepi mbak, " kata salah seorang yang warga.

"Tapi tumben loh ada jambret sekitar sini," kata warga yang lain.

Perlahan kerumunan warga itu bubar ketika mereka tidak melihat jejak si jambret digang-gang yang sayangnya banyak terdapat disekitar tempat itu.

Dengan ujung mata kulihat mereka pergi dari depan toko tempat ku berbelanja. Setelah membeli sebotol air mineral dan membayar dikasir, aku keluar dan berjalan menjauh dari tempat itu.

Setelah cukup jauh dari tempat itu, kubuka dompet Tasya. Dan...

Plokkkk....

Sebuah benda yang dilapisi alumunium foil terjatuh...

Sebuah kondom!

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Andri POV

Kubuka kelopak mataku yang terasa berat. Silau sinar matahari yang menerobos dari celah tirai kamar membuat aku mengambil selimut lagi.

Pagi yang malas....

Ddrrttt...Ddrrttt...Ddrrttt...

Suara sms yang masuk ke handphone membuatku dengan malas mengambilnya.

"Siapa nih pagi-pagi dah sms...," gumamku sambil melihat layar handphone.

Pengirim : Gilang

Paket sudah didapat. Aku bawa kesana nanti.
Dengan mata yang masih malas untuk terbuka aku duduk dipinggir ranjang.

Satu langkah lain lagi.

Kulirik jam di handphone, 08.00. Sudah siang rupanya.

Saatnya bekerja!

Setelah selesai mandi dan memakai pakain seragam sopir, aku beranjak kepintu ketika kudengar suara langkah kaki didepan pintu.

Mungkin Putri... Pikirku. Namun tak lama hal itu terbantahkan ketika kudengar suara ketukan di pintu kamar Putri.

Tok...tok...tok...

Dengan pelan kubuka pintu aku lihat dua orang polisi sedang berdiri didepan kamar Putri.

Polisi? Ada apa ini?

Chap 4
Faint
Part 2



~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Andri POV

Kulirik jam di handphone, 08.00. Sudah siang rupanya.

Saatnya bekerja!

Setelah selesai mandi dan memakai seragam sopir, aku beranjak kepintu ketika kudengar suara langkah kaki didepan pintu.

Mungkin Putri... Pikirku. Namun tak lama itu terbantahkan ketika kudengar suara ketukan di pintu kamar Putri.

Tok...tok...tok...

Dengan pelan kubuka pintu aku lihat dua orang polisi sedang berdiri didepan kamar Putri.

Polisi? Ada apa ini?


Kulihat kedua orang polisi itu mulai sedikit gelisah ketika beberapa kali mengetuk pintu namun belum juga ada jawaban dari dalam.

"Mungkin Putri masih tidur pak," kataku pada mereka.

Kedua orang polisi itu kemudian menoleh kepadaku dan keduanya saling tatap sebelum dengan pelan mereka berjalan kearahku.

"Selamat pagi pak, kami dari kepolisian, benar kamar di pojok itu ditempati oleh saudari Karin?" tanya salah seorang dari mereka.

"Karin? Iya pak, kamar itu ditempati oleh Karin dan rekannya, Putri, ada apa ya pak?" tanyaku pada mereka.

"Begini mas, saudari Karin pagi ini telah meninggal dunia," kata salah seorang dari mereka sambil menatapku dengan tajam.

Apa??! Meninggal???

"Meninggal? Kenapa pak?" tanyaku penasaran. Karin yang enerjik itu telah meninggal. Pikirku tak percaya.

"Penyebabnya masih diselidiki mas, kami perlu memeriksa kamar korban sekarang untuk mencari bukti-bukti terkait," kata salah seorang polisi.

"Ouwwhh.. Kalau begitu tunggu sebentar pak," kataku sambil melangkah kedepan pintu kamar Putri.

Tok...tok...tok...!

"PUTRI! ADA TAMU!" teriakku dari depan pintu.

TOK...TOK...TOK kali ini dengan sekuat tenaga kuketuk pintu.

"Ugghhh...iya...," suara pelan dari Putri yang baru bangun kudengar samar dari balik pintu.

"Sebentar...,"

Sebuah suara yang masih terdengar sengau menjawab dari balik pintu, tak lama kemudian, suara langkah kaki yang diseret terdengar dari balik pintu kamar.

Klek...

Suara kunci diputar dan tak lama kemudian sebuah wajah yang masih mengantuk dan rambut yang acak-acakan menyembul dari celah pintu.

"Ada apa mas..., eh kok ada polisi?" tanya Putri dengan terkejut ketika melihat kebelakangku. Matanya berubah menjadi waspada ketika melihat ada polisi bersamaku.

"Ini ada bapak-bapak dari kepolisian yang ingin bicara padamu Tri," kataku sambil melangkah kesamping, memberi tempat untuk dua orang polisi yang ada dibelakangku.

"Selamat pagi mbak," tegus polisi yang lebih muda sambil mengulurkan tangan.

"Pagi pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Putri dengan bingung.

"Begini mbak, benar ini kamar dari Nona Karin?" tanya si polisi lebih lanjut.

"Benar pak, saya rekan satu kamarnya, ada apa ya pak?" tanya Putri. Nada khawatir terdengar disuaranya.

Aku sebagai orang luar hanya bisa memandang mereka yang berbincang dengan serius.

"Ehhmmmm, begini mbak, Nona Karin meninggal mbak," kata si polisi dengan tenang.

Sejenak Putri terlihat bingung dengan perkataan si polisi. namun perlahan kesadaran me
rasuki pikirannya dan pandangan tak percaya terlihat dimatanya.

"Tidak mungkin pak! Kemarin Karin berangkat kerja menjadi pramugari pak!" kata Putri tak percaya.

"Iya mbak, dia meninggal didalam pesawat," jelas si polisi dengan sabar.

Sejenak wajah Putri terkejut mendengar jawaban yang didengarnya.

"Ka..karena apa?" tanya Putri, masih dengan nada tidak percaya.

"Jenazahnya masih diautopsi sekarang, tapi kemungkinan besar karena overdosis," jelas si polisi.

"Dan kami sekarang kesini untuk memeriksa kamar dari saudari Karin," jelas si polisi.

"Eh...Silahkan pak," kata Putri dengan wajah yang menahan tangis. Dengan bibir gemetar dia melangkah kesamping sehingga polisi-polisi itu bisa masuk kedalam kamar.

Perlahan tubuh Putri bergetar ringan, sebelum air mata mengalir turun membasahi pipinya. Dia, menangis tanpa suara.

Wajah Frans dan Edy perlahan membayang diingatanku, wajah terakhir saat kami tertawa bahagia, saat kami masih bersama... Saat-saat itu..

Dengan satu langkah aku menghampiri dan menarik tubuh Putri dalam sebuah pelukan. Tubuh Putri menegang sesaat sebelum mukanya dibenamkan ditubuhku dan menangis. Air matanya membasahi dadaku sebelum tanganku terangkat dan ragu mengelus rambutnya.

Terbayang wajah si-celana-dalam-putih yang masih terbaring disana. Dan tak terasa, mataku pun menjadi panas....

Hampir sepuluh menit kami berpelukan sebelum perlahan tangan Putri mendorong tubuhku menjauh.

"Maaf mas," katanya dengan wajah memerah dan menunduk memandangi kakinya. Hampir satu jam lamanya kami menunggu polisi memeriksa barang-barang Karin. Beberapa kali Putri memberi penjelasan ketika ditanya oleh para polisi itu.

"Mbak, mungkin itu saja dulu, boleh kami minta no teleponnya? Siapa tahu kami perlu bantuan lebih lanjut nanti," kata salah satu polisi itu sambil bersiap mencatat.

"Oh, boleh pak..." kata Putri sambil memberikan no handphonenya.

"Oh, iya pak, dimana sekarang... sekarang... Jenazah Karin," tanya Putri dengan suara bergetar.

"Di Rumah Sakit Permata Bunda mbak, kalau begitu kami permisi dulu," kata para polisi itu sambil melangkah keluar.

"Mas, bisa anterin Putri kesana?" tanya Putri dengan matanya yang sembab.

"Oke, ayo...," kataku.

"Eh, Putri mandi dulu sebentar mas," kata Putri, dengan wajah merah dan sepertinya dia baru sadar kalau keluar dengan menggunakan kemeja dan celana pendek saja. Kemeja itu tipis yang membuat benda didalamnya membayang.

Dengan tergagap dia melangkah kekamar mandi dan tak lama suara air mengalir terdengar dari dalam sana.

Dengan langkah yang pelan aku berbalik menuju ke kamarku.\

RS Permata Bunda, bukannya dia dirawat disana...

Pikirku sambil memikirkan dirinya yang selama tiga tahun masih terbaring tak berdaya. Tunggu saja Lid, aku pasti akan membalaskan semua ini pada mereka.

Hampir setengah jam aku menunggu ketika akhirnya Putri mengetuk pintuku yang terbuka.

"Maaf mas, jadi?" tanyanya dengan lembut.

"Ayo," kataku sambil melangkah keluar kamar.

Aku mengemudi dalam diam sampai kami tiba di depan RS Permata Bunda.

"Mas, berapa?" tanyanya ketika turun dari taksiku.

"Gak usah Tri," kataku sambil tersenyum dan menunjuk argo yang tidak kunyalakan.

"Eh, thanks ya mas," katanya sambil berbalik dan menuju kedalam rumah sakit dan...

Bruughhh...

Suara tubrukan terdengar dan kulihat Putri bertubrukan dengan seorang wanita yang terlihat terburu-buru.

"Eh, maaf," kata Putri dan wanita itu bersamaan.

Wanita itu!



Chap 4
Faint
Part 3


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Mas, berapa?" tanyanya ketika turun dari taksiku.

"Gak usah Tri," kataku sambil tersenyum dan menunjuk argo yang tidak kunyalakan.

"Eh, thanks ya mas," katanya sambil berbalik dan menuju kedalam rumah sakit dan...

Bruughhh...

Suara tubrukan terdengar dan kulihat Putri bertubrukan dengan seorang wanita yang terlihat terburu-buru.

"Eh, maaf," kata Putri dan wanita itu bersamaan.

Wanita itu!


Andri POV

Terlihat mereka berdua sama terburu-buru sehingga tidak melihat satu sama lain.

"Maaf mbak,"

"Maaf ya..,"

Kata-kata maaf diucapkan mereka dan langsung setelahnya kedua wanita itu berjalan masuk kedalam rumah sakit.

Kenapa wajah kakak terlihat gelisah dan terburu-buru seperti itu? Jangan-jangan dia...

Pikirku sambil melihat kearah Kak Anisa yang berjalan dengan terburu-buru menuju ke dalam rumah sakit.

Eh? Itu dompet siapa? Pikirku sambil turun dari dalam taksi dan memungut dompet yang tergeletak diatas jalan. Kulihat KTP yang ada di dalam dompet itu dan ternyata milik Kak Anisa. Dan sebuah ide untuk bisa melihat Lidya terlintas didalam pikiranku.

Dengan segera kuparkir taksi di parkiran rumah sakit lalu menuju kebagian informasi sambil mengingat pakaian yang dikenakan Kak Anisa tadi.

"Mbak, lihat mbak yang pakai rok hitam dan jaket kulit hitam tadi lewat sini nggak mbak?" tanyaku pada salah seorang suster yang ada disana.

"Yang bawa tas coklat ya mas?" tanyanya dengan ramah.

"Iya mbak," jawabku dengan gembira.

"Memang kenapa mas?" tanyanya dengan sedikit heran sekarang.

Duh!

"Ini mbak, mau bawain dompetnya yang ketinggalan di taksi, " kataku menjelaskan sambil menunjuk kearah dompet yang aku bawa.

"Ouwwhhh, keruangan VIP 3 mas, pasien yang koma disana katanya ada perubahan" jawabnya lagi. Sekarang nada suaranya terdengar bersahabat lagi.

"Yakin mbak?" tanyaku memastikan.

"Iya mas, dia sering kesini, orangnya ramah lagi, " terangnya memastikan.

"Ouuuwwhh, oke deh mbak, thanks ya," kataku sambil menuju keruangan VIP 3 seperti yang dikatakannya.

Jadi benar kakak keruangannya Lidya. Semoga tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya.

Dan sejenak ingatanku melayang ke masa tiga tahun yang lalu, saat awal-awal kami berjumpa. Saat dia dengan begitu kerasnya menolak semua bantuanku, saat hubungan kami berkembang menjadi lebih dari sekedar rekan kerja. Saat malam itu...

Dengan langkah yang semakin cepat aku melangkah menuju keruangan VIP 3 seperti yang dikatakan mbak di bagian informasi tadi. VIP 3, seingatku lokasinya disekitar sini. Pikirku sambil melihat kesekeliling.

"Mau kemana Mas Rangga?" tegur seorang wanita yang suaranya familiar dari belakang tubuhku.

"Eh Puspa, ini mau ke VIP 3, belum pulang Pus?" tanyaku melihat dia masih mengenakan pakaian kerjanya.

"Balum mas, ini gantiin temen yang lagi ada keperluan, ini kebetulan mau keruangan VIP, ikut aku saja mas," katanya dengan tenang dan dingin seperti biasa. Wajahnya terlihat datar.

Dengan langkah pelan kuikuti Puspa yang mendorong peralatan kerjanya.

Tak lama kemudian kami tiba diruangan VIP 3, tapi anehnya beberapa suster dan dokter ada disana, semuanya memandang kearah pasien yang terlihat bergerak-gerak seperti...

Mengigau? .

Pikirku heran.

Aku dan Puspa memandang mereka yang ada didalam dalam diam. Merekapun fokus melihat kearah pasien hingga tidak menyadari kehadiran kami yang memandang mereka dari luar.

"Dok, kenapa dia seperti itu?" tanya Kak Anisa dengan khawatir. Tangannya saling remas, kebiasaannya saat sedang resah.

"Kemungkinan pasien sedang bermimpi sehingga dia mengigau seperti itu," kata dokter sambil memeriksa denyut nadi Lidya.

"Jadi apakah dia akan segera sadar?" tanya Kak Anisa penuh harap.

"Kemungkinan besar bisa mbak, cuma"

"Cuma apa dok?" tanya kakak dengan tak sadar.

"Pada sebagian kasus, keinginan dari pasien sendiri yang akan membuatnya sadar," terang dokter itu sambil mengawasi Lidya.

"Maksudnya dok?" tanya Kak Anisa menyuarakan kebingungan yang mungkin melanda kami yang ada diruangan itu.

"Begini mbak, ada kasus dimana pasien tak ingin sadar dari komanya karena satu dan lain hal, misalnya, maaf ya mbak. Ada pasien yang mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual. Alam bawah sadarnya mungkin tidak ingin untuk sadar atau ingin untuk bangun dari tidurnya. Jadi ya semuanya tergantung dari kondisi fisik dan psikis dari pasiennya." Jelas si dokter panjang lebar.

Semuanya memandang kearah Lidya yang masih terlihat seperti orang mengigau.

Lid, apa yang sebenarnya terjadi?


Lidya POV

Tidak! Jangan!

Tarrrrrr!

"Aahhhhhh... sakit,huhuhu" gumamku sambil merasakan rasa perih yang mendera punggungnya ketika ikat pinggang kulit itu bersentuhan dengan kulitnya.

"Hentikan mas! Hentikan! Baik, aku akan melakukan apa yang mas mau, jangan sakiti dia!" teriak wanita itu dengan air mata yang mengalir di pipinya.

"Hahahaha, begitu baru istriku yang baik, hahaha, kalau dari tadi, tidak perlu sampai begini hahaha," kata lelaki itu yang membuatku muak.

"Ayo dandan yang cantik, nanti malam kita mulai, hahaha" kata lelaki itu sambil melangkah luar, lelaki itu, lelaki yang kupanggil ayah didunia ini.

Ibu melangkah mendekati diriku dan memelukku dengan air mata yang membasahi pipiku. Wajahnya yang cantik terlihat tua dengan kerutan yang mulai nampak. Kerutan yang terlalu dini muncul diwajahnya.

"Maafkan ibu nak, maafkan ibu...," katanya dengan suara yang sengau. "Tunggu disini dulu ya, ibu ambilkan obat dulu...," katanya sambil mengelus rambutku kemudian beranjak keluar. Tak lama kemudian ibu datang dan mulai mengobati punggungku.

Maaf ibu, aku tidak bisa membantumu.. Andai saja...

...

"Berhenti, jangan menangis! Atau kupukul kakakmu! Kau mau melihat dia kupukul hah!" teriak ayah kepada gadis kecil yang melawan ketika ayah menariknya dengan paksa. Gadis kecil itu, adikku.

"Ayah, lepaskan dia, bawa aku saja..." kataku sambil memegang tangannya.

"Hussttt... Pergi kau! Mereka mau adikmu, bukan dirimu! lagian kau sebentar lagi akan jauh lebih berguna bagiku hahaha...," katanya sambil tertawa lebar dan terus menarik adikku menjauh, kearah sebuah mobil berwarna hitam yang menunggu dikejauhan.

"Kakak! Tolonggg..." kata adikku dengan air mata yang mengalir dengan deras.

Dengan pandangan tak berdaya aku melihatnya menarik adikku menjauh.

Andai saja aku bisa melawannya... Andai saja aku tidak selemah ini.

...

“Dasar wanita sialan! Uang segitu aja gag becus nyarinya!”

Plak!

Suara tamparan itu masih bisa kudengar dari tempatku bersembunyi. Suara yang bagaikan merobak telingaku...

“Maaf mas, pelanggan sepi belakangan ini” jawab ibu dengan air mata yang mengalir dipipinya.

“Dasar tak berguna, hanya bisa menangis saja, sekarang layani aku!” perintah ayah dengan suara yang keras.

“Di..di kamar saja mas..” kata ibu dengan suara pelan.

“Aku mau disini, atau kau mau dihalaman hah? ” teriak ayah sambil membuka paksa gaun yang dikenakan ibu.

Breeettttt….

Suara robekan kain itu terdengar begitu mengerikan ditelingaku. Begitu tajam merobek hatiku.

“Cuuhhhh” kudengar ayah meludah meludah entah kemana dan

“Arrghhhhhhhhhhhhhhhhh....!Jangan disana mas...” jerit ibu sambil menangis terisak.

“Siapa yang mau pake memek mu yang longgar itu hah?” kata ayah.

Kuiintip perlahan dan kulihat ayah sedang berada dibelakang ibu, memaksa ibu melayaninya.

Terlihat ibu menangis sambil mengerang kesakitan.

Aku harus melakukan sesuatu! Andai saja aku lebih kuat! Andai saja aku lebih berani!

...

"Ayah jangan..." kataku sambil meronta ketika tangan-tangannya menarik rok yang kukenakan.

"Ayolah manis, ibumu tak akan tahu...,hahaha" kata ayah dengan mulut yang berbau alkohol.

Breeetttt...

"Ayah..., jangan.... huhuhu" kataku tak bisa menangis ketika tangan ayah merobek paksa celana dalamku dan tangannya menyibakkan kemaluanku.

"Hahaha... Tenang saja manis, aku tidak akan memasukkannya kesini..hahaha, kalau itu kujual, harganya akan sangat mahal hahaha," kata ayah yang membuatku tidak mengerti.

Brugghhh...

"Aduhhh...." jeritku ketika dengan sekali dorong ayanh membuatku terjatuh menungging di sofa kami yang butut.

Ssrrrkkkk!

Suara resleting yang ditarik turun membuatku panik.

"Ayah jangan! Tolong!" kataku berusaha berteriak, walaupun aku merasa akan percuma. Tak akan ada tetangga yang berani melawan ayah.

Plakkkk!

"Ahhhhhh!" jeritku ketika ayah menampar pantatku dengan keras. Sangat keras!

"Sekali lagi kau berteriak, maka kau tak akan melihat ibumu besok!" ancamnya yang membuatku hanya bisa menahan jeritanku ditenggorokanku.

Cuuuhhhh!

Sesuatu yang basah terasa dibawah vaginaku. Di lobang pantatku!

Ludah? Tapi kenapa?

Dan seketika aku teringat apa yang dilakukan ayah pada ibu. Dan dengan sisa tenagaku aku mencoba berontak, tapi apa daya seorang gadis kecil sepertiku melawan tenaga ayahku sendiri yang sedang dimabuk alkohol dan nafsu!

"Aahhhh!" jeritku ketika sesuatu yang kecil terasa menusuk masuk kedalam tubuhku.

Cuuuhhh!

Dan perlahan sesuatu yang lebih besar menyeruak masuk dan rasa sakit yang tak tertahankan terasa merobek bagian bawah tubuhku.

"Huhuhu... Ahahhhh... Ayah... Sakit.... hentikan ayah... sakit... huhuhuhu " kataku sambil menggigit bibirku menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan.

"Hahaha... Sempit sekali!" katanya dengan penuh kepuasan, nada suaranya sungguh membuatku muak!

Tanpa mempedulikan rintihan kesakitanku, ayah tetap mendorong miliknya keluar masuk tubuhku dengan cepat.

Semakin lama semakin cepat dan semakin sakit kurasa.

"Aahhhhh...Nikmat sekali!"

Crottttt...crrrootttt.croottt...

Sesuatu yang lengket dan panas terasa di punggungku bersamaan rasa sakit yang tak tertahankan.

Aku tidak mengalami ini, aku tidak pernah mengalami hal ini.

Aku kuat, aku akan membalas perbuatannya nanti


Kriiieettttt...

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatianku. Kulihat ibu memandang kami dengan tak percaya, sorot matanya kemudian berubah menjadi pedih dan marah.

Plak..Plak..Plok...

"Dasar lelaki kejam! Binatang! Apa yang kau lakukan pada anakku hah! Bajingan!" Teriak ibu sambil memukuli wajah ayah dengan tangannya.

"Dasar pelacur! Hentikan!" teriak ayah sambil merapikan pakaiannya.

"Kubunuh kau bajingan! KUBUNUH KAU!" teriak ibu sambil memukuli ayah dengan sekuat tenaga dan..

Prangg...

Seperti dalam gerakan lambat tubuh ibu jatuh kebawah dan tergeletak dilantai. Wajahnya yang cantik terlihat memandangku dengan senyum meminta maaf. Aku tidak mengerti apa yang terjadi, namun perlahan lantai berubah menjadi merah oleh darah, darah ibu!

"Ibuuu!" teriakku sambil menghampiri nya.

Dasar bajingan!

Dan perlahan seiring dengan kemarahan dan rasa takutku, kesadarankupun menghilang...

...

Lidya...Lidya...

Masih saja kau takut untuk menghadapinya, dan bahkan kau sekarang mau tidur terus?

Baiklah, biar aku saja yang menghadapi mereka, kau tidurlah...


...

Andri POV

Perlahan mata Lidya yang dari tadi tertutup terbuka. Semua orang yang berada didalam kamar itu bersorak gembira menyambutnya.

Dokter memeriksa denyut nadi dan tanda-tanda fisik lainnya dan tersenyum kearah Kak Anisa.

Suasana yang tadinya murung berubah menjadi riang ketika terdengar suara sengau memecah sukacita itu. Suara Lidya.

"Aku dimana? Siapa kalian?"

Chap 4
Faint
Part 4


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Andri POV

Perlahan mata Lidya yang dari tadi tertutup terbuka. Semua orang yang berada didalam kamar itu bersorak gembira menyambutnya.

Dokter memeriksa denyut nadi dan tanda-tanda fisik lainnya dan tersenyum kearah Kak Anisa.

Suasana yang tadinya murung berubah menjadi riang ketika terdengar suara sengau memecah sukacita itu. Suara Lidya.

"Aku dimana? Siapa kalian?"

Pandangan mata Lidya menyapu ruangan dan ketika pandangan matanya bertemu denganku, kulihat pandangan mata yang kulihat tiga tahun lalu di gudang Alfa Medika.

Mungkinkah???

Kuambil handphone dan mengirimkan pesan kepada Galang dan kembali mengamati perkembangan situasi.

Suasana ruangan yang tadinya ceria sedikit berubah ketika mendengar perkataannya. Kak Anisa melihat kearah dokter dengan pandangan bertanya.

"Selamat pagi mbak, ini berapa mbak?" tanya dokter kepada Lidya sambil menunjukkan dua jarinya.

"Dua," jawab Lidya dengan mantap.

"Sekarang mbak tau tanggal berapa?" tanya dokter sambil memperhatikan Lidya dengan seksama.

"Tanggal 20," jawab Lidya.

"Tahun?"

"2015" jawab Lidya dengan yakin. "Kenapa dok?" tanya Lidya heran.

"Hhmmmmmm....," gumam si dokter sambil melihat kearah Lidya.

"Bapak-bapak, ibu-ibu semua, tolong keluar sebentar ya," kata pak dokter dengan ramah. Dengan perlahan kulihat Kak Anisa melangkah keluar dari dalam ruangan dan dia memandang heran kearah aku dan Puspa yang berada diluar.

"Eh mbak, ini dompetnya, tadi jatuh diluar..." kataku sambil memberikan dompetnya.

"Ouwh, ini mas," katanya sambil mengambil selembar uang berwarna merah dan mengulurkannya kepadaku.

"Ouwh.. Gak usah mbak, mari mbak" kataku sambil melangkah menuju keluar. Sementara kulihat Puspa sedang melangkah keruangan lain.

Kulirik sekali lagi kakak yang berdiri mematung disana. Terlihat wajahnya seperti memikirkan sesuatu.

Apakah dia mengetahui kalau aku adalah Andri? Apakah...

Pikirku sambil menuju keparkiran dan mengendarai taksiku mencari penumpang pertama di pagi ini. Dan itu adalah mereka...


Dua orang gadis terlihat sedang berjalan keluar dari sebuah apartemen mewah di pusat ibukota. Wajah keduanya terlihat lelah namun senyum terkembang menghiasinya.

"Taksi!" panggil gadis yang lebih muda sambil melambaikan tangannya. Pakaiannya yang serba mini mau tak mau menjadi pusat perhatian orang-orang yang melintas.

Dengan segera kutepikan taksi dan menginjak pedal gas ketika mereka sudah berada didalam.

"Kemana mbak-mbak?" tanyaku sambil tersenyum simpul.

"Iiihhhh... Mas jahat..., pulang dulu deh mas, capek tau!" kata yang lebih muda, Sisca, sambil merenggut manja.

"Capek apa enak?" godaku lebih lanjut.

"Hihihi... Keduanya sih mas, tapi punya mas jauh lebih enak..hihihi," balas Sisca dengan genit. Sementara kulihat Nia hanya tersenyum saja, namun tangannya bergerak perlahan seolah mengelus dada dan vaginanya!

Alamak!

"Hhhmmmm... Itu nanti saja, gimana dengan tugas kalian?" tanyaku, berusaha keras terdengar tegas.

"Uuuuhhhhh... Tugas mulu! Nanggung banget nih mas, Sachi dah keok nih dikerjain Mbak Nia...," gerutu Sisca sambil membusungkan dadanya dan orang paling begopun akan tahu dari putingnya yang menjeplak kalau dia tidak mengenakan bra untuk melindungi dadanya itu.

"Ehhhh... Nanti aja gimana? Nanti abis itu 'kerja ekstranya'" jawabku berusaha mengendalikan hasrat yang mulai muncul dan membuat sesuatu dibawah sana menggeliat pelan.

"Gimana kalau barengan saja mas?" kata Nia memberikan saran dengan suara pelan dan ketika kulirik wajahnya terlihat memerah.

Berkeringat dan merangsang!

"HHmmmmm... Ya udah, di Spa aja ya?" kataku menyerah menahan godaan dua bidadari yang kelaparan ini.

"Kenapa harus nunggu di spa mas?" goda Nia dengan celana pendeknya yang sudah melorot ke pertengahan paha, memperlihatkan bagian putih, sekal dan mulus itu.

"Eh? Dimana?" kataku heran melihat nafsu mereka yang begitu tinggi pagi ini, jangan-jangan?

"Mau mas?" kata Sisca dengan senyum menggoda sambil memperlihatkan beberapa pil warna biru!

Pantes!

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Perlahan kerumunan warga itu bubar ketika mereka tidak melihat jejak si jambret digang-gang yang sayangnya banyak terdapat disekitar tempat itu.

Dengan ujung mata kulihat mereka pergi dari depan toko tempat ku berbelanja. Setelah membeli sebotol air mineral dan membayar dikasir, aku keluar dan berjalan menjauh dari tempat itu.

Setelah cukup jauh dari tempat itu, kubuka dompet Tasya. Dan...

Plokkkk....

Sebuah benda yang dilapisi alumunium foil terjatuh...

Sebuah kondom!


Kondom? Tasya???

Pikirku tak percaya sambil mengambil kondom yang jatuh dan memasukkannya kedalam dompet itu. Kulihat lagi dompet itu, hanya ada beberapa lembar pecahan 50 ribu dan kartu pengenal lainnya. Tidak ada hal lain yang mencurigakan disana.

Drrtttt....Drrttttt....Drtttttt.....

Sebuah SMS masuk ke HPku

Sender : Rangga
Message : Mawar bangun.
Hmmmmmm... Dengan ini kami bisa selangkah lebih maju atau....

Sekarang ke G-Team. Tempatnya Andri dahulu.

Pikirku sambil melihat iklan sebuah lowongan pekerjaan sebagai security di salah website pencari kerja. Kuambil satu buah map berwarna biru dan melihat foto dan data diri palsu yang dibuatkan Andri. Saatnya bekerja.

Dengan langkah cepat aku mencari sebuah taksi dan menuju ke G-Team. Tak berapa lama aku sampai di gedung yang beberapa tahun lalu bolak-balik ku kunjungi dengan Herman.

Kupandangi bangunan megah yang dibagian depannya dijaga dengan ketat oleh security. Terlihat pintu masuknya hanya bisa diakses dengan menggunakan ID Card sementara beberapa CCTV terlihat terpasang di sudut-sudut bangunan.

Kenapa pengamanannya seketat ini? Pikirku sambil melangkah mendekati salah satu security.

"Selamat Siang pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu security begitu aku tiba didepannya.

Ramah dan tegas.

"Selamat siang pak, saya Gilang, saya mau melamar pekerjaan di bagian security pak," kataku datar.

Sejenak dia memandang diriku dan menganggukkan kepalanya lalu menghubungi seseorang dengan walkie talkie yang
dibawanya.

"Mari ikut saya pak," katanya setelah selesai menghubungi rekannya.

Sambil menganggukkan kepala aku mengikuti langkah si security menuju salah satu ruangan yang ada didekat resepsionis. Kulihat gadis yang dahulu masih ada dibalik meja resepsionis. Kami melangkah menuju sebelah ruangan rapat, yang mungkin sekarang adalah ruangan HRD nya.

"Silahkan masuk pak, sudah ditunggu didalam," kata si security mempersilahkan dan berbalik menuju ketempatnya tadi.

Dengan tenang kuketuk pintu ruangan itu dan terdengar suara samar yang mempersilahkanku untuk masuk.

Masuk....

Kubuka pintu dan seraut wajah yang sudha tidak asing bagiku memandang dari balik meja. Wajahnya yang putih itu dihiasi oleh kacamata kecil yang menambah anggun wajahnya.

Senyum kecilnya menyambut kedatanganku, lalu dengan anggukan ringan dia menyapaku.

"Selamat siang pak, silahkan duduk dulu...," katanya dengan ramah sambil menunjuk kursi didepannya.

"Terimakasih mbak," sahutku sambil duduk dikursi yang ditunjukkannya.

"Dengan pak?" tanyanya setelah aku duduk.

"Saya Gilang mbak, ini data diri saya," kataku sambil menyerahkan map yang kubawa.

Sambil tersenyum diterimanya map yank aku bawa dan mulai membaca isinya. Terlihat bibirnya yang merah menggigiti pulpen yang dibawanya.

Dia masih saja seperti dulu! Seksi dan menggoda!

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Dengan langkah yang pelan kuikuti suster yang mengantarku ke kamar mayat. Dengan linglung kuikuti suster itu kedalam ruangan. Ruangan itu dingin, sangat dingin, bisa kurasakan rambut-rmabut halus ditubuhku berdiri ketika masuk kedalam ruangan.

"Saudari Karin kan mbak?" tanya si suster memastikan.

Kujawab pertanyaannya dengan anggukan kepala ringan.

Si suster kemudian menuju kesalah satu brankar dan menariknya. Sesosok mayat yang terbujur kaku terlihat disana. Wajahnya terlihat cantik dengan senyum mengembang. Sayangnya, wajah yang biasanya tersenyum hangat itu sekarang dingin serta terbujur kaku.

Perlahan kurasakan mataku memanas sebelum air mata mengalir turun membasahi pipiku. Tak bisa kutahan lagi pikiranku melayang mengenang segala kenakalan dan tingkah polah Karin selama ini.

Sreeegggg...

Suara pintu terbuka menyadarkanku dan kulihat seorang lelaki dengan seragam polisi menerobos masuk, lelaki dengan wajah yang mirip dengan Karin.

"Karin!" teriaknya ketika melihat jenazah adiknya yang terbujur kaku. Perlahan wajahnya yang keras ditempa segala permasalahan hidup berubah menjadi lunak dan untuk pertama kalinya kulihat air mata menggenang di wajahnya yang tampan itu.

Perlahan bahunya yang bidang bergetar dan lelaki yang kukenal tangguh itu jatuh berlutut melihat adik yang sangat disayanginya sekarang terbujur kaku.

"Kak Arka," kataku sambil menghampirinya dan berlutut didekatnya. Kugenggam tangannya dan meremasnya, ingin memberinya kekuatan untuk bisa menghadapi kejadian ini.

"Tri...," katanya lemah sambil mengusap air mata di matanya yang sekarang terlihat memerah. Wajahnya yang tadi begitu sedih perlahan berubah menjadi seperti lelaki yang biasanya kukenal. Wajah Inspektur Arka!

Dengan lembut dia menarik tanganku berdiri dan menoleh kearah suster yang berdiri disamping jenazah adiknya.

"Dia benar Karin, adik saya...," kata Mas Arka memberikan pernyataan.

"Baik pak, " kata suster itu sambil mendorong jenazah Karin.

"Ayo Tri, " kata Mas Arka sambil mengajakku keluar kamar mayat. Perasaan lega menyelimutiku ketika kami sudah sampai diluar. Kulihat dua orang polisi menunggu tak jauh dari kami. Mereka terlihat ragu-ragu ketika kami mendekat kearah mereka.

"Pak... Eh.. Untuk....," terlihat salah seorang dari mereka berbicara dengan terbata, yang mana, segera dipotong oleh Mas arka.

"Tidak ada yang berubah, aku yang akan tetap menangani kasus ini, kalain cari tahu dengan siapa korban terakhir kali bersama, kapan dan berapa lama. Pokoknya cari tahu semua detail mengenai pekerjaan korban," kata Mas Arka dengan tegas. Hilang sudah kesedihan yang ada diwajahnya, walaupun kalau kuamati, sinar matanya masih tak secerah biasanya.

"Aku akan ke tempat kos korban sekarang, kalian tunggu apalagi?" Tanyanya ketika bawahannya masih diam ditempatnya.

"Siap pak," jawab kedua orang bawahannya serentak lalu berbalik meninggalkan kami.

"Tri, aku perlu memeriksa kamar Karin," pinta Mas Arka.

"Iya mas," jawabku dengan pelan. Kami kemudian menuju ke kamar kos kami dalam diam. Sampai di tempat kos, kubuka pintu kamar kos dan mempersilahkan Mas Arka masuk.

Dengan mengenakan sarung tangan tipis, Mas arka memeriksa barang-barang kepunyaan Karin. Itu semua dilakukannya dalam diam hingga membuatku cukup merasa gelisah.

"Tri, apa ini?" tanya Mas Arka dengan nada keheranan.

Ketika aku melihat apa yang dipegang Mas Arka. Darahku terasa mengumpul diwajah.

OH My God!

Chap 4
Faint
Part 5



~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Andri POV

"Kenapa harus nunggu di spa mas?" goda Nia dengan celana pendeknya yang sudah melorot ke pertengahan paha, memperlihatkan bagian putih, sekal dan mulus itu.

"Eh? Dimana?" kataku heran melihat nafsu mereka yang begitu tinggi pagi ini, jangan-jangan?

"Mau mas?" kata Sisca dengan senyum menggoda sambil memperlihatkan beberapa pil warna biru!

Pantes!


"Eehhhmmmmm... Nanti ya, masih banyak job entar...," kataku berusaha mengelak.

"Sekarang atau gak!" kata Nia dengan suara tegas. Terlihat tangannya menelusup, membelai bibir vaginanya yang berwarna kemerahan.

"Hhhmmmm... Yakin mas?" tanya Sisca sambil bergeser dan duduk disebelahku. Tangannya kemudian mulai membelai penisku dari balik celana kain yang kukenakan.

"Ehhhh... Nanti ada yang liat!" kataku sambil melirik kesekeliling, berusaha mencari tempat yang lebih sepi dipadatnya jalanan ibukota.

Krreeeeeeekkkkk....

Suara resleting yang terbuka mengalihkan perhatianku dan senyum jahil Sisca membuatku menelan ludah dan membayangkan apa yang akan dilakukannya.

"Ehhhmmm...," erangku ketika tangannya yang lembut menyentuh penisku yang mulai mengeras dibawah sana.

Edan!

"Kelihatan entar Sis," desisku ketika penisku sudah keluar dari sarangnya dan perlahan tubuh Sisca menunduk kearah selangkanganku dan akhirnya sesuatu yang basah membelai kepala Andri Junior.

Shiiitt!

Kulihat sekeliling dan sebuah mall yang kebetulan dekat dengan taksiku menjadi tujuanku berikutnya. Berkonsentrasi antara kemacetan dan jilatan lidah Sisca membuatku berkeringat pagi ini.

"Ehhhhmm... Gimana mas? " goda Sisca sementara lidahnya membelai kepala penisku sedangkan tangannya mengocoknya dengan pelan.

"Sis, ada satpam," kataku serak ketika kami hampir sampai didepan parkir mall yang terletak di bawah mall itu sedangkan dia masih asyik menikmati mainannya.

Kudengar bunyi gemerosok dari kursi belakang dan kulihat Nia sedang merapikan pakaiannya dengan terburu-buru. Wajahnya memerah dan nafasnya terdengar memburu sementara aku sendiripun dengan susah payah merapikan Andri Junior yang memberontak ketika kumasukkan kedalam sangkarnya.

Setelah melewati pos satpam, akupun menuju kedalam parkiran dan dalam cahaya remang-remang ini aku berupaya mencari tempat yang aman.

"Sini kebelakang mas," kata Nia sambil menarik tubuhku dengan pelan. Dengan tatapan tak berdaya aku pindah ke kursi belakang hanya untuk melihat kaos Nia yang terangkat sehingga payudaranya yang mulus terlihat begitu pula dengan celana pendeknya yang melorot sampai ke mata kaki.

"Ayo mas," desak Nia sambil meraih mukaku dan mendekatkannya ke putingnya yang sudah mengeras. Tak perlu diminta lagi dengan perlahan kujilati payudaranya yang sudah mengeras, berputar-putar mengelilingi payudaranya tanpa menyentuh putingnya.

Nia semakin blingsatan dan menekan-nekan kepalaku, meminta aku bermain dengan putingnya itu.

"Mas... Please....," pintanya pelan.

"Uhuh...," jawabku sambil mengedipkan mataku kearah Sisca yang kemudian medekat kearah kami.

Perlahan kudorong tubuh Nia hingga terbaring menghadap keatas dikursi taksi.

"Siap Nia?" tanyaku sambil dengan tak sabar aku mengarahkan penisku kelubang vaginanya yang terlihat merah menggoda.

"Ayo mas!" ucapnya tak sabar merasakan aku yang hanya bermain-main di bibir vaginanya.

Pelan tapi pasti kumasukkan penisku hingga hampir masuk kedalam vaginanya ketika...

Disana! Aku lihat mereka disana!

Dibelakang itu

Drrpppp...drrpppp...drrpppp....

Suara orang-orang yang saling bersahutan dan lampu senter yang menyorot membuat kami terpaku sebelum Sisca berteriak!

"Pake bajunya!"

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Saya Gilang mbak, ini data diri saya," kataku sambil menyerahkan map yang kubawa.

Sambil tersenyum diterimanya map yang aku bawa dan mulai membaca isinya. Terlihat bibirnya yang merah menggigiti pulpen yang dibawanya.

Dia masih saja seperti dulu! Seksi dan menggoda!


Raisa!

"Mas Gilang, sudah pernah bekerja di bagian security sebelumnya?" tanyanya sambil melihatku dengan tajam.

"Sudah mbak," kataku lalu menjelaskan pengalamaman kerjaku yang tentunya sebagian tidak benar.

30 menit berikutnya kami lewatkan dengan tanya jawab seputar pekerjaanku dahulu, latar belakang dan materi-materi wawancara pada umumnya.

"Mas Gilang, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyanya menyelidik.

Hmmm Apa dia masih ingat?

"Rasanya belum pernah mbak, kenapa ya mbak?" kataku memancing informasi.

"Eh gak mas, kalau begitu selamat bergabung dengan perusahaan kami, kalau bisa, mulai besok sudah bisa bekerja mas, soalnya staff security kami ada mengalami kecelakaan dua orang," tawarnya dengan lembut.

"Boleh mbak," jawabku diplomatis.

"Tunggu sebentar ya mas, saya perkenalkan dengan head security kami, sekaligus nanti mulai mengatur jadwal kerjanya mas," katanya sambil mengambil telepon dan terlihat berbicara dengan seseorang.

Tak berapa lama seorang lelaki yang sebaya denganku memasuki ruangan dan aku mengangguk dengan ramah kepadanya.

"Mas Tony ini Mas Gilang, security baru untuk perusahaan kita, Mas Gilang, ini Mas Tony, head security disini," kata Raisa saling mengenalkan kami.

"Gilang,"

"Tony,"

"Mas Tony, mulai besok Mas Gilang sudah bekerja sebagai security disini, tolong nanti diajak orientasi ya mas," pinta Raisa.

"Oke mbak, kalau mau sekarang saya ajak keliling kalau Mas Gilang gak keberatan," katanya sambil menoleh kearahku.

"Boleh mas," jawabku sambil tersenyum.

Satu langkah lebih dekat.

Pikirku sambil mengikuti Tony berkeliling.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Tri, aku perlu memeriksa kamar Karin," pinta Mas Arka.

"Iya mas," jawabku dengan pelan. Kami kemudian menuju ke kamar kos kami dalam diam. Sampai di tempat kos, kubuka pintu kamar kos dan mempersilahkan Mas Arka masuk.

Dengan mengenakan sarung tangan tipis, Mas arka memeriksa barang-barang kepunyaan Karin. Itu semua dilakukannya dalam diam hingga membuatku cukup merasa gelisah.

"Tri, apa ini?" tanya Mas Arka dengan nada keheranan.

Ketika aku melihat apa yang dipegang Mas Arka. Darahku terasa mengumpul diwajah.

OH My God!


Borgol yang dipakaikan Karin padaku dan sebuah double dildo ada di masing-masing tangannya! Wajahku terasa panas karena malu.

"Eh, itu milik Karin mas," jawabku dengan menunduk.

"Karin? Hmmmm...," katanya sambil melirik kearahku.

Terlihat Mas Arka sedikit mengerutkan keningnya dan kembali membongkar barang-barang Karin. Beberapa saat kemudian kulihat dahinya berkerut semakin keras dan ketika kulihat ditangannya terdapat beberapa macam lingerie dan pakain-pakaian cosplay yang beraneka macam.

Sambil menarik nafas panjang Mas Arka kembali memeriksa barang-barang Karin. Aku hanya bisa terdiam mengawasinya.

Srrttt... Bukkk...

Sebuah buku tipis berwarna pink terjatuh dari salah satu lemari pakain Karin. Mas Arka mengambilnya dan membuka lembar demi lembarnya.

Ekspresi sulit kubaca ketika matanya membaca lembar demi lembar buku itu. Buku harian Karin! Setelah selesai membaca buku itu, Mas Arka memandangku dengan pandangan bertanya.

"Tri, kamu tau semua ini?" tanyanya sambil melirik kearah lingerie dan buku harian Karin.

Dengan menundukkan kepala aku hanya bisa mengangguk kecil sebagai jawaban atas pertanyaannya.

"Hufftt...," kudengar Mas Arka menghembuskan nafas panjang sebelum bertanya lagi padaku.

"Sudah sejak lama Tri?" tanyanya lagi.

"Mungkin dua atau tiga tahunan mas," jawabku tanpa berani memandang matanya.

Hening sejenak dan kuberanikan diriku untuk melihat kearahnya dan Mas Arka terlihat sedang melihat sebuah foto yang entah darimana didapatkannya.

"Semua ini gara-gara aku, gara-gara aku, " keluhnya pelan sambil melangkah kearah ranjang dan duduk disana.

"Ini musibah mas, bukan karena mas," kataku berusaha menghiburnya.

Kulihat Mas Arka tersenyum pahit lalu memberikan diary Karin kepadaku. Dengan sedikit bingung kuambil diary itu dan perlahan air mataku mengalir ketika membaca lembar demi lembarnya... 
 Chap 4
Faint
Part 6



~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Kesunyian melanda kami ketika mereka mendengar pertanyaanku. Taksi kami memasuki sebuah halaman bangunan bertingkat tiga yang terlihat cukup terawat. Sebuah bangunan yang menjadi tempat pertama aku dan Nia bertemu.

Kulihat Nia dari kaca dan pandangan matanya berubah sendu ketika taksi sudah berhenti.

Mau tak mau ingatanku mengembara ke beberapa tahun lalu, ketika aku....


Kupandangi papan nama bangunan yang sedikit terlihat dari jalan.

Wisma Melati

Benar, memang ini yang dikatakan teman-teman. Tapi...,

Kupandangi lagi bangunan bertingkat yang berdiri dengan megah ini. Bangunan yang berkesan kuno namun dihiasi dengan lampu-lampu berwarba kuning yang memeri kesan temaram. Tidak terkesan seperti tempat yang diceritakan teman-teman...

Huffttt....

Kuhembuskan nafas panjang dan dengan menguatkan diri melangkah memasuki gerbang yang mengarah ke sebuah lobi yang juga temaram.

Kulihat sebuah meja setinggi pinggang yang berisi berbagai kertas dan sebuah bel kecil. Dengan ragu kutekan bel itu.

Ting!

Sebuah nada kecil membelah muramnya ruangan itu.

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik...

Beberapa detik berlalu dan keadaan masih sama seperti sebelumnya. Namun itu semua berubah ketika seorang gadis dengan pakaian yang rapi menghampiriku dari balik pintu dibelakang meja itu sambi membawa sebuah album.

"Iya mas, ada yang bisa dibantu?" tanyanya dengan ramah sambil memandangku dengan tajam dan meletakkan album yang dibawanya diatas meja.

Elegan namun sedikit genit kurasa...

"Ehhh... Mau... Mau pesan kamar mbak...," akhirnya keluar juga perkataan itu walaupun dengan nada yang tersendat.

"Hmmmm.... Kamar saja?" Tanyanya sambil tersenyum simpul.

"Menurut mbak?"

"Kalau mau ditemeni, bayarannya tidak murah lo mas," katanya sambil menjilati bibirnya yang tipis.

"Hmmm..., kalau mahal, yang nemenin seperti apa?" tanyaku meladeninya.

"Silahkan dipilih sendiri aja deh mas," katanya sambil mengambil album yang tadi diletakkannya diatas meja.

Kuambil dan kubuka lembar demi lembar album itu dan terlihat berbagai macam wanita, dari yang terlihat manja, nakal, garang bahkan ada yang wajahnya masih seperti anak-anak! Akhirnya aku sampai kehalaman terakhir dan mengamati wajah gadis yang memandangku dengan tatapan yang masih terlihat lugu.

Riana

Itu nama yang tertera disamping fotonya yang juga dilengkapi dengan tanda bintang berisi tulisan NEW.

Berat badan, tinggi, lingkar pinggang, ukuran dada dan detail lainnya juga ada disana, lengkap dengan pelayanannya. Hal terakhir yang bisa dilakukan dengannya yang menjadi nilai lebih darinya.

Dan harganya!

Wow! Cukup untuk biaya hidupku selama satu bulan. Tapi rasanya itu sesuai pelayanannya.

"Yang ini available mbak?" tanyaku sambil menunjuk ke foto Riana.

"Wah, baru saja saya pasang fotonya itu mas, mas sudah pilih, available kok mas, cuma yakin mas?" tanya. Bisa kulihat keraguan terlihat dari wajahnya melihat penampilanku dan kuakui kalau kekuatirannya beralasan.

"Full service dan long time ya mbak," kataku sambil memberikan segepok uang hasil tabunganku selama ini kepadanya sesuai dengan tarif full service Riana. Kulebihkan beberapa lembar sebagai tips untuknya.

"Oke deh mas," katanya sambil tersenyum simpul dan mengambil sebuah kunci dari deretan kunci yang ada dibelakangnya.

"Mau pemanasan mas?" tanyanya sambil membelai tanganku yang mengambil kunci dari tangannya. Wajahnya berubah menjadi sayu ketika kupandangi dirinya.

"Nanti saja," kataku sambil tersenyum.

"Yah, lantai 3 ya mas, kamar paling pojok, sisain dikit ya mas," katanya sambil melirik kearah celanaku.

"Kenapa gak ikut aja?" kataku menggodanya yang dijawab dengan gerakan bibirnya yang mengatakan kalau dirinya amsih kerja.

Sambil tersenyum aku melangkah mengikuti petunjuknya. Kulihat tangga yang akan membawaku menuju kelantai tiga berada diujung lorong lobi ini. Kamar demi kamar berdiri dengan anggun disamping lorong. Kamar-kamar yang menawarkan kenikmatan bagi masing-masing pemesannya.

Akhirnya aku sampai dilantai 3 dan hampir sama seperti lantai-lantai yang ada dibawahnya, kamar demi kamar berjejer dan tertutup dengan rapat.

Kulihat kunci yang ada ditanganku dan nomer 303 terlihat disana, sama seperti nomer yang ada dipintu didepanku.

Tok...tok...tok...

Kuketuk pintu kamar didepanku dan kutunggu beberapa saat namun pintu itu belum juga terbuka.

Tok...tok...tok...

Kembali kuketuk pintu kamar itu dan tak berapa lama kemudian pintu itu terbuka dan wajah yang masih terlihat lugu dari Riana menyambutku.

Senyum yang masih terlihat ragu-ragu menghiasi mulutnya yang mungil.

"Eh... Halo mas...Eh Pak ...," katanya ragu.

"Halo Riana," kataku sambil mencoba berbicara sebiasa mungkin.

"Eh, kok tahu?" katanya dengan matanya yang memancarkan keheranan.

"Kan ada dibawah," kataku sambil tersenyum.

Sejenak keheningan melingkupi kami, kupandang wajahnya dan terlihat dia menundukan wajahnya sambil menggigit pelan bibirnya.

"Eh, gak diajak masuk nih?" tanyaku memecah keheningan yang ada diantara kami.

"Eh, iya, masuk mas," katanya sambil tersenyum malu.

Kuikuti langkah Riana masuk kedalam kamar yang terlihat cukup megah. Ranjang berukuran jumbo berada ditengah kamar, sementara itu sebuah kamar mandi dan lemari berada disamping ranjang.

Kulihat Riana menghadap kearahku dan berkata dengan suara yang sedikit bergetar.

"Eh, mau langsung mulai mas?"

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Mas Dede, mulai besok Mas Gilang sudah bekerja sebagai security disini, tolong nanti diajak orientasi ya mas," pinta Raisa.

"Oke mbak, kalau mau sekarang saya ajak keliling kalau Mas Gilang gak keberatan," katanya sambil menoleh kearahku.

"Boleh mas," jawabku sambil tersenyum.

Satu langkah lebih dekat.

Pikirku sambil mengikuti Dede berkeliling.


"Wah, luas juga ya mas?" kataku setelah selesai berkeliling diantar oleh Mas Dede.

"Lumayan mas," katanya sambil tersenyum dan melirik kearah belakangku dan berkata dengan suara yang pelan.

"Dibelakang mas, Bu Ratih, direktris perusahaan kita dan disampingnya, Bu Erlina, bahan coli satpam disini karena ukuran dadanya itu," katanya sambil tersenyum.

Kuikuti arah pandangan Mas Dede dan terlihat seorang wanita yang mengenakan rok hitam keatas dengan atasan blouse putih yang juga ketat berjalan melenggokkan pinggulnya yang besar kearah kami. Sementara itu disampingnya dengan dandanan yang mirip namun dengan ukuran dada yang lebih besar, seorang wanita yang tak kalah seksi melenggok dengan sensualnya.

Dan inilah ratu hutan disini Pikirku sambil melihat kearah mereka yang semakin dekat.

"Halo mas, aman?" tanyasi ratu hutan sambil menatapku dengan sedikit heran.

"Aman kok bu, oh iya, ini security baru disini, Gilang," katanya sambil menunjuk kearahku.

"Ratih,"

"Gilang,"

Katanya yang kujawab sambil menjabat tangannya.

"Semoga betah disini ya mas, mari mas," katanya sambil melangkah disampingku yang diikuti oleh Erlina yang tersenyum kearahku.

Dari belakang, dua buah pantat yang bulat dan terbalut dengan ketat bergoyang dengan gemulainya, memanjakan mata yang memandangnya.

"Mantap banget kan? Jadi mikir gimana geolannya tuh pantat," kata Mas Dede disampingku sambil tertawa ringan.

"Ayo ke markas mas," kata Mas Dede sambil melangkah pelan yang kuikuti dari belakang.

Bagianku sudah sudah berhasil disini, sekarang tinggal bagianmu, Ndri...

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Semua ini gara-gara aku, gara-gara aku, " keluhnya pelan sambil melangkah kearah ranjang dan duduk disana.

"Ini musibah mas, bukan karena mas," kataku berusaha menghiburnya.

Kulihat Mas Arka tersenyum pahit lalu memberikan diary Karin kepadaku. Dengan sedikit bingung kuambil diary itu dan perlahan air mataku mengalir ketika membaca lembar demi lembarnya...

Ternyata Karin...


------------------------------
Jumat,

Dear diary...

Kak Arka...Hiksss...Kak Arka kecelakaan...

Huhuhuhuhu

Dia dirawat dirumah sakit, kondisinya masih kritis..

Aku mau kerumah sakit dulu... Entah bagaimana dengan biayanya...

Huhuhuhu


------------------------------

Halaman pertama dari buku harian Karin membuatku mau tak mau memandang Kak Arka yang sedang melamun disampingku. Kupandangi kembali buku harian Karin yang terlihat becek.

Mungkin air mata dari Karin....

Kubuka lembar berikutnya dari buku harian itu, lembar yang sama lembab dan beberapa tulisannya terlihat kabur.

------------------------------
Minggu,

Dear diary...

Kak Arka... Kondisinya sudah membaik..

Tapi.. Kak Arka mengalami luka bakar yang parah,

Huhuhu...

Dokter bilang kalau mau wajah Kak Arka kembali seperti semula, perlu biaya yang lumayan mahal dan biayanya itu tidak ditanggung oleh pemerintah...

Darimana aku dapet uang sebanyak itu?


------------------------------

Kubaca dengan pelan isi buku harian Karin,kejadian ini....

Tiga tahun lalu, awal ketika Karin mulai menjalani kehidupannya yang sekarang...

Jangan-jangan....

Kubuka lagi lembar berikutnya dari buku harian itu...

------------------------------
Senin,

Dear diary...

Aku bingungg....

Disatu sisi aku ingin Kak Arka bisa kembali seperti semula, pandangan matanya saat melihat kearah cermin....

Namun apa dayaku? Aku hanyalah seorang pramugari biasa, untuk mendapat uang sebanyak itu dalam waktu sesingkat ini... apakah aku harus menempuh jalan itu?

------------------------------
Jalan yang ditempuh Karin, apakah pekerjaan sampingannya itu? Pikirku sambil membalik lembaran dari buku harian itu...

------------------------------
Rabu,

Dear diary...

Kata dokter Kak Arka depresi...

Pertama kalinya kakakku yang tegar itu menjadi seperti ini, aku sebagai adiknya merasa tak berguna...

Tolong aku... Aku ingin wajah Kak Arka kembali seperti semula ...

------------------------------

Kamis,

Dear diary...

Maafkan aku kak....

Aku melakukan ini semua demi kakak...

------------------------------

Halaman ini yang paling sulit membaca tulisannya, beberapa kata-katanya malah kabur karena terkena air...

Aku memandang kearah Kak Arka, terlihat dia terseyum dan memandang kearahku dengan tatapan yang sedih. Wajahnya yang cukup tampan itu terlihat begitu kacau.

Seperti tak sadar aku mendekat kearahnya dan perlahan tanganku memeluknya.

Bisa kurasakan badan Kak Arka mengejang sesaat sebelum badannya melemah dan tangannya merengkuh pinggangku dan memelukku dengan erat.

Kupejamkan mataku sesaat dan seraut wajah muncul dalam hayalanku...

Aduh... Kenapa aku malah memikirkan dirinya???

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Erlin, tolong kau hubungi nomer ini dan tawarkan pekerjaan sebagai sopir pribadi mbak ya," kata seorang wanita dengan wajah yang cantik dan tubuh yang aduhai kepada rekannya, seorang wanita yang tidak kalah cantik dengan sex appeal yang tinggi.

Erlin melihat no telepon yang ada ditangannya dan menaikkan alisnya.

"Rangga?" tanya Erlin memastikan.

"Iya, aku ingin mengajaknya ke pesta minggu depan, dan, aku juga ingin menjadikannya trainer untuk kupu-kupu kita disini, bagaimana menurutmu?" tanya Ratih dengan tatapan mata yang berkilat.

"Ide yang bagus mbak," kata Erlin dengan senyum di bibirnya.

Dua orang wanita itu tersenyum mesum membayangkan wajah si sopir taksi itu, atau, lebih tepatnya, membayangkan penis besar si sopir taksi.

Erlin meraih telepon dan menghubungi no telepon yang diberikan Ratih... 
 Chap 4
Faint
Part 7



~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
"Eh, iya, masuk mas," katanya sambil tersenyum malu.

Kuikuti langkah Riana masuk kedalam kamar yang terlihat cukup megah. Ranjang berukuran jumbo berada ditengah kamar, sementara itu sebuah kamar mandi dan lemari berada disamping ranjang.

Kulihat Riana menghadap kearahku dan berkata dengan suara yang sedikit bergetar.

"Eh, mau langsung mulai mas?"


Kulihat wajahnya semakin memerah ketika mengatakan hal itu, wajah yang masih terlihat malu-malu.

Sejenak suasana menjadi canggung diantara kami. Malam semakin larut dan perlahan udara dalam kamar kami menjadi lebih dingin.

"Eh..."

"Mas..."

"Mas dulu," katanya sambil menatap kearah lantai.

"Gimana kalau kita minum dulu?" usulku sambil menoleh kearah meja kecil disebelah ranjang yang berisi sebotol minuman keras, entah apa merknya tidak begitu jelas.

"Boleh mas," sahutnya sambil melangkah pelan ke arah meja.

Langkahnya biasa, tidak menggoda...

Dengan langkah pelan aku duduk diranjang dan memperhatikannya yang membelakangiku.

Kupandangi tubuh bagian belakangnya, dengan menggunakan tank top hitam yang dibagian belakangnya ada renda kupu-kupu yang menempel ketat ditubuhnya, tercetak pinggul yang membulat dan pinggang yang ramping.

Celana jeans ketat yang membungkus paha yang putih disertai dengan bulatan pantat yang menonjol kebelang menambah indah tubuhnya itu.

"Minum mas," kata seraya berbalik kearahku dan sedikit membungkuk memberikan segelas minuman yang tadi dituangkannya.

Wow!

Dua buah titik kecil tercetak jelas di bagian depan tank top yang dikenakannya!

"Mas... Minumnya," seru Riana membuyarkan lamunan indahku.

"Eh iya, " kataku sambil tersenyum pasrah, tau kalau Riana tau aku memandangi dadanya.

"Sini duduk, Rin" kataku sambil menepuk kasur disebelahku.

"Panggil aja Nia mas," sahutnya sambil perlahan duduk disebelahku. Samar, harum bunga mawar tercium dari tubuhnya.

"Cheer, " sahutku sambil mengangkat gelas dan meneguk minuman dalam gelas. Perlahan rasa panas mengalir melewati tenggorokan dan perlahan dadaku mulai terasa panas.

"Uhuk...uhuk...,maaf mas, uhuk...uhuk...," kata Nia sambil menutupi mulutnya dengan tangan. Beberapa tetes minuman terciprat dari gelas yang bergetar. Kulihat mukanya merah padam.

"Pelan-pelan Nia, jangan dipaksa," kataku sambil mendekatinya dan dengan tangan kananku yang bebas kuurut tengkuknya dengan pelan. Perlahan warna merah dimukanya sedikit berkurang. Kupandangi matanya dan ketika dia menatapku, kulihat pandangan malu dan rendah diri disana.

Seperti pandangan seorang prajurit yang kalah sebelum berangkat kemedan perang.

"Pelan-pelan aja minumnya, jangan sekali hirup kaya gitu," kataku sambil menghirup aroma mawar yang membuat gairahku terusik.

Kulihat dia menganggukkan kepalanya, kemudian dengan pelan dia menghirup minuman dalam gelasnya itu. Tidak seperti tadi, dirinya tidak terbatuk ketika meminumnya walaupun bisa kulihat mukanya kembali memerah.

Dan bibirnya itu....

Drrtttttt....Drrrttttttt...Drrrrttttttt.....

"Mas HPnya...," suara pelan Nia dan getaran di celana membuyarkan lamunanku.

Kuambil HPku dengan perasaan malas dan melihat nomer tak dikenal dilayar.

"Halo, selamat siang?" jawabku ragu.

Halo, selamat siang, dengan Mas Rangga?

Sebuah suara yang tak asing terdengar menjawab sapaanku.

"Iya, dengan saya sendiri, ini siapa ya?"

Ini Erlina mas, masih ingat? Yang akan kos di kos-kosannya mas?

"Oh Mbak Erlina, ada yang bisa saya bantu mas?" kataku sambil menekan tombol louspeaker di hanphone.

Gini, atasanku, Mbak Ratih, perlu sopir pribadi nih mas, kira-kira mas tertarik gak? Kalau tertarik, nanti masalah gaji dan yang lain kita bisa bicarain mas, gimana?

Sejenak aku memandang kearah Sisca dan Nia. Mereka menganggukan kepalanya tanda setuju atas tawaran Erlina.

"Hmmm... Oke deh mbak, kalau jadi kapan saya bisa ketempat mbak?" tanyaku lagi.

"Kalau mau sekarang juga bisa mas," jawab Erlina.

"Oke mbak," jawabku sambil menutup telepon dan saling pandang dengan Sisca dan Nia.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Seperti tak sadar aku mendekat kearahnya dan perlahan tanganku memeluknya.

Bisa kurasakan badan Kak Arka mengejang sesaat sebelum badannya melemah dan tangannya merengkuh pinggangku dan memelukku dengan erat.

Kupejamkan mataku sesaat dan seraut wajah muncul dalam hayalanku...

Aduh... Kenapa aku malah memikirkan dirinya???


"Eh maaf, Tri...," kata Mas Arka sambil melepaskan pelukannya. Terlihat wajahnya masih memancarkan kesedihan yang dalam. Matanya terlihat memerah walaupun sekarang tak ada lagi air mata yang mengalir di pipinya.

Mungkin Mas Arka perlu waktu untuk sendiri....

"Mas, aku keluar dulu ya," kataku dan tanpa mendengar persetujuannya kulangkahkan kakiku menuju kedepan. Kulewati kamar Mas Rangga dan tak sadar wajahku memerah mengenang kejadian waktu itu.

Tak sadar aku sampai diwarung Mas Paijo dan kulihat Mas Paijo dan istrinya berada disana.

"Eh Neng Putri, tumben kelihatan siang-siang?" tanya istri Mas Paijo sambil menoleh kearahku. Wajahnya yang keibuan terlihat berkeringat. Cuaca memang lumayan panas siang ini.

"Iya nih mbak, es nya satu ya mbak," jawabku sambil menghempaskan pantatku ke kursi panjang yang tersedia disana.

"Eh..., bener kalau Karind meninggal ya Neng?" tanya Mas Paidjo dengan pelan-pelan.

"Iya mas," jawabku singkat dan kurasakan kalau mas Paijo mau bertanya lebih lanjut tapi istrinya memberi isyarat.

"Ini es nya Neng," kata istri Mas Paijo sambil memberikan segelas es campur kepadaku yang segera kuseruput dengan rakusnya.

Krriiiukkkkk..... Alamakkk....!

"Nasi campurnya satu mbak," kataku dengan wajah memerah. Kulihat wajah geli dari Mas Paijo dan istrinya.

Tak berapa lama kemudian segelas es campur dan sepiring nasi campur telah masuk kedalam perutku. Perlahan pikiranku kembali fokus dan dengan pikiran yang segar aku mengirim sms kepada bossku.

TO : Boss
Message : Boss, putri mau meliput berita tewasnya pramugari di salah satu penerbangan pribadi itu sekarang. Thanks
Sambil menarik nafas panjang kuletakkan handphoneku dan berkonsentrasi mengenai kejadian yang menimpa sahabatku.

Darimana aku bisa memulainya?

Drrtttt...Drtttt.....


From : Boss
Message : Memang kapan kejadiannya? Maskapai apa? Jangan ngawur, tidak ada kejadian seperti itu!
Apa??

Aneh, biasanya berita seperti ini pasti tercium oleh media...


Kubuka beberapa sosmed di handphoneku dan anehnya, berita tentang Karind tidak ada!

Aneh, benar-benar aneh!
Ada sesuatu yang lain disini dan aku harus menemukan penyebabnya.
Chap 5
Points Of Authority
Part 1


Forfeit the game
Before somebody else
Takes you out of the frame
And puts your name to shame
Cover up your face
You can't run the race
The pace is too fast
You just won't last

You love the way I look at you
While taking pleasure in the awful things you put me through
You take away if I give in
My life
My pride is broken


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Sejenak aku memandang kearah Sisca dan Nia. Mereka menganggukan kepalanya tanda setuju atas tawaran Erlina.

"Hmmm... Oke deh mbak, kalau jadi kapan saya bisa ketempat mbak?" tanyaku lagi.

"Kalau mau sekarang juga bisa mas," jawab Erlina.

"Oke mbak," jawabku sambil menutup telepon dan saling pandang dengan Sisca dan Nia.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Kesempatan bagus, aku kesana dulu ya?" tanyaku kepada dua orang wanita yang setia bersamaku ini.

"Iya mas, hati-hati..." kata Nia pelan dengan senyum diwajahnya.

"Iya, aku jalan duluan ya...," kataku sambil menutup pintu penumpang dan dengan mengendarai taksiku berlalu dari tempat itu.

Kebetulan, dengan ini apa yang kami rencanakan menjadi lebih mudah...

Pikirku sambil menuju ke kantor Ratih. Tunggu dulu!

Rangga tidak tahu dimana kantor Ratih dan Erlina!

Kuambil handphone dan menekan nomer telepon yang tadi menghubungiku.

Eh, bukannya ini nomer G-Team yang lama ???

Selamat sore, dengan G-Team ada yang bisa dibantu? Sebuah suara yang tidak asing mengangkat teleponku.

"Selamat sore mbak, saya Rangga, calon sopirnya Bu Ratih, tadi saya dihubungi oleh Mbak Erlina dari kantor mbak," kataku sambil mengambil nafas.

Ada yang bisa dibantu mbak? Tanyanya dengan lembut.

"Eh, saya belum tahu alamat kantornya mbak, tadi lupa nanyanya," kataku berusaha terdengar sebiasa mungkin.

Oh, ini alamatnya mas, katanya sambil memberitahukan sebuah alamat yang tentunya tidak asing bagiku.

"Oke mbak, thanks ya...," jawabku sambil menutup sambungan telepon.

Baru saja aku mau meletakan telepon, sebuah sms masuk dan dengan sebelah tangan aku membukanya.

Dari : Galang
Pesan : gagak sudah dapat makan disarang.
Kabar baik yang lainnya lagi, dengan ini, kami bisa bekerja dengan lebih maksimal. Pikirku sambil meletakkan handphoneku dan melanjutkan perjalanan ke G-Team.

Tak berapa lama sebuah pemandangan yang familiar menyambutku. Tidak terlihat sisa kebakaran yang melanda gedung ini tiga tahun lalu. Semuanya sekarang berganti dengan lobby yang luas dan lahan parkir.

Seorang satpam mengarahkan taksiku untuk parkir ditempat yang masih kosong.

Dengan langkah lebar aku melangkah ke arah resepsionis. Dan Frida yang ada disana menyambutku dengan senyum khasnya.

"Selamat sore mbak, saya Rangga, mau ketemu sama Mbak Erlina bisa mbak?" tanyaku.

"Ouwh, maaf mas, mas yang mau melamar sebagai sopir Bu Ratih ya?" tanyanya memastikan.

"Iya mbak," jawabku lagi.

"Bu Erlina masih ada rapat sekarang mas, tapi untuk urusan mas dengan beliau sudah diserahkan kepada HRD nya mas," jelasnya lebih lanjut.

"Mari saya antar untuk bertemu dengan bagian HRD nya," katanya sambil melangkah dari kursinya dan memberikan isyarat kepada gadis yang ada disebelahnya untuk mengambil alih.

"Mari mas ikut saya," katanya sambil berlalu didepanku.

Tak sadar aku memperhatikan bagian bawah tubuhnya dan mau tak mau aku membandingkannya dengan Erlina.

Masih kalah jauh dia!

"Disini mas, dengan Mbak Raisa," jelasnya sambil menujuk kesebuah ruangan yang dipintunye bertuliskan bagian HRD.

"Iya mbak, terimakasih," kataku sambil memperhatikan Frida dengan lebih detail. Tidak banyak perubahan dari segi fisiknya. Mungkin payudaranya yang lebih besar dari terakhir aku melihatnya.

"Mari Mas," katanya sambil melangkah menjauh.

Tok.Tok.Tok

Kuketuk pintu dengan lumayan keras.

"Masuk,".

Sebuah suara pelan menyahut dari belakang pintu.

Dengan perlahan kubuka pintu dan seraut wajah yang tak asing menyambutku.

Raisa???

Kuingat tadi Frida bilang nama Raisa, tapi aku tidak menduga kalau Raisa Alfa Medika yang dimaksud, benar-benar suatu kejutan yang lain.

"Ada yang bisa dibantu mas?" tanyanya lembut sambil memperhatikanku yang mungkin terlihat melamun.

"Eh... Iya mbak, saya Rangga, yang mau melamar jadi sopir pribadinya Bu Ratih," jawabku sambil memperhatikannya lebih lanjut.

Penampilannya masih seperti dulu dengan blazer putih dan riasan wajah yang minimalis. Lipstik merah muda menghiasi bibirnya yang masih terlihat begitu menantang. Pandangan matanya yang terlihat tenang, jauh dari tatapan menggodanya dahulu.

"Terus mas sudah bawa surat lamarannya?" tanyanya dengan alis berkerut sambil memperhatikanku.

"Itu.... saya diminta langsung kesini untuk bahas kontrak oleh Bu Erlina mbak," jawabku sambil tersenyum.

"Ehhhmmm... Terus terang saya jadi bingung, atas dasar apa Bu Ratih dan Bu Erlina menerima anda kalau tanpa surat lamaranpun anda bisa masuk dan langsung menandatangani kontrak?" tanyanya menyelidik.

Atas dasar Rangga Jr, pikirku dalam hati.

"Kalau untuk itu, mengapa mbak tidak langsung tanya sama Bu Ratih aja mbak?" jawabku sambil tersenyum simpul.

"Pasti ada kelebihan mas sehingga langsung Bu Ratih sendiri yang merekrut mas ya, kalau boleh tahu apa itu ya?" tanyanya sambil melirik keselangkanganku.

Hmmmm.... Ini lebih cocok seperti Raisa yang kukenal.

"Rasanya Mbak sudah tahu jawabannya kan?" kataku sambil melirik kearah asetnya yang sedikit terlihat ketika dia menunduk.

"Hmmmm.... Oke mas, ini kontraknya, pelajari dahulu, setelah itu mas ikut saya untuk medical check up," katanya sambil tersenyum penuh arti.

"Medical check up???" tanyaku sedikit bingung yang dijawab Raisa dengan anggukan kepada kontrak yang disodorkannya.

Dengan masih sedikit bingung kupelajari kontrak yang disodorkannya. Nilai gajiku cukup tinggi untuk ukuran seorang sopir. Yang membuatku sedikit bingung adalah beberapa point kontrak yang rasanya cukup aneh.

"Eh... Point-point yang terakhir ini beneran mbak?" tanyaku memastikan.

"Iya mas, makanya medical checkup untuk mas nanti perlu," jawabnya.

"Pihak ketiga yang dimaksud disini wanita kan mbak?" tanyaku ragu-ragu.

"Iya mas, mas lihat saja di point keterangan nantinya." jawabnya sambil tersenyum dan membasahi bibirnya yang ranum.

Kulihat bagian keterangan dan disana memang dijelaskan hal yang kutanyakan tadi. Setelah membaca poin demi poinnya, kutandatangani kontrak itu dan menyerahkannya kepada Raisa.

"Oke mas, sekarang kita langsung medical check upnya ya?" tanyanya sambil tersenyum.

"Dimana mbak?" tanyaku.

"Ikut saya mas," katanya sambil melangkah keluar.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Apa??

Aneh, biasanya berita seperti ini pasti tercium oleh media...

Kubuka beberapa sosmed di handphoneku dan anehnya, berita tentang Karind tidak ada!

Aneh, benar-benar aneh!
Ada sesuatu yang lain disini dan aku harus menemukan penyebabnya.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Kalau begitu, tujuan pertamaku hari ini, ke maskapai penerbangan Karind. Liar Air.

Dengan semangat 45 aku bangkit dari kursiku dan beranjak pergi untuk mencari taksi ke Liar Air.

"Neng, Neng Putri!," suara panggilan dari Mas Paidjo membuatku berbalik dan bertanya padanya.

"Kenapa mas?" tanyaku.

"Ini, es sama nasinya belum dibayar...," kata Mas Paidjo sambil nyengir.

Alamak!

Dengan wajah merah padam menahan malu aku balik kearah warung Mas Paidjo dan menyerahkan uang pembayaran makanan dan es yang aku pesan tadi.

"Hihihi... Kebiasaan ngutang sih mas, " kataku sambil berbalik dan berjalan mencari taksi menuju ke Liar Air.

Selama perjalanan mengingat perbincanganku dengan anggota polisi dan Mas Arka. Kata Mas Arka, Karind meninggal karena serangan jantung. Tapi seingatku, Karin rajin berolahraga untuk menjaga bodynya sebagai seorang pramugari.

Masalah makan dia juga termasuk orang yang selektif dan selama aku tinggal dengannya, belum pernah dia ada keluhan mengenai masalah jantung.

Lalu bagaimana dia bisa tiba-tiba kena serangan jantung? Renungku.

Kuambil handphoneku dan browsing mengenai ciri-ciri penyakit jantung. Pada salah satu website kubaca mengenai ciri-ciri penyakit jantung pada wanita:

1. Nyeri Pada Dada

Meskipun nyeri pada dada merupakan gejala umum penyakit jantung, wanita sering mengalami keadaan yang berbeda dibandingkan dengan pria. Pada umumnya nyeri itu terjadi pada dada bagian kiri, namun sebagian dari wanita bisa mengalami nyedi dada pada bagian kanan sehingga sering dianggap hanya nyeri karena kecapekan dan bukan karena sakit jantung. Nyeri yang terjadi pada dada wanita ini sebenarnya lebih menyakitkan daripada laki-laki, ketidaknyamanan tersebut dikarenakan adanya tekanan yang cukup keras pada bagian dada.

2. Nyeri Pada Bagian Tubuh Lain

Kalau dalam keadaan umum sakit jantung ditandai dengan adanya nyeri dada, wanita akan mengalami rasa nyeri pada bagian lain, yaitu pada : lengan, leher, rahang dan punggung. Nyeri pada bagian tersebut tidak terjadi pada pria, sehingga banyak wanita yang tidak menyadari bahaya dibalik nyeri tersebut. Nyeri ini merupakan kondisi yang tak lazim jadi misalnya anda tiba-tiba mengalami nyeri pada lengan, leher, rahang dan punggung tanpa sebab yang pasti atau kadang terbangun secara tiba-tiba karena nyeri tersebut, anda perlu mewaspadai hal tersebut sebagai salah satu gejala penyakit jantung. Segera konsultasikan kepada dokter anda untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

3. Sakit Perut

Siapa yang mengira bahwa sakit perut merupakan salah satu gejala sakit jantung. Sakit perut identik dengan tanda-tanda sakit maag atau sakit lambung, sehingga banyak yang mengabaikan hal ini sebagai salah satu sinyal yang harus anda waspadai. Bila anda merasakan sakit perut yan luar biasa, disertai dengan mual anda perlu segera ke dokter dan memeriksakan diri anda. Sakit perut pada penyakit jantung biasanya menimbulkan rasa sakit seperti ada beban berat yang menimpa perut anda.

4. Sesak Nafas

Pernahkan anda merasa ngos-ngosan meskipun anda tidak melakukan kegiatan apa-apa? jika iya, anda perlu memeriksakan jantung anda. Sesak nafas merupakan salah satu pertanda anda mengidap penyakit jantung, apalagi ditandai dengan gejala pendukung lainnya. Sesak nafas ini bisa dikarenakan tidak megalirnya oksigen dalam darah ke paru-paru karena adanya penyumbatan di saluran darah sehingga anda menjadi kesulitan bernafas.

5. Berkeringat Dingin

Keringat dingin berbeda dengan keringat pada umumnya, misalnya keringat yang dihasilkan karena baru saja melakukan olahraga. Keringan dingin lebih seperti keringat yang dihasilkan karena gugup ataupun stress. Jadi apabila tangan anda tiba-tiba mengeluarkan keringan meskipun anda sedang tidak olahraga atau sedang berpanas-panasan, anda perlu mewaspadai hal tersebut.

6. Kelelahan yang berlebih

Tanpa sebab yang jelas, anda bisa mengalami kelelahan yang berlebih sehingga tidak bisa melakukan aktifitas yang ringan sekalipun. Kejadian ini terjadi hampir 70% dari wanita yang memiliki menderita penyakit jantung. Pada umumnya orang yang sakit jantung mengalami kecapekan di dada terlebih dahulu baru setelahnya badan menjadi lemas tak bertenaga, bahkan ketika ingin mengambil minum di dapur pun rasanya berat sekali.
Nyeri pada dada? Rasanya Karind tidak pernah mengeluh kalau ada nyeri dibagian dadanya. Nyeri pada putingnya baru ada, dan itupun karena kebanyakan diremas lawan mainnya! Pikirku membayangkan Karind yang mengeluh antara sakit atau enak ketika memakai branya yang kekecilan itu.

Nyeri Pada Bagian Tubuh Lain??? Ingatanku melayang ketika karin mengeluh kalau pacarnya terlalu bersemangat ketika menungganginya dan membuat vaginanya terasa nyeri ketika selesai. Selain itu? Dia sering mengeluh kalau kakinya sakit karena kebanyakan berdiri dan pantatnya yang membiru karena dicubit oleh penumpang yang nakal. Belum pernah rasanya dia mempunyai keluhan sakit dibagian tubuh yang lain.

Sakit Perut??? Paling saat mau mens atau saat paginya saja, lainnya, rasanya tidak ada?

Sesak Nafas dan Berkeringat Dingin??

Tak sadar mukaku terasa panas ketika teringat pada suatu malam aku terbangun karena Karind yang mengigau saat tidurnya. Yang jadi masalah, igauannya itu bukan igauan biasa, tapi igaun saat dia bercinta! Hanya saat itu aku melihatnya seperti seorang yang sesak nafas, walaupun itu sesak nafas karena nikmat.

Kelelahan Yang Berlebihan?Rasanya aku tidak pernah melihat Karind yang enerjik itu kelelahan, yang ada dia selalu bersemangat saat aku bersamanya.

Kesimpulanku, bagaimana orang sepertinya bisa mengalami serangan jantung???

"Mbak, sudah sampai...," seru si sopir taksi menyadarkanku.

"Ini mas...," kataku sambil menyerahkan uang senilai yang terlihat di argo lalu turun menuju kearah kantor maskapai Liar Air.

Saatnya bekerja...

"Selamat siang mbak, bisa bertemu dengan manager dari Liar Air?" tanyaku pada seorang wanita yang berada di lobi.

"Selamat siang mbak, ada keperluan apa ya mbak?" tanyanya sambil memperhatikan penampilanku.

Kukeluarkan tanda pengenal dan memperlihatkannya pada dirinya .

"Saya Putri dari Top TV, apa benar disini ada pramugari yang bernama Karind?" tanyaku mulai menggali informasi.

"Ada apa ya mbak?" katanya balik bertanya.

"Bisa bertemu manajernya mbak?" tanyaku lagi.

"Ada yang bisa dibantu mbak?" sebuah suara yang berwibawa terdengar dari belakangku. Dengan cepat aku berbalik untuk melihat seorang wanita setinggiku memandangku dengan tersenyum sambil mengulurkan tangannya.

"Saya Zyska, manajer disini...," katanya memperkenalkan diri.

"Saya Putri, dari Top TV, " jawabku sambil mengulurkan tangan, menyambut jabat tangannya.

Lembut, dingin dan bertenaga...

Itu yang muncul dipikiranku ketika tanganku menyentuh tangannya. Senyumnya yang menawan terlihat dingin dan entah mengapa aku merasa takut dengannya.

"Mari berbicara diruangan saya mbak," katanya sambil melangkah mendahuluiku menuju ruangan yang teletak tak jauh dari lobi.

Dari belakang, tubuhnya terlihat tinggi dan langsing. Dengan dibalut rok span dan kemeja putih, sepatu hak tinggi yang memperlihatkan kakinya yang jenjang, rasanya dia lebih cocok sebagai model daripada sebagai seorang manajer.

"Jadi, apa yang bisa saya bantu mbak?" tanya Zyska ketika kami sudah sampai diruangannya.

"Apa ada pramugari yang bernama Karind yang bekerja sebagai pramugari disini mbak?" tanyaku langsung.

"Sebelumnya ada mbak, tapi sekarang sudah tidak ada lagi," jawabnya sambil bersandar dikursinya.

"Maksudnya mbak?" tanyaku memastikan.

"Karind yang bekerja sebagai pramugari disini kemarin meninggal dunia mbka, tapi saya rasa mbak sudah tau akan hal itu dan karena hal itu mbak kesini bukan? " tanyanya dengan suara datar.

kenapa malah dia yang mewancaraiku???

"Iya mbak, jadi di penerbangan mana dia bertugas dan apa mbak punya informasi mengenai penyebab meninggalnya dia?" tanyaku kemudian.

"Sayangnya, dia meninggal bukan kapasitasnya sebagai pramugari perusahaan kami, jadi saya tidak bisa memberikan pernyataan yang berkaitan dengan penyebab meninggalnya dia," sahutnya lagi sambil memperhatikanku.

"Maksudnya mbak?" tanyaku memastikan.

"Kemarin dia tukar shift dengan temannya untuk ikut dalam salah satu penerbangan dengan pesawat pribadi, kalau mbak mau tanya penerbangan apa bisa menghubungi nomer ini," katanya sambil memberikan sebuah kartu nama.

Seolah dia sudah mempersiapkannya terlebih dahulu...

Kuamati kartu nama itu sebelum suara lembut dari depanku terdengar lagi.

"Kalau tidak ada pertanyaan lagi, kebetulan saya ada meeting sekarang...," katanya menggantung.

Hufftttt... Diusir dengan halus....

"Terimakasih atas waktunya mbak," kataku lalu menjabat tangannya sebelum melangkah keluar dari ruangan itu. Sambil membaca kartu nama itu, kuhubungi nomer telepon yang ada disana.

Halo...

"Halo, selamat sore, dengan Mbak Ida?" tanyaku memastikan.

"Iya, ini siapa ya?"

"Saya Putri dari TOP TV, benar mbak yang tukar shift dengan Karind yang meninggal itu ya mbak?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Eh, iya mbak," jawabnya dengan suara pelan. "Kalau mbak mau detailnya langsung aja tanya sama Cath ya mbak, dia yang bersama Karind sebagai pramugari di pesawat pribadi yang booking saya, saya kirim nanti nomernya ke hp mbak, sudah ya mbak..,"

Tut...tut...tutttt.....

"Aneh..," kataku tanpa sadar dan memeriksa sebuah sms yang masuk.

Kenapa seolah-olah aku merasa apa yang dikatakannya seperti sudah dilatih sedemikian rupa? Apa hanya perasaanku saja? Pikirku sambil menyimpan nomer telepon yang diberika Ida.

Angin sore berhembus dengan pelan mengiringi sinar matahari yang tidak begitu panas. Lalu lalang kendaraan tetap saja padat di ibukota ini. Sambil memikirkan langkahku selanjutnya, kulangkahkan kakiku menyusuri jalan ibukota sampai tak terasa aku tida disebuah taman. Dengan langkah perlahan aku mencari bangku kosong dan menghempaskan pantatku di salah satu bangku yang ada.

Kucoba menghubungi nomer yang diberikan Ida namun tidak bisa tersambung.

Mungkin sabaiknya aku pulang dulu...

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Eh Mas Rangga, kok tumben sore sudah balik?" tanya Surti, istrinya Mas Paidjo.

"Iya neh mbak, baru balik dari ngelamar kerja, smabil ini, mau nganterin mbak ini lihat kos-kosan," kataku sambil menunjuk kearah Erlina yang baru turun dari pintu taksiku.

"Ouwh... Tunggu ya mbak, nanti saya suruh Mas Paidjo ngambil kunci sekaligus nganterinnya," sahut Mbak Surti sambil berlalu kearah belakang warung dan tak lama kemudian kembali dengan Mas Paidjo yang terlihat baru bangun.

"Wah, kok gak bilang ada tamu sih, kan malu kaya gini," kata Mas Paidjo sambil menggaruk kepalanya dan menoleh kearah istrinya.

"Malu-malu, baru tamunya cewek cakep kayak mbak ini langsung bilang malu, kalau sama aku gak mandi sebulanpun gak malu, nih kuncinya, anterin mbaknya sama Mas Rangga, awas main-main, tak pites burungmu ntar," sahut Mbak Surti yang sukses membuat wajah Mas Paidjo memerah sedangkan aku tak bisa menahan senyum yang muncul diwajahku.

Kulirik kearah Erlina dan terlihat dia juga tersenyum simpul melihat tingkah laku suami istri ini.

"Mari mbak, saya anter dulu, " kata Mas Paidjo sambil melangkah kearah kos-kosan.

"Ayo mbak," ajakku sambil melangkah mengikuti Mas Paidjo.

"Ini masih sisa kamar lagi satu mbak, dari lima kamar yang ada, kamar mandinya didalam, " terang Mas Paidjo sambil membuka pintu disebelah kamarku.

"Saya lihat-lihat dulu ya mas," sahut Erlina sambil melangkah kedalam kamar. Pantatnya yang bergoyang indah ketika masuk membuat aku dan Mas Paidjo saling pandang dan Mas Paidjo terlihat mengacungkan jempolnya kearahku.

"Apanya yang bagus Mas?" tanya Kertika melihat Mas Paidjo mengacungkan jempolnya.

"Eh anu mbak... Itu anunya... Anunya....," sahut Mas paidjo tergagap.

"Anu apanya mas?" tanya Erlina keheranan.

"Anu...itu...anunya...," sahut Mas Paidjo sambil melirik kearahku.

"Katanya tadi sudah sempat dibersihin kamarnya, jadi sudah rapi, gitu maksudnya mbak," kataku sambil tersenyum.

"Ouwh... Gitu... Berapa perbulannya disini mas?" tanya Erlina.

"Satu juta mbak, diluar air dan listrik, satu kos boleh berdua kok mbak," terang Mas Paidjo sambil melirik kearah dada Erlina yang cukup terekpos.

"HHmmmm... Boleh juga, siapa aja yang kos disini selain Mas Rangga?" tanya Erlina memastikan.

"Disebelah mbak ada cewek namanya Puspa, disebelah Puspa mas Rangga, yang paling ujung cewek juga, Mbak Putri namanya."

"Ouwh, jadi Mas Rangga sendirian neh cowoknya?" kata Erlina sambil mengerling kearahku.

"Apanya yang sendirian? Eh, Mbak Erlina???" kata sebuah suara ringan dari belakangku.

"Eh.... Kamu kan???" kata Erlina terkejut.
Chap 5
Points Of Authority
Part 2


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
"Satu juta mbak, diluar air dan listrik, satu kos boleh berdua kok mbak," terang Mas Paidjo sambil melirik kearah dada Erlina yang cukup terekpos.

"Hhhhmmmm... Boleh juga, siapa aja yang kos disini selain Mas Rangga?" tanya Erlina memastikan.

"Paling ujung ada cewek, Putri namanya, sebelahnya ada cewek, Puspa. Setelah itu ada Mas Rangga, kamar mbak disebelah Mas Rangga." Terang Paidjo.

"Ouwh, jadi Mas Rangga sendirian neh cowoknya?" kata Erlina sambil mengerling kearahku.

"Apanya yang sendirian? Eh, Mbak Erlina???" kata sebuah suara ringan dari belakangku.

"Eh.... Kamu kan???" kata Erlina terkejut.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Mbak Erlina dari G-Team kan?" sapa Putri dari belakangku lagi.

"Eh...Iyaaa..., siapa ya?" tanya Erlin dengan kening berkerut.

"Putri Mbak..., dari TOP TV, yang dulu wawancarain mbak," kata Putri sambil menyalami Erlin. Perlahan kerut di dahi Erlin menghilang berganti dengan ekpresi senang.

"Wah kebetulan, nanti kita bisa jadi tetanggaan nih...," jawab Erlina sambil tersenyum simpul.

"Mbak Erlina mau kos disini?" tanya Putri memastikan.

"Iya Tri," jawab Erlina.

"Wah, mau bareng sama aku nggak mbak? Kebetulan aku sendirian nih, temen kosku..dia...eh...udah gag bareng aku lagi," saran Putri.

Bisa terdengar suaranya bergetar ketika memberitahu keadaan rekan kosnya.

"Hhhhmmmm... Boleh deh, gak apa-apa kan kalau berdua mas?" tanya Erlina kearah Paidjo.

"Gak apa-apa mbak, gak apa-apa kok, boleh-boleh aja...," terang Paijo.

"Terus kamar yang paling ujung lagi satu siapa disana?" tanya Erlina sambil menunjuk kearah ujung yang lagi satu.

"Ehhmm... Cewek mbak, tapi jarang disini sih," sahut Paidjo sedikit pelan. "Jadi gimana mbak, jadi?" tanya Paidjo.

"Jadi mas, mungkin besok aku bawa perlengkapan kesini, gak apa-apa kan Putri?" tanyanya lagi memastikan.

"Gak apa-apa kok mbak, aku beres-beres dulu bentar, ini kunci kamarnya, "sahut Putri sambil memberikan sebuah kunci kepada Erlina.

"Oke deh, kalau begitu Mas Rangga bisa tolong anterin ke kos saya yang lama ya?" pinta Erlina yang kujawab dengan anggukan kepala.

Dengan langkah pelan kuuikuti langkah Erlina dari belakang. Bisa kurasakan pandangan heran dari Putri dan Paidjo mengikuti langkah kami keluar dari pagar.

Samar kudengar Putri berkata kepada Paidjo.

"Erlina itu apanya Mas Rangga ya?"

Hanya perasaanku saja ataukah kudengar nada lain dalam pertanyaannya itu???

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Eh maaf mbak," sapaku ketika tak sengaja tangkai sapuku menyentuh tangan dari seorang pasien yang terlihat berwajah cerah walaupun baru saja bangun.

"Gak apa-apa kok mbak...," jawabnya dengan suara yang tenang.
"Eh, lihat Mbak Anisa nggak mbak?" tanyanya sambil melihat kesekeliling ruangan.

"Tadi rasanya keluar untuk beli makanan apa ambil baju itu mbak, ada yang bisa saya bantu mbak?" tanyaku lagi.

"Pengen mandi nih mbak, gerah banget rasanya...," katanya sambil mengelap lehernya yang terlihat lembab dengan tangannya yang terlihat putih pucat karena lama tidak terkena sinar matahari.

"Wah, gak berani saya mbak, saya panggilkan suster saja ya mbak?" kataku menawarkan.

"Gak usah deh mbak," katanya sambil melihat kesekeliling dengan pandangan penasaran. Setelah 'bangun' dari komanya dan dipindahkan dari ruangan ICU. Pasien ini memang terlihat aktif dan berusaha mendapatkan ingatannya yang menurut dokter terkena efek saat kecelakaan yang menimpanya.

Seperti dalam gerakan lambat kudengar dokter berbincang dengan Mbak Anisa saat mengepel di lorong rumah sakit.

"Dok, kenapa Lidya seperti itu? Gimana itu dok?" tanya Mbak Anisa dengan wajah bingung dan juga gembira. Bingung dengan kondisi Lidya, gembira dengan sadarnya Lidya dari komanya.

"Kemungkinan itu karena trauma saat kecelakaannya mbak, traumanya ini bisa bersifat psikis atau fisik. Kami belum melakukan tes lebih lanjut jadi belum bisa menyimpulkan penyebab amnesianya saudari Lidya dan juag belum bisa menyimpulkan apakah amnesianya itu bersifat retrograde atau fugue.."

"Jadi Lidya bisa sembuh dok?"

"Tergantung dari jenis amnesianya dan juga kemauan dari pasiennya sendiri mbak," kata dokter sambil perlahan berbalik dan berjalan menjauh.
Retrograde? Fugue?

Ingatanku melayang pada hasil pencarianku di internet mengenai kedua bahasa alien yang diucapkan oleh si dokter.

Amnesia Retrograde
Amnesia retrograde adalah jenis kehilangan memori yang kebalikan dari Amnesia anterograde yaitu penderita dapat mengingat semua peristiwa yang baru saja terjadi akan tetapi tidak dapat megingat kejadian- kejadian dimasa lalunya.

Fugue Amnesia
Fugue Amnesia adalah bentuk amnesia yang terbentuk ketika seseorang mengalami peristiwa traumatis dalam hidupnya, di mana otak tidak dapat menangani dampak yang menghancurkan ini
Dan ketika seseorang sembuh dari kejadian traumatis ini pada suatu hari dan pada saat yang sama individu tersebut tidak dapat mengingat mengenai siapa dia, bahkan nama mereka sendiri.
Kembali ingatanku berputar dan kejadian dirumah sakit saat Lidya baru bangun dari komanya berkelebat dalam kepalaku.

"Aku dimana? Siapa kalian?"
Penggalan perkataan Lidya saat sadar dan ketidakmampuannya mengenali Mbak Anisa dan juga ibunya membuatku berpikir.

Apakah Kak Lidya benar-benar lupa dengan kejadian itu?

Tapi kalau seandainya lupa, itu lebih baik bagi kakak...

Pikirku la..

"Hei, kok melamun mbak?" suara Mbak Lidya mengagetkanku.

"Ouhh.. Ini mbak, teringat jemuran di kos belum sempat dijemur tadi mbak,"jawabku dengan wajah memerah.

"Wah, rajinnya... Nyuci sendiri ya?" tanyanya yang kujawab dengan anggukan kepala dan perlahan aku keluar dari kamar itu dan dengan gerakan yang tak kentara aku melirik kearah vas bunga dan langit-langit dikamar ini.

Hmmmmm... Cepat juga mereka mempreteli ruangan ini. Hanya kamar mandi saja yang tak mereka sentuh.

Sambil tersenyum aku mengangguk dan keluar dari ruangan itu ketika supervisorku memanggilku dengan suara keras.

"Puspa, bersihkan ruang ganti sekarang!" katanya dengan suara keras.

Dasar bandot tua! Baru tidak kuakasi megang pantatku saja galaknya minta ampun! Lain kali kukerjai kau!

Pikirku dalam hati namun yang keluar dari mulutku hanya.

"Baik mas...,"

Lalu tanpa disuruh aku langsung menuju keruang ganti para perawat disini. Ruang ganti ini yang biasanya paling dihindari oleh para staff cleaning service. Selain paling kotor, banyak terdapat benda-benda 'sisa' kegiatan para perawat yang kesepian. Atau sisa-sisa kegiatan perawat yang memiliki pasangan, bahkan tak jarang dokter-dokter muda yang mempunyai affair melakukan 'kegiatan mereka' diruangan ini.

Dengan langkah malas aku membuka pintu ruangan perawat, selain terdapat beberapa kamar mandi untuk tempat berganti pakain disisi kiri, disisi kanan terdapat deretan ranjang untuk tempat beristirahat. Terdapat juga beberapa bilik yang berisi dipan bersusun yang maunya difungsikan sebagai tempat istirahat bagi perawat yang jaga malam atau kecapaian di ujung.

Tapi akhirnya, bilik-bilik itu dijadikan tempat melampiaskan nafsu bagi mereka yang membutuhkan penyaluran.

Dengan malas kuhidupkan lampu ruangan ini dan mengambil perlengkapan untuk menyapu dari troli yang kubawa.

Dengan langkah yang teratur aku mulai menyapu lantai ruang ganti yang kotor dna penuh dengan sampah. Entah bagaimana, perawat yang selalu berpakain bersih itu bisa seamburadul begini kalau sudah berada diruangan ini.

Sembari menyapu aku memikirkan langkah-langkah yang hendak aku tempuh untuk membalaskan perlakuan client terakhirku. Semuanya akan aku balas, pikirku mengingat tawa clientku ketika meninggalkanku dengan tubuh terbakar di tempat itu. Bagaimana pula aku melihat punggung telanjang dari gadis yang bernama Lidya yang penuh luka dan akhirnya aku sadar kalau gadis itu adalah kakakku dari bekas luka itu.

Lalu lelaki itu, Andri, dimanakah dirinya? Ingatan samarku ketika seseorang menarikku dan Andri keluar dari bangunan itu lewat lubang pembuangan limbah yang terbuka saat bom meledak menghancurkan ruangan disebelah tempatku dan Andri ditahan.

Hal terakhir yang kuingat ketika melarikan diri saat lelaki itu mencoba mengangkat tubuh Andri dari lubang pembuangan limbah itu.

Tak sadar aku mengelus punggungku yang masih menyimpan bukti dari kejadian ditempat itu.

Madam Zi, angel-angel yang lain apakah mereka masih ada?

Krrkkkk.....Krrkkkkkk....Krrkkkkkk....

Plok...plok...plokk.....

Sialan, siang bolong seperti ini juga ada yang maen ditempat ini!

Pikirku marah karena suara ranjang karatan dan benturan pelan dua insan terdengar pelan dari balik salah satu bilik diujung ruangan ini sukses mengacaukan pikiranku.

Ahh...ahhhh...ahhh...

Bagaimana caranya aku bisa mengawasi Mbak Lidya tapi agar mereka tidak curiga?

Plok...plok...plokk.....

Bagaimana cara membalas perlakuan clientku itu? Yang kutahu selalu dikawal oleh bodyguard yang handal dan juga memiliki koneksi dengan aparat dan pihak berwenang.

"Uhhhh...Cepetin mas...Dikit lagi....,"

Sialan, suara erangan wanita itu membuat pikiranku kalut dan mau tak mau bibir bawahku mulai berkedut. Sudah terlalu lama aku tak merasakan kenikmatan lagi. Dan rasanya nikmat kalau bibir bawahku bisa diisi oleh benda yang panjang dan besar...

Seperti milik Mas Rangga...

Aduh, kenapa malah dia?


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Kupandangi kepergian mbak cleaning service itu dengan pandangan sewajar mungkin.

Puspa

Nama itu sempat kubaca di name tag-nya. Dan dia terlihat seperti cleaning service pada umumnya kecuali kulit tangannya yang masih terlalu halus dan wajahnya yang walaupun tanpa make up terlihat terlalu 'cantik' untuk seorang cleaning service.

Apakah dia disini untuk mengawasiku?

Kupandang sekeliling dengan pandangan santai dan sempat terlintas pikiranku untuk memeriksa kamar ini apakah terdapat kamera atau benda sejenisnya disini. Namun, badan ini menghianati keinginanku. Wajar saja, sudah tiga tahun aku terbaring disini.

Kucoba menggerakkan kakiku namun terasa sedikit kaku dan sulit untuk kugerakkan. Begitu juga dengan tanganku.

Hufffttt... Kalau begini rasanya aku harus memulihkan kondisi tubuhku sebelum bisa balas dendam!

Kupandang matahari yang masih memancarkan sinarnya diluar sana. Debu musim kemarau terlihat mengepul berkejaran dengan dedaunan yang mengering. Ingatanku melayang ke kejadian tiga tahun lalu. Dan ingatan terakhir mengenai 'si mata keranjang'-merujuk ke nama yang diberikan Lidya kepadanya- membuatku termenung.

Apakah dia masih hidup? Kalau masih dimanakah dia sekarang? Bagaimana kondisinya?Apakah...

Krrriiieeeettttt...

"Hi, sorry lama, masih ambil baju ganti tadi, udah ngerasa baikan?" sapa Mbak Anisa lembut namun mampu menarikku dari dalam lamunan.

"Masih sama aja mbak, " sahutku sambil tersenyum.

"Ini mbak bawain pakaian dalam, ayo ganti dulu," katanya sambil mengulurkan sepasang pakain dalam berwarna putih.

Mau tak mau mukaku terasa panas ketika menerima sepasang pakaian dalam itu.

Putih, warna kesukaan Lidya...

"Ayo, mbak bantu pakai," kata Mbak Anisa yang membuat rasa panas di mukaku semakin keras.

Tok...Tok...Tok...

"Masuk..." jawab Mbak Anisa.

"Selamat Siang.... "

Suara seorang lelaki terdengar dari punggung Mbak Anisa.

Suara itu...

Dan perlu segenap kemampuan didalam diriku untuk tidak berteriak dan menerjangnya ketika kemudian sesosok wajah yang tak asing muncul didepanku...

Wajah itu...

Chap 5
Points Of Authority
Part 3



~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Tok...Tok...Tok...

"Masuk..." jawab Mbak Anisa.

"Selamat Siang.... "

Suara seorang lelaki terdengar dari punggung Mbak Anisa.

Suara itu...

Dan perlu segenap kemampuan didalam diriku untuk tidak berteriak dan menerjangnya ketika kemudian sesosok wajah yang tak asing muncul didepanku...

Wajah itu...

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Lidya POV

ROY!

Serigala berbulu domba dari Troy Company!

Apa yang dilakukannya disini?


"Selamat siang, siapa ya?" tanya Mbak Anisa dengan ramah sambil menoleh kearahku. Kuberikan pandangan tidak kenal sambil menggelengkan pelan kepalaku.

"Saya Roy dari Troy Company," katanya lagi sambil mengulurkan tangan kepada Mbak Anisa kemudian kearahku. Kusambut uluran tangannya dengan pandangan bingung dan ekpresi mengingat-ingat.

"Kita sempat akan jadi mitra kerja dulu mbak, saya partner Pak Tony yang merekrut mbak dan Mas Andri untuk membuat software bagi perusahaan Alfa Medika," terangnya panjang lebar yang kusikapi dengan pandangan bengong dan tidak mengerti.

"Maaf pak, tapi Lidya menderita amnesia dan tidak bisa mengingat kejadian dari saat dia koma pak," terang Mbak Anisa mencoba memberikan permakluman atas kondisiku.

"Ouwh saya juga sudah mendengarnya, saya kesini untuk membantu mbak mengingat kejadian dulu, bagaimana kondisinya mbak?" tanya Roy dengan pandangan menyelidik.

"Kata dokter Lidya mengalami trauma saat kecelakaan itu, untuk kemungkinan sembuh dari kejadian itu masih ada, cuma waktunya tidak tentu, kemungkinan terburuk malah dia tidak bisa mengingat semua kejadian itu pak," terang Mbak Anisa.

"Eh duduk dulu pak," tawar Mbak Anisa sambil memberikan tempat duduknya tapi ditolak secara halus oleh Roy.

"Oh saya cuma sebentar saja mbak, ini sekedar oleh-oleh dari kami mbak," kata Roy sambil memberi isyarat kepada lelaki dibelakangnya yang terlihat kemudian membawa keranjang berisi buah-buahan dan meletakkanya disamping ranjangku.

Lelaki ini... Dia juga ada saat itu...

"Kalau begitu saya permisi dulu ya mbak, kebetulan saya sekarang ada meeting dengan direktur rumah sakit ini, mari mbak," katanya sambil mengangguk ringan kearahku yang kusambut juga dengan anggukan.

Kami melihat kepergiannnya dalam diam sebelum Mbak Anisa berkata pelan.

"Kamu ingat dia Lid?"

"Tidak mbak," jawabku spontan.

"Rasanya mbak pernah melihatnya sama Andri dulu, tapi mbak nggak ingat juga sih," kata Mbak Anisa sambil merenung.

"Maaf mbak, aku belum bisa mengingat kejadian yang dulu," kataku pelan.

"Gak apa, nanti ingatanmu pasti kembali, ayo sini ganti baju dulu," katanya sambil mendekat kearahku.

Dengan wajah memanas aku berusaha mengangkat tanganku dan memudahkan Mbak Anisa melolosi pakaian rumah sakit yang kukenakan.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Dua orang lelaki terlihat mengawasi monitor yang terlihat menampilkan kondisi sebuah kamar di rumah sakit itu.

Pada layar terlihat seorang wanita sedang membantu wanita yang lainnya untuk melepaskan pakaian yang dikenakannya.

Dengan gerakan yang pelan pakaian rumah sakit itu terlepas dari lengan wanita yang berbaring di ranjang. Terlihat pakaian itu terlepas dari tubuh yang terlihat kurus dan wajah yang sedikit pucat.

"Apa hanya satu kamera yang anda pasang?" tanya lelaki setengah baya kepada lelaki disebelahnya sambil matanya tak lepas mengawasi gerakan di monitor.

"Ada tiga pak, satu di vas bunga, satu di dekat lampu dan yang satu lagi di pojok ruangan pak," sahut lelaki yang lagi satu dengan suara pelan sementara tangannya menekan tombol remote di tangannya.

Wanita yang sama sekarang terlihat namun dari sudut yang berbeda, sekarang dari depan wanita itu. Terlihat payudaranya yang berukuran kecil terlihat sempurna ditubuh kurus itu.

"Bagus, terus awasi kamar itu dan kirim semua data videonya kepadaku, bagaimana dengan pengamanannya? Apa kau menaruh orang didekat sana?"

"Untuk sementara, ada satu orang yang mengawasinya di siang hari dan dua orang bergantian di malam hari pak."

Sementara itu layar monitor memperlihatkan wanita yang sedikit lebih tua sekarang mengganti pakaian wanita yang lebih muda dengan pakaian rumah sakit yang baru setelah memakaikan bra kepada wanita yang terbaring.

"Hmmmm... Bagaimana dengan dokter dan suster-suster yang menjaganya?"

"Mereka semua orang-orang saya pak," sahut lelaki yang diajak bicara, terlihat lebih santai sekarang.

"Apa benar dia mengalami amnesia?"

"Besok akan dilakukan test pak, jadi besok saya sudah bisa memberikan laporan detailnya."

"Bagus, jaga dia baik-baik, kalau ada perkembangan, segera beritahu aku," sahut lelaki setengah baya itu sambil berdiri dan beranjak keluar pintu. Meninggalkan lawan bicaranya duduk dengan aura kelegaan terpancar diwajahnya.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Uhhhh...Cepetin mas...Dikit lagi....,"

Sialan, suara erangan wanita itu membuat pikiranku kalut dan mau tak mau bibir bawahku mulai berkedut. Sudah terlalu lama aku tak merasakan kenikmatan lagi. Dan rasanya nikmat kalau bibir bawahku bisa diisi oleh benda yang panjang dan besar...

Seperti milik Mas Rangga...

Aduh, kenapa malah dia?


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Puspa POV

Mungkin karena dia satu-satunya lelaki yang sering aku temui setiap harinya.

Pikirku mencari alasan.

Dengan langkah yang perlahan aku membuka bilik disebelah pasangan mesum itu melakukan hajatnya.

Lampu bilik yang redup, entah disengaja atau memang sudah rusak membuat suasana mesum semakin kental. Hal itu ditunjang dengan 'sisa-sisa pertempuran' yang masih bisa terlihat dari kamar ini.

Sialan, mereka asyik memuaskan nafsunya disini, sekarang malah aku yang harus membersihkan sisa-sisanya...

Pikirku sambil mengambil sapu dan berusaha menyapu lantai.

Mas...Cepetin....

Suara manja wanita disebelah yang diselingi dengan suara khas dua buah alat kelamin yang berbeda semakin keras terdengar.

Dengan mengeratkan gigi aku berusaha untuk melanjutkan menyapu lantai. Namun tuntutan birahi yang lama tak terpenuhi, ditimpali dengan aroma sisa persetubuhan yang masih dapat tercium membuat celana dalam yang kukenakan semakin membasah!

"Ughhh.. Sempit sekali, dari belakang ya?" kata suara berat seorang lelaki yang rasanya tak asing ditelingaku membuat pikiranku melayang.

Dari belakang... Berarti...

Tanpa sadar dibenakku tergambar posisi yang ingin mereka lakukan dan dalam gerakan yang yang bisa kutahan, tanganku melepas sapu yang aku gunakan dan perlahan masuk kedalam rok seragamku. Bibirku saling menggigit ketika daging kecil yang ada diatas vaginaku yang meradang tertekan pelan.

"Ugghffftt..."

Lenguhan pelan terlepas dari mulutku ketika jariku menyeruak melewati celana dalam yang membasah dan menemukan sebuah lubang sempit dibawah sana. Tangan kiriku yang bebas membuaka dua kancing atas seragamku dan menyelinap mencari puting yang kurasakan mulai mengeras dibawah bra yang kukenakan.

Tanpa sadar tubuhku beringsut mendekati dinding yang menjadi pemisah dengan pasangan yang disebelah. Dengan bahu kiri menyandar pada dinding, tangan kiri memijat pelan payudaraku dan tangan kanan menggesek klitoris, mau tak mau akupun larut dalam gelombang gairah yang sudah lama kupendam.

Plak!

Masss.... Sakittt!


Suara tamparan dan lenguhan yang terdengar membuat aku semakin terbakar oleh gariah. Dua jari tangan kananku sekarang menyusup lewat celah celana dalam yang kukenakan dan mengocok vaginaku dengan irama yang mulai cepat.

"Ihhhh...Mas gak sabaran deh... "

"Iya nih, Mas dapet tugas ngetese pasien yang baru sadar itu..., uffggghhh, vagina kamu semakin sempit aja, jarang dipake ya sama suami kamu?"

"Auuuwwww... Pelanin dong mas....,"


EH??

Yang baru sadar dari koma? Apa maksudnya?


"Plok...Plokkk...plokkk...."

"Uhhhh... Seret banget... Vagina kamu emang juara..."

"Apalagi kalau yang kaya gini ya mas?"


"Ouwhh....aahhhh"

Suara desahan disebelah semakin cepat dan tak beraturan begitu pula dengan kocokan tanganku yang semakin cepat dibawah sana. Bisa kurasakan cairan vaginaku mulai mengalir keluar, membasahi pahaku dan mengalir turun kearah kakiku.

"UUgghhhh...."

Kembali suara erangan tak kuasa aku tahan keluar dari mulutku seiring dengan cairan vagina yang semakin banyak mengalir turun sampai menetes dilantai yang harusnya kubersihkan.

"Ughhh....Mas mau keluarr... hah..hah..hah... Didalam apa diluar?"

"Dimana aja bo...leh..Agghhh mas... Aku keluaarrrr!"


Dengan nafas yang menderu aku menggesek klitoris ku dengan semakin keras. Rasa yang aku rindukan dan sempat aku lupakan semakin dekat kuraih.

Praangggg!

Suara benda yang terjatuh membuat badanku kaku untuk sejenak.

"Idih... Mas semangat banget, ampe gak liat-liat, vas nya kan kan jadi pecah ne..."

Suara wanita disebelah membuat jantungku kembali berdetak.

"Hah...Hah...Hah... Abis enak sih, besok dan lagi dua hari mas diminta ngetest yang baru sadar dari koma jadi nggak sempet ketemu kamu deh..." kata si lelaki dengan nafas memburu.

"Yang diruangan VIP itu mas?" tanya siwanita dan terdengar suara reselting yang dinaikkan.


Pertanyaan si wanita membuatku menempelkan telinga ditembok ruangan dan nafsuku yang tadi sempat memuncak turun dengan cepat.

"Iya, perintah dari direktur langsung, jadi mas yang kena deh," sahut si lelaki dengan nafas yang masih berat.

"Test apa sih mas?"

"Lie detector dan hipnotis," jawab si lelaki dengan suara lebih pelan.

"Eh, ayo keluar dulu, nanti banyak yang liat kita lagi," kata si lelaki sambil menmbuka kunci pintu.

Krriiieetttt....

Suara pintu yang perlahan terbuka terdengar dikejauhan disusul dengan suara sepatu yang menjauh. Sekarang tinggal keheningan yang menyelimutiku.

Lie Detector dan Hipnotis?

Jelas bajingan-bajingan itu tidak mau percaya begitu saja dengan kakakku.

Sialan!

Apa yang harus kulakukan?

"Apa yang harus aku lakukan?"

Krieettt?

Dengan cepat kutarik tanganku dari dalam rokku sebelum pintu terbuka sepenuhnya.

"Oh rupanya kamu, "

Sebuah suara yang familiar membuatku terdiam. 
Chap 5
Points Of Authority
Part 4


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Sialan!

Apa yang harus kulakukan?

"Apa yang harus aku lakukan?"

Krieettt?

Dengan cepat kutarik tanganku dari dalam rokku sebelum pintu terbuka sepenuhnya.

"Oh rupanya kamu, "

Sebuah suara yang familiar membuatku terdiam.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Apa kamu menikmatinya?" tanyanya dengan suara penasaran sambil memandangku dengan penuh perhatian.

"Eh, menik..mati?"

"Iya, menikmati hal yang kami lakukan tadi? " katanya sambil bersandar di kusen pintu. Terlihat wajahnya yang segar walaupun habis menggelinjang penuh nafsu tadi.

"Memang apa yang saya lakukan?" tanyaku sambil mencoba mencari celah untuk mengelak.

"Ouw... Mau mengelak?" tanyanya tersenyum penuh arti sambil mendekat kearahku sambil menutup pintu di belakangnya.

Refleks aku melangkah mundur sampai hampir menyentuh ranjang. Namun seperti langkah pemangsa yang kelaparan dia mendekatiku dan dengan satu hentakan tangannya mengangkat tanganku dan dengan senyum dibibirnya dia menciumi jariku.

"Huummmmm.... Gurih juga? Masih mau mangkir lagi?" tanyanya sambil menatap tajam mukaku.

Mau tak mau mukaku terasa panas tertangkap basah seperti ini. Tanpa bisa menjawab pertanyannya aku hanya bisa menundukkan muka menghindari tatapannya.

"Kok malu-malu sih?" tanyanya sambil tangannya menyentuh daguku dan mengangkat mukaku dan sebelum aku bisa berekasi sebuah ciuman yang panas dan basah hinggap di bibirku.

"Eughh...," suara terkejut yang tepatnya seperti suara erangan keluar dari mulutku ketika bibirnya yang basah mengulum pelan bibirku.

Lembut. Tanpa paksaaan.
Sial... Nafsuku jadi naik lagi!


Sementara aku terlena dengan ciumannya, tak kusadari tangannya menyelusup kedalam bra yang kukenakan dan memilin pelan putingku yang kembali mengeras.

"Uhhh...," lenguhku pelan ketika jemarinya memencet pelan putingku yang berwarna kecoklatan.

"Kamu cantik kalau lagi horny seperti ini," katanya sambil tangannya menarik tangannku yang diam dan mengarahkannya ke bukit didadanya yang terlihat membusung di balik seragamnya yang cukup ketat.

"Bukan pengalaman pertama dengan wanita kan?" tanyanya sambil tangannya menekan telapak tanganku di bukit dadanya yang kenyal.

Mengalah pada dorongan nafsu yang berpusat di vaginaku, tanganku secara refleks menyibak branya dan hinggap dikulit payudaranya yang halus sebelum menuju ke putingnya yang mulai mengeras. Bra yang terlihat kekecilan seolah tak mampu menutupi payudaranya itu perlahan kulepaskan.

Bra yang kecil, atau memang sengaja lebih kecil dari ukuran aslinya?

Sedikit terbersit perasaan iri saat kulirik putingnya yang masih berwarna merah muda. Seolah menyatakan belum terlalu banyak disentuh oleh kumbang-kumbang yang nakal.

Dari bentuk payudara dan pantatnya, rasanya dia masih belum terlalu sering bercinta. Mungkin itu juga yang menjadi penyebab lawan bercintanya cepat mencapai puncaknya.

"Kamu ahli juga ya?" katanya sambil menarik tanganku yang masih asyik bermain di putingnya menuju kearah ranjang.

Dengan nafas yang tersengal dia beranjak duduk disisi ranjang . Tatapan matanya yang mulai berselimut kabut gairah memandangku dengan bernafsu, sebelum perlahan tangan kirinya mengangkat ujung roknya keatas sehingga memperlihatkan paha yang putih tanpa noda.

Sejenak aku tertegun memandang daerah pribadinya yang hanya tertutup g-string mini yang tak mampu menutupi belahannya yang masih terlihat memerah, basah. Tangan kanannya kemudian meraih badanku sebelum dengan satu hentakan ringan dia menjangkau kepalaku dan kamipun larut dalam gairah.

"Ughmm...,"

"Uhhh...,"

Rintihanku dan dirinya terdengar bersahutan ketika tangannya yang jahil memilin putingku yang membengkak. Kubalas perlakuannya dengan menekan klitorisnya yang sudah menonjol malu-malu di atas lipatan labia mayoranya.

Vagina yang basah!

"Sssttt...Ahhh....," desisnya terdengar ketika kumasukkan satu jariku kedalam celahnya yang sempit. Terlihat vaginanya berwarna merah muda, kontras dengan kulitnya yang putih. Mungkin karena faktor keturunannya.

"Eh?" desisku ketika tangannya menekan kepalaku kearah vaginanya.

Ini sudah...

Aroma cairan vagina yang tercampur dengan sperma tercium ketika tangannya menekan kepalaku. Vagina yang mulus tanpa dihiasi rambut kemaluan.

"Ehmm...Mbak?" tanyaku sambil memandang keatas kearah wajahnya yang bersemu merah menahan gairah.

"Isepin punya mbak ya...," katanya memelas sambil menekan kepalaku lebih keras sampai menyentuh vaginanya.

Aroma vagina dan sperma yang bercampur menjadi satu membuat gairahku kembali naik. Perlahan lidahku menguas klitorisnya yang mulai membengkak. Cairan vaginanya mulai membanjir ketika satu jariku menyeruak masuk kedalam vaginanya.

"Ouuuhhhh.... Masukin lagi... Lagiii....," desisnya sambil tangannya mencengkram rambutku dengan kuat. Kulihat keatas dan wajahnya yang berkeringat dan terangsang, begitu menggairahkan.

"Sssttttt..Ahhhh..., cepetin....," pintanya dengan suara memelas dan tangan yang semakin kuat mencengkram kepalaku.

"Ugghh....," erangku ketika pahanya semakin keras menjepit kepalaku seiring dengan kocokan jariku yang semakin cepat.

"Ehhhhh... Aduh!"

Jeritnya ketika tiga jari sekaligus kumasukkan kedalam vaginanya yang sempit.

"Ughhh...Sakittt...," keluhnya dengan paha yang mencengkram kuat. Keningnya terlihat berkerut menahan sakit.

Kutarik satu jariku sehingga tinggal menyisakan dua buah jari di dalam vaginanya sementara bibirku tak henti menciumi klitorisnya. Cairan vaginanya meluber membasahi mulutku. Desahannnya semakin cepat dan keras terdengar.

Sssrrrrr....sssrrrrr...srrrrr....

"Sssttttt.....Ahhhhhhh..Aku daphhheeetttssss...," teriaknya teredam oleh tangan kanannya sendiri.

Cairan vaginanya kujilati dengan rakus sampai vaginanya terlihat bersih. Dengan mulut yang masih menyisakan cairannya, kuangkat kepalaku dan menciumnya dengan bernafsu. Nafasnya yang memburu membelai pipiku ketika bibir kami bertemu.

"Hah...hah..hah..., nanti du...lu..., masih pegel ne...," katanya sambil melepaskan pelukannya.

"Kalau kutahu kamu hot gini, mending aku sama kamu aja deh, daripada sama dokter geblek yang belum 5 menit sudah keluar itu huh...," katanya sambil merapikan celana dalamnya yang basah kuyup.

"Alasan saja mau ngetest pasien, bilang aja besok mau main sama dokter lain, huh, sebel," katanya sambil membelai putingku.

"Udah keras saja nih, mau digituin juga?" tanyanya dengan mesra yang hanya bisa kujawab dengan anggukan ringan.

"Pasien apa si mbak?" tanyaku sambil berdiri dan berganti posisi dengan dirinya.

"Yang baru sadar dari koma itu, wow..., tatonya bagus," katanya sambil membelai bibir vaginaku yang sudah basah sementara matanya memandangi tatto berbentuk hati tepat diatas klitorisku.

"Tapi yang ini lebih bagus," katanya sambil menjilat pelan klitorisku.

"Ahhhhh... Terus mbak..., " pintaku tak sabar ketika suara-suara samar mulai terdengar di luar bilik kami.

Suara yang perlahan mengeras.


"Euh! Akhirnya istirahat juga!"

"Capek..."

"Abis ganti makan yuk?"

"Yuuukkk!"



"Aduh, ada aja pengganggu! Lanjut nanti saja ya? Ini kartu namaku," Katanya cepat dan mengulurkan sebuah kartu nama dari sakunya. Dengan langkah lebar dia membuka pintu sehingga terbuka. Sementara aku yang nanggung terpaksa membenahi celana dalam dan seragamku.

"Nanti main lagi ya," katanya sambil menuju ke ruangan disebelah.

Dengan tergesa aku meraih perlengkapan mengepel dan menyemprotkan pengharum lantai untuk menutupi aroma vagina yang menyengat.

Sejenak aku melihat kartu nama yang diberikannya dan membaca nama yang ada diatasnya.

Dr Aiko Sawamura.


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Putri POV

Kupandangi kepergian Mas Rangga dengan bingung.

Sejak kapan Mas Rangga mengenal Mbak Erlina? Dan bagaimana hubungan mereka?

"Aduh, kenapa malah aku memikirkan dirinya? Memang dia siapa?" kataku sendiri sambil memandang bayanganku di cermin kamarku. Kamar yang dulunya penuh dengan canda tawaku dan Karind. Kupandangi sisa-sisa barang Karind yang tak dibawa oleh Mas Arka.

Ada pakain seragam pramugari, beberapa rok dan t-shirt dan sekian pasang pakain dalam baru yang masih rapi tersimpan di laci khusus barang-barang Karind dulu.

Kubuka laci-laci 'bagian' Karind dan pandanganku tertuju pada satu benda yang membuat pipiku terasa panas.

Kuambil benda itu dan sebuah senyum tanpa bisa kucegah muncul di bibirku seraya ingatanku melayang ke saat itu.

Saat dia mengambil kunci kamarku dari bagian pribadiku, saat tangannya seolah mengalirkan getaran-getaran ringan ke bagian tubuhku yang paling intim dan saat benda itu keluar dari....

"Putri sadar! Sadar! Sadar!" kataku tak sadar.

"Dia tidak tertarik sama kamu...," kataku dengan ringan.

Tapi kamu tertarik padanya...

Kupandangi cermin dan memutar tubuhku. Dari belakang aku terlihat begitu kecil.

Eh... Apa dia melihat pantatku saat aku...

"Aduh Putri! Fokussss!" kataku membuang pikiran-pikiran erotis yang mulai muncul dikepalaku.

Kuambil handphoneku dan mencari daftar contact sampai aku menemukan no Cath.

Kutekan tombol panggil di handphoneku dan, untungnya, tersambung. Cath mengangkat handphonenya pada dering kelima.

Halo... Ini siapa ya? Sebuah suara yang ceria terdengar diujung sana, dilatarbelakangi dengan suara-suara pelan di sekelilingnya.

"Halo, Mbak Cath, saya Putri dari Top TV, mau nanya tentang kejadiaanya Mbak Karind, Mbak dengannya saat kejadian itu bukan?" tanyaku to the point.

"Iya mbak, saya dengannya saat itu, tapi saya sekarang mau liburan mbak, ini sudah didalam pesawat, sudah dulu ya..."

"Eh, bukannya mbak jadi saksi? Liburan kemana mbak?" tanyaku heran.

"Iya nih mbak, ke Korea mbak! Saya menang paket liburan ke Korea selama satu bulan! Seperti mimpi mbak, eh udah dulu ya, udah mau take off ini!" Tuutttt.... Katanya sambil menutup sambungan teleponnya.

Aneh!

Sebegitu cepatnya dia bisa berangkat keluar negeri walaupun statusnya sebagai saksi. Kalau dia menjadi saksi

Dan paket liburan ke Korea selama satu bulan? Mimpi. Ini memang seperti mimpi.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Ada perkembangan terbaru?" tanya Galang dengan suara pelan ketika aku mengisi bensin di sebuah pertamina dekat dengan kosku.

"Masih sama, cuma kita semakin dekat dengan buruannya, tapi...," kataku tak yakin harus memulainya dari mana.

"Erlina satu kos denganku sekarang... " Kataku pelan.

"Erlina? G-Team?" tanya Galang memastikan.

"Iya, dia satu kamar dengan Putri. Selain itu, saat aku melamar sebagai sopir Ratih, mereka mengambil sampel darahku untuk menganilsa kalau aku bersih atau tidak," kataku sambil menatap mata Galang.

"Maksudmu kamu takut kalau mereka menemukan kecocokan DNA dengan keluargamu?"

"Iya, untuk itu rasanya aku harus mengubah hasil DNA ku dengan DNA asli Rangga kalau kita mau aman. Bagiamana denganmu, kudengar mereka melakukan crosscek latar belakang kita?" tanyaku memastikan.

"Iya, tapi tenang saja, cover story kita cukup aman, asal kau mengingatnya dengan baik," katanya meyakinkan.

"Berarti kita sekarang tinggal mencari kelemahan dari Roy,"

"Yang rasanya sulit kita temukan," tukasku.

"Tapi bukan berarti tidak ada," katanya sambil tersenyum. "Dan satu lagi, hal yang kau minta sudah aku pasang, jadi kau punya akses untuk mengawasinya," katanya sambil mengambil laptop dari kursi belakang.

"Baguslah," kataku sambil melihat dua buah ruangan yang berbeda. Satu ruangan tempat Lidya dirawat, satu lagi, kamar apartemen lamaku.

Saatnya memulai misi kami....


Chap 6
The Little Things Give You Away


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

"Tapi bukan berarti tidak ada," katanya sambil tersenyum. "Dan satu lagi, hal yang kau minta sudah aku pasang, jadi kau punya akses untuk mengawasinya," katanya sambil mengambil laptop dari kursi belakang.

"Baguslah," kataku sambil melihat dua buah ruangan yang berbeda. Satu ruangan tempat Lidya dirawat, satu lagi, kamar apartemen lamaku.

Saatnya memulai misi kami....

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~


Water grey
Through the windows, up the stairs

Chilling rain
Like an ocean everywhere

Don't want to reach for me do you
I mean nothing to you
The little things give you away


~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Erlina POV

Dengan enggan aku beranjak ke masuk kedalam mobil yang terparkir di depan kosku setelah sebelumnya menaruh beberapa tas pakaian dan perlengkapan lainnya di bagasi.Dengan anggukan kepala ringan dari penumpang disebelahku, pengemudi mobil menginjak pedal gas dan dengan suara mendengung pelan, mobil bergerak membelah jalanan ibukota yang selalu ramai.

"Hmmmm... Seperti biasanya, kau selalu membuatku terangsang manis," kata lelaki disampingku. Suami Bu Ratih, sekaligus 'boss' ku yang sebenarnya.

Pak Roy.

"Bapak bisa saja," kataku sambil menunduk. menyembunyikan perasaan muak didalam hatiku.

"Hahaha... Jangan malu begitu baru ada Zul, " katanya sambil tangannya bergerilya kearah dadaku dan meremas payudaraku dari balik kemeja yang aku kenakan.

Remasan yang kuat dan kasar!

"Ini nih yang membuatku selalu teringat padamu, lebih besar dari punya Ratih!" katanya memuji payudaraku yang tak urung membuat dadaku mengembang.

Wanita mana yang tak senang dipuji?

"Zul, cari tempat sepi, " pinta Pak Roy kepada sopirnya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala ringan dari si supir, Zul.

"Hmmm... Sudah bersih rupanya," gumam lelaki yang pantasnya sebagai bapakku ini sembari tangannya menyusup ke rok yang kukenakan dan membelai clitku yang sensitif. Sesuai perintahnya, aku tak mengenakan celana dalam saat bertemu dengannya. Dengan kondisi payudara diremas dengan gemas dan clitku yang dibelai seperti itu, mau tak mau aku merasakan gairah mulai mulai menguasai diriku apalagi saat ibu jari dan telunjuknya memijit pelan clitorisku dan terkadang aku merasakan jarinya menekan masuk kearah vaginaku.

"Uhhhh....," lenguhku pelan ketika satu jari tangannya menyeruak masuk kedalam vaginaku dan mengocok pelan didalam sana.

"Siapa supir baru Ratih dan bagaimana latar belakangnya manis?" tanya Pak Roy sambil tangannya yang bebas memencet pelan putingku yang mulai menonjol.

"Namanya Rang..ga pak, latar belakangnya ber...sih..., Aduhhh!" jeritku ringan ketika tangannya yang berada dirokku memencet clit ku dengan sedikit keras.

Sakit, namun aku semakin terangsang dengan perlakuannya... Ironis... Pikirku...

"Dia bersih pak, Ra..isa sudah mengeceknya," jawabku sambil berusaha menjepit jemari tua yang berada dibelahanku.

"Apa kau sudah pernah mengeceknya" tanya Pak Roy lagi.

"Ehhh..Uhhhh... maksudnya pak?" tanyaku kurang mengerti maksud pertanyaannya. Namun bukannya menjawab, dia malah meraih mukaku dan mengangsurkan jarinya yang berpelotan dengan cairan kearah mulutku.

Cairan vaginaku.

Dengan menunjukan wajah terangsang dan juga karena nafsu yang mulai melanda, kuhisap tangannya yang beraroma khas vaginaku sampai bersih sambil melihat kearahnya. Wajahnya terlihat puas dengan apa yang kulakukan. Dengan tersenyum lebar dia membuka kancing celananya dan memperlihatkan penisnya yang sudah menegang keras. Tidak terlalu besar namun terlihat kokoh. Tangan kanannya menekan kepalaku kearah kepala penisnya dan dengan satu kuluman penisnya menghilang kedalam mulutku.

"Ahhhh... Begitu manis...., iyah... Kepalanya...," ceracaunya dengan mata tertutup.

"Ahhh... Yang dalam...." Katanya lalu mendorong kepalaku mendekat kearahnya sehingga ujung penisnya menyentuh tenggorokanku. "Maksudku, apa kau sudah pernah merasakan penis supir baru Ratih? Kata Zul dia lumayan," tanyanya yang hanya bisa kujawab dengan gelengan kepala.

"Ughhhh...Uhuhkk..uhukkk...," desisku tersedak ketika akhirnya penis itu terlepas dari mulutku. Dengan liur yang membasahi daguku, kupadang Pak Roy dengan mata bernafsu. Hilang sudah rasa malu,segan dan muakku, berganti dengan keinginan untuk dipuaskan.

Dengan memberanikan diri aku bangkit dan mencoba mengangkang diatasnya. Kupandang matanya yang menyiratkan persetujuan sebelum perlahan tubuhku turun dan akhirnya penisnya terbenam di vaginaku.

"Uhhhh...," lenguhku merasakan batang yang keras didalam sana.

"Uhhh... Vaginamu masih seret saja." Pujinya sambil tersenyum sementara aku masih diam diatas pahanya.

"Dengar, sekarang aku ingin kau menyelidiki Rangga ini, apa dia benar seperti yang dikatakannya saat ditanya Raisa. Terserah bagaimana caramu, yang penting, Rangga harus tunduk kepadamu, tunduk kepada Ratih. Terserah cara apa yang kau pakai, tapi kutahu cara seperti ini pasti mempan kepada setiap lelaki yang kau hadapi." katanya sambil menepuk pelan pantatku.

Kulihat kesekitar dan kurasakan mobil kami bergerak jalan kecil dipinggiran kota. Dengan perasaan yang lebih aman aku menggerakkan pantatku naikdan turun, menikmati gesekan urat-urat penisnya dengan dinding vaginaku.

Grudug....
"Ahhhh...Shiiittt!" desisku ketika penisnya menusuk dalam saat roda mobil kami melindas jalan yang berlobang.

"Tapi itu hanya satu dari tugasmu manis, yang kedua, awasi gadis bernama Putri yang akan menjadi rekan sekamarmu, aku tak mau gadis ini melanjutkan penyelidikannya tentang rekan sekamarnya yang meninggal baru-baru ini," katanya sambil meremas payudaraku yang menyembul dari bra yang aku kenakan.

"Dan yang terakhir, uhhh... Goyanganmu semakin ahli saja. Yang terakhir, awasi yang bernama Paidjo. Cari informasi kalau dia ada hubungan atau informasi mengenai lelaki yang dulu menjadi bossmu, Andri, ughhh... " lenguhnya ketika kugerakkan pantatku dengan liar ketika orgasmeku semakin dekat.

"Ugghhhh....Manis, tidak ada orgasme untukmu kali ini,ahhh..." katanya lalu mendorong tubuhku dengan kasar sampai terduduk dilantai mobil. Lalu dengan santainya dia berdiri dan mengocok penisnya didepan mukaku. Dengan pandangan memelas aku membuka mulutku sementara tanganku mengocok vaginaku, mencoba menggapai orgasmeku yang tertahan.

"Aahhhhhh....,"

Crroooottt...Crooottt...Croooottt...

Beberapa kali semprotan kental dan asin masuk kemulutku. Satu semprotan malah mengenai mataku yang membuatku kehilangan konsentrasi dan membuatku gagal mencapai orgasme! Dengan terpaksa aku membersihkan penisnya yang mengacung didepanku dan menjilatinya smapai bersih.

"Hah..hah...Hah..., Sudah-sudah, taksimu sudah menunggu disana," katanya sambil mendorong tubuhku. Dengan gerakan yang pelan kuambil tissu dari tas dan membersihkan bagian bawah tubuhku yang belepotan.

Huftt... padahal orgasmeku tinggal sedikit lagi... Pikirku sambil kulirik ke kursi pengemudi. Mas Zul terlihat acuh tak acuh disana. Mungkin karena terlalui sering melihat kami melakukan hal ini.

"Ini, yang biru kau sudah tahu gunanya apa, yang merah, produksi baru, itu akan membantumu mendapatkan keterangan yang kau perlukan, hahaha..."
kata Pak Roy sambil memberikan 5 buah pil biru dan dan 3 buah pil berwarna merah.
Kuambil pil yang diberikannya dan menyimpannya didalam tasku sambil kuambil tissu. Kuseka mukaku yang berlumuran sperma dengan tissu hingga bersih. Kuambil permen dari tas untuk menyamarkan aroma sperma dari mulutku dan terakhir menyemprotkan parfum untuk mengurangi aroma vagina dan sperma di tubuhku. Dengan pelan kubuka pintu mobil dan melangkah kebagasi dan mengambil tas-tasku yang ada disana. Tak kuhiaraukan pandangan mesum si supir taksi ketika melihatku yang berantakan atau ketika dia mencuri lihat pantatku saat aku membungkuk.

Satu yang pasti. Ini semua kulakukan demi dirinya.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~


Putri POV

"Hufftttt... Kenapa kasus Karind ini seolah menguap begitu saja? Bahkan beritanya sama sekali tidak ada..." Gumamku sambil kembali mengecek situs-situs berita online dan juga sosial media.

"Bahkan rekan-rekan wartawan juga tidak ada yang mendengar kabarnya," pikirku sambil melihat-lihat grup online yang beranggotakan berbagai macam wartawan dari berbagai media massa.

"Dan kenapa juga rekan Karind saat berada di pesawat seolah kabur dari negara ini? Aneh...Benar-benar aneh..." gumamku lagi.

"Ting!"

Sebuah pesan muncul di handphoneku dan kulihat pengirimnya dari Kak Arka.

Tri, hasil otopsi mengatakan Karind kena serangan jantung dan pemeriksaan sementara dari kepolisian menyatakan ini juga murni sebagai serangan jantung.
Kalau begitu, mungkin semua ini hanyalah kecurigaanku saja. Atau mungkin karena aku yang tidak terima dengan kematian Karin yang terasa begitu cepat.

Kaarahkan pandanganku pada meja kecil disisi ranjang. Sebuah foto aku dan Karin saat kami berlibur dipantai terlihat disana. Satu dari sedikit foto kebersamaan kami ditengah rutinitas pekerjaan yang membelenggu.

"Hufffttt..." kuhembuskan nafas panjang sambil mengalihkan perhatianku dari foto kami. Dua buah kardus yang berisi sisa-sisa barang Karind terlihat di ujung ranjang. Satu buah kardus berisi barang-barang pribadi Karind, sedangkan, kardus lainnya berisi benda-benda 'kenakalan' Karin.

Dengan langkah pelan aku menuju kardus yang berisi benda-benda nakal koleksi Karin. Kubuka tutup kardus dan benda pertama yang menarik perhatianku adalah sebuah borgol besi.

Borgol besi ini....

Borgol besi yang digunakan Karind untuk mengikat kedua tanganku di kepala ranjang yang terbuat dari besi!

Mau tak mau aku teringat saat itu, saat Mas Rangga...

"Adduuuhhhhh.... Kok malah jadi inget dia???"

Dengan wajah memanas aku mengambil borgol itu dan mengamatinya.

Darimana Karind mendapatkan benda ini??? Pikirku sambil menaruh borgol itu dan mengamati benda-benda lain yang ada disana.

Beberapa buah dildo, vibrator dan benda-benda lainnya yang tidak aku tahu gunanya untuk apa ada disana. Yang paling menarik perhatianku wand vibrator yang kutahu sering digunakan Karind.

"Hitach1 Magic Wand," kubaca nama benda yang sedang kupegang. Ada tombol on-off di bagian gagangnya dan juga slider pengaturan getaran diatasnya.

Kutekan tombol on dan suara getaran pelan terdengar dikamarku. Kutekan kembali tombol off dan dengan wajah memanas dan perasaan malu karena mengintip barang-barang pribadi Karind kukembalikan benda itu ketempatnya saat mataku melihat sebuah buku diantara benda-benda yang ada disana.

"Sejak kapan Karind suka membaca buku?" gumamku dan dengan rasa penasaran aku mengambilnya dan pemahaman segera muncul dikepalaku ketika melihat judulnya.



Tentu saja!

Buku ini tentu menarik perhatian Karind.

Dan juga aku...

Sudah dari lama aku mendengar tentang buku fenomenal ini yang bahkan sudah difilmkan. Namun teman-teman sesama wartawan yang sudah membaca buku dan menonton filmnya mengatakan kalau bukunya jauh lebih menarik daripada filmnya.

Dengan rasa penasaran yang memuncak aku mengambil buku itu lalu mengambil sebuah bantal guling dan membacanya diatas ranjang. Lembar-demi lembar buku karya E L James itu kubaca. Ketika sampai dibagian saat Christian dan Anastasia pertama kali bercinta, kurasakan milikku berdenyut menahan gairah.

"Tunjukkan bagaimana kau memuaskan dirimu sendiri."

Apa? Aku mengerutkan kening.

"Jangan malu-malu, Ana, tunjukkan," bisiknya.

Aku menggelengkan kepala.

" Aku tak tahu apa maksudmu." Suaraku serak. Aku hampir tidak mengenalinya, berpadu dengan gairah.

"Bagaimana kau membuat dirimu orgasme? Aku ingin melihat."

Aku menggelengkan kepala.

" Aku tak tahu," gumamku. Dia mengangkat alisnya, heran sejenak, dan matanya menjadi gelap, dan dia menggeleng tak percaya.

"Yah, kita harus melihat apa yang dapat kita lakukan tentang itu." Suaranya lembut, penuh tantangan, ancaman sensual terasa nikmat. Dia Membuka kancing celana jinsnya dan perlahan menarik celana kebawah, matanya menatapku sepanjang waktu. Dia membungkuk di atasku dan, memegang kedua pergelangan kakiku, cepat menyentak kakiku terpisah dan merangkak ke tempat tidur di antara kedua kakiku.
Ia melayang di atasku.

Aku menggeliat dengan kebutuhan.

"Jangan bergerak," bisiknya, lalu ia membungkuk dan mencium bagian dalam pahaku, jalur ciuman ke atas, diatas bahan berenda tipis celana dalamku, menciumku.

Oh ... aku tidak bisa diam. Bagaimana aku bisa tak bergerak?

Aku menggeliat di bawahnya.

"Kita harus mencari cara agar kau tetap diam, Sayang." Dia mencium sampai perutku, dan lidahnya turun ke
pusarku. Lalu dia menuju keatas, menciumku di seluruh tubuhku.

Kulitku terbakar. Aku memerah, terlalu panas, terlalu dingin, dan aku mencakar sprei di bawahku.

Dia berbaring di sampingku, dan tangannya meraba naik dari pinggulku, ke pinggangku, dan sampai payudaraku. Dia menatap ke arahku, ekspresinya tak terbaca, dan dengan lembut menangkup payudaraku.
Saat membaca sampai dibagian itu, dua kancing kemeja yang kukenakan sudah terlepas sedangkan tangan kanan beserta jari-jariku sudah menyusup kebalik bra putih yang kukenakan. Merasa terganggu dengan adanya bra itu, jariku berpindah kepunggung dan melepas kaitannya, sehingga sekarang tanganku bisa dengan bebas meremas payudaraku. Tangan kiri yang bebas juga tak mau diam dan bermain-main di belahan sempit dibawah sana. Dengan wajah memanas dan nafas yang sudah mulai memburu, aku mencoba membayangkan jika ada seorang pria yang melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Christian kepada Anastasia.

Dengan perlahan kututup mataku dan wajah pertama yang muncul dikepalaku adalah wajahnya.

Wajah Mas Rangga......

Tak mempedulikam rasa malu kalau dia tahu aku membayangkan wajahnya saat bermasturbasi, tanganku terus membelai payudaraku dan berharap itu tangan Mas Rangga yang ada disana.

Kubuka celana panjang yang terasa sesak hingga hanya menyisakan celana dalam putih berenda yang senada dengan bra yang kugunakan. Kuusap pelan vaginaku dari atas celana dalamku dan kurasakan tanganku basah oleh cairan.

Dengan perlahan kucoba menekan belahan yang masih tertutup dibawah sana.

"Ahhh.. Terus mas....," desisku sambil membayangkan kalau Mas Rangga yang membelai bibir bawahku yang mulai membasah dan merekah.

"Uuhhh.... Iya disana," ucapku setengah mengerang ketika tanganku tak sengaja mengusap daging kecil diantara lipatan vaginaku. Dengan tergesa kubuka celana dalamku sehingga tanganku lebih mudah bergerak dibawah sana.

Kubuka mataku dan dengan tubuh telanjang mencoba membaca adegan selanjutnya antara Christian dan Anastasia.

Payudaraku membengkak, dan putingku mengeras di bawah tatapannya. Payudaraku terdorong keatas oleh bra-ku sendiri. "Sangat indah," bisiknya memuji, dan putingku menjadi lebih keras lagi.

Dia meniup sangat lembut pada salah satu saat tangannya bergerak ke payudaraku yang lain, dan ibu jarinya perlahan-lahan berputar di putingku, memanjangkannya. Aku merintih, merasakan sensasi nikmat sampai ke pangkal pahaku. Aku sangat basah.

Oh ayolah, Batinku memohon saat jemariku menggenggam sprei lebih erat. Bibirnya menghisap putingku yang lain dan ia menariknya. Aku hampir mengejang.

"Mari kita lihat apakah kita dapat membuatmu keluar seperti ini," bisiknya, terus melakukan serangan lambat, sensual. Putingku menghasilkan kenikmatan di jari yang trampil dan bibirnya, membuatku terbakar setiap satu saraf berakhir dalam tubuhku sehingga seluruh tubuhku bernyanyi dengan siksaan
kenikmatan.

Dia bahkan tak berhenti.

"Oh ... aku mohon," aku menarik kepalaku ke belakang, membuka mulutku saat aku mengerang, kaki menegang. Sialan, apa yang terjadi padaku?

"Mari lepaskan, sayang," bisiknya. Giginya menggigit halus sekeliling putingku, dan ibu jari dan jarinya menarik keras, dan aku berantakan di tangannya, tubuhku kejang-kejang dan hancur menjadi ribuan keping. Dia menciumku, dalam, lidahnya di mulutku menyerap jeritku.

Oh .....Luar biasa. Sekarang aku tahu kenapa semua orang ribut-ribut membicarakan tentang itu. Dia menatap ke arahku, senyum puas di wajahnya, sementara aku yakin tak lain hanyalah rasa syukur dan kagum padaku.

"Kau sangat responsif," dia bernafas. "Kau harus belajar untuk mengendalikannya, dan itu akan jadi sangat menyenangkan mengajarimu bagaimana caranya." Dia menciumku lagi.

Napasku masih tak teratur saat aku sudah berhenti orgasme. Tangannya bergerak ke bawah pinggang,ke pinggulku, dan kemudian menangkupku, sangat intim...
Tok...Tok...Tok...

Seperti suara ketukan? Ah, mungkin perasaanku saja Pikirku hendak melanjutkan bacaanku yang belum selesai.

Tok...Tok...Tok...

Tri...Putri... Mas Rangga ini.

Ouw...Mas Rangga.

Whattt! Mas Rangga!

"Tunggu bentar mas," jawabku lalu mengambil celana pendek dan kemeja yang biasa kupakai untuk tidur dan mengenakannya. Setelah itu aku beranjak kedepan cermin dan memperhatikan wajahku.

Wajah yang kusam, memerah dan berkeringat menatapku dari cermin. Dengan cepat aku menyambar bra dan celana dalam ku yang basah dan menuju kekamar mandi untuk mencuci muka. Segarnya air kuharap bisa menyamarkan gairah yang belum terpuaskan di wajahku.

Dengan mengambil nafas panjang aku beranjak kedepan pintu dan membukanya.


Rangga POV

Klik...

Suara kunci diputar terdengar dan perlahan pintu kamar Putri terbuka dan wajah Putri terlihat di balik pintu.

Wajah yang segar dan masih terlihat sisa-sisa air disana.

"Maaf lama mas, baru bangun nih," kata Putri sambil memandang kotak kardus ditanganku.

"Iya, gak apa-apa kok Tri," kataku sambil memandang wajahnya yang terlihat kemerahan.

Terlihat lebih hidup dan menggairahkan... Kualihkan pandanganku ke pakaiannya dan terlihat dua buah kancing kemeja tidur yang dikenakannya terlepas sehingga payudaranya mengintip malu-malu.

Tanpa bra! WOW!

Putih dan terlihat sekal, sayang aku tak bisa melihat putingnya. Secara menyeluruh, payudaranya tidak terlalu besar tetapai pas dengan tubuhnya

"Pas" gumamku tak sadar.

"Pas apa ya mas? Itu box apa ?" tanyanya Putri membuatku gelagapan.

"Ouwwhhh... Itu, maksudnya pas udah mau buka pintu, berat nih. Ini kardus barang-barangnya Mbak Erlina, diminta bawain sekarang, mungkin nanti malam dia mulai tidur disini" kataku sambil mengalihkan pandanganku dari payudaranya yang merangsang dan melihat kebawah, kearah celana yang digunakannya dan kembali penisku berdenyut ringan.

Ouw sialll! Pikirku ketika mataku memandang kearah celana yang dikenakannya. Celana yang pendek, sungguh pendek, sehingga memperlihatkan pahanya yang putih dan terawat. Tidak terlihat garis celana dalam disana dan samar bisa kulihat bayangan gelap di belahan pahanya.

Apa dia terbiasa tidur tanpa pakaian dalam?

"Hmmmm..., kalau begitu bawa kedalam aja mas" kata Putri sambil bergeser sehingga aku bisa lewat pintu yang terbuka.

"Taruh dimana Tri?" kataku ketika sudah sampai didalam ruangan. Berusaha tidak menyenggol dirinya yang berada disebelah pintu.

"Disebelah kardus itu ada mas," jawab Putri sambil menunjuk dua buah kardus yang ada didekat lemari pakaiannya. Dengan hati-hati aku meletakkan kardus yang kubawa dilantai dan hendak beranjak keluar ketika aku melihat sebuah buku yang tertutup di atas ranjang.

"Fifty Shades of Grey?"

Boleh juga seleranya pikirku.

"Suka Fifty Shades of Grey juga ya Tri?" kataku sambil melihat kearah Putri.

"Ehhh... Suka...eh... Enggak juga mas, itu...Itu punya Karind, " jawab Putri dengan wajah memerah dan menggigit bibirnya yang basah.

"Ya udah, mas ngambil kardus lain ya, ada lagi dua nih," kataku sambil keluar ruangan. Mencari udara segar dan meredakan sesuatu yang mulai mengeras dibawah sana.

"Iya mas," jawabnya pelan sambil tetap menundukkan kepalanya.

Dengan pelan aku menuju kearah taksiku. Iya, taksi. Karena baru besok secara resmi aku menjadi sopir pribadi Bu Ratih dan tentu nantinya akan menggunakan mobilnya Bu Ratih.

"Mas Rangga, Mas...," sebuah suara menghentikan langkahku. Kulihat istri Mas Paidjo menghampiriku dari warungnya.

"Mas, nanti tolong benerin kayu jemuran di belakang ya? Tadi jatuh pas, mana si Paijo gak ada lagi, bantuin ya mas?" katanya dengan suara yang centil.

"Kalau mau bantuin dapet apa entar mbak?" kataku sambil tersenyum simpul.

"Dapet nasi goreng pake telor, gimana mas?" katanya dengan penekanan di kata telor.

"Wah, kan sudah punya telornya mbak?" kataku sambil balas tersenyum.

"Aiihhhh... Maksudnya telor ceplok, gini dah kalau gak ada gandengan, makanya nyari mas, biar gak karatan, hihihi..." katanya sambil tertawa lebar.

"Apanya karatan mas?" sebuah suara terdengar dari belakangku yang membuatku menoleh.

"Ehhh... Itu....,"

"Motornya Mbak Puspa, ne jarang dipake baru udah punya taksi," jawab Mbak Kertika yang menyelamatkanku dari rasa malu.

"Ouwww... Tak kira apa, eh itu kardus apa mas?" tanya Puspa sambil menunjuk kearah kardus yang baru saja kuambil dari dalam taksi.

"Ouwh, ini, barang-barangnya Mbak Erlina, yang mau ngekos sekamar dengan Putri," jawabku sambil menatap kearah Puspa yang terlihat berbeda hari ini.

"Sini tak bantuin," katanya ramah sambil mengambil kardus yang masih tersisa didalam taksiku. Saat dia menunduk, bisa kulihat samar payudaranya dari balik leher kemejanya. Ketika dia menunduk aku juga bisa melihat celana dalamnya mengintip dari balik celana kain yang dikenakannya.

Putih dan berenda... Seperti miliknya...

Pikirku sambil terus memandangnya.

Saat dia lewat didepanku samar tercium aroma bunga mawar dari tubuhnya.

Mungkin parfum atau sabun mandinya.

"Ditaruh dimana ni mas? tanyanya menoleh kearahku ketika aku belum beranjak dari tempatku berada.

"Eh..., anu di kamarnya Putri," jawabku sambil berjalan mengikutinya.

Dengan langkah perlahan dan mata yang terus memandang kearah pantatnya yang bergoyang pelan saat berjalan didepanku, aku mengikuti langkah Puspa kekamarnya Putri.

"Eh mbak Puspa, bawa kardusnya Mbak Erlina juga?" tanya Putri ketika kami sampai dikamarnya.

"Iya Tri, taruh dimana ni?"

"Sini aja mbak," sahut Putri.

Dua buah gadis yang sudah matang secara fisik terlihat didepanku. Yang satu riang dengan semangat mudanya sedangkan yang satu dewasa dengan aura seksual yang memikat. Keduanya cantik, dengan tubuh yang proporsional. Dengan kelebihan masing-masing tentunya. Kalau Putri perawakannya lebih mungil namun dengan pantat yang bulat dan pinggul yang ramping. Kalau Puspa, matanya tajam, dengan tubuh yang lebih atletis serta payudara yang kuyakin mungil.

Memikirkan jika kedua gadis ini bisa berada dalam pelukanku, telanjang, membuat penisku berdenyut dibawah sana.

"Mas Rangga kok bengong saja, kardusnya mau dibawa terus ya?" kata Putri sambil tersenyum jahil sementara Puspa hanya tersenyum melihat keusilan rekannya itu.

"Iya, sekarang mau naruh ini dulu," kataku sambil melewati Putri dan hendak menaruh kardus yang kubawa didekat kardus yang lain. Ketika kardus itu kutaruh, sebuah benda terjatuh di lantai.

"Ini dadu apa ya?" tanya Putri mengambil benda itu dan dengan penasaran melihat kedalam kotak kardus yang kubawa. Sebelum sempat menjawabnya, dia sudah membuka kardus itu dan wajahnya memerah ketika melihat isinya.

Dengan penasaran kulihat benda yang menyebabkan wajah Putri memerah dan sebuah box yang penuh warna dan berisi gambar wanita dengan hanya mengenakan bikini terlihat disana. Sebuah tulisan terlihat di bagian atas box itu.

Sexopoly

Sexopoly? Seperti monopolikah?

Kulihat dengan malu Putri mengembalikan dadu itu kedalam kotak itu dan menutup kardusnya.


"Eh, mungkin sebentar lagi Erlina datang kesini, mas ke kamar dulu ya," kataku sambil beranjak kekamarku. "Eh ya Tri, celanamu kebalik tu,hahaha..." seruku sebelum aku keluar kamarnya dan kulihat mukanya memerah ketika melihat kearah celana yang dikenakannya. Sementara itu Puspa juga terlihat keluar, senyum lebar terlihat diwajahnya.

Dengan senyum dikulum aku memasuki kamarku dan mengunci pintunya dari dalam.

Saatnya bekerja!

Kuambil laptop yang kutaruh di lemari dan menyalakannya. Setelah menunggu proses booting selesai kulihat wireless signal dilaptopku dan terlihat ada beberapa free wifi signal dilaptopku.

Setelah tersambung dengan salah satu wifi yang ada, aku menjalankan teamviewer dan meremote komputer yang berada di apartemen lamaku.

Galang telah menyimpan cloningan handphone Sachi disana dan menghubungkannya dengan komputerku. Dari sini aku bisa melihat semua aktifitas handphone Sachi, dari panggilan, pesan, hingga hal-hal lain yang dilakukannya dengan handphonenya.

Kulihat riwayat telephone dan pesannya dan sampai sekarang belum ada panggilan ke nomer yang aneh atau pesan yang ada kaitannya dengan hal yang aku cari.

"Hmmmmm...., menarik," gumamku ketika melihat beberapa pesan dari Roy yang kebanyakan berisi mengenai detail security untuk event hari sabtu ini.

"Ada apa hari sabtu ini?" pikirku sambil membaca pesan yang lain dan hanya ada dua hal yang sering dibicarakan oleh Sachi dan Roy.

Perusahaannya dan Vian.

"Mana dari dua hal ini yang lebih disayangi oleh Roy?" pikirku sambil melihat lagi sms dari Roy.

"Rupanya bandot tua ini sayang juga kepada putrinya, tapi tunggu dulu, Bu Ratih usinya belum sampai 30 tahun, sedangkan Vian usianya belum sampai 27 tahun, lalu, siapakah ibunya Vian?" gumamku sambil mengamati sms-sms Roy tapi tidak menemukan hal lain yang berguna untuk kugunakan melawan dirinya.

Hening sejenak diruanganku ketika aku selesai memeriksa sms Sachi dan Roy.

Pikiranku teringat pada sesosok gadis yang pendiam dengan tatapan serius dimatanya. Gadis yang dikenalkan padaku oleh Roy sebagai anaknya.

"Huftt....," kuambil nafas panjang sebelum mengalihkan pandanganku pada kembali kepada laptopku dan sekarang aku memeriksa email yang masuk ke akun pribadiku yang hanya beberapa orang saja mengetahui keberadaannya.

Hanya ada tiga email yang belum terbaca saat ini, satu dari Hades, satu dari Galang dan satu lagi dari email yang tidak kukenal.

Kuperiksa email dari Hades.

From : Hades
Subject : Welcome Back Sliv
Message :

Welcome back Sliv. Senang akhirnya berita yang kudengar salah! Kurasa kau semakin dekat dengan mereka bukan?? ULRICH, aku pernah mendengar tentang hal ini dari ayahmu. Tapi saat itu aku belum jelas dengan detailnya.

Satu hal yang harus kau perhatikan, Sabtu ini, Troy Company akan meluncurkan sebuah produk terbaru mereka yang berupa antivirus, selain tentunya mereka akan memperkenalkan sistem cctv dan pengawasan mereka yang sudah diperbaharui.

Satu hal yang harus menjadi catatanmu, antivirus itu diluncurkan atas nama perusahaanmu. G-Team.

Jadi, kalau kau bisa mencari tahu dimana lokasi server antivirus mereka, itu akan memudahkanmu.

Happy hacking.

H.A.D.E.S.
Hmmmm...., sebuah antivirus, menarik. Jadi selain security sekarang mereka juga terlibat pembuatan antivirusnya langsung. Sebuah pengawasan yang sempurna.

Tapi...


"Siapa yang akan mengawasi sang pengawas?" gumamku pelan.

"Jadi mereka akan meluncurkan antivirus terbaru mereka pada hari sabtu ini, dimana? G-Team kah?" kataku sambil membuka email berikutnya.

From : Galang
Subject : G-Team antivirus.
Message :

Ndri, mungkin kau sudah dengar, tapi hari Sabtu ini Troy Company akan meluncurkan produk antivirus terbaru mereka di G-Team. Pengamanannya sangat ketat, daa, undanganya sebagain besar dari orang-orang pemerintah.
Kurasa, kalau dugaanmu benar mengenai kecurangan mereka, antivirus inipun bisa jadi salah satu alat yang mereka gunakan.
Oh ya, aku dengar Sisca dan Nia ditest oleh Sachi untuk mengetaui kalau mereka bersih apa tidak. Dan besok mereka diminta menemani Sachi keluar kota untuk 'berpesta'. Suruh mereka berhati-hati Ndri!


Galang.

"Buat apa Sachi mengajak Sisa dan Nia keluar kota? Buat apa? Padahal sebentar lagi dia akan ada event penting." gumamku.

"Sisca dan Nia harus berhati-hati. Harus, aku tak mau kehilangan mereka," kataku sambil melihat email terakhir, email yang pengirimnya tidak kukenal.

Dengan satu klik ringan kubuka email itu.

From : rian@lawyer.com
Subject : Surat Wasiat Frans.
Tunggu!

Surat wasiat Frans? Kenapa baru sekarang?

Sesuatu terasa menghantam ulu hatiku dan membuat bibirku terasa kelu mengingat tentang Frans yang meninggal karena aku. Saat-saat terkhirnya dan bagaimana aku bahkan tak bisa melihat makamnya. Roy si keparat itu menempatkan makam Frans dalam pengawasan yang ketat. Bahkan dia juga menyita semua barang-barang Frans dari mess kami di kantor G-Team.

Sambil mengingat semua hal yang kami alamai bersama, kubuka kembali email dari pengacaranya Frans.

Message :

Selamat pagi,

Saya Rian dari Lawyer.com. Saya disini sebagai pengacara Pak Frans. Beliau meminta, jika beliu meninggal, maka terhitung 3 tahun setelahnya, agar file yang ada diattachment dikirimkan kealamat ini.


Jika anda ada pertanyaan mengenai isi attachment, silahkan membalas email ini.

Terimakasih,

Rian.
www.lawyer.com

Kubaca sekali lagi emailnya dan mendownload attachmeny yang berupa file berektensi .rar.

Tiga tahun. Kenapa kau memilih waktu selama tiga tahun Frans? Apa yang kau mau?

Pikirku sambil membuka file 1.rar yang diberikannya kepadaku.

Kubuka file itu dengan winrar dan seperti dugaanku, file itu memiliki kata sandi.

Untungnya, Frans berbaik hati dengan menempatkan hints di filenya.

Tanggal sandwich pertama di Bali (ddmmyy)

Mau tak mau senyum menghiasi bibirku saat kenangan itu muncul dikepalaku. Saat kami, aku dan Frans, menikmati geliat malam di Pulau Dewata dengan seorang gadis bule. Bagaimana lenguhan nya saat aku dan Frans mengisi lobang-lobang didalam tubuh gadis itu, yang melenguh diantara dua batang penis yang memompa tubuhnya.

"Ada-ada saja kau Frans," gumamku sambil mengetikkan tanggal, bulan dan tahun saat kejadian itu di layar laptop.

Sebuah file 2.rar muncul dilaptopku.

Seperti tadi, file ini juga terpassword dan hintnya kali ini:

Nama tempat kita mengintip gadis-gadis mandi di Bali?

Sekali lagi senyum muncul dibibirku saat membaca hint untuk password yang diberikan oleh Frans. Dan kenangan saat kenakalan kami di Bali bermunculan satu demi satu. Sekarang pikiranku mengingat kentika kami mengintip gadis-gadis yang sedang mandi disungai di kawasan Bali tengah. Bagaimana nafas kami seolah terhenti ketika satu demi satu pakaian yang menutupi tubuh bidadari-bidadari itu terlepas dan ditaruh dipinggir sungai, bagaimana ketika tubuh tanpa busana itu memnatulkan sinar matahari sore dan akhirnya ternggelam dalam jernihnya air.

Sambil tersenyum aku memasukkan nama tempat itu kedalam kolom password dan seperti tadi, sebuah file .rar kembali muncul. File 3.rar.

"Apa ini?" gumamku ketika membaca hint yang diberikannya.

-6.712558, 106.954351
"See outside the 'box'"
Sebuah koordinat garis lintang dan garis bujur.

apa maksudnya semua ini? Pikirku sambil mempaste koordinat yang ada di hintnya ke google dan sebuah alamat yang tak asing bagiku terlihat dilayar.

Villa lama kami di Puncak. Villa dimana aku dibesarkan, yang sekarang jarang kami jenguk karena kejadian tak mengenakkan yang melibatkan ayah dan saudara kembarku.

Apa maksud semua ini, mengapa Frans menjadikan villa kami itu sebagai sebuah hint?

See outside the box?

Sebuah quote yang juga menjadi quote yang biasanya diucapkan ayahku dulu, quote yang banyak aku jumpai di buku-buku maupun catatan ayah.

Darimana Frans mengetahui semua ini? Kebetulan saja atau bagaimana? Dan dimana aku bisa mendapatkan password untuk file yang diberikan oleh Frans??? Semakin kupikir semakin sulit rasanya aku menebak password di file 3.rar itu.

"Ahhhh..."

Eh suara apa itu? Pikirku ketika mendengar suara seperti desahan diluar kamarku.

~ ~ ~ * * * ~ ~ ~

Puspa POV

Masih dengan senyum lebar aku melangkah masuk kekamarku. Terbayang wajah merah Putri ketika Mas Rangga mengatakan kalau celana yang dikenakannya terbalik. Dari balik celana dan kaos yang dikenakannya, rasanya dia tidak memakai dalaman .

Apakah dia biasa tidak memakai dalaman di kos? Apa dia tidak segan atau jengah dengan Mas Rangga?

Ah sudahlah, itu kan urusannya dia.

Tapi...

Terbayang saat kulihat pandangan Mas Rangga kearah Putri, terlihat dia menyimpan hasrat seksual kepada dirinya.

Apakah dia tidak tertarik kepadaku?

"Aiiiiiiiii... Kenapa aku harus cemburu kepada Putri? Pasti ini gara-gara tidak ada lelaki lain disekitaran sini," gumamku sambil mengunci pintu dan mulai membuka semua pakainku. Dengan telanjang bulat aku menuju kekamar mandi dan mulai menyiramkankan air dingin kearah tubuhku yang terasa lengket karena aktifitas yang dilakukan Dokter Aiko di ruang ganti rumah sakit tadi.

Dinginnya air mengurangi nafsuku yang masih tinggi gara-gara nanggung tadi. Selesai mandi, kuambil salah satu kimono kesukaanku dari lemari dan dengan hanya mengenakannya kuambil sebuah pil tidur dan meminumnya.

Sejak kejadian itu, hanya dengan pil tidur aku bisa tertidur. Semoga saja mimpi buruk itu tidak datang lagi hari ini.

"Semoga....," gumamku sambil mengambil satu buku dari atas meja disebelah tempat tidurku lalu mulai membacanya.

Tak lama kemudian efek obat tidur itu mulai terasa dan akhirnya aku pun tenggelam dalam tidur...

...

"Bangun, ayoo... Bangun!" sebuah suara galak terdengar dari sampingku. Suara yang rutin membangunkan kami di barak ini.

"Hari kalian dipanggil untuk latihan yang akan langsung diawasi oleh Madam, jadi jangan ada yang terlambat, oh iya, kumpul di Ruang X, 3 menit dari sekarang, go commando!" suara itu kembali terdengar lantang dan tanpa disuruh lagi kami dengan cepat mandi di shower. Tiga orang wanita termasuk aku menggunakan shower itu bersama-sama. Tak ada lagi rasa malu setelah apa yang kami jalani bersama tahun-tahun belakangan ini.

Setelah selesai mandi kilat kami menggunakan pakaian latihan tanpa pakaian dalam tentunya. Dalam perjalan ke Ruang X, ruang yang khusus untuk latihan seksual.

"Kira-kira latihan seperti apa sampai Madam Z hadir ya?" tanya 3, rekanku yang nomer 3. Disini kami tidak ada yang memakai nama asli kami, semua menggunakan nomer urut. Aku nomer urut 7.

"Mungkin orgy seperti terakhir kali," kataku mengingat bagaimana kami sebelumnya melayani beberapa lelaki sekaligus.

"Uuuhh.... Mengingatnya saja membuat vaginaku ngilu," kata 10. Gadis yang paling muda dari kami bertiga.

"Iya, semoga saja tidak orgy lagi, sakit, mereka kasar-kasar lagi, huftt!" seru 3 dengan tampang cemberut.

"Semoga saja tidak," kataku sambil tersenyum pahit.

Tapi rasanya kali ini akan lebih berat daripada orgy.
Pikirku sambil memasuki Ruang X.

Dan langkah kami bertiga terhenti ketika melihat situasi didalam ruangan.

Ini....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar