Until It Breaks
Part 1
Lidya POV
"Boleh minta yang lain mas?" tanyaku sambil merasakan cairan dari bagian pribadiku mulai mengalir disepanjang pahaku.
"Apa Lid?" tanyanya bingung.
Kudorong tubuhnya ke sofa yang ada diruangan ini sebelum berkata
"Fuck me please!"
Dengan wajah yang merah kulihat si-mata-keranjang ternganga mendengar perkataanku. Suasana menjadi hening ditengah ruang tamu ini. Bisa kudengar nafasku yang sedikit memburu oleh nafsu.
"A..aapa Lid?" tanya si-mata-keranjang dengan suara yang sedikit bergetar.
"Fuck me right now!" kataku sambil naik keatas sofa dengan posisi kaki yang mengangkang dipahanya. Dengan cepat kucium mulutnya yang masih terbuka tak percaya dengan apa yang kukatakan.
Tubuhnya bisa kurasakan sedikit tegang dibawahku, tapi hanya sesaat. Sebelum dia menyambut ciumanku dengan sama bergairahnya. Lidahnya perlahan masuk, membelai lidahku dengan ahlinya. Tangannya tak tinggal diam, ikut meremas kedua payudaraku yang sudah terangsang sejak tadi.
"Hah..hah..hah...," ciuman kami terlepas dan bisa terdengar suara nafas kami yang memburu. Pandangan matanya penuh nafsu dan...
Apakah itu pandangan sayang ataukah hanya hayalanku saja?
Dia mendorong tubuhku untuk berdiri dan berbisik ditelingaku ketika wajahnya berada dekat dengan ku.
"Didalam saja Lid and slow down please...," katanya sambil menarikku dalam pelukannya. Bibir kami bertemu lagi saat kaki kami berusaha mencari jalan kekamarnya. Tanpa melepas ciumannya, dia menuntunku kekamarnya. Setelah sampai , kudorong pelan tubuhnya sehingga dia terduduk dipinggir ranjang.
Kulihat kesekeliling dan seperti dugaanku, warna putih juga mendominasi kamar tidurnya. Ditengah ruangan sebuah ranjang yang ditutupi bed cover warna putih dan bantal putih bergaris merah terhampar. Sedangkan lemari pakaian terlihat menempel didinding. Hanya ada satu kursi dan meja kecil disamping ranjang.
Mungkin ruangan yang terbilang sederhana untuk orang sepertinya
Di dinding yang berlawanan dengan lemari, terdapat sebuah pintu yang menghubungkan kamar ini dengan balkon. Dalam gelapnya malam, pemandangan diluar hanya bisa kulihat secara samar.
Ruangan ini, seperti di mess, G-team..., pikirku.
Kualihkan perhatianku pada si-mata-keranjang yang memandangku dengan paduan nafsu dan pandangan yang meneduhkan. Ketika dia bangkit dan hendak menciumku, kudorong dadanya dengan jariku sehingga terduduk kembali. Sambil terduduk dia mengambil handphonenya dan sebuah musik yang kurang kutahu jenisnya menggema di ruangan ini
Dengan posisi dia duduk, sekali lagi kami berciuman dengan pelan, panas dan basah. Kupejamkan mataku dan menikmati detik demi detik ciuman kami. Ciumannya terasa menuntut dan meminta lebih, membuat nafsuku naik dengan cepatnya apalagi ketika dengan nakalnya, tangannya meremas-remas pantatku dengan lembut, sesekali bahkan menggoyang
"Ahhh, jangan dulu mas," cegahku ketika dia hendak menyentuh bibir vaginaku yang sudah basah dengan jarinya. Sambil tersenyum aku melepaskan ciuman kami dan mengambil kursi yang ada didekat meja lalu meletakkannya tepat didepannya.
Sambil berdiri di depan kursi yang aku taruh tadi, kuangkat ujung gaunku yang ketat perlahan-lahan sesuai dengan irama musik, sampai sedikit menampakan celana dalamku yang berwarna oranye. Wajah si-mata-keranjang semakin kelam! Namun kuturunkan lagi gaunku yang diiringi dengan tatapan kecewanya.
Tak tega melihat pandangan kecewanya, kuangkat ujung gaunku lagi, sekarang sampai sebatas perut sehingga bagian bawahku terekpos jelas. Kuamati pandangan bernafsunya dengan perasaan senang.
Lihat mas, sudah basah seperti ini...
Kududuk diatas kursi yang tadi kuambil dengan gaun yang terangkat sampai perut,sambil menghadap kearahnya tangan kiriku mulai meraba klitorisku dari atas celana dalam yang kukenakan. Titik sensitifku ini terasa membesar dan terasa sangat sensitif ketika disentuh, apalagi dengan vibrator yang juga masih bergetar ringan dibawah sana. Dengan gaya yang sebinal mungkin kutatap kearahnya.
Oh yessss! Terlihat gundukan besar dicelananya!
Dengan pandangan puas kuangkat gaunku sampai kebatas dada sehingga setengah payudaraku terlihat. Dengan tangan kiri yang juga memegang pinggiran gaun, kumainkan putingku yang sudah mengeras! Bisa kurasakan vaginaku semakin terasa basah dan gatal.
Namun semua yang kulakukan terasa sepadan dengan ekpresi tegang si-mata-keranjang yang tanpa berkedip memandangku dengan bernafsu.
And yesss, I'm fucking horny to!
Kuangkat gaunku melewati kepala dan melemparkannya kearah simata keranjang yang terlihat menciuminya dengan mata terpejam. Sekali lagi kelakuannya itu membuat wajahku memanas.
Kupegang pinggiran celana dalamku dengan dua ibu jari dan sambil menatap si-mata-keranjang, kuturunkan sampai di pertengahan pahaku. Kuhentikan gerakanku untuk melihat reaksinya dan kepalaku terasa ringan melihat gerakan naik turun dijakunnya!
Kubuka lebih lebar pahaku dengan celana dalam yang masih ada didekat lutut. Tangan kananku sekarang menuju kebagian vagina yang saat ini tak ditumbuhi satu rambut kemaluanpun.
Rasanya aku harus berterimakasih kepada Lisa dan Shinta yang sudah mengajakku kesalon dan melakukan Brazillian Waxing...
Jari tengahku kugunakan untuk mengelus bibir vaginaku dari atas kebawah sedangkan ibu jariku masih asyik mengelus klitorisku yang sudah mengeras dan terlihat mengkilap terkena cairan vaginaku. Suara alunan musik yang pelan dan pandangan bernafsu yang memandangku membuatku semakin melayang.
"Ahhhhh...mas....," tak tahan aku mendesah ketika jariku mengelus klitorisku yang membengkak. Dan seolah menambah gairahku, vibrator dibelakang sana bergetar dengan keras. Kulihat si-mata-keranjang tersenyum dengan remote di tangannya.
Kuangkat kaki kiriku ke pinggir ranjang dan perlahan celana dalamku kuturunkan melewatinya. Celana dalamku yang basah kulemparkan ke si-mata-keranjang yang disambutnya dengan antusias. Kuturunkan kedua kakiku kelantai dan dengan pandangan menggoda ku sibakkan bibir vaginaku sehingga celah sempitku bisa dilihat dengan jelas olehnya.
Pemandangan didepan mataku membuat dadaku mengembang. Kulihat si-mata-keranjang mengelus pelan penisnya dari luar celananya. Matanya melotot kearahku, seolah takut kehilanngan satu bagian dari pertunjukanku. Hal ini membuatku tak tahan. Sambil menggigit bibir, kupanggil dia untuk mendekat dengan isyarat jariku. Getaran di pantatku berhenti.
Dan aku terlu malu untuk memintanya untuk menghidupkannya lagi...
Dengan bersemangat dia bangkit dan langsung berlutut didepanku. Bibirnya mencari bibirku dan memagutnya dengan pelan, seiring dengan remasan tangan kananya di payudaraku. Jemarinya dengan lincah memilin putingku yang semakin mengeras.
Ciumannya kali ini lebih bernafsu dari tadi dan aku merasa senang bisa memancing birahinya menuju puncak.
"Buka bajuku LId," katanya dengan suara serak. Seperti terhipnotis aku merunduk dan dia kembali mencium bibirku dan hanya melepaskannya ketika kaosnya melewati tangannya. Dan ketika aku menunduk, dada bidangnya memanjakan mataku dibawah sana. Sayang masih ada plester ditempat dimana dia dioperasi waktu ini.
Cukup lama aku terpana melihat dadanya yang bidang, sampai aku tak sadar kalau kepalanya sekarang sudah berpindah menuju kebawah perutku dan...
"Sstttttttt...., massss!" aku hanya bisa mendesah nikmat ketika lidahnya yang panas dan kasar mencium pinggiran vaginaku dengan telaten, mili demi mili dicium dan dijilatinya dengan keras dan tepat. Namun dia seolah menghindar untuk tidak mencium kebagian klitorisku yang sudah membengkak.
"Mas, clitnya...," akhirnya aku tak tahan memohon ketika dia hanya menyenggol-nyenggol klitorisku dengan lidahnya,bahkan sekarang lidahnya diruncingkan dan berusaha dimasukkan ke celah vaginaku! Nafsuku sudah diubun-ubun ketika dia malah menghentikan ciumannya!
Tak sabar kuraih kepalanya dengan tangan kananku dan menempelkan lidahnya tepat dimana lidahnya kuinginkan.
Di klitorisku!
"Kera...sin, lagi..., mas!" pintaku sedikit keras. Tangan kiriku menjambak rambutnya sementara tangan kananku memegang pinggiran kursi dengan erat. Oral seks pertamaku dengan lawan jenis dan bisa kurasakan kalau dia ahli dalam urusan ini.
Mungkin sangat ahli...
"Lebih cepat mas...," pintaku kepadanya. Rasa malu sekarang sudah digantikan nafsuku yang menggebu. Jilatannya di vaginaku semakin intens yang mebuat cairanku semakin banyak mengalir. Tangannya bisa kurasakan mengais bibir vaginaku, meratakan jarinya dengan cairanku.
"Aaaaaaaahhhhh mas, pelan-pelan!" teriakku ketika satu jarinya yang sudah berlumur cairan cintaku dimasukkan kedalam vaginaku yang sempit. Perlahan jarinya menyeruak masuk semakin dalam dan ketika jarinya terhalang sesuatu dibawah sana dia memandangku dengan tatapan tak percaya, bahagia dan bernafsu!
"Lid... kau...kau...," katanya terbata.
Dengan wajah yang sangat panas aku menatap matanya. Seperti bisikan suaraku terdengar ditelingaku.
"Iya mas, aku masih perawan...,"
Hening sejenak sebelum si-mata-keranjang bangkit dan mencium dahiku untuk pertama kalinya. Bisa kurasakan perasaan bahagia mengembang didadaku. Ciumannya turun kemulutku dan kali ini, ciuman kami lebih ringan dan untuk pertama kalinya, penuh perasaan.
"Massss...," kataku pelan.
"Iya Lid?"
Tanpa menjawab kutarik kepalanya dan kearah vaginaku dan mengarahkan mulutnya ke klitorisku. Seperti mengerti permintaanku dia mencium klitorisku dengan intens dan pelan.
"Ahhhh...sstttt...mas....," tak bisa kutahan desahan keluar dari mulutku apalagi ketika ujung jarinya kembali menyeruak dalam lubang vaginaku, mengais-ngais syaraf kenikmatan dibawah sana. Walaupun tidak dalam dan besar namun itu cukup membuatku merasakan kenikmatan yang sulit dilukiskan.
"Mas..., cepetin... sedikit lagi!" pintaku sambil hendak menekan kepalanya ke vaginaku. Kurasakan orgasme pertamaku dengan lawan jenis sudah ditepi batas kemampuanku menahannya, ketika...
"Mas!" kataku sedikit keras ketika ciumannya berhenti.
"Nanti barengan Lid," jawabnya sambil tersenyum dan kembali duduk diranjang.
Nanti? Barengan? Apakah maksudnya.... Wajahku kembali memanas ketika aku sadar apa yang dimaksudnya.
Kulihat celananya mengembung di bagian pribadinya dan aku tersadar kalau dia juga perlu dipuaskan.
Dengan langkah yang sedikit limbung karena orgasme yang sudah ditepi, aku melangkah mendekatinya. Sebelum sempat melakukan sesuatu, dia kembali menarikku dalam ciuman yang hangat. Sementara itu tanganku berusaha membuka ikat pinggang yang digunakannya dan ketika berhasil, kulepaskan ciumannya dan menurunkan celananya sampai mata kaki.
Penisnya mengacung dengan indah dan ukurannya membuatku merinding. Jauh lebih besar dari dildo yang pernah memasuki bagian belakangku, juga jauh lebih besar dari penis pria-pria yang pernah kutonton dari film xxx lokal yang aku dapat dari salah satu forum di internet.
Kalau pakai jari saja sudah sesak seperti tadi, apakah penisnya akan muat di vaginaku? Batinku melihat ukuran penisnya yang diatas rata-rata.
Bayangan penis besar dan panjang ini memasuki vaginaku kembali membuat cairanku meleleh di pahaku. Selain itu, membayangkan melakukan blowjob untuk pertama kalinya pada penis yang sedemikian besar membuatku ragu.
Akan muatkah dimulutku???
Andri POV
Kulihat kekaguman dan rasa takut dimatanya ketika melihat penisku.Namun dibalik itu ada hasrat yang menggelora dan keingintahuan yang terpancar.
Mungkinkah ini juga blowjob yang 'pertama' baginya?
Dengan sedikit ragu dia menggenggam penisku dengan tangan kanannya.
"Ayo Lid," kataku memberi semangat.
Sambil tersenyum ragu dia mengocok pelan penisku dengan tangannya yang mungil. Hampir 5 menit dia mengocok penisku sebelum perlahan mulutnya didekatkan ke kepala penisku. Sambil memandang kearahku, lidahnya perlahan mencium kepala penisku.
"Ughhhh...," tak tahan aku mendesah pelan ketika akhirnya kepala penisku menghilang di mulutnya yang hangat dan basah. Walupun sedikit canggung, dengan pelan lidahnya menggelitik kepala penisku didalam mulutnya yang hangat. Sekarang dia menatapku dengan pandangan menggoda sebelum mulutnya semakin dalam mengulum penisku.
"Huhggghhhhh... uhuk..uhukk.uhuuukkk....," dengan sedikit tersengal dan terbatuk dia menarik mulutnya ketika baru setengah penisku yang berhasil di kulumnya.
"Pelan-pelan Lid, jangan dipaksa," kataku sambil meremas payudaranya yang menggantung indah.
"Mas nakal, lagian punya mas kepanjangan, mentok rasanya mas," katanya sambil menyeka bibirnya. Sebelum sempat menjawab dia kembali mengulum penisku. Kali ini, hampir setengahnya berhasil dikulumnya. Kulihat pandangan kepuasan darinya sebelum kepalanya maju-mundur dipenisku.
"Stttt, terus Lid!" desahku ketika sekarang kepalanya maju mundur dengan cepat di penisku.
"Jangan kena gigi Lid!" saranku ketika kurasakan sedikit sakit ketika giginya sedikit menyentuh penisku.
"Hiiniii magsss," katanya tanpa mencabut penisku dari mulutnya. Sekarang bahkan tangannya mengelus bolaku , seirama dengan kulumannya.
"Sudah Lid," kataku tak tahan dengan kulumannya.
Kami saling pandang sejenak dan bisa kulihat kabut gairah dimatanya. Kabut yang sama dengan yang pasti terlihat dimataku.
"Mas, seperti posisi Shinta dan Raisa tadi," katanya dengan wajah memerah.
Tanpa menjawab kupeluk tubuhnya yang mungil dan menciumi dadanya yang bulat, tidak terlalu besar namun sungguh menantang. Aku berbaring diranjang dan mengerti keinginanku, dia berbalik sehingga vaginanya sekarang tepat berada di wajahku.
Kutarik pantatnya mendekat. Aroma vaginanya sungguh menggoda, khas betina yang sedang birahi tinggi. Kulihat vaginanya mengeluarkan cairan yang cukup banyak.
Kuciumi vaginanya dengan lembut namun cukup membuat si-celana-dalam-putih tersentak. Apalagi ketika ciumanku fokus pada daging kecil dibagian atas vaginanya.
Sebagai balasam tindakanku, dia menciumi kepala penisku dengan telaten. Ciuman yang segera berubah menjadi kuluman.
"Aaahhhh massss...., cepetin!" katanya ketika lidahku menjilat klitorisnya yang memerah dan membesar dengan indahnya. Pahanya menjepit mukaku dengan keras. Tubuhnya mulai menegang!
Tidak! Belum saatnya! Pikirku sambil mmenarik kepalaku menjauh.
"Mas!" serunya dengan wajah yang merah padam ketika sekali lagi orgasme yang ada didepan matanya tidak bisa diraihnya.
"Masih ada cara lain Lid," kataku sambil memeluknya dan mencium mulutnya dengan rakus. Aroma vagina dan penis bercampur menjadi satu dimulut kami. Memberikan kesan persetubuhan yang kental.
Sudah saatnya....
Kubaringkan dengan pelan tubuhnya diranjang. Kubuat dia telentang dengan punggungnya menghadap kearahku. Kuremas dadanya yang sekal sampai dia mendesah kegelian.
"Ini namanya spooning," jelasku sambil meremas payudaranya yang sekal namun sedikit berkeringat.
"Mas, kerasin...," bisiknya ditelingaku yang tentu saja kusambut dengan baik. Dengan posisi tubuhnya membelakangiku. kucium mulutnya yang basah sementara tanganku masih meremas payudaranya.
"UUghhh....mass...,"
Desah si-celana-dalam-putih menahan nikmat dalam ciumanku. Perlahan tangan kananku turun kebawah, meraba vaginanya yang sudah banjir.
Kuarahkan penisku ke celah sempit di vaginanya, namun sebelumnya kugesekkan kepala penisku di bibir vaginanya keatas dan kebawah. Cairan vaginanya yang sudah membanjir membuat penisku dengan mudahnya kugerakkan dipermukaannya.
"Masssss....," desahnya pelan ketika kepala penisku menggesek-gesek klitorisnya. Perlahan kupaskan penisku didepan lubang yang masih terasa sangat sempit itu.
"Mas...masukinnnn...," pintanya sambil berusaha memundurkan pantatnya. Kuciumi telinganya dan kurasakan tubuhnya menggelinjang dengan kuat.
Titik sensitif yang lainnya???
"Maassss...," rengeknya ketika penisku hanya menyundul-nyundul didepan pintu masuk vaginanya.
Sambil tetap menciumi telinganya, kubisikkan pertanyaan yang mengganjal dihatiku.
"Jawab dulu pertanyaan mas yang tadi," kataku sambil tetap menciumi telinganya yang membuat si-celana-dalam-putih semakin blingsatan. Cairan kenikmatannya semakin banyak membasahi penisku.
"AAaghhhhh....mas... pertanyaan yang mana massss....?" tanyanya dengan tubuh yang menggeliat-geliat.
"Yang mas tanya pas kita dansa di club," bisikku ditelinganya, penisku semakin mamsuk kedalam vaginanya. Terasa hangat, basah dan sangat ketat menjepit.
[/i]
Si-celana-dalam-putih sedikit terdiam, namun ciumanku ditelinga, rabaan di payudara dan penisku yang mulai menyeruak masuk membuat dia sedikit kebingungan.
"Iya mas," jawabnya pelan dengan muka yang memerah.
"Iya apa?" tanyaku memastikan.
"Aa.aaku mau jadi pacar mas..., tapi," katanya menggantung.
"Tapi apa Lid?"
"Masukin punya mas," katanya dengan sangat pelan, hampir tak terdengar.
"Masukin apa dan kemana?" godaku sambil meremas dadanya dengan kuat.
"Ahhhhh massss! Masukin penis mas ke vaginaku!" teriaknya frustasi dengan kepala penisku yang sudah berhasil masuk kedalam celah vaginanya.
Kuturunkan ciumanku ke lehernya dan kutelusuri sepanjang lehernya yang jenjang dengan lidahku. Si-celana-dalam-putih terasa semakin terangsang, tanpa sadar tangannya membantu meremas tanganku kepayudaranya sedangkan tangannya yang satunya meremas rambutku mendekat kearahnya.
Jepitan vaginanya membuatku hampir kehilangan kontrol!
Si-celana-dalam-putih berhenti menggeliat merasakan benda asing pertama yang mulai memasuki dirinya. Kutarik lagi penisku untuk membiasakan vaginanya menerima penisku. Suara desahan dari mulutnya kembali terdengar ketika penisku maju-mandur divaginanya.
“Ooouwww.. sshh.. sshiitt” desahnya pelan sambil meremas tanganku dengan sedikit kuat.
"Sakit Lid?" kataku melihatnya meringis ketika penisku semakin melesak masuk dan terhalang oleh selaput daranya.
"UUhhhhh..., sedikit perih mas, punya mas kegedean sih..," katanya sambil menggigit bibirnya yang merah basah.
Kuremas payudaranya dengn sedikit keras untuk mengurangi rasa perih divaginanya. Dan perlahan remasannya di tanganku terlepas, berganti dengan geliat pelan pantatnya.
“Aaaww ...Mas.... sakiit …,” rintih si-celana-dalam-putih memelas, tubuhnya menggeliat kesakitan ketika remasan tanganku pada payudaranya semakin keras. Aku berusaha menentramkannya sambil kukecup mesra bibir mungil yg basah merekah dan kulumat dengan perlahan. Remasanku pada payudaranya berpindah pada putingnya yang sudah sangat keras. Wajahnya terlihat berkeringat namun itu justru menambah kecantikannya.
Aku mulai menekan pelan dan dia pun meringis menahan perih. Ku tekan lagi dan akhirnya perlahan-lahan mili demi mili liang vaginanya membesar dan mulai menerima kehadiran kepala penisku.
“Agghhh ..” suara si-celana-dalam-putih terhalang lumatan bibirku, mili demi mili batang penisku secara pasti terus melesak ke dalam liang vaginanya dan ketika hampir seperempat setelah masuk seperti ada selaput lunak yg menghalangi kepala penisku untuk terus masuk.
Kutarik penisku sampai hampir terlepas kemudian mendorongnya sampai kembali menyentuh selaput daranya. Begitu kulakukan berkali-kali hingga desah kesakitannya berubah menjadi desahan nikmat.
“Massss… mmmm....aahhhh...," desahnya pelan. Bisa kurasakan cairan vaginanya semakin banyak keluar yang membuat penisku lebih mudah melakukan penetrasi.
"Lid, siapa Nick?" tanyaku ditengah persetubuhan kami.
"Dia.. ayahhhh.. angkatku mas....ahhhh," jawabnya ditengah desahan nikmatnya.
"Hmmmm..., yakin?" tanyaku memastikan dengan penisku yang tak berhenti keluar masuk dengan pelan. Pantatnya mulai bergerak mengimbangi tusukanku.
"Iya mas...adduuuhhh..., sahutnya sambil mendesah ketika leher jenjangnya kegigit dengan pelan. Putingnya yang mengeras kupencet dengan keras dan lehernya kembali kugigit dengan sedikit keras. Kulihat keatas ranjang, mencari remote kecil yang diberikan Frans dan ketika kutemukan, kusetel ke tingkat yang paling tinggi.
"Masssssssss...," desahnya ketika getaran bawah sana begitu kuat, bahkan penisku ikut bergetar.
"Massss...aaaahhhhhh! Sakitttttt!" katanya dengan tubuh yang menggeliat. Kugigit dengan sedikit keras lehernya, sedangkan tanganku meremas payudaranya dengan keras. Dia protes kesakitan namun tak kuhiraukan dan akhirnya, dengan sekali sentakan kuat....
“Agggggaahh…perihhhhhhh! Massssss... sakittttt...,” rintihnya sambil meronta dengan kuat ketika penisku berhasil mengoyak pertahanan terakhirnya. Rasa perih yang melanda membuat tangannya meremas kuat-kuat sprei, tubuhnya mengejang dengan mata membelalak.
Kudiamkan penisku didalam vaginanya yang sangat ketat, penisku terasa sedikit perih merasakan jepitan vaginanya yang baru saja kurenggut keperawanannya. Kupeluk tubuhnya dengan erat sambil tanganku meremas payudaranya dengan lembut. Bibirku menyusuri leher dan telinganya, berusaha mengurangi rasa sakit yang dideritanya.
Lidya POV
Rasa sakit itu serasa mengoyak bagian bawah tubuhku...
Penisnya yang begitu besar serasa membelah vaginaku yang baru pertama kalinya menerima benda didalamnya. Namun rasa sakit di vaginaku sedikit teralihkan dengan gigitan dileher serta remasan kuatnya di payudara.
"Rileks Lid, let's it flow...," bisik si-mata-keranjang dengan lembut ditelingaku. Tangannya sekarang meremas lembut payudaraku, sesakali memilin puting yang sedikit mengecil.
"Iya mas, punya mas kegedean...," sahutku dengan malu-malu.
Kulihat matanya memandangku dengan mesra, sebelum bibirnya mencari bibirku dan mengulumnya dengan hangat. Perasaan bahagia, sedih dan rasa sakit bercampur aduk menjadi satu.
Akhirnya pelan-pelan birahiku naik kembali, apalagi dengan vibrator yang masih menderu dibawah sana.
Adddduuuuhhhh, baru pertama kali dan kedua lubangku sudah dipenuhi dengan dua buah benda yang berbeda ukuran...
Ciuman kami terlepas dan dia menelusuri leher sebelum mengulum pelan telingaku sementara kedua tangannya memilin putingku dengan lembut. Dan penisnya terasa berkedut didalam sana, memberikan sensasi yang sulit untuk kukatakan.
Kubalas aksinya di dalam vaginaku dengan menggerakkan otot kegelku, menjepit kepala penisnya yang besar.
Mungkin terlalu besar untuk pertama kalinya...
"Uhhhhh..., nakal ya...," kata si-mata-keranjang sambil menarik penisnya keluar dari vaginaku sampai bisa kurasakan hanya kepala penisnya saja yang tersisa. Dengan pelan penisnya masuk dengan pelan. Mili demi mili masuk sampai hampir setengah batang penisnya masuk.
"Hmmm... Jangan dulu mas, masih perih kalau semua..." cegahku ketika dia hendak memasukkan semua penisnya. Sebagai jawabannya, pilinannya di putingku semakin keras. Lagi, penisnya ditarik sampai hanya kepala penisnya yang mengganjal di vaginaku. Begitu beberapa saat hingga kurasakan vaginaku melebar dan membuat penisnya bisa masuk dengan lebih mudah.
"Mas, kok berhenti?" tanyaku tak sadar ketika penisnya sekarang tidak dimasukkannya. Dan ketika aku menyadari perkataanku, aku hanya bisa diam tersipu malu dengan kepala mengarah ke bawah.
Warna merah terlihat di antara pahaku, begitu juga di seprai putih ranjang. Dan akhirnya, aku sudah...
"Aaarrghhhhh masssss!" kataku terkejut ketika aku masih melamun dan si-mata-keranjang memasukkan semua penisnya kedalam celah diantara kedua pahaku.
Tetap saja besar, hangat dan terasa penuh didalam sana, namun tidak seperti tadi, rasanya tidak begitu sakit sekarang, bahkan perlahan rasa nikmat mulai terasa yang membuat tubuhku meremang.
Semakin lama gerakannya semakin cepat yang seiring dengan semnakin basahnya vaginaku.
"Ganti posisi ya Lid," katanya sambil mengangkat pahaku kesebelah tubuhnya. Dengan penis dan vagina yang masih menyatu, tubuhnya sekarang berada diatas tubuhku. Tatapan matanya yang penuh nafsu sekarang dengan bebasnya kulihat.
Tangannya kemudian mengangkat kedua kakiku kebahunya, mengapit kepalanya. Dengan posisi seperti ini, penisnya semakin dalam menusuk vaginaku. Dan rasa gatal yang sering kualami saat masturbasi mulai mendera dinding-dinding vaginaku.
"Aaaaggghhh mas, cepetin!" pintaku tak malu lagi untuk memintanya bergerak lebih cepat lagi. Kulihat senyum dibibirnya sebelum pinggulnya bergerak lebih cepat mendera tubuhku.
"Aagghhhh mas...," jeritku ketika kenikmatan itu semakin nyata.
Jadi begini rasanya bercinta?
Walaupun masih terasa sedikit perih, namun kenikmatan yang menutupinya jauh lebih besar. Ketika kulihat kebawah, bibir vaginaku ikut tertarik kedalam dan keluar saat penisnya bergerak. Begitu indah terlihat.
Tak sadar tanganku turun kebawah dan membelai klitorisku yang sudah membengkak. Kugesek dengan keras dan cepat secepat penisnya yang keluar masuk vaginaku. Keringat sudah membasahi tubuh kami berdua dan dadanya terlihat mengkilap karenanya.
"Mas... cepeetin! Aku suda mau dapet!" kataku tak malu lagi. Kugerakkan pantatku memutar dan kadang naik turun untuk mendapatkan kenikmatan yang lebih. Nafas kami berdua sudah menderu dengan keras dan bisa kurasakan kalau dia juga sudah dekat mendapatkan puncak kenikmatanya.
"Lid, hah..hah.., keluarin dimana?" tanyanya dengan nafas yang menderu. Gerakan penisnya semakin cepat dan cenderung kasar. Namun itu justru menambah kenikmatan yang kurasakn.
"Didalem saja mas, aku safe kok, hah..hah.," jawabku dengan nafas tersengal.
Kocokannya semakin cepat di vaginaku yang kuikuti dengan menggoyangkan pinggulku dengan cepat. Tangannya yang bebas meremas payudaraku dengan kasar. Kocokan penisnya, remasan tangannya serta getaran vibrator di anusku membuat rasa itu semakin dekat.
"Lid, masih jauh?" tanyanya dengan nafas terengah.
"Su...dah..deket mas," jawabku pelan.
Dia memeluk tubuhku dengan erat sekarang, dadanya yang bidang menekan payudaraku sedangkan lidahnya mengulum telingaku.
"Massss... Lidya....," kataku terengah ketika rasa itu sudah dekat, yang dijawabnya dengan kocokan yang semakin cepat dan kasar. Dan akhirnya...
“Aaaghhh…Mas…. Lidya dapet aagghhh…..”, jeritku saat orgasme itu datang. Tubuhku bergetar dengan hebatnya dengan kepala yang menengadah dan mulut ternganga merasakan orgasme terhebat yang pernah aku alami. Jemariku tak terasa mencengkram punggungnya yang masih bergerak dengan cepat.
"Lid..., masssss juga! Aaahhhh....," teriak si-mata-keranjang dengan penis yang ditancapkan dalam-dalam di vaginaku. Beberapa kali semprotan kuat mengenai vaginaku, mungkin juga rahimku. Dengan nafas terengah dia memandang kearahku.
Dan sebuah bisikan pelan terdengar diantara desah nafas kami
"Love u...,"
Tak perlu lama sebelum aku menjawab.
"Love u too," sebelum tubuhnya bergeser dari atas tubuhku dan dengan kemaluan yang masih menempel dia memelukku. Dan hanya kecupan ringan di dahiku yang kuingat sebelum akhirnya gelap menyelimuti.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
Andri POV
Tok...tok...tok...
Suara ketukan samar kudengar. Ah, paling hanya angin, pikirku sambil memeluk tubuh hangat dan tanpa busana didepanku.
Ketika tidurpun kau terlihat cantik...
Tok...tok...tok...
Suara itu semakin keras dan samar aku bisa mendengar suara sirene di kejauhan. Tidak, ini bukan mimpi. Kulihat handphoneku dan tertegun.
Siapa yang mengetuk pintu pukul 3 pagi???
Dengan malas aku bangun dari tempat tidur dan menyelimuti tubuh polos si-celana-dalam-putih. Dengan mata yang masih mengantuk,kuambil sebuah celana pendek dan melangkah menuju kepintu.
Tok...tok...tok...
"Sebentar," kataku sambil membuka pintu.
Dengan pendangan terkejut aku melihat sosok yang berada di depan pintuku pada pukul 3 pagi ini.
Chapter 23 Until It Breaks
Part 2
Siapa yang mengetuk pintu pukul 3 pagi???
Dengan malas aku bangun dari tempat tidur dan menyelimuti tubuh polos si-celana-dalam-putih. Dengan mata yang masih mengantuk,kuambil sebuah celana pendek dan melangkah menuju kepintu.
Tok...tok...tok...
"Sebentar," kataku sambil membuka pintu.
Dengan pendangan terkejut aku melihat sosok yang berada di depan pintuku pada pukul 3 pagi ini.
"Ada apa pak?" tanyaku keheranan sambil menatap seorang security yang sekarang berdiri didepanku.
"Maaf sebelumnya pak, kami menerima telepon dari seseorang yang mengaku bernama Edy, dia minta kami memberitahu bapak kalau terjadi kebakaran di perusahaan G-Team bapak," jelasnya.
"Kebakaran?" What the hell! Tapi kenapa dia tidak menghubungi handphoneku?
Sial! Hp ku dalam flight mode!
"Terimakasih informasinya pak," kataku padanya., masih sedikit ragu atas kebeneran hal yang disampaikannya.
"Sama-sama pak, maaf sudah mengganggu waktu istirahat anda, permisi pak," katanya sambil melangkah pergi.
Dengan terburu-buru aku masuk ke dalam ruang tidur dan melihat si-celana-dalam-putih yang tertidur dengan lelap. Warna merah di seprai menjadi bukti apa yang kami lakukan tadi malam.
Mau tak mau aku tersenyum mengingat hal yang telah kami lakukan tadi...
Kuambil hp ku dan menonaktifkan flight mode, tak lama kemudian 7 sms masuk ke hp ku, kesemuanya dari Edy!. Semuanya berisi hal yang sama, kebakaran di G-Team.
Kuambil kertas dan menuliskan pesan kepada si-celana-dalam-putih dan meletakkan diatas meja dipojok kamar bersama dengan akses card apartemenku.
Sekali lagi kumenoleh kearah si-celana-dalam-putih yang meringkuk dengan nyamannya. Kuselimuti tubuhnya yang telanjang sebelum mengecup keningnya. Kuambil pakaian pertama yang kulihat dilemari dan setelah melihat sejenak ke arah si-celana-dalam-putih, tidak, sekarang pacarku, aku menuju kepintu dan keluar dari ruangan.
Pintu menutup dan terkunci otomatis dibelakangku. Dengan tergesa aku menuju kearah parkir dan menghidupkan mobilku. Dengan kecepatan yang cukup tinggi aku membelah jalanan ibukota yang tak pernah sepi.
Sepanjang perjalanan pikiranku memikirkan musibah yang menimpa perusahaanku. Tidak! Rasanya terlalu kebetulan kalau ini adalah sebuah musibah. Tapi kalau bukan, siapa yang ingin mencelakakanku dan perusahaanku.
Terbayang semua kejadian dari awal kami menerima project ini. Kematian Ade, ledakan di mobil Frans, tembakan yang mengenaiku, pencurian HP dan Hardrive komputerku dan yang terakhir, kebakaran di perusahaanku.
Semuanya seperti terpisah namun semuanya pasti berhubungan! Tapi apa hubungan itu?
"Siiiiaaaaaaaaaalllllllllll!" teriakku sambil memukul kemudi dengan tanganku. Siapa atau apa yang sebenarnya ada dibelakang ini?
Dengan perasaan yang campur aduk aku sampai di perusahaanku dan dari jauh api sudah terlihat di gedung utama kami. Semoga saja ruangan server tidak kena. Harapan terakhirku ada disana.
Beberapa mobil pemadam kebakaran terlihat berusaha memadamkan api, namun karena letak gedung perusahaan yang terlalu jauh, mereka terlihat sedikit kesulitan untuk memadamkan api.
Aneh, sebagian besar gedung dan peralatan kami adalah peralatan elektronik namun kenapa api bisa menjadi sebesar ini?
Semua staff terlihat membawa ember dan peralatan yang bisa mereka bawa dan bahu membahu memadamkan api.
"Pak!" seru mereka ketika melihatku.
"Ayo. mari kita padamkam apinya dulu! Semangat semuanya!" kataku sambil mengambil ember dari salah seorang staff dan membantu mereka memadamkan api.
"Ayooo!" teriak mereka sambil kembali fokus memadamkan api. Kulihat Shinta dan Edy juga ikut membantu. Mereka tersenyum getir ketika melihatku.
Akhirnya mungkin setelah satu jam yang kurasakan sangat panjang, api berhasil dipadamkan. Dengan nafas terengah-enagh aku duduk bersama yang lain. Hanya bisa memandang gedung perusahaan kami yang sekarang masih mengeluarkan asap yang mengepul membelah suasana pagi kota Jakarta.
Gedung yang kami bangun selama bertahun-tahun, sekarang menjadi puing hitam yang teronggok dalam diam. Tapi untungnya mess tidak sampai kena, pikirku membayangkan tragedi yang mungkin terjadi kalau sampai api menyebar kesana.
"Mas, minum dulu," kata Shinta yang juga terlihat kacau dengan muka yang menghitam dan rambut yang acak-acakan. Memberikan segelas air mineral.
"Yang lain sudah?" tanyaku sambil melihat staff yang lain. Terlihat mereka memandang gedung perusahaan kami yang beberapa jam lalu masih berdiri dengan megah, sekarang...
"Sudah mas," katanya sambil duduk didekatku. Kami memandang kedepan dalam diam. Bisa kudengar isak tangis beberapa staff wanita ketika melihat keadaan ini. Dengan sisa tenagaku aku bangun dan berusaha menenangkan mereka. Wajah-wajah lelah dan putus asa menatapku ketika berjalan menghampiri mereka.
Kulihat Guzur terduduk sambil memegang kepalanya, kulihat tangannya penuh dengan luka bakar.
"Zur, kenapa? Ayo, kerumah sakit dulu," kataku sambil berusaha menariknya berdiri. Namun dia diam tak bergerak, perlahan bisa kulihat pundaknya sedikit berguncang.
Guzur menangis?
"Sudahlah Zur, ini bukan kesalahanmu, kita masih bisa membangunnya dari awal," hiburku sambil menepuk pundaknya.
Kepalanya perlahan diangkat dan wajahnya yang juga terluka terlihat memandangku. Penyesalan terlihat diwajahnya.
"Bukan hanya masalah servernya pak, tapi aku...," terlihat ekpresi marah, takut dan menyesal dari wajahnya. " Tapi aku gagal menyelamatkannya pak," katanya sambil menunduk lesu.
"Menyelamatkannya? Menyelamatkan siapa? " tanyaku dengan khawatir. Jangan bilang ada korban jiwa dalam kejadian ini!
"Mbak Lisa," jawabnya pelan, hampir menyerupai bisikan.
Apa!???? Lisa!???
Tidak, ini tidak mungkin, Lisa masih bersama Frans dan Shinta ketika mereka pulang dari club. Shinta disini tadi!
"Dimana kau gagal menyelamatkannya?" tanyaku pada Guzur.
"Diruang server pak," jawabnya pelan.
Diruangan server? Kenapa Lisa ada disana? Apa yang dilakukannya disana? Dan kenapa dia tidak lari menyelamatkan diri saat terjadi kebakaran? Dan kemana Frans?
Pertanyaan demi pertanyaan berputar dikepalaku, semuanya tidak ada yang bisa kujawab. Semuanya masih terasa seperti diawang-awang, tidak bisa kujangkau.
"Mas, lihat Mas Frans dan Lisa? Aku tidak ada melihat mereka dari tadi," kata Shinta disampingku.
"Eh, bukannya mereka bersamamu tadi?" tanyaku dengan heran.
"Tadi aku beli makanan keluar mas, Mas Frans dan Lisa masih dikamar tadi ketika aku meninggalkan mereka," jawabnya dengan muka memerah.
Jadi ketika kebakaran, Frans hanya bersama Lisa. Jadi kalau mereka bersama, jangan-jangan...Firasatku tidak enak.
Kulihat kebawah, Guzur masih terdiam pilu, mungkin dia cukup terpukul dengan kejadian ini. Dan kalau benar yang berusaha diselamatkannya itu Lisa...
"Maaf, ada yang terluka disini?" tanya seorang petugas pemadam kebakaran sambil melihat kearah kami. Kulihat kearah Guzur dan memberi isyarat petugas itu. Setelah kubujuk beberapa saat akhirnya dia mau kerumah sakit.
"Mas!" kata Shinta sambil menunjuk kearahku dengan wajah khawatir. Kulihat arah jarinya untuk melihat noda merah yang terlihat di kaos yang kupakai.
Kuangkat sedikit kaosku dan melihat luka bekas operasiku yang mengeluarkan darah karena terlalu aktif bergerak.
"Pak, ayo ikut saya," kata petugas yang tadi dengan wajah yang penuh pengertian. Kulihat kearah Shinta dan terlihat dia menganggukan kepalanya.
"Shin, kabarin aku nanti ya," kataku sambil mengikuti petugas pemadam kebakaran yang menuju ke salah satu mobil ambulans. Saat kami berjalan kulihat sebuah brankar berisi sebuah kantong yang didorong oleh beberapa petugas medis.
Apakah itu....
Galang POV
"Lang...bangun!"
Sebuah suara yang keras ditelingaku merenggut paksa aku dari tidurku. Dengan malas aku membuka mata untuk melihat Herman memandangku dengan pandangan marah dan juga penasaran.
"Ada apa Her?" tanyaku melihat ekpresi wajahnya. Mataku mencoba beradaptasi dengan cahaya lampu di salah satu kamar di rumah Herman.
Kulihat Herman mencoba mengatur nafasnya yang sedikit terengah. Rona wajahnya berubah kelam.
"Terjadi kebakaran di perusahaan G-Team Lang," katanya pelan dan tajam.
"Apa?!" kataku tak percaya. Mataka terbuka dengan lebar mendengar kabar yang dibawa oleh Herman. Kulirik jam di dinding. Pukul 6 pagi!
"Kapan kejadiannya? Ada korban?" tanyaku lebih lanjut.
Sambil menghela nafas dia menjawab.
"Tadi, pukul 3 pagi, korban hanya satu yang teridentifikasi, namun ada laporan kehilangan," jawabnya pelan.
"Siapa korbannya?" tanyaku penasaran.
"Lisa, dan yang menghilang Frans," jawabnya.
Lisa? Gadis yang sering bersama Lidya. Frans, rekan karib dari Andri, pemilik dari G-Team. Kasus ini semakin menarik..
Suara kendaraan bermotor terdengar dari jalanan didepan rumah Herman, mengiringi keheningan yang ada diantara kami. Pikiranku berkelana dari awal kasus ini, yang pada awalnya kuduga hanya kasus pembunuhan biasa. Namun ternyata didalamnya tersembunyi banyak misteri.
"Kalau begitu ayo kita ke TKP," kataku sambil mengambil jaketku diujung ranjang.
"Lang, kasus ini sudah diambil alih oleh orang lain, kita dikeluarkan dari kasus ini," kata Herman dengan nada marah. Raut wajahnya campuran antara marah dan penasaran.
Terlalu kebetulan rasanya kami dikeluarkan dari kasus ini, seperti ada pihak yang tak ingin kasus ini dipecahkan...
"Tapi kenapa Her? Bukannya kita mendapatkan banyak petunjuk untuk kasus ini? tanyaku bingung.
"Aku ditugaskan ke kasus lain Lang, jadi kita tidak bisa menyelidiki semua kasus ini lagi," katanya marah, namun dengan senyum simpul diwajahnya.
"Iya, kita memang tidak bisa, tapi aku bisa,"jawabku sambil memikirkan berbagai macam cara yang bisa aku tempuh nanti.
Tunggu saja, kasus ini akan aku pecahkan!
Andri POV
Sisa asap masih mengepul dari gundukan bangunan besar yang dulunya adalah ruang meeting dan ruangan server. Sejenak pikiranku mengingat apa yang sudah kami lewati diruangan itu. Dari awal berdirinya, sampai sekarang, sudah tidak terhitung berapa waktu yang kuhabiskan disana. Dengan Frans, Edy dan yang lainnya. Saat kami terkadang bekerja sampai pagi untuk menyelesaikan deadline yang mendesak.
Lisa...
Apakah benar dia sudah?
Huffftttt.....
Frans, dimanakah kau sekarang?
Kupandangi hanphoneku dan mencoba menghubungi Frans namun tidak bisa, sepertinya handphonenya dalam keadaan mati.
"Ehemmm..,apa anda Pak Andri? Pemilik dari perusahaan ini?" tanya seorang polisi muda memandangku dengan pandangan penasaran.
"Iya pak, saya Andri, ada yang bisa saya bantu?" jawabku sambil menyambut uluran tangannya.
"Saya Arka dari kepolisian pak, saya yang ditugaskan menangani kebakaran ini," katanya ramah. "Ada tempat lain untuk berbicara pak? Saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan mengenai kebakaran ini," lanjutnya.
Kuamati sekelilingku, sebagian besar staff sudah kembali ke messnya masing-masing. Hanya ada aku, beberapa petugas kepolisian dan pemadam kebakaran di balik garis polisi yang membentang di sekeliling kompleks perusahaanku.
Diluar garis itu terlihat mulai ada kerumunan masyarakat yang ingin mengetahui apa yang terjadi disini. Tak ketinggalan pula beberapa insan pers yang meliput kebakaran ini. Seperti biasa, dimana ada gula disitu pasti ada semut.
"Disini saja bagaimana pak?" tanyaku.
Terlihat dia menggaukan kepalanya sebelum mengambil notes dari sakunya.
"Begini pak, apa anda punya musuh atau saingan?" tanyanya sambil mulai mencatat di notesnya.
"Kalau musuh setahu saya tidak, kalau saingan tentu saja banyak," jawabku sambil tersenyum.
"Terus terang saja, penyebab kebakaran ini bukan kecelakaan atau apa pak, tapi kebakaran ini disengaja pak," katanya sambil memandang tajam kearahku.
Sudah kuduga...
Terlihat ekpresi herannya ketika melihat aku tidak terkejut dengan apa yang dikatakannya.
"Sudah saya duga pak," kataku sambil mulai bercerita mengenai kejadian yang akhir-akhir ini menimpaku dan G-Team. Hampir 20 menit aku menceritakan detail kejadian sebelumnya sampai akhirnya tak tahan aku untuk bertanya.
"Dimana polisi gendut dan polisi kurus yang sebelumnya menangani kasus ini pak?" tanyaku.
"Aneh juga pak, biasanya kalau kejadiannya seperti ini, pasti polisi yang ditugaskan sebelumnya yang menangani, kecuali mereka memang ada tugas lain saat ini," katanya menerawang.
"Darimana bapak tahu kalau ini bukan kecelakaan?" tanyaku.
"Ada beberapa botol berisi bensin yang ditemukan diantara reruntuhan pak dan juga keadaan security bapak," katanyanya.
Securitiku? Oh iya, pada saat kebakaran aku tidak melihat mereka, apa mereka?.
"Mereka terluka dikepala karena pukulan benda tumpul pak, tapi sayangnya, luka mereka cukup parah dan kondisinya masih kritis sampai saat ini sehingga tidak bisa kami mintai keterangan," katanya dengan nada pelan.
Kami sejenak terdiam dalam pikiran masing-masing. Siapa atau apa yang sebenarnya ada dibalik semua ini? Matahari mulai sedikit terlihat diufuk timur, seiring dengan mulainya aktifitas dipagi hari ini. Suara deru kendaraan yang menjadi musik rutin dipagi hari mulai terdengar.
"Untuk korban lain yang berjenis kelamin wanita juga sudah berhasil diidentifikasi sebagai saudari Lisa. Apa anda mengenalnya?" tanyanya lebih lanjut.
Lisa..., tentu saja aku mengenalnya, walaupun itu baru beberapa hari saja...
"Dia salah satu staff Delta Company, partner perusahaan saya dalam project pak," jawabku.
"Kapan terakhir kali anda melihatnya?"
"Tadi malam, mungkin sekitar pukul 12.00 pak," jawabku sambil mengingat hal yang kami lakukan sebelum kematiannya. Bagaimana binalnya dia saat itu. "Ugh...," keluhku ringan merasakan rasa sakit di perutku.
"Kenapa pak?"
"Mas Andri masih perlu istirahat pak, luka bekas operasinya terbuka karena banyak bergerak ketika mencoba memadamkan api," kata seorang wanita yang berdiri disampingku, Shinta.
"Ohhhh, maaf pak, kalau begitu silahkan istirahat pak, saya rasa sudah cukup juga," katanya sambil tersenyum dan meninggalkan kami.
"Shin, mas mau melihat Lidya dulu di apartemen mas, sekalian mengabarkan tentang ..Lisa...," kataku pelan sambil melihat kearah Shinta. Rona kesedihan terlihat jelas diwajahnya.
Dengan wajah yang sendu dia hanya menganggukan kepalanya.
Dengan langkah kaki yang berat aku menuju kearah mobilku dan sambil melamun mengemudi keapartemenku. Sepanjang perjalanan aku memikirkan kata-kata apa yang harus kugunakan untuk mengabarkan keadaan yang menimpa perusahaanku dan juga sahabat baiknya, Lisa.
Masih dengan pikiran yang penuh dengan keraguan aku sampai di depan pintu apatemenku.
Tok...tok...tok...
"Lidya...," panggilku dengan sedikit keras. Tidak ada jawaban. Apa mungkin dia masih tertidur?
Memikirkan kemunginan itu aku menuju ke pos security dan meminta akses card cadangan kemudian kembali ke apartemenku.
Krriiieeeettt....
Pintu terbuka dan apa yang kulihat membuatku pandanganku kabur...
Chapter 24 Shadow of the Day
Part 1
Masih dengan pikiran yang penuh dengan keraguan aku sampai di depan pintu apatemenku.
Tok...tok...tok...
"Lidya...," panggilku dengan sedikit keras. Tidak ada jawaban. Apa mungkin dia masih tertidur?
Memikirkan kemunginan itu aku menuju ke pos security dan meminta akses card cadangan kemudian kembali ke apartemenku.
Krriiieeeettt....
Pintu terbuka dan apa yang kulihat membuatku pandanganku kabur...
Ruang tamu apartemenku seperti kapal pecah, sofa terbalik, televisi tergeletak dilantai. Kertas dan buku-buku bertebaran dengan hiasan dan furniture lain yang juga tersebar dilantai.
Pandanganku mengarah ke kamar tidur dan mencari keberadaannya.
Lidya! Kau dimana?
Dengan sedikit berlari aku menuju ke kamar tidur, keadaaan disini sama, seprai yang masih terisi bercak merah teronggok dilantai. Pakaianku dikeluarkan dari lemari dan terhampar di lanati kamar tidur. Meja dan kursi berpindah dari tempatnya.
Kamar mandi!
Dengan cepat aku menuju kekamar mandi dan tidak terlihat sesuatu yang berbeda dari terakhir kali aku disana. Dan Lidya juga tidak ada disini.
Sekarang hanya tersisa lantai bawah. Dengan perasaan yang tidak menentu aku menuju kelantai bawah dan ditangga aku berhenti sejenak.
"Lidya..! Lid!," panggilku ditangga. Dengan ragu aku turun kelantai bawah dan disini keadaan lebih kacau balau. Koleksi film, game dan buku-bukuku berserakan dilantai.
Sialnya, kamera cctvku belum terpasang setelah diperiksa oleh
polisi sehingga aku tidak bisa melihat siapa yang memasuki apartemenku.
Lidya..., dimanakah dirimu sekarang?
Dengan putus asa aku mengambil handphoneku dan mencoba menghubunginya, namun seperti dugaanku, hanya terdengar pesan kalau nomernya tidak aktif.
"Siaaaaaaaallll!, Siallllllllll! SIIIIAAAAAAAAAAAALLLLLLLL!," dengan sisa tenaga yang ada di tubuhku aku berterika memanggil nama pacarku, pacar yang baru kumiliki hanya beberapa jam yang lalu.
"Dimana kau sekarang Lid? Dimana...," ratapku sambil dengan sisa tenaga dan amarah yang ada aku menuju keatas dan melihat jika ada sesuatu yang tersisa sebagai petunjuk.
Dikamar tidur aku termangu melihat tempat yang menjadi saksi bisu persetubuhan kami. Tidak terlihat pakaian atau tas atau barang-barang milik Lidya disini. Seolah dia pergi atau dibawa pergi dengan semua barang-barangnya.
Kulihat sekeliling, tidak ada barang yang hilang...
Tunggu! Laptopku!
Dengan perasaan kesal aku melihat kesekeliling dan laptop baruku tidak terlihat.
Apakah mereka mengincar laptopku lagi? Tapi kenapa? Tidak ada apa-apa disana kecuali file video dan file rar hasil extract dari video itu.
Jika memang itu incaran mereka, mereka salah besar kalau mengira hanya itu satu-satunya file yang kupunya.
Dddrrrrttt...ddrrrrtttt...drrttttt
Suara getaran handphoneku terasa mengganggu disaat seperti ini. Baru ingin kutekan tombol reject ketika aku melihat nomer tidak dikenal dilayar handphoneku. Jangan-jangan...
"Halo?" kataku dengan ragu di handphone.
"Selamat pagi, dengan Pak Andri?" sebuah suara yang rasanya tidak asing terdengar menyahuti sapaanku.
"Iya, ini siapa?" tanyaku, masih belum bisa mengingat suara siapa yang kudengar di ujung sana.
"Saya Galang, rekan dari Herman, masih ingat saya?" tanyanya dengan ramah.
Sosok polisi kurus dengan mata yang tajam serta kemampuan analisa yang baik terbayang dibenakku. Bercampur dengan bayangan polisi gendut temannya.
"Iya pak, ada yang bisa saya bantu?" tanyaku sedikit heran kenapa dia menghubungiku dipagi hari seperti ini. Mungkinkan untuk kasus kebakaran tadi? Tapi itu sudah ditangani oleh polisi bernama Arka tadi?
"Bisa saya bertemu anda sebentar? Saya ada di dekat apartemen anda, saya kurang tau dimana anda sekarang berada..."
"Saya ada diapartemen dan rasanya anda perlu melihat apa yang terjadi disini," kataku sambil menutup teleponnya.
Dengan perasaan yang resah aku membalikkan sofa yang untungnya tidak terlalu berat dan duduk diatasnya. Berbagai kemungkinan hal yang terjadi berkelebat di dalam pikiranku. Apa sebenarnya inti dari semua ini?
Menit demi menit kulalui dalam keheningan ketika samar aku mendengar langkah kaki mendekat. Ketika akhirnya langkah kaki itu berhenti didekat pintu masuk, dengan malas aku menoleh dan melihat pandangan heran dari si polisi kurus.
Galang POV
Kulihat wajah kusut dari Andri melihatku dengan pandangan gabungan antara marah, heran dan khawatir. Rasanya akupun akan seperti itu ketika melihat ruangannya yang berantakan dan mengingat baru saja terjadi kebakaran di perusahaannya.
Dengan pelan aku masuk kedalam ruangan dan berusaha untuk tidak menginjak barang-barang yang berserakan dilantai, yang cukup sulit mengingat kacaunya ruangan ini.
"Hmmmm..., rasanya bukan waktu yang tepat untuk bertanya?" tanyaku.
"Tergantung pertanyaannya? Apa yang bisa kubantu pak polisi?" tanyanya dengan pandangan tajam.
"Sebaiknya kuluruskan satu hal dulu Pak Andri, aku bukan polisi," jawabku tegas sambil melihat kearahnya.
Pandangan heran dan terkejut terlihat dimatanya.
"Ouwh...," katanya. Dan hanya itu suara yang keluar dari mulutnya.
"Apakah anda sudah menghubungi polisi?" tanyaku.
"Belum dan apakah harus?" tanyanya getir. "Sepertinya polisi juga belum bisa mengungkap kasus Ade dan kasus saya yang sebelumnya," katanya dengan nada yang tidak bersemangat.
"Sistem dinegara kita seperti itu dan alangkah baiknya kita mengikuti sistem yang sudah ada...," kataku mencoba memberikan alasan.
"Sistem yang korup ini? Sistem yang dipenuhi dengan malpraktek dan kepalsuan ini, saya sudah muak dengan semua itu, toh hasilnya tidak aka, berganti pemimpin sekian kali, berganti sistem sekian kali, perubahannya besar dan sangat terasa bukan?" katanya dengan nada sarkasme yang kentara.
Huuuufffttttt....
Apa yang dikatakannya tidak semuanya salah namun tidak seluruhnya benar juga.
"Kalau menurut saya, sistemnya sudah benar, yang salah adalah pelaksananya, human error. Yang jadi masalah adalah kita sebagai pelaksana sistem itu sendiri. Ada suatu ungkapan, yang membuat peraturan adalah manusia, yang melanggarnya juga manusia itu sendiri." Kataku menjelaskan.
Terlihat penolakan dimatanya namun berganti dengan pemahaman. Dengan tangannya dia mengacak-acak rambutnya dan terlihat memikirkan berapa hal.
"Jadi, to the point saja, apa yang bisa saya bantu?" tanyanya. Sorot matanya berubah, sekarang berisi amarah, semangat dan sesuatu yang baru pertama kali kulihat dimatanya. Kejam. Iya kejam, sorot mata kejam yang hanya kulihat pada penjahat kelas kakap atau orang yang berusaha bertahan hidup dengan mengandalkan segala cara.
"Mungkin lain kali saja, kalau ada sesuatu yang ingin anda katakan, telepon saja kenomer yang saya berikan tadi, oh iya, pertimbangkan untuk menghubungi polisi, sampai jumpa," kataku sambil melangkah keluar ruangan.
Menarik, semakin menarik, kasus ayng awalnya hanya terlihat sebagai kasus pembunuhan biasa sekarang berkembang menjadi suatu kasus yang pelik. Pikirku sambil meninggalkan apartemen.
Sekarang saatnya menghubungi Bram...
Andri POV
Kupandangi kepergian si-polisi-kurus dengan pikiran yang bercabang. Kehilangan Lidya dan kebakaran di G-Team membuat dua hal yang baru bisa kuraih menghilang dalam sekejap.
Mungkin sudah saatnya meminta bantuan padanya.Kulihat handphoneku. Hampir pukul 08.00. Kukeraskan tekadku dan menghubunginya.
"Halo, ada orang?"
"Huaaaahhhmmm..., iya..iya..aku disini," kudengar sahutannya.
"Aku perlu bantuan...,"
"Sudah kuduga, kalau tidak perlu bantuan kau tidak akan menghubungiku, apa kali ini?" tanyanya dengan lembut sekarang.
"Aku perlu melacak keberadaan seseorang dari handphonenya, apa itu bisa?" tanyaku penuh harap.
"Bisa, itu mudah selama kartu SIM handphonenya masih didalam handphone, ngomong-ngomong, siapa orangnya yang beruntung sampai kau perlu lacak dengan bantuanku?" Tanyanya, sekarang dengan nada ingin tahu yang kuat.
"Lidya dan Frans, kau sudah kenal Frans kan? "
"Playboy kampung itu? Tentu saja! Tapi siapa Lidya?" tanyanya penasaran.
"Pacarku...," jawabku pelan.
"Ouwhh.., oke, berapa no nya?"
Kukatakan no handphone mereka dengan harapan mereka segera bisa ditemukan.
"Aku ambil alih dari sini, kau istirahat saja dulu...," katanya penuh pengertian.
"Iya, terimakasih...," kuberhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan pelan. "Terimakasih, kakak..."
Chapter 24 Shadow of the Day
Part 2
"Apa yang harus aku lakukan pada mereka?" kata seorang lelaki berjas
kepada rekan disampingnya sambil memandang yang disebutnya 'mereka'.
"Saat ini tidak ada, aku perlu kau ditempat lain," kata rekannya.
"Disana lagi?" tanya silelaki sambil menunjuk ke belakang rekannya. "Untuk apa?" tanyanya dengan bingung.
Sejenak suasana hening ketika mereka melihat sesuatu dibelakang rekan si lelaki yang mengenakan jas.
"Untuk memberikan kesaksian dan mengalihkan kecurigaan," kata rekannya.
"Saat ini tidak ada, aku perlu kau ditempat lain," kata rekannya.
"Disana lagi?" tanya silelaki sambil menunjuk ke belakang rekannya. "Untuk apa?" tanyanya dengan bingung.
Sejenak suasana hening ketika mereka melihat sesuatu dibelakang rekan si lelaki yang mengenakan jas.
"Untuk memberikan kesaksian dan mengalihkan kecurigaan," kata rekannya.
"Pacarku...," jawabku pelan.
"Ouwhh.., oke, berapa no nya?"
Kukatakan no handphone mereka dengan harapan mereka segera bisa ditemukan.
"Aku ambil alih dari sini, kau istirahat saja dulu...," katanya penuh pengertian.
"Iya, terimakasih...," kuberhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan pelan. "Terimakasih, kakak..."
"Ndriii...," panggilnya pelan.
"Iya kak?"
"Mungkin sebaiknya kau sembunyi dulu, aku merasa kau tidak aman lagi sekarang," sarannya lagi.
"Baik kak," jawabku mengakhiri percakapan kami.
Mungkin sudah saatnya.
Kupikirkan lagi saran yang diberikan kakak tadi. Saran yang bagus, sekarang tinggal mengikutinya.
Kuambil perlengkapan yang diperlukan dari kamar dan dapur lalu kututup pintu depan.
Lidya, akan kutemukan kau dan Frans, tidak peduli apa yang perlu aku korbankan dan apa yang perlu aku hadapi nanti, tunggu aku....
Galang POV
Perusahaan G-Team.
Pukul 10.00
Kuamati puing-puing yang tersisa dari bekas gedung G-Team. Masih cukup jelas bagaimana megah dan elegannya ruangan-ruangan yang kulewati dulu, sekarang yang tersisa hanyalah puing-puing hitam yang membisu. Puing-puing yang menjadi saksi bisu kecelakaan atau tindak kejahatan tadi malam.
Disebelah garis polisi, berdiri beberapa orang yang kalau tidak salah ingat adalah karyawan dari G-Team. Dan itu dia, orang yang kucari-cari, Bram dan pasangan sejatinya, Aiko.
"Halo Bram, Aiko," sapaku dari luar garis polisi.
"Halo Lang., sigemuk mana?" tanya Bram sambil melihat kebelakangku.
"Tidur dirumah, biasa," kataku sambil melihat kearah Aiko yang sedang memasukkan sesuatu kedalam kantong plastik, tempat barang bukti.
"Boleh aku bertanya Bram?" tanyaku sambil menatap wajahnya dengan serius.
"Sebagai apa?" tanyanya sambil tersenyum.
"Mungkin sebagai teman?" kataku tersenyum.
"Kalau teman akan mengajakku dan Aiko minum kopi di sebelah," katanya.
"Oke," kataku sambil mengajaknya dan Aiko beranjak kerestauran atau cafe kecil disebelah jalan didepan G-Team.
Setelah sampai kami semua memesan kopi. Rasanya sekarang hari yang padat untuk semua orang. Kupandang Bram yang asyik meminum kopinya, namun disebelahnya Aiko terlihat tidak begitu menikmati kopinya.
"Kenapa Aiko? Ada masalah?" tanyaku sambil melihat ekpresi wajahnya.
"Hanya terburu-buru kesini sebelum sempat mendapat jatahku!" katanya ketus sambil menoleh kearah Bram dengan cemberut.
"Hahahaha....,"
"Hahahaha...," aku dan Bram serentak tertawa mendengar perkataanya yang terus terang, yang membuat wajah Aiko semakin cemberut dan memainkan sendok didalam cangkir kopinya.
"Jadi Lang, apa yang ingin kau tanyakan?" katanya dengan wajah serius.
"Kebakaran di G-Team, kecelakaan atau sengaja? Off the record," kataku pelan.
"Kemungkinan besar sengaja, ada botol-botol bekas yang terindikasi berisi bensin ditempat kebakaran, selain itu security diserang dan masih dirawat intensif di rumah sakit, dan CCTV juga diretas," jawabnya sambil menghela nafas panjang.
Hmmmmmm...Terlalu banyak bukti untuk sebuah kecelakaan. Pikirku.
"Bagaimana dengan jenazah yang ditemukan? Apakah itu benar jenazah Lisa dan kalau benar apa penyebab kematiannya?" tanyaku.
Braaakkkk!
Suara tangan yang membanting meja terdengar disamping kami.
"Bisakah kalian membicarakan tentang mayat saat kita tidak makan atau minum?" teriak Aiko dengan marah sambil melangkah keluar dari cafe.
Aku hanya bisa memandang kepergian Aiko dengan tertegun, kulihat kearah Bram dan hal yang sama rasanya bisa kulihat pada dirinya.
"Itu sudah pasti Lisa, ciri fisik dan juga sidik jari benar miliknya, hanya saja, penyebab kematiannya bukan karena kebakaran, tapi karena kehilangan banyak darah karena luka tembak di bagian dadanya, sudah dulu, aku ngejar Aiko dulu, thanks kopinya," kata Bram sambil bergegas keluar mengejar Aiko.
Kupandangai kepergian Bram dengan seribu satu macam spekulasi. Keterangan yang diberikannya membuat mendapatkan banyak data dan kemungkinan baru, tapi aku ingat sebuah kutipan:
"Jangan membiarkan pengetahuan-pengetahuan yang baru menyingkirkan pengetahuan-pengetahuan lain yang berguna bagimu...,"
Siaaaallllllll!
Tunggu dulu, suatu kutipan lain terlintas dibenakku:
"Begitu pandanganmu berubah, hal yang paling memberatkanmu justru bisa menjadi petunjuk untuk menyingkap kebenaran..."
Selama ini aku selalu melihatnya dari pandangan korban, bagaimana kalau aku mencoba melihatnya dari pandangan pelaku?
Semuanya berawal dari kematian Ade Mahendra, kuasumsikan dia dibunuh ketika mengetahui sesuatu ketika mempelajari sistem yang akan dibuat di G-Team.
Dari sana, ada ledakan yang disengaja di mobil yang dikendarai Andri di Bidadari Massage. Saat disana, laptopnya yang ada didalam mobil rusak dan handphonenya juga hilang. Kemudian malamnya saat dia dirawat, apartemennya juga kemalingan dan HDD komputernya hilang.
Laptop, handphone dan komputer. Itu sasaran utamanya. Dan jika Andri hanya untuk pengalih perhatian, maka kebakaran di G-Team adalah sebuah keharusan, karena mungkin saja ada data yang masih disana. Tapi itu percuma saja karena polisi sudah mendapatkan file yang mereka cari.
Siaallllll!
Siallllllll!
Siallllllll!
Kalau mereka bisa mengeluarkan aku dan Herman dari kasus ini, apa sulitnya menghilangkan barang bukti yang ada dikantor polisi???
Tapi ada yang janggal, kenapa harus membunuh Lisa? Dan kemana menghilangnya Frans? Hanya itu saja yang belum aku temukan petunjuknya. Andai saja aku bisa mendapatkan laporan autopsi dari Lisa.
"Eh maaf, bisa saya duduk disini?" suara seorang lelaki muda membawaku kealam nyata.
"Eh silahkan," kataku sambil menunjuk ke kursi yang ada didepanku. Dan untuk pertama kalinya aku melihat wajahnya, seorang pria muda, mungkin usia 25an memandangku dari mata yang memancarkan keingintahuan dan kekaguman?
"Maaf nama anda Galang bukan?" tanyanya ragu.
"Iya, darimana anda tahu?" tanyaku sambil memperhatikannya. Dari potongan rambut dan bentuk tubuhnya, mungkinkah dia?
"Oh berarti benar, saya Arka pak dari kepolisian, nama anda sudah sering saya dengar dibicarakan dengan oleh rekan-rekan " katanya sambil mengulurkan tangannya.
Kusambut uluran tangannya dan berkata "Saya harap yang anda dengar yang baik-baik saja."
"Tentu saja banyak yang saya dengar, salah satunya kalau anda dan Pak Herman adalah salah satu pasangan terbaik untuk menangani kasus-kasus yang tak terpecahkan, yang mana membuat saya heran, kenapa anda dikeluarkan dari kasus G-Team dan sebagai gantinya, yang belum berpengalaman seperti saya yang ditugaskan," katanya panjang lebar sebelum memesan kopi kepada salah seorang waitress.
Sejenak suasana menjadi hening ketika keterusterangannya yang sederhana membuatku tidak bisa berpikir untuk mengelak dari pujiannya ataukah harus berterimaksih atas pujiannya itu.
"Ini kopinya mas," kata waitress sambil meletakkkan kopi di meja kami.
"Terimakasih," kata Arka sambil melihat kearahku. "Maaf kalau perkataan saya menyinggung anda," lanjutnya.
Kutarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaannya.
"Saya bingung, harus mengelak dari pujian anda ataukah berterimakasih atas pujian anda," sahutku terus terang."Apakah saya boleh bertanya kepada anda?" tanyaku pelan.
"Tentu saja, apa yang anda ingin tahu pak?" tanyanya penuh perhatian.
"Apakah saudara Andri, pemiliki dari G-team ada menghubungi polisi hari ini?" tanyaku.
"Kalau dia menghubungi kami, dengan senang hati kami akan menerimanya, yang jadi masalah, dari pagi kami mencoba menghubunginya, namun tidak ada jawaban, dan satu hal lagi pak, dia merupakan salah satu tersangka atas kebakaran di perusahaannya," katanya sambil menarik nafas.
"Apa?" kataku tak percaya. Tapi instingku mengatakan hal itu bisa jadi. Kalau Andri yang jadi otak semua kasus ini.
Tunggu dulu!
"Motifnya apa kalau Andri tersangkanya?" kataku penasaran.
"Uang asuransi, dia mengasuransikan bangunan perusahaannya dengan nilai yang cukup tinggi," jawabnya.
Asuransi? Rasanya terlalu bodoh membakar bangunan perusahaanmu sendiri hanya untuk mendapatkan asuransi sementara kau sedang mengerjakan proyek dengan nilai yang cukup besar. Ada yang tidak cocok disini.
"Bolehkah saya tahu, apakah anda yang menyimpulkan itu?" tanyaku tak bisa menahan rasa penasaranku.
"Anda heran kan? Begitu juga saya, atasan saya yang menyimpulkan seperti itu," katanya dengan suara datar.
Menarik...Semakin menarik saja...
Kualihkan pandanganku keluar cafe, suara kendaraan terdengar tanpa henti walaupun tidak terlalu keras terdengar dari dalam sini. Kopi dalam cangkirku sudah dingin namun aku tak ada niatan untuk memesan yang baru.
"Sebaiknya sekarang anda ikut saya ke apartemen Andri," kataku. "Tadi saya berjumpa dengannya disana dan sepertinya seperti ada perampokan disana," lanjutku.
"Apa? Dia disana?" katanya tak percaya sementara aku memanggil waitress dan membayar tagihan kami. "Aku yang traktir kali ini, ikut ke apartemen Andri?" tanyaku yang dijawabnya dengan anggukan.
"Pakai mobilku saja, " kataku sambil menunjuk kearah jeep CJ 7 yang sering aku gunakan bersama Herman. Jeep tua tahun 1981 namun soal tenaga masih bisa diandalkan.
"Wah CJ 7 ya pak? Boleh saya yang mengemudi? Tanyanya dengan bergairah.
"Ini, " Kataku sambil melemparkan kunci mobil kearahnya yang ditangkapnya dengan senyum lebar sementara aku hanya bisa tersenyum dan melangkah ke pintu penumpang ketika...
Duuuaaaaaarrrrrrrrrrr...
Sebuah tenaga dorongan yang kuat membuatku terlempar kesamping menjauhi mobilku dan rasa sakit serta panas membutakan pandanganku. Kulihat kobaran api dengan cepat membakar mobilku yang malang.
"Arka...," kataku lemah sebelum hitam menyelimuti.
Chapter 24 Shadow of the Day
Part 3
Mess G-Team
Pukul 12.22
Beberapa jam sebelum kebakaran di G-Team.
"Auuuuuuuwwwwww..., Mas Frans, Lisa nakal nih, masa putingnya Shinta
dicubit sih," kata Shinta kepada Frans yang berjalan didepannya dengan
tergesa. Saat ini mereka sedang bergegas dari parkir menuju messnya
Frans di lantai bawah mess eksekutif. Lisa berjalan sambil memeluk
Shinta, sesekali tangan mereka meremas bagian tubuh rekannya dengan
bersemangat.
"Remes balik aja Shin, kalau perlu yang dibawah itu, pasti dah basah tuh," celetuk Frans dengan celana yang sudah mengembung dibagian depan.
Berjalan dengan dua orang wanita cantik yang sedang horny, anak kecilpun tahu kalau Frans sedang mati-matian menahan nafsunya yang sudah di ubun-ubun.
"Hihihi, Mas Frans kok buru-buru banget sih? Udah kebelet yah mas?" tanya Lisa sambil tangannya dengan nakal tetap meremas dada Shinta.
Plaaakkkkkkk!
"Auuuhhhhh!" teriak Lisa terkejut ketika Shinta menampar pantatnya yang sekal dengan keras.
"Mass, pantat Lisa merah ni, ditampar Shinta!" rengek Lisa sambil menaikkan roknya yang pendek sehingga pantatnya yang putih namun sekarang berhiaskan cap merah terpangpang jelas.
Mata Frans seperti hampir melompat keluar ketika melihat pemandangan dibelakangnya. Tonjolan dicelananyapun semakin terlihat.
"Nanti mas pijetin deh," kata Frans sambil melangkah lebih cepat menuju mess.
"Ihhhhh..., mas jahat..., " rengek Lisa dengan wajah imut dan horninya sambil mengejar Shinta yang berjalan didepannya dan...
Sreeekkkkk....
"Lisa!" teriak Shinta ketika tangan mungil dan jahil dari Lisa menurunkan tali gaun Shinta sehingga bagian atas gaun Shinta melorot yang menyebabkan payudara mulusnya terhampar dibawah sinar bulan yang temaram.
Dengan kedua tangan menutupi payudaranya yang bergoyang ketika berlari mengejar Lisa didepannya, Shinta menuju ke mess Frans.
Didepan pintu mess Frans, terlihat Frans dengan tangan yang sedikit tegang mencoba memasukkan kunci kedalam lobangnya.
"Mas, lubangku perlu dimasukin kuncinya juga nih, mas mau bantu?" tanya Lisa dengan gaun yang sudah terangkat sehingga Frans bisa melihat belahan kecil berwarna merah muda yang sekarang terlihat mengkilap karena cairan kewanitaan yang mulai keluar.
"Gleekkk..," Frans hanya bisa menelan ludah melihat pemandangan itu apalagi ketika perlahan cairan itu mengumpul dibagian bawah lipatan vagina Lisa kemudian menetes kelantai.
Suasana temaram dari sinar rembulan dipadu dengan aroma betina yang sedang birahi membuat Frans tidak bisa lagi mengendalikan dirinya.
Dengan satu gerakan cepat khas pejantan yang sedang dimabuk birahi, Frans menyergap Lisa mendesak badan mungil tapi sintal Lisa ke dinding disebelah pintu dan mendaratkan satu ciuman panas di bibir Lisa. Hanya sejenak Lisa tertegun sebelum membalas ciuman Frans dengan sama panasnya. Tangan Frans meraba kepantat Lisa dan meremasnya dengan lembut.
"Ugghhh...," Frans melenguh tertahan ketika sepasang tangan yang lentik menurunkan resleting celananya dan meremas penisnya yang sudah menegang.
"Wow...Lis! Gede banget! Melengkung keatas lagi, pasti enak banget nih kalo gesek G-Spot nanti!," kata Shinta terbelalak kagum, sambil tangannya memainkan dua buah bola kembar Frans dengan bergairah.
Suasana semakin memanas ketika Shinta membuka baju Frans dan menempelkan payudaranya yang mulus ke punggung Frans. Dengan gerakan menggoda dia memijat punggung Frans. Suasana temaram sekarang bercampur dengan aroma cairan kewanitaan yang mulai menguar diudara terbuka.
"Sudah... nanti ada orang, didalam sa...ja," kata Frans dengan nafas terengah. Wajahnya terlihat merah padam menahan gairah yang mengalir deras dalam darahnya.
"Uhmmm..., disini aja mas, kan sepi, lagian Mas Andri gak bakalan kesini deh kayaknya," kata Lisa sambil dengan gerakan pelan menurunkan sedikit gaunnya sehingga puncak payudaranya terlihat. sambil tersenyum samar Lisa meraih kepala Frans dan menariknya keputingnya yang mengeras namun masih terlihat berwarna merah muda.
Belum terlalu banyak terjamah!
"Ahhhh...Shin..!" Lenguh Lisa ketika Shinta berlutut diantara Lisa Fan Frans. Dengan ahlinya dia mengulum penis Frans yang sudah membengkak sedangkan tangan kirinya perlahan memasuki vagina Lisa yang sudah basah kuyup akibat cairan cintanya yang sedari di club sudah mengalir keluar.
"Ahhh...Mas..Jangan digigit...sakit...," desah Lisa ketika dengan gemasnya Frans menggigiti puting Lisa dengan pelan sementara dibawah sana Shinta memasukkan dua jari kedalam vaginanya.
"Ugghhhh mas na...kalll!" kata Lisa ketika jari Frans sekarang dengan nakalnya menggesek daging kecil yang menyembul malu-malu dibagian atas vagina Lisa. Titik sensitif bagi sebagian besar wanita dan Lisa termasuk salah satu diantaranya.
"Ohhhhh shittttt! Cepetin Shin!" teriak Lisa sambil menekan kepala Frans kedadanya.
"Eh.. kok?" tanya Lisa dengan gusar ketika Shinta menghentikan kocokan jarinya dan menarik Frans menjauh dari Lisa. Dengan sedikit kasar Shinta mendorong tubuh Frans supaya terbaring di lantai. "Biar sama-sama nyampe Lis,hihihi...," kata Shinta sambil menarik tubuh Lisa dan merekapun tenggelam dalam ciuman yang basah dan panas.
"Hei...., dingin nih..., mau ini apa gak?" tanya Frans sambil menunjuk penisnya yang mengacung tegak walupun sedikit bengkok keatas.
"Bagusan mana mas?" tanya Shinta sambil menurunkan gaunnya dengan pelan, demikian juga Lisa. Malam yang dingin, suasana yang temaram karena sinar rembulan dan sekarang dihiasi dengan dua wanita cantik yang sekarang sedang menurunkan gaunnya.
Terlihat Frans hanya bisa menahan nafas ketika dua gadis yang memiliki kecantikan berbeda, Lisa yang centil dan berwajah imut dan Shinta yang terlihat lebih dewasa, menurunkan gaun yang dikenakannya dengan pelan. Dua pasang payudara yang berbeda terpangpang di mata Frans.
Gaun itu sekarang turun memperlihatkan perut datar dan putih mulus tanpa cacat, hanya, sebuah tatto kecil menghiasai bagian bawah perut Lisa, dekat dengan vaginanya. Dan ketika gaun itu turun sepenuhnya, Frans bisa melihat dua vagina yang tidak ditumbuhi satu rambut kemaluanpun dan terlihat basah mengkilap oleh cairan cinta yang mulai memancar keluar.
"Bagusan kali ini," kata Frans sambil menunjuk kearah penisnya "masuk kedalam sana," lanjut Frans sambil menunjuk ke kedua vagina yang sekarang berjalan mendekat kearahnya.
Dengan pelan Shinta mengangkang diatas penis Frans sedangkan Lisa memilih mendekatkan vaginanya ke kepala Frans. Dengan satu kedipan ringan dari Shinta, mereka berdua dengan serentak menurunkan vaginanya, satu kearah penis dan satunya kearah mulut Frans.
"Ugghhhhh...gila...gede banget mas!" kata Shinta sambil berusaha memasukkan vaginanya kedalam penis Frans yang mengacung tegak. Dengan wajah antara sakit dan nikmat Shinta berusaha memasukkan semua penis Frans kedalam vaginanya yang sudah basah menanti.
"Aaaahhhhhhhhh massssss!" teriak Shinta ketika dengan satu kali hentakan keras, penis Frans masuk kedalam lubang sempit milik Shinta. Tangan Shinta membuka dan menutup, merasakan sensasi batang panas dan keras didalam vaginanya.
"Lis, kamu ha..rus coba ini nanti! Penuh banget, ampe mentok lagi didalem, enak bangetsss...," ceracau Shinta merasakan nikmat dari penis Frans.
"Ugghhhh, pasti Shinnn! Tapi ini juga nikmatt bangetsss! Terus Mas! Yang cepet,,, iyah disana...disana!" teriak Lisa ketika lidah Frans menari-nari divaginanya. Apalagi dengan sengaja Frans menyentil-nyentil klitoris Lisa yang sudah membengkak.
Sementara itu Shinta semakin cepat menaikturunkan pantatnya di penis Frans. Beberapa kali dia memutar-mutar pantatnya di penis Frans sehingga jilatan Frans di vagina Lisa beberapa kali berhenti.
"Lis! Enak bangets, penuh banget rasanya, sssttttttt....," racau Shinta. Sekarang tangannya dengan kuat meremas payudaranya sendiri.
Plak...plak....
Suara paha yang beradu bercampur dengan suara desahan Lisa dan Shinta, kedua wanita muda yang sedang dimabuk birahi.
"Mas cepetin please....Dikit lagi masss,..." ceracau Shinta semakin menjadi ketika orgasmenya semakin dekat terasa.
Dalam satu gerakan pelan Lisa mencondongkan tubuhnya dan meraih kepala Shinta. Dan kedua betina itu akhirnya berciuman dengan panasnya. Namun ciuman itu tak lama karena kemudian Lisa mengarahkan ciumannya ke leher Shinta sedangkan tangannya memilin puting Shinta yang sudah mengeras.
"Oooh...oooohhh..oooohhh, curang..., masa aku saja yang..ooouuhhh...stttttt...," erangan Shinta semakin tidak beraturan merasakan penis Frans yang menggaruk pelan dinding kewanitaannya. “Uuuumh!” nikmat sekali dibawah situ. Sementara Lisa dengan nakalnya membuat tanda merah dipayudaranya sedangkan tangannya mencubit pelan putingnya. “Mmmmmh...ahhhh!” payudaranya terasa sangat geli! Keduanya membuat birahi Shinta semakin membumbung tinggi.
“Lisa…. Lisa… Ooooh…,” Shinta hanya bisa menceracau sambil mendekap punggung telanjang Lisa, hingga payudara kenyal mereka beradu yang semakin memacu nafsu dalam diri mereka. “Oooh! Ooooh! Ooooh!” Shinta menjerit penuh birahi, saat penis Frans menghujam kewanitaannya mentok sampai dalam. Sambil memejamkan mata, Shinta membiarkan lidah Lisa menguas pelan di leher dan telinganya. “Lisa… sssssh… oooh…. Ummh…,” desah Shinta semakin tidak terkendali.
“Mas… Mas Frans… sssssh….” Shinta mendesis pelan, menikmati rasa gatal yang menggerogoti selangkangannya, pelan-pelan menuju keperut kemudian ke puting yang sedang dihisap Lisa, ke kerongkongannya yang membuat Shinta tak sadar menjerit dengan pelan, dan menyebar ke seluruh tubuh. Gelombang birahi yang mendera membuat Shinta tidak bisa menahannya lagi. “Ooooh…Mas...Lis Aku sudah hampir… oh… oh…. Oooooh….” Shinta menjerit panjang merasakan orgasme yang semakin dekat.
Mulut Shinta mengangga, seperti kehabisan udara. Otot-ototnya berkedutan tak terkendali, dadanya membusung-busung hingga payudaranya berguncangan kesana kemari. Lisa yang tahu Shinta segera mencapai puncak, segera melumat bibirnya.
“Mmmmmh… ooohmmhhhh… mmmmhhh...aaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh!”
Shinta menjerit dengan kuat seiring dengan cairan cintanya yang keluar dari dalam vaginanya namun tersumbat dengan penis Frans yang menutup dengan rapat celah keluarnya.
Hanya desah nafas Shinta yang terdengar memecah keheningan malam, dengan tubuh lemas karena orgasme yang melandanya, Shinta bersandar pada Lisa yang tak henti-hentinya menciumi leher dan memilin pelan putingnya.
"Shin, gantian dong...," kata Lisa dengan wajah yang memerah menahan birahi. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada mereka bertukar posisi. Sekarang Lisa yang bersiap memasukkan batang basah, keras dan panas Frans ke selangkangannya.
"Istirahat dulu ugghhhh," suara protes dari Frans terhenti oleh vagina basah Shinta yang menyumbat mulutnya. Sementara itu dengan gaya yang menggoda Shinta, Lisa bersiap memasukkan penis Frans.
"Oooohhhh....Gilaaaa! Rasanya penuh banget, padahal baru kepalanya saja yang masuk, gilaaa Shinnnn!" teriak Lisa ketika baru kepala penis Frans yang menyeruak kebelahan dagingnya yang basah.
"Oooohhhhh...ughh," desahan Lisa tertahan oleh dekapan tangan Shinta ketika sekelebat cahaya menyinari tempat yang tak jauh dari mereka bercinta. Dengan wajah tegang Shinta menoleh dan mendengar suara didekat mereka.
"Remes balik aja Shin, kalau perlu yang dibawah itu, pasti dah basah tuh," celetuk Frans dengan celana yang sudah mengembung dibagian depan.
Berjalan dengan dua orang wanita cantik yang sedang horny, anak kecilpun tahu kalau Frans sedang mati-matian menahan nafsunya yang sudah di ubun-ubun.
"Hihihi, Mas Frans kok buru-buru banget sih? Udah kebelet yah mas?" tanya Lisa sambil tangannya dengan nakal tetap meremas dada Shinta.
Plaaakkkkkkk!
"Auuuhhhhh!" teriak Lisa terkejut ketika Shinta menampar pantatnya yang sekal dengan keras.
"Mass, pantat Lisa merah ni, ditampar Shinta!" rengek Lisa sambil menaikkan roknya yang pendek sehingga pantatnya yang putih namun sekarang berhiaskan cap merah terpangpang jelas.
Mata Frans seperti hampir melompat keluar ketika melihat pemandangan dibelakangnya. Tonjolan dicelananyapun semakin terlihat.
"Nanti mas pijetin deh," kata Frans sambil melangkah lebih cepat menuju mess.
"Ihhhhh..., mas jahat..., " rengek Lisa dengan wajah imut dan horninya sambil mengejar Shinta yang berjalan didepannya dan...
Sreeekkkkk....
"Lisa!" teriak Shinta ketika tangan mungil dan jahil dari Lisa menurunkan tali gaun Shinta sehingga bagian atas gaun Shinta melorot yang menyebabkan payudara mulusnya terhampar dibawah sinar bulan yang temaram.
Dengan kedua tangan menutupi payudaranya yang bergoyang ketika berlari mengejar Lisa didepannya, Shinta menuju ke mess Frans.
Didepan pintu mess Frans, terlihat Frans dengan tangan yang sedikit tegang mencoba memasukkan kunci kedalam lobangnya.
"Mas, lubangku perlu dimasukin kuncinya juga nih, mas mau bantu?" tanya Lisa dengan gaun yang sudah terangkat sehingga Frans bisa melihat belahan kecil berwarna merah muda yang sekarang terlihat mengkilap karena cairan kewanitaan yang mulai keluar.
"Gleekkk..," Frans hanya bisa menelan ludah melihat pemandangan itu apalagi ketika perlahan cairan itu mengumpul dibagian bawah lipatan vagina Lisa kemudian menetes kelantai.
Suasana temaram dari sinar rembulan dipadu dengan aroma betina yang sedang birahi membuat Frans tidak bisa lagi mengendalikan dirinya.
Dengan satu gerakan cepat khas pejantan yang sedang dimabuk birahi, Frans menyergap Lisa mendesak badan mungil tapi sintal Lisa ke dinding disebelah pintu dan mendaratkan satu ciuman panas di bibir Lisa. Hanya sejenak Lisa tertegun sebelum membalas ciuman Frans dengan sama panasnya. Tangan Frans meraba kepantat Lisa dan meremasnya dengan lembut.
"Ugghhh...," Frans melenguh tertahan ketika sepasang tangan yang lentik menurunkan resleting celananya dan meremas penisnya yang sudah menegang.
"Wow...Lis! Gede banget! Melengkung keatas lagi, pasti enak banget nih kalo gesek G-Spot nanti!," kata Shinta terbelalak kagum, sambil tangannya memainkan dua buah bola kembar Frans dengan bergairah.
Suasana semakin memanas ketika Shinta membuka baju Frans dan menempelkan payudaranya yang mulus ke punggung Frans. Dengan gerakan menggoda dia memijat punggung Frans. Suasana temaram sekarang bercampur dengan aroma cairan kewanitaan yang mulai menguar diudara terbuka.
"Sudah... nanti ada orang, didalam sa...ja," kata Frans dengan nafas terengah. Wajahnya terlihat merah padam menahan gairah yang mengalir deras dalam darahnya.
"Uhmmm..., disini aja mas, kan sepi, lagian Mas Andri gak bakalan kesini deh kayaknya," kata Lisa sambil dengan gerakan pelan menurunkan sedikit gaunnya sehingga puncak payudaranya terlihat. sambil tersenyum samar Lisa meraih kepala Frans dan menariknya keputingnya yang mengeras namun masih terlihat berwarna merah muda.
Belum terlalu banyak terjamah!
"Ahhhh...Shin..!" Lenguh Lisa ketika Shinta berlutut diantara Lisa Fan Frans. Dengan ahlinya dia mengulum penis Frans yang sudah membengkak sedangkan tangan kirinya perlahan memasuki vagina Lisa yang sudah basah kuyup akibat cairan cintanya yang sedari di club sudah mengalir keluar.
"Ahhh...Mas..Jangan digigit...sakit...," desah Lisa ketika dengan gemasnya Frans menggigiti puting Lisa dengan pelan sementara dibawah sana Shinta memasukkan dua jari kedalam vaginanya.
"Ugghhhh mas na...kalll!" kata Lisa ketika jari Frans sekarang dengan nakalnya menggesek daging kecil yang menyembul malu-malu dibagian atas vagina Lisa. Titik sensitif bagi sebagian besar wanita dan Lisa termasuk salah satu diantaranya.
"Ohhhhh shittttt! Cepetin Shin!" teriak Lisa sambil menekan kepala Frans kedadanya.
"Eh.. kok?" tanya Lisa dengan gusar ketika Shinta menghentikan kocokan jarinya dan menarik Frans menjauh dari Lisa. Dengan sedikit kasar Shinta mendorong tubuh Frans supaya terbaring di lantai. "Biar sama-sama nyampe Lis,hihihi...," kata Shinta sambil menarik tubuh Lisa dan merekapun tenggelam dalam ciuman yang basah dan panas.
"Hei...., dingin nih..., mau ini apa gak?" tanya Frans sambil menunjuk penisnya yang mengacung tegak walupun sedikit bengkok keatas.
"Bagusan mana mas?" tanya Shinta sambil menurunkan gaunnya dengan pelan, demikian juga Lisa. Malam yang dingin, suasana yang temaram karena sinar rembulan dan sekarang dihiasi dengan dua wanita cantik yang sekarang sedang menurunkan gaunnya.
Terlihat Frans hanya bisa menahan nafas ketika dua gadis yang memiliki kecantikan berbeda, Lisa yang centil dan berwajah imut dan Shinta yang terlihat lebih dewasa, menurunkan gaun yang dikenakannya dengan pelan. Dua pasang payudara yang berbeda terpangpang di mata Frans.
Gaun itu sekarang turun memperlihatkan perut datar dan putih mulus tanpa cacat, hanya, sebuah tatto kecil menghiasai bagian bawah perut Lisa, dekat dengan vaginanya. Dan ketika gaun itu turun sepenuhnya, Frans bisa melihat dua vagina yang tidak ditumbuhi satu rambut kemaluanpun dan terlihat basah mengkilap oleh cairan cinta yang mulai memancar keluar.
"Bagusan kali ini," kata Frans sambil menunjuk kearah penisnya "masuk kedalam sana," lanjut Frans sambil menunjuk ke kedua vagina yang sekarang berjalan mendekat kearahnya.
Dengan pelan Shinta mengangkang diatas penis Frans sedangkan Lisa memilih mendekatkan vaginanya ke kepala Frans. Dengan satu kedipan ringan dari Shinta, mereka berdua dengan serentak menurunkan vaginanya, satu kearah penis dan satunya kearah mulut Frans.
"Ugghhhhh...gila...gede banget mas!" kata Shinta sambil berusaha memasukkan vaginanya kedalam penis Frans yang mengacung tegak. Dengan wajah antara sakit dan nikmat Shinta berusaha memasukkan semua penis Frans kedalam vaginanya yang sudah basah menanti.
"Aaaahhhhhhhhh massssss!" teriak Shinta ketika dengan satu kali hentakan keras, penis Frans masuk kedalam lubang sempit milik Shinta. Tangan Shinta membuka dan menutup, merasakan sensasi batang panas dan keras didalam vaginanya.
"Lis, kamu ha..rus coba ini nanti! Penuh banget, ampe mentok lagi didalem, enak bangetsss...," ceracau Shinta merasakan nikmat dari penis Frans.
"Ugghhhh, pasti Shinnn! Tapi ini juga nikmatt bangetsss! Terus Mas! Yang cepet,,, iyah disana...disana!" teriak Lisa ketika lidah Frans menari-nari divaginanya. Apalagi dengan sengaja Frans menyentil-nyentil klitoris Lisa yang sudah membengkak.
Sementara itu Shinta semakin cepat menaikturunkan pantatnya di penis Frans. Beberapa kali dia memutar-mutar pantatnya di penis Frans sehingga jilatan Frans di vagina Lisa beberapa kali berhenti.
"Lis! Enak bangets, penuh banget rasanya, sssttttttt....," racau Shinta. Sekarang tangannya dengan kuat meremas payudaranya sendiri.
Plak...plak....
Suara paha yang beradu bercampur dengan suara desahan Lisa dan Shinta, kedua wanita muda yang sedang dimabuk birahi.
"Mas cepetin please....Dikit lagi masss,..." ceracau Shinta semakin menjadi ketika orgasmenya semakin dekat terasa.
Dalam satu gerakan pelan Lisa mencondongkan tubuhnya dan meraih kepala Shinta. Dan kedua betina itu akhirnya berciuman dengan panasnya. Namun ciuman itu tak lama karena kemudian Lisa mengarahkan ciumannya ke leher Shinta sedangkan tangannya memilin puting Shinta yang sudah mengeras.
"Oooh...oooohhh..oooohhh, curang..., masa aku saja yang..ooouuhhh...stttttt...," erangan Shinta semakin tidak beraturan merasakan penis Frans yang menggaruk pelan dinding kewanitaannya. “Uuuumh!” nikmat sekali dibawah situ. Sementara Lisa dengan nakalnya membuat tanda merah dipayudaranya sedangkan tangannya mencubit pelan putingnya. “Mmmmmh...ahhhh!” payudaranya terasa sangat geli! Keduanya membuat birahi Shinta semakin membumbung tinggi.
“Lisa…. Lisa… Ooooh…,” Shinta hanya bisa menceracau sambil mendekap punggung telanjang Lisa, hingga payudara kenyal mereka beradu yang semakin memacu nafsu dalam diri mereka. “Oooh! Ooooh! Ooooh!” Shinta menjerit penuh birahi, saat penis Frans menghujam kewanitaannya mentok sampai dalam. Sambil memejamkan mata, Shinta membiarkan lidah Lisa menguas pelan di leher dan telinganya. “Lisa… sssssh… oooh…. Ummh…,” desah Shinta semakin tidak terkendali.
“Mas… Mas Frans… sssssh….” Shinta mendesis pelan, menikmati rasa gatal yang menggerogoti selangkangannya, pelan-pelan menuju keperut kemudian ke puting yang sedang dihisap Lisa, ke kerongkongannya yang membuat Shinta tak sadar menjerit dengan pelan, dan menyebar ke seluruh tubuh. Gelombang birahi yang mendera membuat Shinta tidak bisa menahannya lagi. “Ooooh…Mas...Lis Aku sudah hampir… oh… oh…. Oooooh….” Shinta menjerit panjang merasakan orgasme yang semakin dekat.
Mulut Shinta mengangga, seperti kehabisan udara. Otot-ototnya berkedutan tak terkendali, dadanya membusung-busung hingga payudaranya berguncangan kesana kemari. Lisa yang tahu Shinta segera mencapai puncak, segera melumat bibirnya.
“Mmmmmh… ooohmmhhhh… mmmmhhh...aaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh!”
Shinta menjerit dengan kuat seiring dengan cairan cintanya yang keluar dari dalam vaginanya namun tersumbat dengan penis Frans yang menutup dengan rapat celah keluarnya.
Hanya desah nafas Shinta yang terdengar memecah keheningan malam, dengan tubuh lemas karena orgasme yang melandanya, Shinta bersandar pada Lisa yang tak henti-hentinya menciumi leher dan memilin pelan putingnya.
"Shin, gantian dong...," kata Lisa dengan wajah yang memerah menahan birahi. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada mereka bertukar posisi. Sekarang Lisa yang bersiap memasukkan batang basah, keras dan panas Frans ke selangkangannya.
"Istirahat dulu ugghhhh," suara protes dari Frans terhenti oleh vagina basah Shinta yang menyumbat mulutnya. Sementara itu dengan gaya yang menggoda Shinta, Lisa bersiap memasukkan penis Frans.
"Oooohhhh....Gilaaaa! Rasanya penuh banget, padahal baru kepalanya saja yang masuk, gilaaa Shinnnn!" teriak Lisa ketika baru kepala penis Frans yang menyeruak kebelahan dagingnya yang basah.
"Oooohhhhh...ughh," desahan Lisa tertahan oleh dekapan tangan Shinta ketika sekelebat cahaya menyinari tempat yang tak jauh dari mereka bercinta. Dengan wajah tegang Shinta menoleh dan mendengar suara didekat mereka.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
Galang POV
Duuuaaaaaarrrrrrrrrrr...
Sebuah tenaga dorongan yang kuat membuatku terlempar kesamping menjauhi mobilku dan rasa sakit serta panas membutakan pandanganku. Kulihat kobaran api dengan cepat membakar mobilku yang malang.
"Arka...," kataku lemah sebelum hitam menyelimuti.
Kepalaku terasa berat ketika akan kugerakkan.
Dimana aku sekarang? Pikirku sambil mencoba membuka mataku. Cahaya yang menyilaukan menimpa mataku ketika kucoba membukanya pelan-pelan.
"Sudah sadar Lang?" kata seorang pria gemuk yang menjadi rekanku selama beberapa tahun ini dengan wajah yang gembira.
"Her kenapa kau bisa ada disini?" tanyaku heran.
"Bram yang memberitahuku dan dia juga yang mengantarmu kesini setelah kejadian itu," jawab Herman.
"Ughhht," kepalaku masih terasa sedikit pusing."Bagaimana dengan polisi yang bersamaku?" tanyaku teringat kepada Arka.
"Untungnya dia selamat, cuma...," Herman terlihat ragu untuk melanjutkan.
"Cuma kenapa?" tanyaku tak sabar.
"Dia mengalami luka bakar yang cukup parah dan sekarang masih ditangani di ICU," jelas Herman. Namun dari wajahnya aku mengatahui ada sesuatu yang membuatnya gelisah.
"Lang, aku pulang dulu, kalau perlu apa-apa hubungi aku," katanya sambil menjabat tanganku. Kuterima uluran tangannya walaupun rasa heran menggerogoti hatiku.
Kupandangi kepergian dirinya sambil menatap secarik kertas yang tadi diberikannya saat bersalaman. Hanya ada sedikit tulisan namun isinya membuatku terkesiap.
Anakku ada pada 'mereka', maaf aku tidak bisa membantumu. Kawan atau lawan sulit dibedakan, percayalah pada instingmu!
Suara ketukan dipintu membuyarkan lamunanku, dengan cepat kusembunyikan kertas yang diberikan Herman dibawah selimut.
"Masuk!" kataku sambil mengamati pintu yang perlahan terbuka.
"Halo Lang," sapa Bram dengan ekpresi lelah diwajahnya, dibelakangnya Aiko mengikuti sambil membawa parcel."Halo mas, sudah baikan?" sapanya ramah. Hilang sudah wajah kesalnya saat kulihat terakhir kali.
"Halo, yah lumayanlah, rasanya semua badanku masih ada ditempatnya," kelakarku.
Pandangan Bram terlihat serius dan dengan nada pelan dia berbicara.
"Lang, sebaiknya kau tidak mengusut kasus ini lagi, lagipula kau sudah dikeluarkan dari kasus ini, aku tidak ingin kehilangan teman sepertimu," katanya sambil memandangku dengan tajam.
"Sudahlah Bram, kau tahu dengan jelas bagaimana aku, ada kabar terbaru mengenai ledakan itu?" tanyaku tak mempedulikan kekhawatirannya.
"Huffftttt," dengus Bram sambil menggelengkan kepalanya."Ledakan itu menggunakan peledak yang tidak terlalu besar daya ledaknya, sepertinya tujuannya memang hanya utuk memberikan peringatan untukmu Lang," kata Bram pelan. "Untung juga begitu, kalau tidak Arka tidak akan bisa keluar dari ledakan itu dalam keadaang bernyawa, yah, walaupun sekarang dia mengalami luka bakar yang cukup parah dan masih memerlukan perawatan yang intensif," jelas Bram panjang lebar.
Peringatankah?
Atau pengalih perhatian?
"Oh ya Bram, kau tahu Andri?" balik ku bertanya.
"Andri G-Team? Aku pernah melihatnya beberapa kali," jawab Bram.
"Apa kau tahu kalau dia ditetapkan jadi tersangka?"
Tok..tok...tok...
Suara ketukan di pintu membuat kami saling pandang. Kulihat Bram dan dia terlihat mengangkat bahunya tanda tidak punya ide siapa yang datang.
"Masuk!" Seruku ke siapapun yang berdiri di balik pintu itu.
Seorang pria berusia sekitar 27 tahun terlihat memasuki ruangan. Wajahnya kelihatan sedikit heran melihat keberadaan Bram dan Aiko.
"Selamat siang, bisa saya berbicara dengan pasien sebentar?" tanyanya dengan ramah.
"Ooohh, silahkan," kata Bram. "Kalau begitu aku dan Aiko pergi dulu Lang, dan ingat, jaga 'dirimu'" katanya sambil mengajak Aiko keluar dari kamar. Sambil mengangguk singkat kearah orang yang baru datang, Bram dan Aiko keluar dari kamarku.
"Selamat siang Pak Galang, saya Reza dari kepolisian," katanya sambil memperlihatkan kartu identitasnya."Bisa saya bertanya sebentar?" lanjutnya penuh selidik.
"Tentu saja, apa yang bisa saya bantu saudara Reza?"
"Apa benar pagi ini anda menuju Apartemen Chapista dan bertemu dengan Saudara Andri, CEO dari G-Team?" tanyanya sambil mengambil notes dari sakunya dan mulai mencatat.
"Iya benar dan sepertinya anda juga sudah tahu mengenai kondisi apartemennya sekarang?" tanyaku.
"Iya, saya sudah tahu, tapi kalau boleh saya tahu, apa yang anda lakukan pagi ini ke apartemennya?" tanyanya sambil mengawasiku dengan tajam.
"Hanya kunjungan biasa saja, seperti bertemu teman lama saja, apa tidak boleh?"
"Tentu saja boleh, cuma sayangnya, ketika tadi saya dan rekan-rekan kesana, dia tidak ada diapartemennya "
"Tapi apa hubungannya dengan saya?" selaku.
"Memang tidak ada, cuma saya rasa sangat kebetulan, ketika dia dan anda memasuki apartemen, terekam oleh kamera CCTV, begitu pula saat anda keluar juga terekam kamera CCTV, tapi saat dia keluar dari apartemennya, kenapa dia tidak terekam kamera CCTV? Dan kenapa juga rekan saya, Arka, yang tadinya menangani kasus ini terkena ledakan dari bom yang ada di mobil anda?" tanyanya panjang lebar.
Jadi mereka belum berhasil menemui Andri, kemana anak itu sebenarnya???Kualihkan pandanganku ke Reza, terlihat dia menantikan jawabanku.
"Kenapa dia tidak terlihat di CCTV saat keluar, mungkin sebaiknya anda bertanya pada security disana, bukan malah bertanya kepada saya. Dan masalah ledakan di mobil saya, apakah anda mencurigai saya sebagai orang yang meledakkannya? Kalau iya, apa motifnya?" tanyaku.
"Itu yang masih saya cari tahu," jawabnya singkat."Saya dengar anda sering bersama Pak Herman saat memecahkan suatu kasus?" tanyanya.
"Iya, ada yang salah dari itu?"
"Tidak ada yang salah, tapi yang saya heran, nama anda tidak ada dalam daftar kepolisian, jadi pertanyaan saya, siapa anda dan apa yang anda lakukan sehingga berpura-pura sebagai polisi?" tanyanya tajam.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
"Kenapa kau bisa gagal?" tanya seorang pria dengan gusar kepada lawan bicaranya.
"Aku tidak menyangka akan ada orang lain yang mau mengemudikan mobilnya," jawab pria yang ditanya.
"Huh, kau selalu bisa mengelak! Terus kenapa orang itu bisa sampai menghilang? Kalau dia tidak ditemukan, kita tidak akan bisa menyelesaikan rencana ini!"
"Tenang saja, dia yang akan datang mencari kita, aku jamin itu!" kata seorang wanita yang hanya mengenakan kimono tipis sambil memeluk lelaki pertama.
"Kalau tidak bagaimana?" kata lelaki pertama sambil tangannya menyelusup ke selangkangan si wanita yang telanjang.
"Kau boleh bercinta denganku semalaman, " kata siwanita sambil membuka sedikit leher kimononya.
"Apa yang kau lihat disini? Pergi!" Suruh silelaki pertama sambil melambaikan tangannya kearah lelaki kedua. Sambil menelan ludah, lelaki kedua pergi keluar seperti kerbau dicocok hidungnya.
"Aku tidak menyangka akan ada orang lain yang mau mengemudikan mobilnya," jawab pria yang ditanya.
"Huh, kau selalu bisa mengelak! Terus kenapa orang itu bisa sampai menghilang? Kalau dia tidak ditemukan, kita tidak akan bisa menyelesaikan rencana ini!"
"Tenang saja, dia yang akan datang mencari kita, aku jamin itu!" kata seorang wanita yang hanya mengenakan kimono tipis sambil memeluk lelaki pertama.
"Kalau tidak bagaimana?" kata lelaki pertama sambil tangannya menyelusup ke selangkangan si wanita yang telanjang.
"Kau boleh bercinta denganku semalaman, " kata siwanita sambil membuka sedikit leher kimononya.
"Apa yang kau lihat disini? Pergi!" Suruh silelaki pertama sambil melambaikan tangannya kearah lelaki kedua. Sambil menelan ludah, lelaki kedua pergi keluar seperti kerbau dicocok hidungnya.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
Kupandangi wajah kelelahan itu dan berpikir saatnya aku membantunya.
"Tidurlah Andri, biar aku yang mencari mereka sekarang!" kataku sambil membuka pintu dan berjalan menelusuri lorong yang sepi ini.
Dengan menatap laptop yang kubawa, kuperhatikan dua titik kecil yang menghiasi peta digital yang terlihat dilayar. Satu berlabelkan Frans dan satu lagi Lidya.
Kulihat lokasi mereka dan seperti yang aku duga, mereka berada di salah satu gudang di pinggiran ibukota. Gudang itu, gudang penyimpanan Alfa Medika.
Chapter 24 Shadow of the Day
Part 4
Mess G-Team
Pukul 12.52
Beberapa jam sebelum kebakaran di G-Team.
"Oooohhhh....Gilaaaa! Rasanya penuh banget, padahal baru
kepalanya saja yang masuk, gillaaaa Shinnnn!" teriak Lisa ketika baru
kepala penis Frans yang mnyeruak kebelahan dagingnya yang basah.
"Oooohhhhh...ughh," desahan Lisa tertahan oleh dekapan tangan Shinta ketika sekelebat cahaya menyinari tempat yang tak jauh dari mereka bercinta. Dengan wajah tegang Shinta menoleh dan mendengar suara didekat mereka.
"Mana, gak ada orang?" terdengar suara yang berat didekat mereka sedang saling bercinta dengan panasnya.
"Aku denger disini tadi kok, suer!" jawab rekannya dengan suara yang cempreng.
"Ah, paling salah denger kau, "
"Beneran kok, tadi aku dengar suara mendesah didekat sini," jawab temannya tak mau kalah.
Sinar dari lampu senter yang dibawa orang-orang yang berbisik itu perlahan semakin dekat dengan lokasi Frans dan kedua betinanya terbaring dengan kelamin masih menyatu.
"Dari sini tadi.."
Srrrrrkkkkkkkkkk...
"Meeeoooooooongggggggg...,"suara seekor kucing terdengar didekat mereka.
"Ahhhh,,, ini nih yang kau dengar mendesah tadi? Dasar keseringan nonton bokep!" terdengar pemilik suara yang berat mengejek rekannya.
"Apa aku salah denger ya?" si krempeng bertanya dengan pelan. Tak lama kemudian suara mereka terdengar menjauh dari tempat Frans berada.
"Huffffttttt..., hampir saja, " kata Frans menghembuskan nafas lega.
"Uhhhmmm, Mbak Shinta, laper nih, " kata Lisa sambil mengedipkan matanya kearah Shinta. Shinta yang mengerti akan isyarat Lisa pun menjawab.
"Iya bih, aku beli makan dulu ya, Mas Frans, pinjem kunci mobilnya dong?" kata Shinta.
"Eh, jam segini? " kata Frans sambil mengambil kunci mobilnya dan memberikannya ke Shinta.
"Keluar bentar ya," kata Shinta sambil melangkah menuju keparkiran. Suasana yang temaram membuat lekuk tubuhnya terlihat begitu indah dari belakang.
"Ayo mas!" kata Lisa dengan wajah misterius.
"Oooohhhhh...ughh," desahan Lisa tertahan oleh dekapan tangan Shinta ketika sekelebat cahaya menyinari tempat yang tak jauh dari mereka bercinta. Dengan wajah tegang Shinta menoleh dan mendengar suara didekat mereka.
"Mana, gak ada orang?" terdengar suara yang berat didekat mereka sedang saling bercinta dengan panasnya.
"Aku denger disini tadi kok, suer!" jawab rekannya dengan suara yang cempreng.
"Ah, paling salah denger kau, "
"Beneran kok, tadi aku dengar suara mendesah didekat sini," jawab temannya tak mau kalah.
Sinar dari lampu senter yang dibawa orang-orang yang berbisik itu perlahan semakin dekat dengan lokasi Frans dan kedua betinanya terbaring dengan kelamin masih menyatu.
"Dari sini tadi.."
Srrrrrkkkkkkkkkk...
"Meeeoooooooongggggggg...,"suara seekor kucing terdengar didekat mereka.
"Ahhhh,,, ini nih yang kau dengar mendesah tadi? Dasar keseringan nonton bokep!" terdengar pemilik suara yang berat mengejek rekannya.
"Apa aku salah denger ya?" si krempeng bertanya dengan pelan. Tak lama kemudian suara mereka terdengar menjauh dari tempat Frans berada.
"Huffffttttt..., hampir saja, " kata Frans menghembuskan nafas lega.
"Uhhhmmm, Mbak Shinta, laper nih, " kata Lisa sambil mengedipkan matanya kearah Shinta. Shinta yang mengerti akan isyarat Lisa pun menjawab.
"Iya bih, aku beli makan dulu ya, Mas Frans, pinjem kunci mobilnya dong?" kata Shinta.
"Eh, jam segini? " kata Frans sambil mengambil kunci mobilnya dan memberikannya ke Shinta.
"Keluar bentar ya," kata Shinta sambil melangkah menuju keparkiran. Suasana yang temaram membuat lekuk tubuhnya terlihat begitu indah dari belakang.
"Ayo mas!" kata Lisa dengan wajah misterius.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
Apartemen Chapista
Pukul 13.00
"Paijo, aku ngecek ke parkir dulu sama si Parman, kamu awasi dulu disini," kata seorang lelaki berpakaian satpam kepada rekannya. Mereka sedang bertugas di apartemen Chapista saat itu. Dengan banyaknya tindak kejahatan yang terjadi disana, satpam yang bertugas lebih banyak lagi sekarang.CCTV siaga 24 jam dengan seorang satpam yang mengawasinya tanpa henti.
"Iya boss, siiipppp...," kata Paijo sambil mengacungkan ibu jarinya. Dengan ekor matanya dia mengawasi kepergian bossnya sambil memantau CCTV.
"Eh, kok rasanya CCTV nya aneh ya?" gumam Paijo sambil melihat monitor. Tangannya kemudian menggaruk kepalanya yang tak gatal melihat keadaan CCTV yang dia rasa aneh, namun dia tidak menemukan keanehannya. Saat dia bingung melihat monitor,sebuah mobil berwarna hitam keluar dari gerbang.
"Loh! Kok gak kelihatan?" katanya keheranan melihat mobil yang melintas tadi tidak terlihat di monitor CCTV untuk kamera di pos satpamnya. Padahal kamera yang ada di pos satpam khusus merekam kendaraan atau orang yang keluar masuk di pintu gerbang.
Dengan bingung Paijo memanggil boss nya dengan Handy Talkie yang ada dimeja.
"Boss, posisi dimana ne? Ganti," kata Paijo di HT-nya.
"Diparkirlah, kenapa Jo? Ganti" jawab bossnya.
"Ada yang aneh boss! Ganti," kata Paijo sambil melihat monitor CCTV dengan pandangan tak percaya.
"Kenapa Jo?" Ganti, tanya sang boss dengan penasaran.
"Sebaiknya boss kesini sekarang boss, ganti," kata Paijo.
"86" jawab sang boss.
Dengan mata terbuka lebar Paijo memandang layar didepannya. Tak terlihat sang boss di parkiran!
Tak berapa lama sang boss datang dan bertanya dengan suara tinggi. "Kenapa Jo?". Pada saat yang sama sebuh mobil keluar lagi dari gerbang dan Paijo menunjuk kearah CCTV.
"Itu boss!" kata Paijo.
"Itu apa?!?" tanya sang boss dengan suara tinggi, mungkin mengira Paijo bercanda.
"Mobil yang tadi keluar itu, tidak kelihatan di CCTV," kata Paijo sambil menoleh kearah mobil yang sudah menjauh.
"Tidak mungkin! Coba kau Man, berdiri didepan gerbang!" perintah boss nya dengan sedikit gusar. Dengan tergesa Parman berdiri didepan gerbang dan ternyata seperti yang dilihat Paijo, tidak ada Parman yang berdiri di gerbang pada monitor CCTV.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
Troy Company
Pukul 13.20
"Pak, kita mendapat laporan kerusakan dari salah satu client," kata seorang wanita kepada CEO perusahaanya.
"Dan kenapa kau mengatakan itu padaku Vian? Suruh saja tekhnisi memperbaikinya," balas sang CEO, Roy.
"Masalahnya, kerusakan itu ternyata tidak disana, tapi diperusahaan kita, seseorang menyusup kesistem kita dan menonaktifkan security sistem di klien kita dan menggantinya dengan rekaman," beber Vian panjang lebar.
"Apa?!" kata Roy terkejut.
"Minta semua tekhnisi melakukan clean reboot system kita dan lacak siapa yang bisa melakukan ini kepada system kita," kata Roy dengan geram.
"Dan satu lagi Vian, jangan sampai orang luar tahu kejadian ini," pinta Roy kepada anaknya dengan wajah muram.
Chapter 25
Burn It Down
Part 1
Kupandangi wajah kelelahan itu dan berpikir saatnya aku membantunya.
"Tidurlah Andri, biar aku yang mencari mereka sekarang!" kataku sambil membuka pintu dan berjalan menelusuri lorong yang sepi ini.
Dengan menatap laptop yang kubawa, kuperhatikan dua titik kecil yang menghiasi peta digital yang terlihat dilayar. Satu berlabelkan Frans dan satu lagi Lidya.
Kulihat lokasi mereka dan seperti yang aku duga, mereka berada di salah satu gudang di pinggiran ibukota. Gudang itu, gudang penyimpanan Alfa Medika.
Gudang di pinggiran ibukota.
Pukul 16.55
Dengan menggunakan taksi aku menuju ketempat yang terlihat dilayar laptop. Sekitar 30 menit kemudian aku sampai di tempat itu. Terlihat dua buah bangunan yang berdiri memanjang saling berhadapan. Pagarnya berdiri kokoh dengan gerbang besar ditengahnya. Didepan dua buah bangunan yang kuduga gudang ini, mengalir sebuah sungai yang cukup besar.
Hmmmmm, sungai, apakah untuk membuang limbah? pikirku melihat kondisi gudang yang seolah-olah dipisahkan oleh sungai ini dari keramaian. Dengan jarak sekitar 50 meter dari jalan raya, gudang ini bisa dikatakan cukup terpencil, apalagi disekitarnya masih terlihat tanah kaplingan yang belum dibangun oleh pemiliknya.
Strategis, terpencil dan baru.
Sebuah tempat yang sesuai untuk gudang atau....
Kuamati gedung itu dari kejauhan. Dengan menggunakan topi untuk menutupi wajahku aku mendekat kearah sana. Sekitar 50 meter dari tempat itu ada sebuah warung kecil yang menjual jajanan dan makanan ringan lainnya.
"Siang bu, kopinya satu ya," kataku sambil menaruh laptop diatas meja.
"Iya dik, sekalian pisang gorengnya?" tanya ibu penjaga warung dengan ramah. Sisa keramahan di pinggiran ibukota.
"Boleh bu," kataku sambil melihat kearah bangunan yang berdiri didepanku. Seolah menyadari arah tatapanku, ibu itu menjelaskan tanpa diminta.
"Itu bangunan baru dik, denger-denger sih gudang, katanya juga lagi nyari pegawai, kalau belum kerja coba aja kesana ngelamar dik," katanya sambil meletakkan segelas kopi dan sepiring pisang goreng diatas mejaku.
"Wah, kebetulan bu, tapi kok kelihatan sepi ya?" tanyaku mencoba mencari tahu lebih jauh lagi.
"Dari luar memang sepi dik, karena masih baru, tapi kemarin apa kapan tu ya, ibu lihat ada mobil yang masuk kesana dan belum keluar, eh, tadi juga ada mobil yang masuk kesana dik," kata ibu itu sambil mengawasi bangunan di kejauhan itu.
Hmmmmm..., berarti kemungkinan besar memang disini. Tapi sepertinya ini...., bagaimana sekarang?
Kuhirup kopi yang tersisa setengah dan sambil menikmati pisang goreng yang ada aku mengirim sms kepada seseorang.
Safety first...Dan semoga dia menerimanya. Kuamati layar handphone dan melihat tanda terkirim dilayar.
"Mari bu," kataku sambil menyerahkan uang untuk kopi dan pisang gorengnya. Dengan langkah pelan aku mendekati bangunan itu.
Apakah aku atau Andri yang harus kesana?
"Ndriii, bangun...,"
"Ughhhh..., iya kak?"
"Kau atau aku yang akan masuk kesana?"
"Ini masalahku, biar aku saja yang menyelesaikannya kak,"
"Baiklah, file itu, kau sudah tahu passwordnya kan?"
"Berkat bantuan kakak, sudah, cuma aku masih bingung dengan maksudnya,"
"Jawabannya mungkin ada didalam, yakin kau mau kedalam?"
"Tentu saja, lagipula, kalau aku gagal, masih ada kakak kan?"
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
"Dia sudah berada disini...," kata seorang wanita sambil terus memperhatikan monitor didepannya.
"Seperti yang aku duga, kalian berdua ke pos masing-masing," katanya kepada dua orang yang berdiri didekat pintu,"Angel, kau sudah mempersiapkan apa yang kusuruh?" tanya si lelaki kepada wanita yang memperhatikan monitor.
"Sudah boss," kata Angel sambil mengambil sesuatu dari dalam laci dan berlalu keluar dari ruangan. Sambil menatap kepergian Angel, lelaki itu perlahan menuju ke sofa, dimana duduk seorang wanita dengan mengenakan jubah bulu hitam. Pahanya yang putih tersembul dari sela jubah yang tidak mampu menutup rapat bagian bawahnya. Disebelahnya, duduk wanita lain dengan gelisah. Suara dengungan pelan terdengar.
"Saatnya memulai pertunjukkan," kata si lelaki sambil mengawasi dua buah layar besar, dimana layar yang satu menampilkan seorang lelaki yang lehernya terpasang sebuah rantai dari besi, sedangkan layar yang satu memperlihatkan seorang wanita dalam ruangan putih yang cukup luas.
"Aku sudah menunggu ini dari dulu mas," kata wanita yang mengenakan jubah sambil menekan tombol ditangannya. Suara dengungan semakin keras terdengar dan wanita yang duduk disebelahnya terlihat semakin gelisah.
"Dimana lelaki itu?" tanya silelaki kepada wanita berjubah.
"Huhfftt, dia? Di mobil, terlalu takut untuk melihat ini!" kata si wanita berjubah sambil mencibir. Tangannya kemudian meremas dada wanita yang duduk disebelahnya. Dada yang besar, bulat dan terlihat penuh sesak didalam blouse yang dikenakannya.
"Enak sayang?" tanya si wanita berjubah dengan lidah terjulur membasahi bibirnya.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
Andri POV
Kuamati bangunan itu dari dekat. Terlihat kosong dan tidak ada orang dari luar. Namun kamera CCTV yang terpasang di dekat pagar dan disepanjang badan bangunan, sebagai bukti kalau ada sesuatu didalam sana.
Atau sebagai alat untuk memantau orang yang datang.
Dan kalau seperti kecurigaannya, ini mungkin sebuah perangkap. Tapi kemungkinan Frans dan Lidya didalam sana.
Kuhampiri pintu gerbang untuk memperoleh kejutan lainnya.
Tidak terkunci!
Kucoba mendorong pintu gerbang dan dengan bunyi yang halus pintu gerbang terbuka. Dengan langkah pelan aku melewati gerbang. Dua buah bangunan besar berdiri dengan megah dikanan dan kiriku. Sementara diujung sana, terlihat bangunan lain yang lebih kecil.
Dimana mereka?
Seolah disengaja, pintu bangunan yang disebelah kananku terbuka dengan pelan.
Take it or leave it!
Dengan langkah yang panjang dan cepat aku menuju ke pintu yang terbuka. Dibelakang pintu itu terlihat lorong yang cukup panjang. Dengan hati-hati aku menyusuri lorong itu dan dikejauhan terlihat seseorang terduduk di dinding ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi.
Dari pakaiannya dia....
"Frans..., Frans!" teriakku sambil berlari mendekat. Dan...
Sringgg....
Jleeeeebbbbbbb...
Kakiku terasa menabrak sesuatu dan sebuah jeruji besi turun dibelakangku.
Siaaallll! Sekarang aku juga ikut terkurung.
Tapi tak apa, aku bisa melihat Frans disana mulai menggeliat dan membuka matanya. Ketika dia melihatku dia langsung terperanjat dan berteriak.
"Andriii! Lari! Ini jebakan!" teriaknya dengan suara yang sedikit serak.
"Sudah terlambat untuk lari sekarang, bagaimana kabarmu, Mas Andri?" suara wanita di belakangku membuatku berbalik dan melihatnya.
"Kau!"
Chapter 25
Burn It Down
Part 2
"Andriii! Lari! Ini jebakan!" teriaknya dengan suara yang sedikit serak.
"Sudah terlambat untuk lari sekarang, bagaimana kabarnya Mas Andri?" suara wanita di belakangku membuatku berbalik dan melihatnya.
"Kau!"
Andri POV
"Kenapa mas? Tidak gembira bertemu aku disini?" katanya dengan nada yang lembut. Nada yang sama ketika digunakannya pada saat kami menghabiskan malam bertiga dahulu.
"Kau mengenalnya Ndri?" tanya Frans heran.
"Tentu saja mas, walau itu hanya satu malam saja kan? " katanya dengan nada menggoda. Masih terbayang adegan kami bersama dahulu.
"Siapa kau sebenarnya? Dan apa maksud dari semua ini?" tanyaku tak sabar. Keheningan sejenak terasa diantara kami, dengan tegang aku menunggu jawaban darinya.
"Hmmmm..., mas gak kangen sama aku?" tanyanya dengan senyum terkembang dibibirnya. "Apa mas sudah lupa saat dibawah pohon dengan Mbak Raisa? Saat punya mas memasukiku?" tanyanya menggoda.
"Tidak! Tentu saja aku tidak lupa, tapi kenapa kau ada disini? Apa kau yang merencanakan semua ini?" tanyaku dengan nada marah.
"Waduhhh...santai saja mas "
"Bagaimana aku bisa santai kalau seperti ini Tri, apa maumu?" tanyaku tak sabar.
"Aku hanya menjalankan perintah mas, oh iya, namaku bukan Megatri, namaku Angel," katanya dengan serius. "Oh iya, kalau mas mau cepet-cepet, coba lihat monitor disebelah sana," katanya sambil menunjuk kebelakang Frans.
Aku menoleh kearah jarinya menunjuk dan kurasakan nafasku berhenti sejenak melihat siapa yang ada disana.
Dengan amarah yang mulai menggelora aku menghampiri jeruji besi yang membatasi aku dan Angel atau Megatri.
"APA MAUMU! LEPASKAN DIA!" teriakku marah sambil mencoba mengguncang jeruji besi yang sayangnya terpasang dengan kuat.
Namun dengan santainya Angel berkata.
"Sayangnya, mas bukan berhadapan denganku sekarang, tapi dengan orang yang membayar jasaku, kalau aku sih maunya dengan yang mas punya dibawah sana, bukan dengan kepalan tangan mas," katanya.
"TERSERAH DENGAN SIAPA, CEPAT KATAKAN APA MAU KALIAN!" Teriakku tak bisa mengendalikan diri lagi. Teman baikku diikat seperti hewan dan sekarang, pacarku juga terkurung diruangan lain, tanpa busana!
Terlihat Angel mengangguk samar, kuikuti arah pandangannya dan melihat ada sebuah CCTV diatas kepalaku, tepatnya di jeruji yang memisahkan aku dan Frans.
"Halo Andri, selamat datang di permainan ini," sebuah suara yang berat seolah-olah terdengar dari dinding ruangan ini. Namun kutahu itu berasal dari speaker yang dipasang didinding.
"CEPAT KATAKAN APA MAUMU SETAN!" teriakku penuh amarah kepada siapapun yang mengawasi kami. Dengan penasaran kumemandang CCTV yang terpasang di atas dinding. Dan nafasku rasanya menjadi sesak, ketika di monitor sana, tubuh telanjang Lidya terlihat menggeliat-geliat.
"Hahahahaha..., aku bukan setan, aku hanya manusia sepertimu, tapi bedanya, kau dan anak buahmu terlalu usil mencampuri urusan orang lain," katanya terdengar geram. "Tapi, mungkin kau yang akan menjadi setan disini, apa kau sudah melihat tubuh telanjang kekasihmu disana?" tanyanya.
Secara otomatis aku menoleh kearah monitor dan kurasakan dadaku mengembang karena marah.
"Katakan apa maumu?"
"Hahaha..., simple, aku ingin memainkan dua game, dengan taruhan dan hadiah, tentunya," katanya. "Ada dua game, yang pertama, antara kau dan temanmu yang terikat disana," lanjutnya.
Kulihat kearah Frans, terlihat dia memandangku dengan tatapan mata yang penuh amarah dan rasa penasaran.
"Kau lihat, temanmu terikat disana, dibelakangnya, ada satu tombol, yang fungsinya, membuka kurunganmu, tapi dengan satu konsekuensi," katanya membuat penasaran.
"Konsekuensinya apa bajingan?" suara Frans terdengar sama marahnya dengan suaraku. Sejenak kami saling tatap dan kuingat semua petualangan kami sejak masih jaman kuliah dulu. Rasa haru menyelimuti hatiku.
"Sama-sama tidak sabaran rupanya hah? Coba kalian lihat lantai tempat Frans berada, ada garis ditengahnya bukan? Dan ujung rantai yang mengikat leher Frans berada ditembok, konsekuensinya sederhana, jika Frans mau menekan tombol, lantai itu akan membuka dan trak! Frans akan tergantung di rantai itu, sederhana bukan?" kata suara itu dengan santai.
Sejenak hening ketika aku mencoba mengerti maksud dari perkataanya. Dan akupun terduduk lemas ketika memahaminya.
Kakak, bantu aku...,
"Frans, lama tak jumpa, " kataku pelan kepada Frans yang memandangku dengan pandangan yang sulit kuterka artinya.
"Kau..., Indra???" katanya pelan dengan pandangan tak percaya ketika melihatku.
"Iya, jadi tidak enak bertemu kau di situasi seperti ini," kataku sambil bangkit dan memandang kearah CCTV yang terpasang diatas kepalaku.
"Bagaimana kalau kami diam saja, apa konsekuensinya?" tanyaku .
"Silahkan saja, kau sudah membaca file yang anak buahmu kirimkan kepadamukan? Yang di file bokep itu, jadi bisa kuasumsikan kau sudah tahu, apa obat yang resepnya ditemukannya kan?" katanya. "Sekarang coba lihat kekasihmu," lanjutnya.
Dengan pandangan penasaran kulihat kemonitor dibelakang Frans dan disana, Angel terlihat sedang menyuntikkan sesuatu kepada Lidya.
"Apa yang kau berikan padanya?" kataku dengan dengan tangan terkepal menahan amarah. Apa dia memberikan obat perangsang sekaligus obat kuat yang komposisinya ditemukan Ade pada salah satu record Alfa Medika?
"Melihat ekspresi wajahmu, aku yakin kau sudah tahu apa yang diberikan Angel pada pacarmu, tapi supaya kau lebih mengerti, obat yang diberikan Angel akan bereaksi secara instant dan dosisnya sangat kuat, jadi pacarmu akan ingin dipuaskan terus, kalau kau memutuskan diam, bagaimana kalau selama kau diam, kita menonton adegan percintaan yang panas? Hahahaha...," katanya sambil tertawa.
Seiring dengan tawanya, masuk dua orang lelaki dengan wajah dan perawakan yang kasar. Wajah mereka jauh dari kata tampan. Yang membuat nafasku rasanya berhenti, mereka sudah telanjang bulat!
"Ndriii, eh, maksudku Indra, apa kau tahu semua yang diketahui Andri?" tanya Frans dengan wajah serius.
"Hanya beberapa hal saja yang disembunyikan anak itu, kenapa Frans?" tanyaku, bergantian melihat antara wajah Frans dan monitor dibelakangnya.
"Apa kau tahu jika Andri pernah meragukanku selama ini?" tanya Frans dengan nada penasaran.
"Cuma ketika orang yang mirip denganmu diduga memasuki apartemen Andri, tapi itu semua sudah selesai, dia sudah menemukan bukti kalau kau tidak bersalah," jawabku pelan.
"Apa?" tanya Frans cepat.
"Rekaman video yang diambil dari apartemen, disana terlihat pelakunya dengan refleks mengambil benda yang terjatuh dengan tangan kanan, padahal, kutahu kau kidal," jelasku. "Namun aku punya pertanyaan, kemana kau saat Andri tertembak?" tanyaku penasaran.
Kulihat ekpresi lega diwajah Frans, sambil menyandarkan kepalanya di dinding dia menjawab.
"Aku pergi ke makam ayahmu," jawabnya singkat.
"Kenapa?" tanyaku heran.
"Hari itu, hari meninggalnya ayahmu," jawab Frans singkat.
Degggg......
Kenapa aku sampai lupa hari itu.
Tunggu!
Kenapa Frans bisa tahu, hari itu hari meninggalnya ayahku?
Seolah bisa menebak apa yang ada dalam hatiku, Frans tersenyum ringan.
"Kau pernah bertanya, siapa yang membantu membiayai kuliahku kan? Orang itu, ayahmu, bahkan setelah beliau meninggal, beliau tetap memikirkanmu, dan memintaku untuk menjagamu, yang kulakukan, dengan caraku sendiri," katanya sambil tersenyum lebar.
"Apa sudah cukup berbincangnya? Kalian melewatkan tontonan yang menarik?" suara di speaker itu membawaku kembali ke bumi. Kualihkan pandanganku pada Lidya, terlihat tanda-tanda dia mulai terangsang dengan hebat.
"Lepaskan dia, BA..JI..NGAN!" kataku sambil menatap CCTV diatas kepalaku. Disana Lidya terlihat menggeliat dengan liar, sementara dua orang lelaki disampingnya terlihat menciumi gaun yang kemarin digunakan Lidya. Gaun hitam itu...
"Sialan, jika aku bisa keluar dari tempat ini, akan kuburu kau sampai dimanapun!" kataku dengan tangan terkepal menahan amarah.
"Apa kau tahu siapa aku?" tanya suara di speaker.
Siaalllll....Sayangnya aku belum punya petunjuk siapa dia...
"Indra, biar aku yang bicara," kata sesorang dengan lembut.
"Apa itu kau Sliv?" tanyaku.
"Iya..., aku sudah tahu siapa dia," jawabnya seiring dengan keberadaannya yang menggeserku.
Chapter 25
Burn It Down
Part 3
"Apa kau tahu siapa aku?" tanya suara di speaker.
Siaalllll....Sayangnya aku belum punya petunjuk siapa dia...
"Indra, biar aku yang bicara," kata sesorang dengan lembut.
"Apa itu kau Sliv?" tanyaku.
"Iya..., aku sudah tahu siapa dia," jawabnya seiring dengan keberadaannya yang menggeserku.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
Aneh,
kulihat sikap Mas Andri berubah-ubah dan tatapan matanya itu. Tatapan
matanya berubah! Dari tatapan jeli, ramah dan pintar, ke pandangan yang
penuh dengan amarah dan kejam! Sekarang, tatapan matanya tenang, tapi
tajam menusuk dan penuh dengan kepercayaan diri dan perhitungan.Sikapnya juga berubah-ubah, dari tenang, kemudian meledak-ledak dan sekarang, aku merinding melihat ketenangannya.
Tapi sialan, bagian bawah tubuhku tidak mau berkompromi dan terus bergetar dengan hebat. Membuat konsenterasiku sedikit buyar dan tidak bisa memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu semua.
Maaf mas, aku juga tidak ingin seperti ini...
Tapi mereka memegang rahasiaku...
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
POV Andri"Selamat sore Pak Roy atau harus saya panggil, sang pengawas?" tanyaku sambil melihat kearah CCTV yang ada diatas kepalaku. Aku yakin siapapun yang disana bisa melihat dan mendengar dengan jelas apa yang aku katakan.
Sejenak hening bisa kurasakan, walau secara samar aku bisa mendengar lenguhan-lenguhan pelan dari monitor dibelakang tubuhku.
"Konsentrasi Sliv, sekarang giliranmu...," kata Indra menasehati. "Jangan biarkan Andri mengambil alih dulu, dia tak akan bisa berpikir jernih melihat keadaan kekasih kita disana," lanjutnya.
"Tenang saja, akan aku selesaikan ini dulu sambil mengulur waktu, dimana bantuan yang kau rencanakan Ndra?" tanyaku.
"Entahlah, harusnya dia sudah datang, jangan pikirkan itu dulu, sekarang bicara saja pada orang itu!" kata Indra marah. Aura kejamnya sekarang semakin terasa. Semoga saja Andri bisa mengendalikan kami nanti.
"Hmmmm..., sejak kapan kau tahu?" tanya suara dispeaker dan untuk pertama kalinya suara. Suara Roy, Troy Company.
"Sejak aku membaca MD5 yang berbeda di report anak buahku, hanya ada satu kemungkinan untuk itu dan kemungkinan itu pula yang menyebabkan kau bisa mengendalikan orang-orang disekitar kami dan mengendalikan pihak-pihak yang mengusut kasus kamu," sahutku dengan suara tegas.
"Hmmmm..., dari sana? Sayang sekali orang sepertimu tidak ada dipihakku dan apakah kau hanya ingin mengulur waktu? Karena aku sendiri tidak keberatan, malah aku senang, karena bisa melihat tontonan gratis disana," katanya dengan nada yang membuatku muak
"Ndri...," panggil Frans dengan nada yang aneh, yang membuatku mengalihkan perhatian kepadanya. Kulihat wajah Frans ceria, dengan senyum yang mengembang tapi dengan air mata yang mengalir dari sudut matanya.
Siv, minggir dulu! Paksa Andri dengan keinginan yang kuat sehingga aku tidak bisa menolaknya.
"Kenapa Frans?" tanyaku panik melihat wajahnya yang seperti ini, wajah Frans saat dia melihatku kecelakaan dulu.
"Kau ingat saat kita di kuliah dulu? Tidur di emperan toko karena pintu pagar kos yang tertutup? Saat membeli satu mie rebus dan membaginya karena uang yang habis? Atau saat kita bertemu cewek bule dan threesome pertama? " katanya dengan senyum lebar.
"Ingat Frans, tapi kenapa?" kataku dengan gelisah.
"Itu saat-saat terindah dalam hidupku dan satu lagi, terimakasih kau selalu mempercayaiku," katanya dengan senyum di mata dan mulutnya.
"Jangan Frans, jangan lakukan itu, aku tak akan bisa menanggung semua ini," kataku dengan dada yang bergejolak dan suara yang serak. Kurasakan aliran air di mukaku.
"Masa lalu hanya kenangan Ndri, hiduplah untuk masa depan, kau pasti bisa, " katanya dengan suara serak. "Dan terimakasih Ndri, terimakasih karena tak pernah berhenti untuk mempercayaiku sebagai teman," katanya dengan airmata di wajahnya dan senyum di mulutnya.
"Selamat tinggal Ndri, " katanya sambil berbalik pelan dan seperti di gerakan lambat aku melihatnya menekan tombol di belakanganya.
Sreeggggggg....
Suara lantai dibawahnya terbuka dan...
Jleeegggg...,
Rantai itu menegang dengan keras...
"Tidak!Tidak! TIDAAAKKKK! FRAAANNNNSSSSS!," teriakku menyaksikan pengorbanan salah seorang sahabatku.
"BAJINGAN! Buka PINTUNYA! KUBUNUH KALIAN SEMUA, KUBUNUH KALIAN!" teriakku sambil berusaha mendobrak jeruji besi itu. .
Bukk...buukkkk..buuukkkk...,
Namun jeruji itu terlalu kokoh untuk bisa kubuka dengan tubuhku.
Sreeeggggg...
Jeruji dibelakangku perlahan terangkat keatas. Namun tak kuhiraukan.
"Tidak Frans, tidak..., Frans...," kupanggil namanya sambil memegang jeruji besi yang memisahkan kami. Kudengar suara-suara tercekik dibawah sana, suara yang perlahan menghilang..
"Sungguh menyentuh sekali, tak kusangka masih ada teman yang mau mengorbankan nyawanya untukmu, sungguh beruntung," suara di speaker itu menyadarkanku.
"Bajingan, apa yang sekarang kau inginkan hah!" tanyaku dengan sisa-sisa tenaga dan amarah yang ada. Sebagai jawaban atas pertanyaanku, jeruji besi yang kupegang perlahan terangkat keatas.
Dengan cepat aku melangkah masuk kedalam dengan air mata yang perlahan mengalir pelan diwajah, dengan mengeraskan hati aku melihat kedalam lubang yang menganga. Tak kuhiraukan suara jeruji yang perlahan turun dibelakangku.
Maafkan aku Frans, tapi aku akan hidup dengan dendam ini...
"Aaaahhhhh...,"
Suara lenguhan pelan terdengar di atasku. Dengan pandangan nanar aku melihat bagaimana vagina Lidya sedang diciumi dengan rakusnya oleh salah satu lelaki kekar itu. Tanganku terkepal dengan kuat mengiringi detak jantung dan aliran darah yang semakin cepat. Dengan nafas memburu kusadari kalau Indra menguasaiku dan menyampingkan diriku.
"Apa yang kau inginkan?!?" kataku dengan suara yang keras.
"Lihat ketembok disebelah kirimu!," perintah suara itu. Diakhir perkataannya, tembok itu perlahan terangkat keatas dan menampakkan sebuah jeruji besi yang sama dengan sebelumnya. Tapi yang membuat darahku rasanya mengalir dua kali lebih cepat sesuatu yang ada di balik tembok itu.
Lidya yang berlutut sedang mengulum penis salah satu lelaki kekar itu dengan bernafsunya!
Sementara dibelakangnya, lelaki yang lagi satu sedang memainkan tangannya di klitoris Lidya yang kutahu sangat sensitif.
"SETAN! LEPASKAN DIA! teriakku tak bisa menguasai diri melihat keadaaannya seperti itu. Pengaruh obat perangsang sekaligus obat kuat yang disuntikkan oleh Angel terlihat begitu kuat sehingga Lidya seperti orang yang sangat kehausan akan sentuhan lelaki.
Sejenak pandanganku dan Lidya bertemu, tapi sinar matanya sangat berbeda. Seperti kehilangan jati dirinya.
Pasti karena pengaruh obat perangsang sialan itu... Pikirku marah.
"Hahaha, bagaimana rasanya tak berdaya melihat kekasihmu diperlakukan seperti itu tapi kau tak bisa berbuat apapun? Hahaha," katanya sambil tertawa lepas. "Kau ingin menolongnya kan? Aku akan mengampuni nyawanya, asal kau menandatangani dokumen yang diberikan oleh Angel," katanya. Entah muncul darimana, kulihat Angel mendekat dengan membawa beberapa dokumen ditangannya. Lewat celah jeruji dia memberikan dokumen itu padaku.
Senyum manisnya membuatku muak!
Tanpa membacanya lagi, aku mengambil dokumen yang diberikan dan menandatanganinya. Kuberikan kembali dokumen itu kepada Angel.
"Hahaha..., bagus-bagus, sekarang, bagaimana kalau kita lanjutkan menonton tayangan live dari pacarmu itu?" tanyanya yang membuat aku tersentak.
"BIADAB! Kau sudah berjanji untuk..., mengampuni nyawanya," kataku pelan teringat perkataannya.
"Hahaha..., pikir dengan kepala dingin anak muda, dengan kepala dingin...,hahaha...," tawanya mengetahui kesalahanku.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
"Sayang, ayo kita pergi dari sini, " kata Roy kepada wanita yang berjubah.
"Nanggung sayang, kekasihku ini sebentar lagi mau nyampe, " katanya sambil meremas dada wanita disebelahnya, wanita yang wajahnya sangat merah menahan birahi yang sudah memuncak.
"Nanti saja lanjutin di hotel, aku sudah tak sabar menikmati tubuh kalian berdua," kata Roy sambil menarik wanita berjubah dan menciumnya mesra.
"Tapi bagaimana dengan suamiku?" tanya wanita berjubah dengan lirikan yang genit. Jubahnya tersingkap memperlihatkan kalau dibaliknya dia tidak menggunakan pakaian lain.
"Suruh saja dia nanti semobil dnegan Angel dan mereka, setelah pekerjaan mereka bers tentunya," jawab Roy dengan tenang. Setenang tangannya yang meremas payudara wanita yang satunya dengan gemas.
"Kalau begitu ayo, " kata wanita berjubah sambil bangkit dan mengajak pasangannya untuk pergi.
Dengan wajah memerah, pasangannya mengikuti langkah wanita berjubah dengan langkah yang mengangkang, menahan getaran halus vibrator di di kedua lubang bawah tubuhnya.
Terlihat Roy mengambil handphonenya dan menghubungi seseorang.
"Kalian selesaikan pekerjaan kalian, nanti kembali ketempat masing-masing," katanya sambil memandang monitor yang memperlihatkan Andri yang terkurung di jeruji besi, sedang berteriak-teriak agar pacarnya dilepaskan.
"Sayang sekali nak, kau harus menanggung beban orang lain," katanya sambil berlalu menuju mobilnya.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
Kualihkan pandanganku kesebelah, dimana Angel sudah tak terlihat lagi dan ruangan Lidya sekarang juga sama tertutup oleh jeruji besi seperti ruanganku ini.
Dengan pandangan yang menyesal kupandangi Lidya yang mengulum penis lelaki yang berada didepannya. Sedangkan lelaki yang lagi satu mengambil gaun yang dipakainya sebelumnya dan mulai menyabet pelan punggung Lidya....
Plak...
Sebuah suara tamparan terdengar ketika pantatnya yang bulat ditampar dengan keras oleh lelaki yang dibelakangnya, tamparan yang diselingi oleh deraan gaun dipunggung Lidya.
Terdengar suara tertahan dari Lidya ketika tamparan dan deraan itu silih berganti di punggungnnya.
"Apa cantik? Kau mau bilang apa?" tanya lelaki yang penisnya dikulum oleh Lidya.
"Huugghhtigan....," kata Lidya pelan dengan mulut penuh oleh penis yang lelaki didepannya.
"Apa kau bilang?" tanya lelaki yang ada didepannya sambil mencabut penisnya dari mulut Lidya.
"Hentikan...," kata Lidya pelan dengan sinar mata yang berubah.
Apakah pengaruh obat itu sudah hilang?
Plakkkkk....plakkkkkkk...plaaakkkkkkk
Suara tamparan terdengar beberapa kali dari belakang tubuh Lidya, kulihat lelaki yang dibelakangnya menyabet punggung lidya dengan gaun berkali-kali.
"Hentikan....aghhh...hentikan..., " ratap Lidya dengan air mata yang mulai mengalir di wajahnya.
"Hahaha... hentikan? Rasakan ini...,"
Plaakkkkkk...
Sebuah tamparan yang keras menerpa wajah Lidya yang membuatnya terguling kelantai!
"HENTIKAN! Bajingan! Kubunuh kalian!" kataku sambil berusaha melepaskan jeruji besi yang ada didepanku. Tapi sialnya jeruji itu terlalu kaut bagi kedua tanganku ini. Kulihat kesekeliling kamar namun tidak ada benda yang bisa kugunakan untuk mendobrak jeruji ini.
Siaaalll!
Dan ketika aku berbalik, sejenak aku terkesiap melihat wajah Lidya. Sorot mata itu. Sorot mata yang sekarang memandangku, sorot mata yang sama sepertiku!
Sebuah senyum perlahan muncul dibibir tipisnya, senyum yang terlihat mengerikan diatas muka yang penuh dengan air mata.
"Nah, kalau senyum gitu kan AAAAAAAAAAAAA!," jerit kesakitan si lelaki terdengar menyayat hati ketika kamaluannya dicengkram dan diremas hingga berdarah.
"Eh, kenapa kau?" tanya lelaki dibelakangnya dengan heran. "AAAHHHHHHHHHHHHHHHHHH!" jeritannya menyusul tak lama kemudian ketika sebuah tendangan yang keras mengenai penisnya yang tadi mengacung tegak.
Tak berkedip aku memandang Lidya yang sekarang begitu dingin dan kejam. Tak sadar aku bergidik melihat wajhnya yang datar, hampir tampa emosi.
"Pelacur sia..AAHHHHH...," belum habis makian lelaki yang tadi penisnya dikulum Lidya ketika beberapa tamparan yang sangat keras mengenai telinganya yang membuatnya terhuyung, disusul dengan tendangan di belakang lutut dan dibelakang tengkuk.
Seperti layangan yang putus, tubuh lelaki itu jatuh dan tidak bergerak lagi. Dengan senyum yang menyerupai cengiran Lidya menghampiri lelaki yang lainnya yang sedang memegangi penisnya yang berdarah.
"Ammpunnnnn...," suara lelaki itu mengiba namun dengan satu buah tendangan yang cepat dan keras, yang mengenai pangkal lehernya, lelaki itupun terjatuh dan tidak bergerak lagi.
Seperti mimpi rasanya aku melihat keadaan Lidya. Apakah dia...
"Halo Mas Andri..., atau siapa sekarang disana?" tanyanya dengan ramah. namun ekpresi datar dimukanya belum juga berubah.
"Aku Indra, kau siapa?" tanyaku penasaran.
"Kita sama mas, aku Xena, orang yang melakukan sesuatu yang tak akan pernah bisa dilakukan oleh Lidya, dia terlalu lembut untuk itu," katanya sambil mengambil gaunnya dan mengenakannya dengan perlahan.
"Kita sama tapi juga berbeda, apa Lidya tau apa yang kau lakukan?" tanyaku.
"Tentu saja tidak! Kalau dia tahu mungkin dia kan gila, jadi bagaimana kalau kita menyimpan rahasia ini berdua?" tawarnya.
"Berempat Xen, karena saudaraku yang lain tau apa yang kau lakukan sekarang," jawabku tenang.
Jlleeeeggggggggg... jeruji besi dibelakang Lidya atau Xena terangkat dan Angel muncul dengan pistol ditangannya.
"Berhenti disana!" teriaknya sambil memeriksa kedua orang lelaki yang tergeletak dilantai.
"Siapa yang membantumu? Katakan!" katanya dengan suara keras kepada Lidya. "Berhenti atau kutembak!" katanya ketika melihat Lidya mencoba mendekatinya.
"Jangan bodoh Lid!" kataku melihat dia yang semakin mendekati Angel. Tapi seperti tidak mendengarkan perkataanku, dia tetap mendekati Angel dan ...
Doooorrrrrr!
Suara tembakan terdengar dan kulihat Lidya memegangi perutnya yang berdarah!
"LIDYA!" teriakku ketika dengan pelan tubuhnya jatuh kelantai. Namun dengan nekad dia tetap mendekati Angel.
"Jangan paksa aku! Peluru berikutnya akan bersarang di kepalamu!" Ancam Angel, yang kutahu, akan dilakukannya.
Dengan wajah tegang kulihat Lidya yang tak menghiraukan ancaman Angel dan jari Angel yang perlahan bergerak...
Buuuukkkkkkk... Bruuggg suara pukulan benda tumpul terdengar dan dengan terkejut kuamati tubuh Angel yang terbaring dilantai. Dibelakangnya kulihat seseorang memegang sebatang kayu dengan gemetar.
"Edy! paa yang kau laukan disini?" tanyaku. Sekelebat kecurigaan menghampiriku dan kupandang wajah Edy tak percaya. Mata kami bertemu dan sorot mata bersalah kulihat diwajahnya.
"Ndriii...maafin aku Ndrii...," katanya pelan sambil menghampiri Lidya.
"Kau sentuh Lidya dan aku bersumpah akan membunuhmu DY!" teriakku marah. Kehilangan sahabat dan tak lama kemudian dikhianati sahabatmu yang lain. Ini terlalu berat untuk kulalui dalam hitungan menit.
"Ayo kita keluar dari sini Ndriii, mereka mau meledakkan tempat ini, tempat ini penuh dengan bahan peldak dan bensin!" katanya dengan tegang. Dan seolah membenarkan perkataannya, terdengar suara ledakan beberapa kali di sebelah. Gudang sebelah!
"Bawa Lidya pergi dari sini! SEKARANG!" teriakku kepada Edy, berusaha mengatasi suara ledakan yang terasa semakin dekat.
"Tapi kau?"
"BAWA DIA PERGI SEKARANG!" teriakku yang diikuti dengan suara ledakan yang terdengar sangat dekat dengan tempatku berada.
Kuamati kepergian Edy sambil memapah Lidya sampai menghilang di pintu. Suara ledakan terdengar semakin dekat dan...
Duuuaarrrrr..., bruuaakkkkk...
Ledakan terdengar dilangit-langit tempat aku berada yang disusul dengan jatuhnya plafon dan atap kearahku. Tembok yang tadi memisahkanku dengan tempat Lidya berada pun jatuh sehingga menghalangi pandanganku.
Kudengar suara langkah kaki mendekat.
"Bawa saja Angel dan susul Lidya yang melarikan diri bersama lelaki pengecut itu!" kata seorang lelaki.
"Tapi mereka...," sela seorang wanita.
"Apa kau mau mati konyol hah?" kata silelaki dan akhirnya suara langkah kaki yang menjauh terdengar diantara suara reruntuhan.
Duuuuuuuaaaarrrrrrrrrrrrrrr!
Bruuuaaakkkkkk...
Suara ledakan yang diikuti dengan suara benda-benda berjatuhan dan suara benda yang dilahap api semakin sering dan semakin dekat terasa. Kulihat jeruji besi yang menghalangiku bergoyang-goyang.
Dengan sekuat tenaga aku mencoba mendorong jeruji besi itu dan
Baammmmm...,
Jeruji besi itu jatuh dengan suara berdebam yang keras. Dengan semangat yang kembali tumbuh aku berlari keluar diantara benda-benda yang mulai terbakar api.
Sedikit lagi..Sedikit lagi, ketika akhirnya aku melihat pintu yang terbuka disebelah kananku.
Dengan semangat berlipat aku berlari diantara puing-puing dan api yang menjalar ketika...
Duaaaaarrrrrr...,
Suara ledakan yang keras terdengar diatasku dan...
Brruuuugggggg....
Rasa panas menyengat muka dan tubuhku, puing-puing bangunan menutupi pandanganku...
"To...longg...," kataku lemah sebelum ledakan lain terdengar didekatku. Sebuah ungkapan teringat dikepalaku.
Kebaikan akan selalu menang.
Tapi tidak untuk ceritaku ini... Pikirku, sebelum gelap menyelimuti.
Epilog
In The End
"Selamat malam pemirsa, kembali bersama saya Chantal Della Concetta di acara News Flash, untuk mengabarkan berita yang kami rangkum dalam Indonesia All In malam ini.
Setelah kebakaran hebat yang melanda G-Team Company pada pagi dini hari tadi, kembali kita dikejutkan dengan sebuah berita kebakaran lainnya. kali ini kebakaran melanda dua buah gudang milih Alfa Medika yang terletak di pinggir Kota Jakarta.
Kebakaran yang terjadi tadi, menyebabkan dua buah gudang itu rata dengan tanah, belum diketahui apa penyebab kebakaran dan apakah ada korban jiwa dalam musibah ini.
Tak jauh dari lokasi kebakaran, terjadi sebuah kecelakaan maut yang menewaskan seorang laki-laki dan seorang korban wanita yang sampai saat ini masih dalam keadaan koma.
Berita tadi menutup acara News Flash pagi ini. Saya Chantal Della Concetta mengucapkan terimakasih dan sampai jumpa."~ ~ ~ * * * ~ ~ ~"Hahaha, akhirnya urusan ini selesai juga, sekarang sayang, buat aku menuju sorga dunia," kata seorang lelaki sambil menekan kepala wanita berjubah di selangkangannya. Sementara itu wanita lain bergoyang dengan erotis didepan lelaki itu. Mata si lelaki menelusuri lekuk tubuh sempurna wanita yang bergoyang mengikuti alunan musik. Sesekali pandangannya mengawasi televisi yang sedang menyiarkan kebakaran hebat di gudang Alfa Medika.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
"Bisa lihat data pasiennya?" tanya petugas di sebuah bandara internasional.
"Ini pak," sahut seorang lelaki jangkung sambil memperlihatkan data pasien dan medical record.
"Luka bakar grade 3, mengenai muka dan sebagian punggung dan dada, tangan keseluruhan," baca petugas itu.
"Nama korban, Arka, tujuan Korea Selatan, untuk operasi rekonstruksi wajah?" tanya petugas itu sambil memandang lelaki jangkung, terlalu ngeri melihat ekpresi mata yang tajam di sekeliling kulit yang terlihat menghitam.
"Iya, " sahut lelaki jangkung singkat.
~ ~ ~ * * * ~ ~ ~
End Of Book One
Tidak ada komentar:
Posting Komentar